Ghani menghempaskan tubuh di ranjang hotel president suite milik keluarganya yang disulap menjadi kamar pengantin. Suasana yang tercipta bukanlah nuansa romantis tapi mengerikan. Netranya terpejam tanpa melirik sedikitpun pada perempuan yang duduk di sampingnya.
Semua ini terjadi atas kemauan papanya—Emran. Dengan terpaksa Ghani meninggalkan kekasihnya di Singapura. Perempuan cantik bernama Clara yang nyaris sempurna dengan kulit putih, hidung mancung, rambut panjang agak pirang, badan tinggi bak model yang sudah menemaninya selama tiga tahun ini. Senyuman manis yang bisa menularkan kebahagiaan untuk Ghani.
Keinginan untuk hidup bersama Clara terpatahkan dengan adanya perempuan di sampingnya sekarang. Pernikahan yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Panggilan Emran yang memintanya kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk ini. Membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan mereka sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani dan perempuan di sampingnya ini sama terpaksanya menuruti keinginan kedua orang tua mereka. Namun bedanya Khalisa tampak tenang tidak sepertinya yang penuh dengan kemarahan. Menjadikan Khalisa sebagai pelampiasan amarah Ghani.
Sementara Khalisa menatap lembut seorang lelaki yang baru saja memiliki gelar sebagai suami. Senyuman mengembang di wajahnya.
Kamu tidak seperti dulu lagi Gha. Dulu sikapmu sangat lembut tidak kasar seperti sekarang.
Khalisa... Khalisa begitu tidak beruntungnya nasibmu. Malam pertama harusnya menjadi sangat indah. Itu ternyata hanyalah sebuah mimpi dalam tidur panjang yang sambil ngiler membentuk peta Indonesia di atas bantal. Haahh menyedihkan.
Bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun. Lelaki itu tidak memperlakukan Khalisa layaknya seorang istri.
Nasib, dia hanya menjadi seorang istri yang tak dianggap. Sekarang Khalisa hanya bisa mengasihani diri sendiri. Semua kenyaatan harus dia dihadapi seorang diri.
Khalisa memeluk lulut, duduk disamping lelaki yang tidur dengan mendengkur. Hatinya meringis. Menangisi nasib yang tidak seberuntung cinderella, malang nasibnya malah seperti sinetron suara hati istri dengan lagu familiar ku menangis. Membuat hati emak-emak ikut meleleh dan marah gak jelas menontonnya
Demi bakti kepada ayah dan ibu pikirnya, tapi sekarang sudah bukan lagi jamannya Siti Nurbaya. Pernikahan karena perjodohan, menjalani hidup bersama lelaki yang tidak mencintainya. Tapi Khalisa tidak boleh menampakkan kerapuhannya di depan Ghani.
"Kenapa belum tidur? Kamu membuat tidurku terusik."
Kalimat dingin dari seorang lelaki yang yang baru saja menjadi suaminya itu membuat sekeping hati Khalisa tambah perih. Seperti luka yang ditaburi garam lalu diperasi air jeruk nipis. Huhh perih banget... jangan berani coba-coba praktekkan...!! Gak ada manis-manisnya di malam pertama. Hufh.
Khalisa beringsut membaringkan badan, menarik selimut sampai kepala. Berusaha memejamkan mata namun mata ini enggan untuk terpejam. Hatinya diliputi kesedihan. Menjalani hidup bersama orang yang tidak menginginkan kehadirannya itu tidaklah mudah.
Saat terbangun Khalisa masih menggunakan legging hitam dan manset putih dengan jilbab kaos hitam. Hanya itu pakaian yang dia ada, setelah selesai mandi pun masih menggunakan pakaian yang sama. Suaminya juga tidak akan peduli, buktinya saja setelah selesai sholat subuh lelaki itu langsung meninggalkannya di kamar sendirian.
Tidak ada yang membawakan pakaiannya ke hotel ini setelah acara resepsi semalam. Kembaran Ghani hanya memberikan sebuah paper bag berisi pakaian dalam dan lingeri yang tidak mungkin digunakan Khalisa saat ini. Begitu malangnya nasibmu Kha, mana perut keroncongan gak punya baju lagi buat keluar.
Khalisa tidak akan nekat keluar hanya menggunakan pakaian ketat ini, selama di kamar pun ditutupinya sempurna dengan selimut.
Gadis itu duduk di sofa menikmati cacing-cacing di perut yang memberontak. Seketika suara handle pintu dibuka, matanya melirik sekilas ke arah suara kemudian membuang pandangan. Ghani datang membawa nampan yang berisi sepiring nasi goreng dan segelas susu kehadapannya.
"Makan dulu, kamu pasti lapar."
Tanpa pikir panjang langsung melahapnya sampai ludes. Bahkan terasa kurang, cacing di perutnya belum semua dapat bagian yang sama rata dan adilnya.
Diam-diam lelaki yang bergelar suami itu tersenyum tipis, sesaat kemudian kembali dingin. Sedingin salju pada kulkas yang tak pernah dibersihkan.
"Kenapa gak ganti baju, baju yang diberikan Ghina kemaren mana?" Tanyanya datar, sedatar bumi ini.. eetzz bumi gak datar tapi bulat... kata siapa bumi bulat.. yaelah malah debat sendiri. Ghina kembaran suaminya, sifat mereka sangat bertolak belakang. Adik iparnya itu sangatlah ramah dan asyik diajak ngobrol. Tidak seperti lelaki yang sedang duduk disampingnya ini selalu membuang pandangan, tak peduli dengannya.
Semenjijikan itukah dia dimata lelaki yang bernama Ghani ini, tampan sih tapi nyebelin. Ghani memang tampan sejak dulu, tapi waktu jaman masih ingusan tingkahnya tidak aneh seperti sekarang ini, dingin tapi tidak bisa mendinginkan hati yang terbakar.
Khalisa beranjak mengambil paper bag dan memberikannya pada Ghani tanpa ingin bicara panjang lebar menjelaskan.
Ghani mengangkat sebelah alis saat melihat isinya.
"Kapan kita pulang, gak enak pakai ini terus. Udah bau bercampur keringat dari kemaren."
"Kita tiga hari di sini." Sahut Ghani santai, sesantai di pantai tidak dengan Khalisa yang melongo sempurna, betapa tersiksanya dia tiga hari terpenjara di hotel mewah ini.
"Boleh aku pinjam bajumu?"
"Ambil sana, buat sementara, nanti kamu gatalan kelamaan pakai itu."
Ternyata Ghani perhatian juga, batinnya senang, menyembunyikan senyuman di hati.
"Aku gak mau ikut tertular karna kita tidur satu ranjang." Tambah Ghani sinis.
Yaelah,, gak ada manis-manisnya dikirain beneran perhatian.
Khalisa beranjak memilih mana yang bisa digunakannya. Hanya ada beberapa lembar kaos dan celana yang ukurannya besar. Mau tidak mau harus memakai salah satu. Keluar kamar mandi dengan memakai kaos kebesaran di badan.
Celana pendek yang harusnya di atas lulut kalau Ghani yang pakai untungnya dapat menutupi paha Khalisa dengan sempurna. Setidaknya selamat dari bau keringat yang sudah sangat masam untuk hari ini.
Memilih duduk di sofa menatap Ghani dari jauh yang sedang menikmati pemandangan. Sekaku inikah lelaki itu setelah lama tidak bertemu, dulu mereka bisa tertawa dan gulat bersama di bawah terik matahari maupun rintik hujan.
"Terjebak,, terjebak,, terjebak.." mulutnya meracau sambil menonjok-nonjok sofa dengan genggaman tangan.
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Salah apa sampai Ghani tega menyiksanya seperti ini. Lelaki itu sudah sangat berbeda dari Ghani yang Khalisa kenal dulu. Ya Allah, dia takut berduaan dengan Ghani di sini. Suami yang seharusnya melindungi malah membuatnya ketakutan seperti ini. Apa salahnya pada lelaki yang bergelar suami itu.
Air mata merembes melalui pipi, argh Kha, kamu sangat cengeng, kamu tidak boleh lemah di hadapan Ghani. Harus kuat, lawan dia dengan kecerdasanmu. Buat dia tak berkutik dan jatuh cinta padamu.
Meskipun agaknya diluar rasional. Khalisa kembali menyunggingkan senyumannya sebagai sebuah kekuatan. Dia tidak boleh lemah.
Ghani pergi sangat lama, membuat Khalisa merasa lebih tenang. Kemana dia pergi, apa mungkin bertemu pacarnya, yang Khalisa tau Ghani memiliki pacar saat dijodohkan. Malang sekali nasibmu Kha, sekeping hati yang meringis bagai tertusuk duri salak. Khalisa meracau sendirian.
Gadis itu mencari-cari ponsel yang sejak kemaren tidak tersentuh, menjadi ratu seharian membuatnya melupakan benda ajaib itu sampai sekarang. Tapi bukan hal itu yang membuatnya mengabaikan teman sejati jempolnya ini.
Perlakuan Ghani yang sudah membuatnya lupa dan menggila. Bukan pula menggila karena cintanya, tapi menggila karena perlakuan dingin lelaki es itu. Di depannya Khalisa bisa saja bersikap cuek seolah tak peduli, tapi tetap saja pikiran ini terganggu olehnya.
Sampai kapan oh sampai kapan diri ini diabaikan olehnya. Sang teman kecil orang yang dulu dianggapnya sebagai seorang kakak.
Ketemu, oh di sini rupanya kau hehh, dibawah tumpukan pakaian Ghani.
Khalisa iseng membuka chat dari para sahabatnya di grup rempong. Grup itu berisi tiga sahabatnya dari SMA sampai kuliah. Mereka sekarang sudah menikah, hanya diri Khalisa yang baru saja menikah. Orang yang duly selalu menjadi bahan bully-an karena masih menjomblo.
Ira : Gimana kakakmu Kha, asyik gak mainnya.
Sisil : Seru gak, seru gak? Pasti seru ya kan kalian kangen-kangenannya tadi malam.
Ah Sisil emang suka iseng.
Marsya : Cerita dong Kha, ngapain aja sih?
Si kepo yang ingin selalu dapat info terupdate.
Kha : Hmmm, cerita gak yaa?
Balasnya menanggapi jiwa kepo para sahabat yang suka usil.
Pembicaraan di grup rempong memang tidak pernah jelas. Dari sinetron bang Al yang guanteng kata mereka, sampai gosip artis terhangat. Tambah lagi sinetron terbaru Terpaksa Menikahi Tuan Muda. Mereka anggap kisah itu mirip dengan kisahnya yang terpaksa menikahi Ghani anak dari pemilik Emeral Corporation yang merupakan sahabat kecilnya.
Marsya : Cerita sekarang cerita...!
Ketauan banget jiwa ghibahnya nomor satu.
Perih mengingat apa yang terjadi tadi malam, namun hanya boleh disimpannya sendiri masalah rumah tangganya ini. Biarlah semuanya berjalan seperti ini sampai Khalisa sudah tak mampu bertahan lagi nanti.
Tak sanggup rasanya mengecewakan ayah ibu yang sangat berharap padanya. Hubungan kekerabatan yang sudah terjalin begitu lama dengan keluarga Ghani.
Dulu dia dan Ghani begitu dekat juga Ghina kembarannya. Mereka terpisah ketika Ghani lulus sekolah dan masuk Sekolah Menengah Pertama sedang Khalisa masih kelas tiga SD. Setelah lulus Kha melanjutkan ke Pondok Pesantren. Sampai hari pernikahan itu terjadi mereka baru bertemu lagi.
Kha : Nanti kalau ketemu aja ceritanya ya biar lebih seru.
Hanya itu yang mampu menyelamatkannya dari kejulidan sahabat-sahabatnya.
Sisil : Yah, kecewa deh 😒
Ira : Yang lagi asyik bermesraan lupa sama kita.
Marsya : Kalau nanti ceritanya mana seru lagi, udah hambar seperti roti tawar yang kehabisan selai strowberry.
Tak habis-habisnya mereka ingin membuat Khalisa buka mulut.
Apa yang harus dia ceritakan jika memang semalam tak terjadi apa-apa.
Khalisa tersenyum miris, tak mungkin mengirimkan balasan seperti itu. Sekarang saja dia merasa sangat kesepian sendirian. Hotel mewah yang harusnya bisa digunakan untuk bermesraan dengan sang suami. Tapi sayang sangat disayangkan, gayung tak bersambut. Masih perawan, dia tidak menggoda untuk suaminya sendiri.
Kha : Sorry, aku nemeni Gha dulu ya.
Kebohongan pertama yang dilakukan Khalisa untuk menutupi aib rumah tangganya. Kamu sangat menyedihkan Kha.
Arggh air mata merembes lagi, begitu cengengnyakah Kha sekarang setelah menjadi istri Ghani Faizan. Seorang putra mahkota dari Emran Faizan pengusaha ternama di negeri ini. Namanya dikenal sampai ke luar negeri, berbagai bisnis yang dikelola oleh Papa Emran.
Emran begitu perhatian, penyayang dan lembut tidak seperti putranya yang tidak bertanggung jawab seperti sekarang. Meninggalkan istrinya di kamar besar sendirian sehari setelah pernikahan, begitu menyedihkan.
Main ponsel pun menjadi sangat membosankan, menghabiskan waktu seharian dengan mondar mandir dari sofa lalu ke tempat tidur begitu terus sampai naruto mengeluarkan jurus seribu bayangannya, huft.
Khalisa membuka aplikasi note untuk menuliskan segala keluh kesah yang dirasakannya. Menulis menjadi pelariannya saat bosan dan tidak dapat berpikir lagi. Rutinitasnya yang hanya rumah, kampus dan kamar sedikit membantunya saat seperti ini. Walau lama-lama juga jenuh.
Ghani berjalan di sisian kolam renang sambil asyik mengobrol dengan kekasihnya. Melepas rindu setelah satu bulan tidak bertemu. Dia bahkan belum berani jujur dengan Clara, berita pernikahannya yang tersebar ditutupnya rapat dari sang kekasih.
Perempuan itu bisa membuatnya terus tertawa. Melepaskan segala kekesalan yang dialaminya. Rasa rindu ingin segera bertemu dengan kekasihnya. Dia harus mencari alasan agar bisa kembali ke Singapura secepat mungkin.
Berjam-jam dihabiskannya bersenda gurau dengan Clara. Ghani telah berjanji akan menikahi pujaan hatinya itu. Namun keadaan menjadi lebih rumit sekarang setelah memiliki istri. Ghani menatap cincin yang melingkar di jari, kebahagiaannya terenggut karena ini.
Semua yang terjadi bukan sepenuhnya salah Khalisa, gadis kecil yang pernah selalu dia jaga. Tidak mungkin disakitinya seperti ini, Kha sudah menjadi istri sahnya. Lalu bagaimana Clara, kekasihnya yang juga tidak mungkin disakiti. Kalau Clara tau tentang pernikahannya pasti akan sangat terluka.
Dia harus memilih, kenapa jadi rumit begini. Ghani menuju sebuah cafe, menelpon Tomi dan Guntur untuk menemaninya sekaligus membelikan pakaian Khalisa.
Dalam kamar president suite itu Khalisa gelisah menunggu Ghani yang belum juga kembali. Sudah jam sebelas suaminya itu belum juga pulang. Apa Ghani meninggalkannya pulang? Ghani gak mungkin berangkat kerjakan? Atau lagi nguras kolam hotel karena gak mampu bayar.
Ah itu pikiran yang gila, mana mungkin terjadi. Khalisa tertawa kecil dengan pikirannya yang mulai konslet seperti kabel listrik yang habis digigit tikus kelaparan.
Khalisa mengalihkan pikiran dengan mengambil air wudhu lalu sholat sunnah dhuha kemudian membaca Al-Qur'an dari aplikasi handphone. Itu lebih menenangkannya dibanding mondar mandir yang membuat kakinya pegal.
Dia sibuk mengaji untuk meredakan kegelisahan yang mengganggu relung jiwa. Ghani sudah membuatnya jadi tidak waras. Khalisa tidak mendengar suaminya masuk kamar dan menikmati suara merdunya saat membaca Al-Qur'an.
Setelah lebih tenang Khalisa mengakhiri bacaan dan melepas mukena. Menatap ke arah sofa, di sana sudah ada suaminya. Bergegas dia mengalihkan pandangan pura-pura melipat mukena.
"Ini buatmu." Ujar lelaki misterius yang tinggal sekamar dengannya. Misterius karena tidak dapat ditebak kapan dia mau datang dan kapan mau pergi.
Setelah mengambilnya Khalisa mengucapkan terimakasih, sangat formal. Tidak seperti dirinya saat bersama tiga emak-emak rempong itu. Dia jaim di depan suaminya sendiri. Sikapnya yang seperti ini saja Ghani tidak mau mendekat apalagi kalau tau kelakuan aslinya pasti akan sangat ilfeel.
Membuka perlahan tiga buah paper bag dari Ghani yang berisi tiga lembar gamis dan khimar juga pakaian dalam berenda. Hatinya tersenyum mengingat suaminya mau membelikan semua itu. Wajah lelaki itu masih saja datar, tiga hari diam-diaman seperti ini bisa membuat lidahnya kaku.
"Aku mau istirahat, jangan diganggu."
"Iya, aku tidak akan mengganggumu. Aku boleh keluar biar kamu tidak terganggu"
"Terserahmu."
"Terimakasih."
Khalisa berganti pakaian ke kamar mandi, setelah rapi meninggalkan suaminya yang tidak ingin diganggu.
Gerimis hati eneng bang kalau setiap hari begini, mana gak ada uang. Hanya datang dengan gaun pengantin ke sini, semua barang ada di mobil Ayah termasuk dompet dan ATM.
Semua serba digital mudah saja meskipun tidak membawa uang cash, kenapa terlalu oon gara-gara meratapi nasib Kha, cercanya pada diri sendiri.
Azan dzuhur berkumandang Khalisa mampir di mushola sekitar hotel untuk sholat. Setelah selesai kembali berkeliling dengan jalan kaki, seperti anak orang yang hilang sedang mencari orang tuanya.
Dia masih menggunakan sendal hotel, benar-benar menyedihkan. Menantu seorang pengusaha tapi nasibnya seperti gembel jalanan, gembel elit. Khalisa tersenyum perih, belum pernah mengalami hal seperti ini. Ayah ibu selalu memanjakan terlebih saat mengetahui kondisinya. Mereka tak membiarkannya kelelahan sedikitpun.
Sekarang dia tidak boleh bergantung pada Ghani, harus bisa melakukan semuanya sendiri. Khalisa kembali ke kamar sebelum waktu ashar, suaminya sedang santai duduk di sofa. Kamar hotel itu bisa digunakan sebagai lapangan futsal saking luasnya. Tak ada pertanyaan dari Ghani yang menanyakan dia dari mana.
Bunyi perut Khalisa memecah keheningan, cacing-cacing itu memberontak lagi. Tadi pagi saja makan belum kenyang, seporsi nasi goreng yang sangat sedikit mana cukup dibagi pada semua cacing di perut. Baru ingat kalau dia belum makan siang, bisa-bisa asam lambungnya kambuh kalau tiga hari puasa seperti ini.
"Sudah makan?"
"Belum."
"Kenapa tidak makan di luar?" Ghani berdiri tepat di hadapannya. Wajah itu seperti menahan marah, membuat Khalisa takut. Salah apa lagi Khalisa pada Ghani. Lebih baik dijadikan babu sekalian. Jelas statusnya tidak akan berharap, daripada disiksa seperti ini.
"Aku tidak punya uang, tidak punya apa-apa di sini selain kamu." Ucap Khalisa pelan, tidak ingin membuat suaminya naik pitam.
"Kalau kamu tidak mau berbaik hati denganku, aku bisa masuk rumah sakit karena asam lambungku kumat." Kenapa Khalisa jadi mengemis seperti ini pada suami sendiri. Sudah seharusnya suaminya itu bertanggung jawab atas semua ini.
"Kenapa tidak bilang?"
"Kamu aja gak mau aku ganggu." Jawab Khalisa pasrah. Sakit-sakit sekalian biar Ghani puas mentertawakan kemudian menceraikan lalu menikah dengan kekasihnya. Benarkah itu yang dia inginkan perpisahan dengan Ghani?
Seperti itukah cerita-cerita halu di televisi biasanya, istri sah yang selalu tersakiti kalah oleh selingkuhan suami. Mengerikan sekali, Khalisa bergidik membayangkan.
Ghani mengambil ponselnya menelpon seseorang, sepuluh menit kemudian pintu kamar diketuk. Dia membuka pintu sedang Khalisa masih berdiri mematung menatap ibu kota yang terlihat indah dari atas sini. Lagi dan lagi Khalisa mengasihani diri sendiri.
Ghani menarik tangannya sampai duduk di meja makan, di sana sudah ada makanan dengan porsi jumbo juga segelas susu tidak ketinggalan.
"Makanlah, aku gak mau kamu masuk rumah sakit."
Benarkah? Khalisa berbinar-binar, walau tidak diungkapkannya rasa senang itu.
"Bikin repot aku jagain aja ntar."
Aahh sial, lagi-lagi Ghani mengibuli dengan menggantung kalimatnya agar Khalisa berharap kemudian terjatuh. Baiklah, dia tidak akan berharap apapun pada Ghani. Selain diberi makan setiap hari untuk bertahan hidup selama tiga hari di sini.
"Terimakasih." Ucapnya tanpa embel-embel seperti sayang, cinta, honey karena itu tidak mungkin. Pernikahan dengannya bukan atas nama cinta seperti lagu Rossa. Tapi perjodohan seperti kisah Siti Nurbaya. Beruntungnya Khalisa tidak menikah dengan aki-aki yang lemah tak berdaya. Ghani justru sangat tampan dan mempesona, jika lelaki itu mau tersenyum sedikit saja untuk istrinya.
Khalisa menyantap makanan dengan lahap. Tidak menyia-nyiakan sambel, juga paha ayam bagian atas, nila bakar, sepiring nasi. Alhamdulillah kenyaang... semua cacingnya di perut sudah bahagia.
"Terimakasih sudah menyelamatkan lambungku." Sekali lagi Khalisa mengucapkannya. Meski juga ingin hati ini diselamatkannya oleh Ghani. Kha, kamu kebanyakan berharap, haha.
"Sama-sama, mandi sana, lalu sholat. Aku mau keluar." Seulas senyum tipis muncul dibibir Ghani kemudian hilang kembali. Lelaki itu memang penuh misteri, membuat seorang Khalisa semakin penasaran.
"Gha, apa kamu akan meninggalkanku sampai malam sendirian di sini?"
"Kalau kamu sibuk antar aku pulang ke rumah aja." Lanjutnya, setelah tidak mendapatkan jawaban.
"Kalau kamu gak bisa antar biar aku pesan taksi online aja sendiri."
Juga tidak ada jawaban, lelaki itu sibuk main ponselnya.
"Aku bisa gila kesepian sendirian di sini Gha, boleh aku pulang?"
Tidak ada satu ucapan Khalisa pun yang dijawab Ghani, ya sudah tidak apa sendirian. Membantah suamikan dosa juga, meskipun di dalam kamar ini tidak dapat pahala setidaknya tidak menambah dosa. Khalisa membantin sambil beranjak ke kamar mandi.
Saat Khalisa keluar dari kamar mandi, Ghani sudah tidak ada di kamar. Mengabaikan pikiran tentang Ghani, Khalisa lebih memilih menunaikan sholat ashar. Berusaha ikhlas dengan keadaan sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!