Suara petir terdengar sahut menyahut di malam hari itu, disertai dengan hujan lebat dan angin kencang.
Jenny menutup jendela kamarnya, karena hawa dingin yang semakin menusuk.
Lagi-lagi matanya menangkap sosok itu, sosok laki-laki di depan gerbang rumah barunya, yang baru satu bulan ini dia dan keluarganya tempati.
Karena penasaran, Jenny turun ke bawah, mengambil payung dan membuka pintu rumahnya, kemudian dia berjalan ke arah gerbang.
Aneh, lelaki itu menghilang bak di telan bumi.
Ini sudah kesekian kalinya Jenny melihatnya, lelaki dengan perawakan tinggi, memakai hoodie dan wajahnya tidak jelas terlihat, namun dia selalu ada di sekitar rumah ini.
Entah dari mana dia berasal, bisa jadi dia adalah salah satu warga yang tinggal di daerah ini.
"Kak Jenny! dipanggil mama!" panggil Nesya, adik Jenny dari arah dalam rumahnya.
Jenny menoleh, kemudian dia segera kembali masuk ke dalam rumahnya itu.
"Kakak melihatnya lagi?" tanya Nesya setengah berbisik.
"Sssst, kecilkan suaramu! Atau Mama akan mengatakan kalau aku berhalusinasi lagi!" sahut Jenny sambil menempelkan jari telunjuknya di bibirnya.
Mereka kemudian berjalan ke ruang makan.
Aneka hidangan sudah tersedia dengan lezat di atas meja makan yang besar itu.
"Besok Papa dan Mama akan ke pabrik, kemungkinan akan pulang sore, Jenny, Kau jaga adikmu, tolong kau antar dan jemput dia sekolah!" ujar Bu Indah, Mamanya itu.
"Iya Ma!" sahut Jenny patuh.
"Kalau kalian ada butuh apa-apa, minta tolong saja pada Bi Ecih!" lanjut Pak Surya, Papanya.
Jenny dan Nesya menganggukkan kepalanya patuh.
Pak Surya, Papanya Jenny, bekerja sebagai kepala pengawas di pabrik pembuatan teh di daerah Bogor.
Pemilik perkebunan teh meminta Keluarga Pak Surya menempati sebuah rumah, yang ada di kawasan perkebunan ini, dengan alasan tempat bekerja jadi lebih dekat.
Baru satu bulan mereka menempati rumah ini, tadinya mereka tinggal di Jakarta, hanya saja tiba-tiba pemilik perkebunan teh meminta Pak Surya untuk mengawasi perkebunan di daerah sini.
Otomatis Jenny dan Nesya juga ikut pindah sekolah.
Untungnya mereka mendapat sekolah yang sama, karena di sekolah itu ada jenjang dari TK sampai SMA.
Jenny sudah duduk di kelas 3 SMA sementara Nesya masih duduk di kelas 5 SD.
Awalnya tidak ada yang aneh pada rumah yang mereka tempati, hanya saja sejak awal, Jenny selalu melihat sosok laki-laki itu yang ada di sekitar rumah tempat mereka tinggal.
Lelaki itu hanya ada di sekitar gerbang, sebenarnya sudah sejak awal Jenny ingin mendekatinya, hanya sekedar menanyakan siapakah dia, namun setiap kali Jenny akan mendekat, lelaki itu seringkali menghilang begitu saja, seperti yang baru saja terjadi tadi.
Rumah ini cukup besar, memiliki empat kamar tidur, kamar tidur utama di tempati oleh Pak Surya dan Bu Indah, yang berada di lantai bawah.
Sementara Jenny dan Nesya masing-masing menempati kamar yang ada di lantai dua.
Masing-masing kamar berukuran cukup luas dengan tempat tidur yang besar.
Bangunan rumah ini memang terlihat tua, namun terlihat baru saja di pugar menjadi bangunan yang modern, tapi di sekeliling rumah ini jarang ada orang yang tinggal, jarak yang satu dan yang lainnya saling berjauhan.
Makan malam sudah selesai, Bi Ecih yang membantu pekerjaan di rumah ini, nampak sibuk membereskan piring-piring dan bekas masakan di dapur.
Bi Ecih asli warga daerah sini, dia sengaja dikirimkan oleh pemilik perkebunan untuk membantu keluarga pak Surya.
"Setelah ini kalian langsung tidur ke kamar masing-masing ya!" ujar Bu Indah. Jenny dan Nesya menganggukan kepalanya.
Mereka kemudian langsung naik ke lantai atas menuju ke kamar mereka masing-masing.
"Kak, kalau Kakak takut Kakak tidur saja di kamarku!" kata Nesya.
"Sudah kamu tidur saja! Kakak juga mengantuk mau langsung tidur!" sahut Jenny sambil masuk ke dalam kamarnya dan langsung menutup pintunya.
Jenny langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya, matanya memang sudah terasa mengantuk sejak tadi.
Entah mengapa, hawa di daerah Ini begitu dingin, sehingga jam sembilan malam sudah terlihat begitu mencekam.
"Aaarrrggghhh!!"
Jenny berteriak saat dilihatnya sosok laki-laki itu muncul kembali, kini bukan hanya di sekitar gerbang rumahnya, tapi ada di depan tempat tidurnya.
Tubuh Jenny bergetar hebat, keringat dingin mulai bercucuran di sekujur tubuhnya, lelaki itu berdiri dengan memakai hoodie yang sama, sambil menatap tajam ke arahnya.
"Ssst! Jangan berteriak! Atau kau ingin membangunkan semua penghuni rumah ini!" ujar Lelaki itu dengan suaranya yang berat.
Seluruh bulu kuduk Jenny meremang seketika, hawa dingin mulai kembali menyergap tengkuknya, hingga semua pori-pori yang ada di tubuhnya terasa tegang dan berdiri.
"Si ... Siapa kamu?!" tanya Jenny dengan mengumpulkan segenap kekuatannya.
lelaki itu diam saja tanpa menjawab pertanyaan Jenny.
"Tolong aku ..." lirih lelaki itu.
Tiba-tiba tubuh lelaki itu berubah menjadi gumpalan asap yang semakin lama semakin menghilang, keluar melalui celah jendela kamar Jenny.
Bersambung ...
Tubuh Jenny bergetar, ini adalah pengalaman pertamanya melihat hal yang kasar mata, rasa takut mulai menguasainya.
Jenny menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, berusaha untuk memejamkan matanya, dan berharap pagi akan segera datang.
Tok ... Tok ... Tok
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya di ketuk dari luar, Jenny semakin ketakutan, bayangan tadi terus menghantuinya.
Ceklek!
Pintu kamar Jenny dan buka dari luar, Jenny tak bergeming, takut sesuatu yang menakutkan tadi datang lagi.
Sebuah tangan kemudian menyentuh punggungnya, Jenny terperanjat.
"Pergi!!" seru Jenny.
"Jenny? Ini Mama! Kau kenapa?? Mimpi buruk?? Tadi Mama dengar kau berteriak!" suara yang sudah sangat di kenalanya ada di sebelahnya.
Perlahan Jenny membuka selimut yang menutupi wajahnya, kemudian dia langsung memeluk Bu Indah, Mamanya itu.
"Mama! Kita balik ke jakarta saja! Aku takut Ma! Di rumah ini ada hantu!" seru Jenny.
"Hantu??" Bu Indah mengerutkan keningnya.
"Iya Ma, tadi aku baru saja melihat hantu di situ!" Jenny menunjuk ujung tempat tidurnya, tempat di mana bayangan lelaki itu muncul.
"Tidak ada apapun di situ, Jenny, Mama tau kau butuh beradaptasi dengan lingkungan baru, itu tidak mudah, makanya kau jangan terlalu banyak melamun!" ucap Bu Indah, sambil mengusap keringat yang membasahi dahi Jenny.
"Mama tidak percaya??" tanya Jenny.
"Bukan, tapi kau harus tau, kita manusia ini punya derajat yang lebih tinggi dari pada makhluk apapun! Sudah, lanjutkan tidurmu, besok pagi kau harus berangkat sekolah!" sahut Bu Indah sambil mulai beranjak dari tempatnya.
Bu Indah kemudian menyalakan saklar lampu kamar itu.
"Kalau takut, jangan tidur gelap-gelap!" ujar Bu Indah yang kemudian langsung keluar meninggalkan kamar itu.
Suasana terang sedikit membuat Jenny tenang, dia pun mulai kembali memejamkan matanya.
****
Jenny mengerjapkan matanya, terbangun saat ada hawa dingin yang menerpa wajahnya.
Matahari sudah mulai timbul berwarna kemerahan. Jendela kamarnya sudah terbuka sempurna.
Di meja kamarnya sudah tersedia segelas susu hangat, tanpa menunggu Jenny langsung meneguknya sampai habis.
Jenny langsung masuk ke kamar mandi untuk mandi dan berpakaian seragam, hari ini dia akan berangkat sekolah.
Setelah mandi dan berpakaian, Jenny langsung turun ke bawah, di ruang makan sudah ada Kedua orang tuanya dan Nesya adiknya, nampak sedang duduk menikmati sarapan pagi.
Beberapa gelas susu hangat dan kopi sudah tersedia di meja makan itu.
"Ayo sarapan Jen!" kata Pak Surya, Papanya.
"Iya Pa!" Jenny langsung duduk di antara mereka.
"Pagi ini Papa dan Mama akan antar kalian ke sekolah, tapi pulangnya kalian naik taksi ya, atau jalan kaki juga dekat, lewat jalan potong!" ujar Pak Surya.
"Kalian makan siang di rumah, karena Bi Ecih sudah Mama suruh untuk masak hari ini!" lanjut Bu Indah.
"Iya Ma!" sahut Jenny dan Nesya bersamaan.
"Susunya di minum dulu!" kata Bu Indah.
"Sudah Ma, di kamar tadi!" sahut Jenny.
"Di kamar? Mama buatkan susu selalu taruh di meja makan, kau jangan ngarang pagi-pagi!" tukas Bu Indah.
Jenny terdiam, jelas-jelas ada susu hangat di meja kamarnya tadi, kalau bukan Mamanya yang taruh, lalu siapa? Apakah Bi Ecih?
"Cepat selesaikan sarapan kalian, sebentar lagi kita berangkat!" ujar Pak Surya.
Jenny dan Nesya langsung cepat-cepat menghabiskan sarapan mereka.
"Bi Ecih di mana Bu?" tanya Jenny.
"Kau lupa Jen? Bi Ecih kan kalau datang jam 8 pagi, dia sudah tau kalau kunci rumah Mama taruh di bawah pot bunga!" jawab Bu Indah.
Setelah sarapan selesai, mereka langsung bergegas naik ke dalam mobil, kendati pikiran Jenny masih bingung soal susu yang ada di meja kamarnya itu, gara-gara itu, Jenny harus meneguk dua gelas susu, sehingga perutnya sedikit mual.
Tidak sampai 15 menit, mereka sudah sampai di sekolah itu, sekolah satu-satunya yang terdekat dari rumah mereka.
"Nanti aku tunggu kakak di tempat biasa ya!" kata Nesya sambil menggandeng tangan kakaknya itu.
"Iya!" sahut Jenny.
Setelah mengantar Nesya ke gedung SD, Jenny berjalan menyusuri koridor menuju gedung SMA, yang letaknya di paling ujung.
Masih ada waktu sekitar 15 menit hingga bel sekolah berbunyi.
"Hai!" sapa seseorang dari arah belakang.
Jenny terkejut dan langsung menghentikan langkahnya, lalu dia menoleh ke belakang.
Seorang laki-laki memakai hoodie berwarna hitam kembali muncul, namun kali ini nampak sempurna seperti manusia biasa, tidak seseram biasanya dengan suasana mencekam.
Wajahnya sangat tampan, membuat Jenny terkesiap dan tak berkedip, dengan rambut lurus menjuntai dan alis yang tebal, dan senyuman yang teramat manis.
"Siapa ya?" tanya Jenny.
"Terserah!" jawab Lelaki itu.
"Lho, maksudnya?" Jenny terlihat bingung.
"Terserah kau mau memanggilku apa, si tampan, si ganteng, si manis, atau apapun itu!" jawab si laki-laki misterius itu.
"Percaya diri sekali!" cetus Jenny.
Kini mereka berjalan beriringan menuju ke kelas Jenny.
"Ku tebak, pasti temanmu sangat sedikit!"
"Sok tau!"
"Memang benar kan?"
"Ya karena aku anak baru di sini, wajar kalau aku belum akrab dengan banyak orang!" cetus Jenny kesal.
"Jenny!" Panggil Bu Anis, wali kelas Jenny yang berjalan berlawanan arah dengan Jenny.
"Eh, selamat pagi Bu Anis!" sapa Jenny.
"Kau bicara dengan siapa?" tanya Bu Anis bingung.
"Ini Bu!" sahut Jenny sambil menunjuk di sebelahnya.
Bu Anis nampak bingung.
"Siapa?" tanya Bu Anis lagi.
Deg!
Tiba-tiba laki-laki itu menghilang begitu saja.
"Lho, eh? Tadi ada orang Bu, kirain dia ..." Jenny menghentikan ucapannya.
"Lebih baik kau langsung masuk ke kelasmu Jen, Ibu berharap kau akan memiliki banyak teman di sini!" ucap Bu Anis sambil menarik tangan Jenny masuk ke dalam kelas yang tidak jauh dari situ.
Jenny yang tertutup memang tidak memiliki banyak teman di sekolah ini, hanya ada dua temannya, yaitu Ika dan Yuni, mereka adalah siswa pintar di kelasnya, namun sering menjadi objek mencontek siswa yang lain.
"Siapa sih cowok tadi? Hantu atau manusia ya?" pikir Jenny dalam hati.
Jenny meletakkan tasnya di atas mejanya.
Saat dia mulai duduk, dari arah jendela kelasnya, lagi-lagi Jenny melihat sosok itu, tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangannya.
Bersambung ....
****
Teng ... Teng ... Teng
Terdengar suara lonceng yang berbunyi pertanda jam istirahat sudah tiba.
Anak-anak nampak antusias dan berhamburan keluar kelas, ada yang langsung pergi ke kantin, ada yang ke perpustakaan, ada yang sekadar duduk-duduk sambil ngobrol dengan sesama teman.
Jenny melangkahkan kakinya ke arah toilet wanita, sudah sejak tadi dia menahan hasratnya untuk buang air kecil.
Tidak banyak anak-anak yang mengantri di toilet, Jenny kemudian langsung masuk dan menuntaskan hasratnya itu, setelah selesai Jenny kemudian keluar dari toilet.
Baru saja Jenny berjalan melangkah keluar dari toilet, tiba-tiba dihadapannya kembali muncul sosok itu, sosok lelaki dengan memakai hoodie berwarna hitam menatap tajam ke arahnya.
"Hai!" sapanya.
"Kamu siapa sih? Manusia atau hantu?" tanya Jenny memberanikan diri.
"Aku juga tidak tahu! Tapi yang aku tahu, aku selalu melihatmu dan hanya kau yang bisa melihat keberadaanku!" jawab si lelaki itu.
"Lalu aku harus memanggilmu siapa? Mr. Han?" tanya Jenny.
"Mr. Han??"
"Iya, Mr. Hantu!" cetus Jenny.
"Sorry, aku masih muda, jangan panggil Mr!" protes lelaki itu.
"Lalu?"
"Panggil aku Kak Han saja, usiaku sedikit lebih tua darimu kok!"
"Kak Han?? Memangnya namamu beneran Han??"
"Kan kamu tadi bilang, Han itu Hantu!"
"Ooh, jadi kamu ngaku nih kalau kamu hantu, lalu apa maksudmu selalu datang dan muncul di hadapanku??" tanya Jenny.
"Mungkin takdir!" sahut Han.
"Takdir?"
"Yah, siapa tau kau bisa menolongku mencari tau siapa aku, ngomong-ngomong kau tidak takut kan bicara padaku??" tanya Han.
"Tidak, asal kau jangan seram-seram, aku takut kalau lihat sesuatu yang menyeramkan!" sahut Jenny.
"Oh, untung wajahku tampan ya!"
"Hmm, dasar hantu narsis!" sungut Jenny.
Tiba-tiba Jenny terperanjat saat merasakan ada yang menepuk keras bahunya dari arah belakang, spontan Jenny langsung menoleh ke belakang.
"Ika??"
"Kau bicara sama siapa sih Jen? tanya Ika, salah satu teman terdekat Jenny yang otaknya paling brilian.
"Hmm, lagi latihan nyanyi!" sahut Jenny asal.
"Ah, masa iya nyanyi? Kamu seperti orang yang lagi ngomong tau!" cetus Ika.
Sementara Han masih berdiri di dekat Jenny Sambil tertawa cekikikan melihat ekspresi wajah Ika yang terlihat bingung.
"Sudahlah, kita ke kantin yuk ah, Perutku lapar juga nih!" ujar Jenny yang langsung menarik tangan Ika menuju ke arah kantin.
Di kantin itu terlihat ramai, Banyak anak-anak yang makan di sana. sehingga meja kantin itu terlihat penuh.
"Yah bangkunya penuh Jen, Sepertinya kita tidak bisa makan deh!" ujar Ika.
"Kalau kau mau duduk, kau pilih mana bangku yang kau mau, nanti dengan sendirinya orang yang duduk di bangku itu akan pergi!" ujar Han, si laki-laki misterius itu.
Jenny tidak membalas ucapan Han, karena dia tahu tidak ada orang yang bisa melihat Han kecuali dirinya.
Kemudian Jenny menarik tangan Ika ke sebuah meja yang dia inginkan, tiba-tiba 2 orang yang sedang makan di meja itu langsung pergi begitu saja meninggalkan meja itu, sehingga meja itu menjadi kosong, Jenny dan Ika lalu duduk di hadapan meja itu.
"Jen, Kenapa tiba-tiba mereka pergi ya?" tanya Ika heran.
Jenny kemudian melirik ke arah Han yang tersenyum sambil mengacungkan kedua ibu jarinya, Jenny langsung mengerti apa yang baru saja terjadi, Han telah membuat 2 orang yang yang duduk di tempat ini tadi pergi.
"Mungkin 2 orang tadi lagi kebelet, makanya tiba-tiba mereka pergi deh!" sahut Jeni asal.
"Oh, bisa jadi sih! Ya sudah deh, aku pesankan makan dulu ya, Kamu mau makan apa? Mau bubur ayam atau bakso?" tanya Ika.
"Bubur saja deh!" sahut Jenny.
"Oke!"
Ika kemudian langsung bergegas pergi untuk memesankan makanan pesanan mereka.
Han yang sedari tadi berdiri kemudian langsung duduk disebelah Jenny.
"Tadi Kak Han kan yang sudah menyuruh mereka pergi?" tanya Jenny setengah berbisik, karena dia takut suaranya didengar oleh orang lain.
"Yah, aku hanya meniup telinga mereka saja kok, dan mereka pergi begitu saja karena takut!" sahut Han.
"Dasar hantu usil! Kamu jangan tiba-tiba menampakan diri ya di jendela ke atau di mana, Aku takut tahu! kalau kau mau datang pelan-pelan saja jangan membuat orang kaget!" kata Jenny.
"Siap boss!"
****
Jenny dan Nesya turun dari dalam taksi ketika taksi itu berhenti di depan gerbang rumah mereka.
Setelah membayar taksi, Jenny kemudian masuk menggandeng Nesya ke dalam rumah yang terlihat sepi itu.
Di meja makan itu sudah terhidang aneka makanan, aromanya mengundang selera mereka, dan tanpa menunggu lama mereka langsung duduk menghadap meja itu siap untuk makan siang.
"Silakan makan Neng Jenny dan Neng Nesya!" ucap Bi Ecih ramah, sambil menuangkan minuman dingin ke dalam gelas dihadapan Jenny dan Nesya.
"Terimakasih Bi!" ucap Jenny dan Nesya.
Baru saja Jenny dan Nesya hendak menyantap makan siang mereka, tiba-tiba angin berhembus kencang dari arah jendela.
Langit yang tadinya cerah tiba-tiba berubah menjadi gelap, mendung pun mulai menyelimuti.
Bi Ecih nampak sedang menutup jendela jendela yang ada di rumah itu supaya Angin tidak kembali masuk ke dalam rumah.
Cepat-cepat Jenny dan Nesya menyelesaikan makan siang mereka, setelah itu itu mereka beristirahat di kamar mereka masing-masing sambil memainkan ponsel mereka.
Jenny terperanjat kaget, pada saat masuk kedalam kamarnya, sosok lelaki bayangan itu terlihat sedang duduk di tepi ranjangnya, dengan memakai hoodie yang sama.
"Kak Han??"
"Jenny, aku selalu sakit dan kesulitan jikalau masuk ke dalam rumah ini! Sepertinya ada hawa jahat yang menguasai rumah ini! kau harus hati-hati Jen!" ujar Han yang wajahnya kini berubah menjadi pucat Pasi.
"Apa maksudmu? kau sendiri juga hantu!" cetus Jenny.
"Maaf aku tidak bisa banyak membantumu di rumah ini, mungkin di tempat lain kita bisa bertemu lagi, jaga dirimu, dan kau jangan mudah percaya dengan sesuatu yang kau lihat di depan matamu! Itu tipuan! Aku pergi ya!" kata Han yang tiba-tiba tubuhnya memudar dan berubah menjadi gumpalan asap yang keluar melalui celah jendela kamar Jenny.
Jeni terkesiap memandang apa yang ada di hadapannya itu, antara nyata dan tidak nyata, namun inilah kenyataannya, Jenny bisa melihat sesuatu yang tak kasat mata.
Bersambung ...
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!