"Kau pikir kau ini siapa melarang ku seenaknya?"
"Kamu ini pacarku, apa aku tidak boleh kalau aku melar—"
"Aku sudah tidak mencintaimu lagi, Sato. Please lepaskan aku dengan yang lain. Aku mencintai lelaki lain. "
"Apa?"
"Kamu tidak dengar? Aku sudah mencintai lelaki lain selain dirimu, Sato. Jadi aku mohon lepaskan ak—"
"TIDAK!"
"Kenapa lagi sih??"
"Aku tidak akan melepaskanmu sebelum aku mendengar kenapa kau lebih memilih lelaki lain dibanding aku."
"Kau ingin tahu alasannya mengapa aku lebih memilih lelaki lain dibanding kamu?"
"Ya! Apa alasanmu? Kenapa kamu begini?"
"Aku sudah bosan denganmu, Sato. Aku sudah tidak cinta lagi padamu. Kau terlalu cuek, kau sama sekali tidak memperhatikan aku, membiarkanku begitu saja. Ku pikir kau memang sudah tidak cinta lagi kan seperti yang aku rasakan?"
"Cinta itu tidak harus di ungkapkan pakai kata-kata, Lestari!! Cinta itu di buktikan dengan perilaku!! Aku ini memang sangat mencintaimu, aku bukannya mau membebaskanmu, tapi aku—"
"Sudah cukup, Sato!!"
"...."
"Aku tidak mau mendengar apapun lagi dari mulutmu itu. Izinkan aku pergi sekarang dan aku ingin kita putus."
"...."
"Good bye, Sato. I'm so sorry..."
"...."
Tepat di hari itu, tepat di saat anniversary hubungannya yang ke 5 tahun, gadis itu memutuskan hubungannya dengan kekasihnya, Sato.
Hujan begitu deras membasahi sekujur tubuh lelaki itu yang masih diam membisu di tempatnya. Kekasih hatinya pergi meninggalkannya begitu saja tanpa ada kejelasan apapun.
Lelaki itu hanya bisa diam tak berkutik sama sekali. Bahkan orang-orang di sekitarnya melihat dirinya, dia tetap tidak peduli. Mengepal tangan dengan kuat sambil menahan rasa sakit yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
"Halo~~"
Terdengar suara seseorang sedang menyapa dirinya tapi tetap lelaki itu tidak menggubrisnya.
"Hei... "
Berhenti.
Rintikan hujan itu seolah-olah berhenti seketika. Tentunya itu membuat lelaki itu tertegun dan reflek mendongakkan kepalanya.
Payung. Ada payung di atas kepalanya.
"Kamu gapapa?"
Suara lembut terdengar jelas dari telinga lelaki itu. Perlahan dia menoleh kearah sumber suara dan mata mereka saling bertemu satu sama lain.
"Kamu gapapa?" tanyanya sekali lagi.
Mendengar suaranya benar-benar membuat Sato menjadi tenang seperti tanpa beban.
"Jangan hujan-hujanan begini, nanti kamu sakit gimana? Mau cari tempat berteduh?"
Sato masih mematung. Lelaki itu masih mencerna dengan perilaku gadis yang ada di hadapannya.
'Siapa gadis ini?'
Pertanyaan aneh itu muncul secara tiba-tiba di benak Sato. Gadis ini...
"Ayo kita kesana mungkin kamu ingin berteduh dulu sejenak.." kata gadis itu lembut.
Sambil menarik tangan kekar milik Sato, gadis itu membawanya ke sebuah halte untuk berteduh sejenak. Mengingat Sato memang sudah basah kuyup, tapi setidaknya gadis itu memayunginya walaupun hanya sebentar.
"Kamu duduk disini dulu.."
Sato diarahkan untuk duduk di tempat yang kosong, sedangkan gadis itu? Dia membuka jaket kebesarannya lalu di pakaikan di tubuh besar Sato. Lelaki itu lagi-lagi tertegun dibuatnya. Perilaku gadis itu benar-benar membuat Sanji terkejut.
"Kamu pakai jaketku dulu ya? Takut nanti kamu kedinginan..." sahut gadis itu sambil merapikan sedikit jaket yang di kenakan Sato.
Hangat.
Walaupun tak sehangat yang dia rasakan, tapi gadis itu memperlakukannya dengan penuh kehangatan. Sangat terasa sekali.
"Kau..." Sato mencoba untuk membuka suara.
"Hmm?"
"Kau siapa?" tanyanya.
"Eh?"
"Kau siapa? Kenapa ah eh ah eh?" ketus Sato.
"Eh? Hmm... Aku Nadya, kamu siapa?" jawab gadis itu dengan memasang senyuman lebarnya.
Sekilas Sato melihat senyumannya yang sangat indah itu. Sangat manis.
"Maksud saya, kenapa kamu ngelakuin kayak begini ke saya? Kamu sakit?" tanya Sato ragu-ragu.
"Hah? Sakit? Sakit apaan dah?" tanya gadis itu bingung sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Sumpah jadi cewek bolot banget." jawab Sato seenaknya.
"Lah?"
"Di tolongin bukannya makasih kek apa kek malah ngehina orang kek begitu.. Dasar cowok gak tahu terima kasih!" ucap Nadya dengan nada kesal.
Mendengar keluh kesah gadis itu, Sato hanya menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Bibirnya yang manyun sambil melipat kedua tangannya itu... benar-benar terlihat sangat menggemaskan di mata Sato.
"Saya Sato, Salam kenal kalo gitu..."
Dengan cepat gadis itu melirik Sato lalu tersenyum kembali dengan mudahnya.
"Halo Sato~~"
'Astaga... Senyumannya...'
"Iya iya udah tadi kamu nyebut nama kamu, sekarang gantian biar saya yang sebutin nama saya, impas kan?" kata Sato yang lagi-lagi menggunakan nada bicara yang ketus.
"Hahahaha iya iya makasih ya Sato?" jawab gadis itu lembut.
"Sato, kamu kenapa maen hujan-hujanan begitu? Emang gak takut masuk angin?"
Sato hanya menggelengkan kepalanya cepat tanpa menjawab pertanyaan dari gadis itu. Bukannya dia tidak mau menjawab, tapi apakah dia tidak tahu kondisinya kalau dia habis di putusin? Gadis ini benar-benar sulit di mengerti.
"Aahhhh... Hujannya belum berhenti juga ya... " kata Nadya sambil duduk di sebelah Sato. Karena hanya ada itu tempat duduk yang masih kosong.
"Kenapa duduk di sebelah saya?" tanya Sato heran.
"Lah terus aku harus duduk dimana?" tanya Nadya bingung.
"Hmmm.... "
Nadya hanya menatap heran lelaki yang ada di sampingnya itu. Karena seumur hidup baru pertama kali dirinya bertemu dengan lelaki cuek dan jutek seperti Sato.
"Kamu gak boleh jutek begitu..." kata Nadya blak-blakan.
"Hah? Terus apa hubungannya dah sama kamu?" sahut Sato ketus.
"Ya gak ada hubungannya sama sekali sih.. Tapi coba deh sesekali jadi payung.." kata Nadya sambil menatap langit yang masih mendung.
Sato bingung dengan ucapan dari gadis itu.
"Kenapa emangnya kalo saya jadi payung?" tanya Sato penasaran.
Sambil tersenyum dan memejamkan kedua matanya, dia menatap Sato dengan tatapan yang lembut. Sato hanya bisa terdiam dan terpaku.
"Karena payung... walaupun di serang sama rintikan hujan yang datangnya beratus-ratus kali atau bahkan beribu-ribu kali, dia masih bisa melindungi siapapun orang yang ada di baliknya.."
Tiba-tiba saja Nadya bangkit sambil berjalan mendekat kearah rintikan air hujan yang masih cukup deras. Memainkan setiap rintikan hujan itu sudah menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan untuknya.
"Begitu juga dengan kita..."
"Hmm...?"
"Kita harus kuat apapun segala cobaan dan rintangannya demi menjadi keutuhan hati kita sendiri... Dengan begitu, kita masih bisa bertahan di tempat yang sama walaupun itu menyakitkan."
DEG!
Perkataan gadis itu sukses membuat Sato terkejut. Dengan cepat Sato menoleh kearah gadis itu dan sangat terlihat sekali bahwa dirinya juga sedang tidak baik-baik saja. Itu sangat terlihat jelas sekali di wajahnya.
Gadis misterius dengan membawa beribu-ribu kelembutan dan kehangatan bagian seorang Sato adalah sebuah takdir ataukah hanya kebetulan? Hujan adalah saksi bisu diantara keduanya.
...✨✨✨...
Di sebuah gedung nan gagah dan mewah, beramai-ramai orang berkeliaran kesana kemari, kehidupan hiruk pikuk di kota besar memang tidaklah mudah. Itulah yang dirasakan lelaki cuek dan tampan seperti Sato Mafuyu. Lelaki itu menjalani kehidupannya sebagai direktur utama di salah satu perusahaan ternama di kota Shibuya. Walaupun terlihat masih muda, Sato selalu berusaha berwibawa di depan semua orang, termasuk di kantor. Dia juga termasuk vokalis band yang cukup populer disaat itu.
Pagi hari ini, Sato harus bekerja seperti biasanya. Datang ke kantor lebih awal itu adalah bukan kebiasaan Sato.
"Whats up bro? Tumben datengnya pagi banget nih.."
"...."
"Lah lah kenapa ini?" tanya seorang temannya yang bernama Hiiragi.
"Udah ah berisik pagi-pagi nanya mulu kayak tamu.." kata Sato sebal sambil merebahkan dirinya di meja kerjanya.
Hiiragi adalah asisten direktur di perusahaan tersebut, sekaligus menjadi sahabat Sato sejak zaman sekolah.
"Ada apa sih? Cerita-ceritalah sama gua. Kali aja gua bisa bantu gitu." kata Hiiragi sambil menawarkan minuman kaleng kepada Sato.
Sato hanya melirik minuman kaleng itu lalu menutup seluruh wajahnya dengan lengan kelar miliknya.
"Gua di putusin.."
"Hah?"
"Gua di putusin oi!! Gua di putusin!!" seru Sato
"Pfftt... Lah kok bisa? hahaha.."
Bukannya ikut bersedih, Hiiragi malah meledek nya dan menertawainya.
"Dasar temen laknat lo ya malah ketawain gua lagi..." ketus Sato.
"Hahaha sorry sorry gak bermaksud begitu gua... Tapi maksud gua kok bisa sih? Alesannya apaan?" tanya Hiiragi penasaran.
Sato langsung memasang wajah cemberut sambil menompang dagunya malas.
"Dia udah gak cinta lagi sama gua, makanya dia cari laki-laki yang lain.." jawab Sato dengan suara yang sedikit lemas.
Terkejut Hiiragi mendengarkan hal itu tentunya. Sejatinya Sato adalah salah satu laki-laki yang tertampan dan mapan. Banyak juga yang menyukainya, tapi kisah cintanya selalu berakhir seperti ini.
"Yaudah bro belum jodoh kali..." kata Hiiragi sambil menepuk-nepuk baju Sato dengan tujuan memberikannya support.
"Ya... Berarti gua jagain jodoh orang selama ini gitu?" ceteluk Sato.
Hiiragi ingin menahan tawa mendengar celetukan polos dari sahabatnya itu. Tapi gagal.
"Pfftt ya mungkin bisa di bilang lo cuman jagain jodoh orang.. Sekaligus ngasih makan jodoh orang.. Hahahaha..." kata Hiiragi sambil tertawa.
Sato kembali cemberut mendengar ledekan Hiiragi itu. Tapi anehnya...
Biasanya Sato akan sangat sedih atau tak jarang dia menangis jika di putusin oleh pacarnya. Sudah 3 kali dia merasakan seperti ini, tapi baru kali ini dia merasakan seperti biasa saja. Bahkan sedihnya hanya sesaat.
'Kok aneh ya.. Kenapa bisa-bisanya gua biasa banget kayak gini...'
"Kamu gapapa?"
'Gadis itu....'
"Kamu harus kuat...."
'Kenapa....'
"... mau sesakit apapun..."
'..Kenapa bisa tahu apa yang gua rasain kemarin?'
Gadis itu benar-benar membuat Sato terfokus. Bahkan kata-katanya pun masih melekat sekali di pikiran Sato.
'Gua... Gua penasaran banget sama dia..'
"Woi! Nah kan dia malah bengong.."
Seperti tersadar dari lamunannya, Sato langsung salah tingkah dan buru-buru bangkit dari duduknya lalu pergi ke kamar mandi.
"Bentar bentar gue ke toilet dulu..."
BRAK!
Terdengar sedikit dibanting pintu kamar mandi cukup keras. Hiiragi tentunya merasa aneh dengan sahabatnya itu.
"Bocah aneh dasar... Kagak jelas.."
...🍁🍁🍁...
"NaaChan, mau pulang bareng?"
"Hmm? Eh enggak dulu ya Ritsuka-chan, aku lagi mau ketemuan sama—"
"Sama si sialan itu?"
"Eh?"
"NaaChan, mau sampe kapan sih kamu berharap sama dia terus? Mau sampe kapan??"
"Tapi Ritsuka-chan, aku tuh—"
"Masih cinta??"
"Ya, aku masih cinta sama dia, maksudku aku mau tahu aja kejelasannya."
"Kejelasan apaan lagi sih? Dia itu udah selingkuhin kamu, NaaChan. Dan kamu masih aja harepin dia?!"
Kelas jam kuliah sudah selesai, Nadya kali ini akan bertemu dengan—kekasihnya, Yuki. Namun selalu saja di cekal oleh kedua temannya, Ritsuka dan juga Hitoka.
"Tolong... Aku mau ketemu sama dia kali ini aja, habis itu aku bakalan turutin kemauan kalian deh.. Yah yah yah? Please..." katanya sambil memohon kepada dua temannya itu.
Ritsuka dan Hitoka hanya saling menatap satu sama lain, seperti heran tak habis pikir dengan Nadya yang masih saja mempertahankan hubungannya dengan lelaki bernama Yuki itu.
"Haaahh.. Susah emang orang keras kepala kayak kamu, NaaChan.." kata Ritsuka sambil menghela nafasnya kasar.
"Yaudah kamu boleh ketemu dia tapi inget langsung hubungin kita kalo ada apa-apa.." kata Hitoka khawatir.
"Siap bos Ritsuka-chan, Hito-chan!! Laksanakan!!!" kata Nadya bersemangat.
Senyuman lebar selalu terukir dari bibir manisnya. Tapi yang Ritsuka dan Hitoka lihat bukanlah itu, melainkan sakit hati, kepedihan yang amat sangat dalam yang dideritanya. Percintaan yang amat toxic membuatnya menjadi korban.
......🍁🍁🍁......
TIK. TIK. TIK.
"Hujan lagi??"
"Lo gak pulang?"
"Gua mau jalan-jalan dulu nanti.."
"Jalan-jalan gigimu gendut, hujan begini mau jalan-jalan wong edan.."
"Bodo amat, udah sana pulang bawel banget kayak nyai-nyai.."
Pertengkaran kecil selalu menyelimuti kedua lelaki itu. Mau di manapun mereka, selalu saja ada pertengkaran walaupun hanya sebuah candaan kecil.
Hiiragi memutuskan untuk pergi dari tempat kerjanya begitu saja mengingat hujan yang tidak terlalu deras. Hanya bermodalkan jas hitam miliknya, dia pun berlari keluar dari tempat kerjanya.
"Mana mana mana halte... mana halte.... Ah! Itu!"
Sambil mencari tempat berteduh yang nyaman untuknya, Sato pun singgah sebentar di sebuah halte yang tak jauh dari kantornya.
"Kenapa hujan terus sih? Lama-lama bisa sakit gua.." keluh Sato sambil membersihkan jas kerjanya yang basah sedikit.
Hujannya tidak terlalu deras, melainkan hanyalah gerimis manja. Sesekali Sato menatap kearah langit yang sudah mulai gelap berganti menjadi malam. Lagi-lagi Sato teringat dengan si gadis pawang hujan kemarin.
"... Ayo kita berteduh..."
"Hmm... "
"Kalo ketemu lagi sama itu cewek, gua cubit pipinya." kata Sato sambil tersenyum sendiri mengingat wajah gadis itu.
"DASAR CEWEK MURAHAN!!!!"
Sato dikejutkan dengan suara seseorang yang begitu keras dan terdengar sangat tidak enak untuk di dengar. Kata-kata kasarnya sangat bergema di telinga Sato.
"TAHU DIRI DONG TOLOL!!"
Tentu saja Sato sangat risih mendengarnya, bukan hanya Sato tapi orang-orang yang berteduh di halte pun juga merasa risih dengan hal itu. Sato menoleh ke arah sumber suara itu berasal. Ada sepasang laki-laki dan perempuan di pinggir jalan sedang berkelahi hebat. Dengan perilaku laki-laki yang tidak senonoh itu membuat Sato sangat geram. Tapi dia bisa apa? Dia tidak berhak ikut campur.
"Cowok apaan sih begitu? Mulutnya gak di sekolahin kayaknya, beraninya sama cewek. Sialan banget sih." keluh Sato kesal.
Kejadian itu terus saja berlanjut sampai Sato menyadari sesuatu saat lelaki itu mendorong tubuh sang gadis hingga terjatuh.
Sato benar-benar di buat terkejut. Gadis itu adalah Nadya.
"Eh? Itu kan... Si pawang hujan? Loh Kok??"
......🍁🍁🍁......
"DASAR CEWEK MURAHAN!!!"
"Aku mohon kasih aku kesempatan... Aku ingin tahu dimana letak kesalahanku... Sampai kau tega menduakan ak—"
"BERISIK!!! JANGAN BANYAK BACOT!!! LO ITU UDAH JELEK!! GUA UDAH GAK SUKA LAGI SAMA LO!!"
"M-Maaf... M-Maafin aku.."
"Aku ini ngelakuin ini itu buat kamu, Yuki.. Kenapa kamu giniin ak—"
"Lo masih ngarepin gua?? LO MASIH NGAREPIN GUE??"
"TAHU DIRI DONG TOLOL!!!"
BRUK!
Di dorong nya tubuh gadis itu hingga terjatuh. Pertengkaran hebat terjadi begitu saja sejak awal pertemuan.
"Gua jijik sama lo, mending lo pergi jangan sampe gua pake kekerasan.." kata laki-laki yang bernama Yuki itu.
Ya, dia adalah kekasih dari Nadya.
Nadya berusaha bangkit tanpa peduli orang-orang di sekitar melihatnya. Sambil menatap dengan wajah raut wajah yang sangat menyedihkan, terbesit kemarahan yang sudah tidak bisa dia bendung lagi.
"DASAR COWOK GAK BERGUNA!!"
"COWOK BAJINGAN!!!"
Teriakannya benar-benar langsung membuat dada gadis itu sesak.
"Apa lo bilang??? Lo bilang apa???"
"Kamu cowok bajin—"
"BERANI-BERANINYA MULUT LO CEWEK SIALA—"
"Hiks... Hiks... Hiks... "
Hujan turun dengan deras, petir saling menyambar satu sama lain. Kini Nadya hanya bisa menangis sejadi-jadinya, seperti pasrah di perlakukan kasar oleh lelaki itu, Nadya hanya membuang wajahnya takut.
"Lo berani sentuh dia, gua pastiin tangan lo patah detik ini juga, sialan."
Tiba-tiba terdengar suara asing yang masuk diantara mereka berdua. Gadis itu berusaha membuka matanya dan melihat apa yang terjadi didepannya. Tangan kekasihnya yang hendak ingin melayangkan sebuah tamparan di tahan oleh tangan orang lain.
Nadya bingung, sambil menangis sesenggukan dia menoleh kebelakang untuk melihat siapa sang empunya tangan itu. Betapa terkejutnya Nadya, melihat Sato berada di belakangnya saat ini.
"K-Kamu..."
Sato hanya terdiam sambil menahan tangan laki-laki itu sambil memerasnya sesekali.
"Lo beraninya sama cewek, cowok pengecut!" teriak Sato keras.
Tanpa berpikir panjang, laki-laki yang bernama Yuki itu langsung menarik tangannya kembali sambil menunjuk kearah Sato.
"Jadi lo selingkuhannya Nadya? Heh... Ceweknya murahan, cowoknya sok jag—AAAKKKHHH!!!"
DUAG!
Sebuah pukulan melayang tepat di wajahnya Yuki. Laki-laki itu tersungkur di tempat.
"Sampe kapanpun... sampe kapanpun... Gua gak akan nyerahin dia ke siapapun, termasuk ke lo! Paham?!?"
Laki-laki itu hanya terdiam sambil mendecakkan lidahnya sambil berlalu pergi. Sedangkan Nadya, dia hanya menundukkan kepalanya dengan diam membisu.
Sato yang melihat kondisinya seperti itu, perlahan-lahan membalikkan tubuh Nadya hingga berhadapan dengan dirinya.
Raut wajah Sato begitu sulit diartikan, terlihat gadis di hadapannya saat ini benar-benar dalam kondisi yang sangat buruk.
Sato mendorong pelan kepala gadis itu dan mendekapnya perlahan hingga jatuh di pelukan. Tak peduli soal hujan yang deras, tak peduli apapun penglihatan orang-orang di sekitarnya. Sato hanya ingin memeluk gadis itu lebih lama.
"Saya tahu.."
"...."
"Saya tahu kamu lagi gak baik-baik aja..."
"...."
"Please... Jangan di tahan-tahan..."
"...."
"Saya... bakalan ada disini buat kamu..."
".... Hiks... "
"Iya..."
"Hiks... Hiks..."
"Iya saya paham..."
"AAARRRRGGHHH AAAHHHHHHH.... GAAAHHHHHH...."
Mendengar jeritan gadis itu tanpa sengaja Sato memeluknya begitu erat dan merasakan pukulan yang sangat amat dashyat dari hati gadis itu. Tanpa sadar juga Sato meneteskan air mata.
Hujan menjadi saksi, betapa menyakitkan mempertahankan hubungan yang seharusnya tidak perlu di tahan lagi. Pergi adalah solusi, agar keadaan hati kembali membaik.
...✨✨✨...
Hari semakin terus berlalu, cuaca tidak mendukung seperti biasanya, terlihat mendung dan gelap. Hujan pun belum juga turun. Para mahasiswa dan mahasiswi sedang asyik membicarakan soal jadwal sidang proposal mereka, begitu juga dengan Ritsuka dan Hitoka. Namun sayangnya mereka berdua juga kepikiran mengenai Nadya yang belum ada kabar sejak tadi malam.
"Ritsu-chan, NaaChan mana?"
"Eh? Dia gak ngasih kabar ke lo?" tanya Hitoka terkejut.
"Engga tuh teleponnya juga gak aktif dari semalem. Dia kenapa ya?"
"Gak tahu deh, apa mau kerumahnya dia nanti habis jam kuliah?" ajak Ritsuka.
"Ayuk aja gua mah.."
Ritsuka dan Hitoka adalah sahabat terbaik Nadya. Kemanapun Nadya berada, pasti disana ada mereka berdua. Rutsuka yang terkenal baik hati, blak-blakan, super galak tapi perhatian, sedangkan Hitoka terkenal dengan orangnya yang periang, gak enakan, ambisius dan juga cengeng. Meski begitu, mereka bertiga bisa berteman baik sejak awal masuk kuliah hingga sekarang.
"Ritsuka.."
"Hmm?"
"Menurut lo, gimana ya keputusannya kemaren?" tanya Hitoka.
"Gimana apanya maksudnya?"
"Maksud gua, gimana ya kelanjutan hubungannya NaaChan sama si cowok brengsek itu?" kata Hitoka khawatir.
Ritsuka hanya menatap Hitoka sejenak lalu mengangkat bahunya.
"Entahlah.. Ya semoga aja berakhir dah.." jawab Ritsuka enteng.
"Kok?"
"Ya habis gimana, kasihan NaaChan pacarannya terlalu toxic, mendingan cari aja dah cowok yang lain masih banyak ini kok cowok..." sahut Ritsuka lagi.
"Ya iya sih.."
"Yaudah mendingan kita beresin dulu nih proposal kita nanti pas udah selesai baru kita ke tempatnya dia..." katanya lagi sambil mengutak-atik laptop miliknya.
"O-Oke Ritsu-chan..."
......🍁🍁🍁......
TENG TONG.
TENG TONG.
"Ya? Siapa di luar?"
"I-Ini Pak, saya dari ojek online.. M-Mau mengantarkan makanan..."
"Yaudah bang, makanannya taro depan pintu aja ya saya lagi repot.."
"B-Baik, Pak. Saya permisi dulu, Pak.."
Benar-benar hari yang merepotkan, Sato saat ini berada di rumahnya bersama dengan Nadya. Bagaimana bisa? Jangan tanyakan kenapa bisa bersama dengan gadis itu, kejadian tadi malam membuat Nadya jatuh pingsan dan demam tinggi. Dibawah hujan deras cukup lama memang sangat tidak baik untuk seorang gadis seperti Nadya.
Sato bergegas menuju pintu rumahnya untuk mengambil makanan yang ia pesan dari ojek online. Mengingat dia tidak bisa memasak sama sekali jadi kalau dia mau makan tinggal pesan ojek online atau membelinya di luar.
Setelah mengambil makanan, ia pun langsung menyiapkan bubur ayam yang masih hangat untuk ia berikan pada Nadya.
"Kenapa pake acara pingsan segala sih nih cewek?" keluh Sato.
Dengan sigap Sato langsung mengantarkan semangkok bubur ayam dan juga susu coklat hangat untuk Nadya. Sejak tadi malam, Nadya belum juga terbangun dari tidurnya. Suhu tubuhnya pun di cek dan hasilnya masih demam tinggi. Sato rela begadang hanya demi melihat gadis itu terbangun dari tidurnya.
"Dia belum bangun juga ya? Masih panas banget lagi badannya.." gumamnya pelan sambil menempelkan telapak tangannya di dahi gadis itu.
Kejadian tadi malam benar-benar membuatnya sangat mengkhawatirkan gadis ini.
"Iya saya paham..."
"AAARRRRGGHHH AAAHHHHHHH.... GAAAHHHHHH...."
"Ada saya disini.. Jangan takut..."
"Kenapa...."
"Hmm...? "
"Kenapa gak ada cinta yang serius? "
"Sssttt.... "
"KENAPAAAA???!!!!! AAAAARRRRGGHHH!!!! "
Mengingat kata-katanya kemarin, membuat Sato berpikir keras tentangnya.
'Apa dia udah lama di perlakukan oleh cowok brengsek itu kayak begini?'
Sato merasa tidak tega dengannya, Laki-laki yang sudah membuatnya hancur seperti ini benar-benar tidak bisa di maafkan.
"Haaahh... Kenapa kamu senasib sama saya sih, pawang hujan? Kocak tahu gak.." kata Sato sambil menghela nafasnya kasar sambil tersenyum kikuk. Dia jadi teringat saat dia di putuskan oleh kekasihnya beberapa hari yang lalu, Yuri.
"Eng..."
Saat Sato masih nyaman dengan lamunannya, Tiba-tiba saja terdengar suara dari gadis itu. Jemari tangannya yang mulai bergerak sedikit demi sedikit, membuat Sato terkejut dan langsung mendekat kearah Nadya.
"H-Hei... K-Kamu udah bangun?" tanya Sato dengan mulut yang terbata-bata.
Nadya masih belum menjawab pertanyaan Sato. Dia mencoba untuk membuka matanya perlahan hingga dia menyadari kalau dia berada di tempat yang asing.
"H-Hmm..."
"A-Aku dimana... I-Ini... K-Kenapa..." tanyanya sambil memegang dahinya.
"O-Oi tolong jangan ke mana-mana dulu... Please istirahat dulu.." kata Sato sambil menahan tubuh gadis itu untuk bangkit.
Nadya masih bingung melihat di sekitarnya sampai ia menyadari lelaki yang ada di hadapannya.
"K-Kamu... Sato kan?" katanya.
Entah Sato harus merasa lega atau senang tapi yang jelas, terlintas senyuman tipis dari bibir laki-laki itu saat melihat Nadya sudah bangun dari tidurnya.
"Ya, ini saya Sato. Kamu tadi malam pingsan, mungkin karena kehujanan. Badan kamu demam jadi saya bawa kerumah." kata Sato.
"Kerumah?"
"Y-Ya.. Kerumah... Kerumah saya maksudnya..."
"Hmm...?"
1. 2. 3.
"GYAAAHHH!!!!!"
Tiba-tiba saja Nadya teriak begitu keras hingga Miya harus menutup kedua telinganya agar tidak tuli.
"Bisa gak sih gak usah teriak begitu tiba-tiba?" ketua Sato kesal.
"K-Kamu... Ka-Kamu ngapain!? Kamu!? K-Kamu!?"
Melihat Nadya yang panik seperti itu, Sato hanya bisa menghela nafasnya kasar.
"Saya gak ngelakuin apapun sama kamu, saya emang masih normal tapi saya gak nyentuh apapun... Sumpah.." jawab Sato enteng.
"L-Lah... G-Gak mungkin... G-Gak Gak Gak!! Kenapa baju aku tiba-tiba berubah?" tanya Nadya sambil menarik baju kebesaran yang ia kenakan.
"Saya nyuruh tetangga saya buat gantiin baju kamu, kalo gak diganti ya kamu masuk angin lah kocak.." jelas Sato panjang lebar.
Nadya masih memanyunkan bibirnya sambil menatap Sato dengan tatapan waspada. Sato menyadari itu sayangnya.
"Terserah kamu mau percaya atau enggak.. Yang penting kamu sekarang udah sadar... Dan..."
Diambilnya nampan yang berisikan bubur ayam dan susu cokelat lalu di letakkan di pangkuan Sato.
"Sekarang kamu makan terus minum obat.." lanjut Sato.
Nadya yang sedari tadi hanya diam melihat tingkah Sato itu sangat bingung. Sato masih terbilang seperti stranger, atau orang asing yang baru ia kenal beberapa hari yang lalu. Tapi kenapa sikapnya sangat baik sekali padanya.
"T-Tunggu dulu..." sela gadis itu.
"Apa lagi?"
Sekali lagi Nadya melihat di sekelilingnya, memang tempat yang berbeda. Dia memang bukan berada di kamar tidurnya. Dia benar-benar di rumah laki-laki ini, di rumah Sato.
"Kenapa kamu mau nolongin aku? Ki-Kita kan baru kenalan beberapa hari yang la—"
"Dekat."
"Eh?"
"Sa-Saya mau kita bukan hanya sekedar kenal." jawab Sato pelan.
"T-Terus? A-Apa?" tanya gadis itu lagi.
Sato menarik nafasnya panjang lalu menatap dalam-dalam gadis yang ada di hadapannya itu. Dengan tatapan yang sulit di artikan. Begitu damai, hangat dan juga menenangkan.
"Saya mau kita saling dekat.. "
"Dekat satu sama lain.."
......✨✨✨......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!