" Kamu tidak sekolah, Nak? "
Lily menoleh ke arah Ayahnya yang duduk memandangnya di bansal rumah sakit
" Sekolah Ayah " Lily merapikan rantang yang berisi makanan untuk ayahnya karena tau ayahnya sama sekali tidak suka makanan rumah sakit.
Lily menyiapkan sarapan Ayahnya setelahnya dia berlalu ke kamar mandi untuk berganti pakaian sekolah.
Ini adalah tahun pertamanya di SMA, sebenarnya dia ingin masuk SMA tahun depannya saja agar dia bisa maksimal merawat ayahnya yang sudah tiga tahun berada di rumah sakit, tapi ide konyolnya itu tentu saja ditentang sang Ayah.
Adapun ibunya, Lily tidak pernah melihat beliau. Sejak lahir dia dirawat oleh ayahnya seorang diri karena ibunya meninggal saat melahirkannya.
Lily menatap dirinya di cermin, memaksa dirinya tersenyum ceria.
" Lilyana, kamu kuat! " Setelah merasa rapi barulah dia keluar " sudah selesai Ayah? "
" iya "
Lily langsung mengambil bekas makan dan mencucinya
" kamu tidak sarapan, Nak? "
" nanti disekolah Ayah " jawab Lily sambil menyalami Ayahnya " Lily berangkat, Ayah "
" hati hati "
" siap boss " Lily cengir sambil berjalan ke arah pintu. " selamat pagi, Kak " sapanya pada beberapa perawat yang di temuinya.
Karena sudah lama di rumah sakit, Lily hampir mengenal semua perawat yang bertugas di bangunan tempat Ayahnya, mereka juga ramah kepadanya tak jarang mereka mengajak Lily makan atau hanya sekedar membelikan Lily camilan, Lily sudah seperti adik perempuan disana.
" anak ini.. Ckck " ibu kepala perawat menggelengkan kepalanya karena melihat jam " kamu harusnya langsung ke sekolah, Ayahmu biar kami yang jaga "
" hehehe... " Lily hanya cengir dan langsung lari melihat wajah garang ibu kepala perawat.
Ibu kepala itu hanya menggelengkan kepalanya. Dia menatap punggung Lily dengan tatapan kasihan. Hampir seluruh perawat dan dokter tau kondisi Ayahnya, mereka juga tau bagaimana Lily berusaha tetap ceria meski tau kalau cepat atau lambat ayahnya akan menyusul sang ibu.
" dia benar benar kuat, ya " Ibu perawat tersentak dia menoleh dan mendapati dokter berparas bule itu bersandar di dinding tangannya memegang kopi.
" tugas malam lagi, dok? "
" begitulah " Dia menyesap kopinya " bagaimana keadaan Ayahnya Lily? "
" masih sama, dok! Meski sekarang dia terlihat jauh lebih baik " Kepala perawat tersenyum sedih, dokter itu mengangguk mengerti
" ya, itu hanya cahaya sebelum gelap total, terus pantau. "
" baik dok "
*****
Lily mengatur nafas yang ngos ngosan, padahal dia sudah berusaha lari secepat yang dia bisa tetap saja dia terlambat.
" lo lagi, lo lagi " Lily terkejut mendengar seruan itu, dia sudah sangat degdegan karena ini kali keberapa dia terlambat. " Hanin, lo gak bosan apa nama lo terus gue catet Hah? "
Lily menghela nafas lega, ternyata bukan dia yang di marahi.
" kalau bosan ngapain lo catet? " Lily melirik kesamping, dia tau cewek itu seniornya.
Hampir setiap kali dia terlambat pasti seniornya juga ada di sana.
" kamu juga " Lily menegapkan berdirinya, dia menatap ketua keamanan dan kedisiplinan itu menatapnya kemudian menghela nafas " susul Hanin beresin sampah sana "
" maaf kak! " setelah meminta maaf dia mendekati senior yang bernama Hanin itu membantunya
" Lily kan? "
" eh? " Lily mendongak, dia tidak menyangka kalau seniornya itu menegurnya, Lily hanya mengangguk " iya, Kak "
" gak usah gugup begitu " Hanin cengir, Lily benar benar suka tipe wajah Hanin, dia suka orang berwajah indah " tidak usah lo dengerin kalau itu singa ngamuk, jangan ambil hati "
" gue denger " ketua keamana itu muncul entah dari mana " lanjut saja bersihinnya gak usah cerita "
" bawel lo "
Lily yang memang takut dengan seniornya itu langsung bergegas. Setelah selesai dia baru masuk kelas, meminta maaf pada guru yang mengajar. Karena Lily memiliki otak yang memadai jadi dia berada di kelas X IPA 1.
Dia menarik kursinya, Lily sadar kalau banyak mata yang melihat kearahnya tidak suka. Memang dikelas dia sama sekali tidak punya teman tapi dia tidak masalah selama dia belajar dengan benar.
" cih, kenapa tidak sekalian jam pulang saja dia datang " Lily menunduk mendengar cibiran itu, dia mengeluarkan bukunya dan tidak sengaja menjatuhkan pulpennya, baru saja dia mau mengambil pulpen itu sudah di tendang
" ups.. Sorry.. " Lily melihat orang yang menendang pulpennya, cowok itu menyeringai, Lily menghela nafas dan berdiri mengambil pulpennya.
Lily tau dia sengaja tapi dia tidak mau mempermasalahkannya, dia tidak mau membuat masalah selama itu belum berlebihan.
*****
Lily sudah berganti pakaian ke pakaian biasa, dia dengan senyum cerianya berjalan dikoridor rumah sakit dengan rantang di tangannya. Ransel juga bertengger cantik dibahunya.
" Ayah, Lily dat...ang " kata terakhirnya menjadi pelan karena sadar kalau di ruangan itu tidak hanya ayahnya sendiri. Di brankar kosong yang selalu dia tempati tidur diisi oleh seseorang, sepertinya pasien yang baru datang hari ini.
Di samping brankar itu ada cowok yang masih pakai baju SMA juga menatap kearahnya. Yang membuatnya heran... Ayahnya terlihat akrab dengan pasien baru yang terbaring itu.
Lily mengangguk sopan dia menghampiri Ayahnya.
" Ayah sudah makan? " tanya Lily dia merapikan selimut Ayahnya merapikan sekitar kasur Ayahnya yang tidak sempat dia rapikan tadi sebelum berangkat.
" belum "
" ya sudah Lily siapin " dia segera bergegas tapi saat merasakan dirinya di tatap dia langsung melihat ke brankar satunya " Om sudah makan? Kalau belum, om bisa makan dengan ayah saya. Kalau om tidak keberatan "
Bwahahahaahahaha...
Lily kaget melihat pria paruh baya itu tertawa terbahak meski selanjutnya dia memegang dadanya.
" Ayah! " cowok SMA itu menegur.
Pria paruh baya itu melihat ayahnya " Do, yakin dia anakmu? Kalian tidak mirip "
" tentu saja dia anakku "
Pria paru baya itu kembali tertawa lalu melirik Lily " Om tidak keberatan, sudah lama juga tidak makan dengan Ayahmu "
Lily tersenyum dan menyiapkan dua piring menyerahkan pada Ayah dan pria itu.
" maaf, hanya cukup dua " ucapnya pada cowok itu
" tidak apa " cowok itu menyaut dan kembali memainkan hpnya. Lily duduk di samping Ayahnya
" kamu sudah makan? " Lily menganggukkan kepalanya.
" di sekolah "
" nama kamu siapa Nak? " pria parubaya itu bertanya
" Lilyana om. " jawab Lily " Om kenal ayah saya? "
" kami teman sekolah dulu. " dia tersenyum " ini kamu yang masak "
" iya "
" enak "
" terimah kasih, Om " Lily tersenyum lebar
" enaknya punya anak perempuan, om hanya punya bocah bau ini." pria itu melirik putranya dan mendengus seperti tidak terima kenyataan kalau anaknya laki laki, ''Kamu kelas berapa? "
" sepuluh "
Pria itu kemudian bercerita panjang lebar, menceritakan masa lalu mereka. Lily baru tau kalau ayahnya adalah siswa yang jarang senyum makanya tadi dia sempat menanyakan apa dia anak ayahnya?
Jam dua belas malam Lily tidur di karpet yang memang selalu dia siapkan.
" wajahnya menjiplak wajahmu, tapi sepertinya dia supel seperti Maya " Andre menatap Lily yang tertidur sebelum melirik putranya yang masih main hp " heh bocah busuk, tidur sana "
" Ayah yang harusnya tidur. Baru kali ini ada orang sakit bawel " gerutu anak itu.
" hahaha... Dia juga mirip denganmu " ucap Edo, Ayah Lily " namamu siapa? "
" Angga om" Edo menganggukkan kepalanya
Andre kembali melihat kawan sepermainannya itu yang seperti sangat gelisah sambil menatap Lily.
" dia gadis yang baik "
Edo tersenyum " aku khawatir, setelah aku pergi, dia akan sendiri. Dia masih sangat kecil. Tidak ada yang bisa aku percaya untuk merawatnya "
" kamu bicara seperti akan mati besok " Andre berkomentar, Edo mendelik " Angga bisa menjaganya "
" apa sih Ayah "
" hahaha... Lumayan bisa nikah muda "
" sinting " dengus Angga.
*****
Prolog end
" silahkan masuk "
Lily masuk kedalam rumah Angga sambil memegang erat ranselnya. Dia mengamati rumah yang terbilang besar itu, tatapannya tertuju pada foto keluarga yang tergantung di ruang tamu. Di foto itu Angga terlihat lebih muda dari sekarang, dia diapit orang tuanya. Ibu Angga terlihat sangat cantik.
" beliau meninggal tiga tahun lalu " Lily mendongak menatap Angga yang berdiri disampingnya " biar aku antar ke kamarmu. "
Lily mengangguk mengikuti Angga yang menyeret kopernya ke lantai dua. Dia membuka kamar yang sebelumnya adalah miliknya
" maaf masih berantakan, aku belum sempat memindahkan barangku "
" tidak apa, Angga tidur dimana? " tanya Lily karena tau itu kamar milik Angga.
" kamar orang tuaku " jawab Angga sambil senyum kecil " selamat istirahat, aku akan membereskan barangku nanti "
" terimah kasih "
" kalau butuh apa apa kasih tau aku " Lily menganggukkan kepalanya dia juga berusaha tersenyum " ini rumah Lily juga sekarang, jangan sungkan "
" terimah kasih. " ucap Lily lagi
Setelah Angga meninggalkannya dia langsung masuk kamar, meletakkan koper secara acak dan merebahkan dirinya di atas kasur. Air matanya yang sejak tadi dia tahan.
Angga yang juga masuk kekamar orang tuanya, menutup pintu sebelum terduduk dengan kepala tertunduk, air matanya juga berjatuhan, dadanya sesak terlebih melihat foto diatas nakas orang tuanya
Dia membekap mulutnya sendiri biar suaranya tidak terdengar hinggak keluar kamar meskipun dia tau kalau tidak ada yang mendengarkannya juga.
Siapa yang akan menyangka kalau dia akan kehilangan ayahnya untuk selamanya hanya berselang beberapa jam setelah Ayah Lily meninggal dua jam setelah dia mengabulkan keinginan kedua Ayah itu untuk menikahi Lily yang masih sangat dibawah umur, meski hanya menikah secara agama tiga hari lalu dan baru hari ini dia menjemput Lily setelah mengurus ini dan itu, begitupun gadis malang itu.
Angga berdiri setelah merasa lebih tenang, dia berbaring di kasur orang tuanya yang akan dia tempati kedepannya. Dia membuka laci dimana dia menyimpan berkas yang sempat diberikan Ayah Lily sehari sebelum pernikahannya dengan Lily.
Berkas itu berisi beberapa berkas aset yang sudah dibalik nama menjadi nama Lily.
" apa apaan. Bagaimana mereka bisa memberi amanat begitu berat padaku " gumam Angga " dia kembali membalikkan berkas itu, dia mendapati ATM dan rekening beserta pinnya, itu adalah biaya sekolah untuk Lily " bagaimana beliau bisa mempercayakan hal seperti ini? "
Tentang Lily, dia tau kalau gadis itu masih sangat berduka sama halnya dengannya, dia juga tidak memaksa agar Lily kembali ke sekolah secepatnya. Mereka berdua sama sama yatim-piatu sekarang.
Tok tok tok
Angga berjalan ke pintu, saat membuka pintu Lily berdiri dengan kepala tertunduk.
" kenapa? "
" mau makan apa? " Tanya Lily, dia harus tau dirikan? Karena Angga mau menampungnya.
" makan diluar saja "
" kenapa? " Lily menatap Angga.
Angga bisa dengan jelas melihat wajah sembab Lily begitupun sebaliknya.
" tidak ada bahan makanan didapur. " jawab Angga, sebenarnya dapur dirumah itu hanya seperti pajangan semenjak ibunya meninggal, Angga dan Ayahnya hanya selalu makan di luar. Kebersihan rumah pun mereka hanya menyewa jasa tiga kali seminggu untuk datang.
" Lily lapar? " tanya Angga
" ti.. Tidak kok " Lily senyum kecil sebelum pamit, mereka berdua benar benar canggung
" Lily " panggil Angga saat gadis itu akan masuk ke kamar yang dia tempati " ganti pakaianmu, aku lapar "
" ha? Ah iya "
******
Mereka memesan hanya satu jenis makanan, padahal Angga sudah menawarkan beberapa tapi Lily hanya memilih satu hidangan.
Mereka makan tanpa nafsu makan, mereka benar benar hanya memasukkan makanan ke perut hanya untuk mengganjal lapar.
" a.. Anu.. " Angga mendongak menatap Lily " Angga kelas berapa? "
Angga diam, baru kali ini dia mendengar pertanyaan tentang dirinya " kelas 12 "
" Lily panggil Kakak boleh? "
" senyamannya Lily " jawab Angga, dia menyebut nama Lily karena gadis itu selalu menyebut namanya saat menyebut dirinya
" terimah kasih, Kak " lirih Lily " mohon bimbingannya kedepannya "
Angga terkekeh mendengar ocehan Lily yang terdengar lucu di telinganya.
" makan " Suruh Angga sebelum dia menunduk untuk kembali makan
" kak, nanti bisa temani Lily beli bahan makanan " tanya Lily
" iya "
" terimah kasih "
Lily bernafas lega, dia sebenarnya sangat enggan meminta bantuan mengingat mereka berdua tidak saling kenal. Tapi, Lily belum familiar dengan lingkungan rumah Angga, dan memang dia tidak terlalu mengenal tempat tempat kecuali rumahnya, sekolah dan pasar yang tidak jauh dari rumahnya dulu.
Selesai makan, Angga membawa Lily ke pusat perbelanjaan. Dia mendorong troli sedangkan Lily memilih bahan makanan. Dia tidak tau apa yang disukai Angga mengingat mereka tidak saling mengenal.
" kenapa? " tanya Angga
" kakak suka masakan apa? "
" aku sembarang saja, tidak pilih pilih " jawab Angga karena tau masakan Lily enak, dia beberapa kali memakannya saat masih di rumah sakit.
Sementara Lily memilih sayur, daging dan buah, Angga mengambil keranjang lain untuk mengambil camilan minuman ringan dan mie instan.
" kak ini banyak sekali mie instannya, tidak sehat " kata Lily begitu melihat keranjang Angga, pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal
" ah.. Persediaan tengah malam. "
Lily menatapnya, dia menghela nafas dan mengangguk karena merasa belum berhak melarang larang Angga.
" apa sudah semua? " tanya Angga karena Lily seperti menunggunya
" mau membeli detergen dan barang pembersih. " jawab Lily karena sadar di rumah Angga tidak punya sapu. Dia tadi hendak menyapu tapi tidak menemukan apa apa.
Setelah membeli semua keperluan mereka ke kasir untuk membayar belanjaan mereka. Dia juga sadar kalau kasir itu menatap mereka penasaran karena yang Angga memaksa membayar belanjaan.
" kenapa? " Angga bertanya karena melihat wajah tidak senang Lily
" lain kali Lily belanja di pasar saja. Disini mahal dan tidak bisa di tawar " kata Lily
Dia terus mendumel dengan suara kecil karena sayur daging yang dia beli sangat sedikit tapi mahal untuk ukuran kantong remaja sepertinya.
" Lily naik taksi saja " kata Angga, tadi mereka keluar menggunakan motor, mustahil mereka pulang naik motor dengan belanjaan yang sangat banyak, kalau Angga sendiri tidak masalah tapi mereka berdua
" naik angkot saja, kak. Mahal "
" tidak, lagian rumah dekat dari sini " Angga berkata dengan tangan menghentikan taksi.
Dia membantu Lily masuk taksi dan memberi tau alamatnya ke pengemudi sedangkan dia mengikuti dari belakang dengan motor.
Sesampainya dirumah, Lily mengatur belanjaan di dalam kulkas sedangka Angga mengumpulkan barang barangnya di kamar Lily.
Dia naik ke atas setelah urusannya di dapur selesai, di dalam kamarnya Angga menngeluarkan pakaian dari dalam lemari.
" biar Lily bantu " Lily membantu mengeluarkan pakaian Angga yang sangat banyak itu " kakak mau pindahin semua "
" hm. Cepat atau lambat memang harus di pindahkan "
Lily mengangguk, dia juga mengumpulkan buku buku Angga yang masih di meja belajar, memasukkannya ke dalam kardus.
" kak ini mau dipindahin juga " Lily menunjuk rak berisi banyak buku tebal tebal dan novel. "
" tidak " jawab Angga " kamu bisa membacanya "
" terimah kasih "
Angga menghela nafas panjang " Lily "
" ya? "
" jangan terlalu formal, biar bagaimana pun kita sudah menikah " Ucap Angga membuat Lily menunduk terlebih Angga berjalan ke arahnya meraih tangannya " aku mau kamu nyaman denganku, karena hanya kamu yang aku punya sekarang "
Lily mengangguk dia kembali menangis, mereka benar benar tidak mempunyai siapa siapa lagi, sekarang mereka hanya berdua dan sadar kalau mereka harus berpegangan tangan dengan erat untuk saling menguatkan.
Lily masih 16 tahun dan Angga baru akan 18 tahun tapi mereka harus bisa dewasa.
******
Tbc
" ayo "
Lily kaget saat dia hendak ke sekolah tapi Angga malah memberinya helm
" aku akan mengantarmu "
" ta.. Tapi kalau kakak terlambat bagaimana? " tanya Lily tidak enak. Dia takut kalau Angga mengantarnya ke sekolah malah Angga yang akan terlambat ke sekolahnya.
" Lily tunas bangsa kan? " Lily mengangguk " tidak akan terlambat " ucap Angga dia masih menyodorkan helm berwarna pink, sepertinya baru di beli.
Lily menerima helm itu dan mau tidak mau dia ikut, karena makin lama dia berdiri makin dia membuat Angga terlambat.
" pegangan di pinggangku " suruh Angga karena Lily hanya memegang stan dibelakan sadel motor
Dengan tangan sedikit ragu Lily memegang seragam sekolah Angga. Angga menghela nafas dia meraih tangan Lily dan melingkarkan di pinggangnya
" k kkak? "
" tidak usah malu " ucap Angga sebelum menyalakan motor.
Di dalam perjalanan mereka berdua hanya diam, karena tidak ada pembahasan yang bisa mereka bahas.
Lily membulatkan matanya saat Angga memasuki gerbang sekolah bahkan sampai di parkiran. Dia turun dengan wajah bengong tidak mengerti.
Tunggu
" Kakak sekolah disini? " tanya Lily, Angga tersenyum dia mengambil Helm di tangan Lily.
" kalau kamu butuh apa apa, langsung saja ke kelas 12 IPA 1, itu kelas kakak " Angga mengusap kepala Lily sebelum meninggalkan parkiran meninggalkan Lily yang masih diam.
Lily menggelengkan kepalanya, dia menarik nafas panjang. Setelah lima hari meliburkan diri, Lily baru kembali ke sekolah. Wajahnya kembali sendu memikirkan nasibnya.
" hei " Lily menoleh saat ada yang menepuk bahunya, Hanin tersenyum ke arahnya " lo kuat, jangan pasang wajah seperti itu "
" terimah kasih, kak " ucap Lily pada Hanin, tapi dia menatap Hanin heran.
" ekhem.. Alarm gue sekarang berfungsi dengan baik " jawab Hanin karena paham maksud tatapan heran Lily yang sepertinya mempertanyakan ketidak terlambatannya " lo juga tumben "
Lily tersenyum " Alarm saya juga sepertinya berfungsi dengan baik "
Hanin tertawa dia menepuk kepala Lily saat melihat senyum yang tidak sampai ke mata itu
" uaahh... Hari ini gue piket. " Hanin berlari dan melambai ke arahnya " eh anjrit... Awas saja kalau anak anak kambing itu tidak bebersih duluan "
Meski sudah jauh, Lily masih mendengar dumelan Hanin.
Dia masuk kelasnya tidak seperti biasa, tatapan teman kelasnya hari ini berbeda, mereka menatapnya kasihan.
Lily meletakkan tasnya dibangkunya dan duduk setelahnya menunggu jam masuk.
" ini "
Dia mendongak dan mendapati gadis berambut pendek menyodorkan buku ke arahnya, dia tau anak itu yang mendapat posisi kedua saat ujian masuk kemarin dan dia di posisi pertama.
" tugas saat lo tidak hadir " ucapnya, Lily masih diam " hah... Gue tidak kasihan sama lo,, sayang saja kalau beasiswa lo dicabut. Btw namaku Rosa panggil Oca saja "
" Lily "
" gue tau " jawabnya dia menyampirkan rambutnya dan kembali menghadap depan, Lily baru sadar kalau Oca duduk di depannya
" terimah kasih "
" hmp "
Lily mencatat soal yang diberikan oleh Oca, gadis itu hanya memberinya soal saja jadi dia sendiri yang harus mengerjakan soalnya.
" eh eh eh.. Tau kak Angga? " Lily menghentikan tangannya dan menajamkan pendengarannya saat mendengar nama Angga di sebut
" kak Angga? Mantan ketua osis? "
Lily membulatkan matanya, dia tidak tau kalau Angga mantan ketua osis. Dia memang tidak datang saat mos karena Ayahnya operasi saat itu jadi guru mengizinkannya tidak ikut.
" iya. Kak Angga yang itu, emang menurut lo ada berapa nama Angga di sekolah kita? Cuman satu. "
" kenapa kenapa dengan calon suami gue " mereka berseru mendengar cetukan gadis itu
" tau gak sih... Bokapnya meninggal juga "
" Hah beneran? Kapan? "
" samaan sama bapaknya Lilin " meski berbisik Lily masih bisa mendengarnya.
" kok bisa? "
" serangan jantung "
Lily menarik nafas pelan. Hari itu masih sangat membekas diingatan Lily, dua jam setelah akad nikah Ayahnya meninggal saat jasad Ayahnya belum meninggalkan RS kabar duka dari ayah mertuanya juga datang membuatnya tidak bisa mengendalikan diri, beruntungnya banyak perawat yang selalu bersamanya dan Angga.
" merepotkan " Lily tersentak mendengarnya dia melihat Oca yang melihatnya juga " lo kalo belum bisa sekolah mending di rumah " dia mengambil buku miliknya dan milik Lily
" terimah kasih " ucap Lily tulus
******
" wihh... Akhirnya masuk juga bos kita " Harri selaku teman sebangku Angga berseru
" Angga!!! " mereka berseru membuat Angga hanya bisa mengangkat sebelah keningnya
Dia diserbu teman sekelasnya menanyakan keadaannya dan mengucapkan belasungkawa mereka.
" bro bro.. " Harri berseru sambil menepuk bahunya " Rank gue naik broo hahahahaahahaha... "
Angga mendengus tapi merasa lebih baik karena Harri tidak seperti teman yang lainnya, Harri bersikap biasa dan itu sedikit membantu dia merasa lebih baik.
" alahhh... Tunggu saja Angga main lagi, lo bakal kalah jauh " Niel yang baru datang menimpali " gila gak sih Si Afkar? "
" kenapa dia? " tanya Angga, selama melepas jabatannya dia sudah tidak pernah lagi ke ruang Osis
" dia tidak pandang bulu, kakak kelas adek kelas semua disikat " Niel berseru " oh ya, Adek kelas yang sorry bokapnya meninggal bersamaan dengan bokap lo juga katanya baru datang hari ini "
" namanya juga ketua keamanan " jawab Hari " cakep El? "
" dia datang bareng gue " jawab Angga
" SERIUS LO " seruan mereka membuat mereka jadi pusat perhatian
" Ayahnya dan Ayahku sohib waktu SMA " jawab Angga, mereka masih menatapnya " Apa? "
" jangan bilang lo bakal dijodohin? " timpal Niel, Angga memutar mata jengah " iya gak? "
" memang dia cewek gue, sana lo berdua "
" hah? Ga, bohong banget ini anak " kata Harri " kalau memang cewek lo, namanya siapa? Ha? "
" Lilyana Flowerencia Anderson binti Almarhum Edowardo Anderson- "
Niel tiba tiba menjabatnya tangannnya " dibayar tunai "
" sahhhh... " Timpal Harri, Angga langsung menendang mereka berdua. " penasaran gue "
Baru saja akan bertanya, wali kelas mereka sudah masuk. Dia mengungkapkan belasungkawanya terlebih dulu pada Angga sebelum melanjutkan pelajaran.
" tinggal beberapa bulan lagi kalian ujian, jadi bapak harap kalian serius belajarnya "
" baik pak " seru mereka
" terutama kamul " guru itu menunjuk Harri " jangan pikir bapak tidak tau kalau kamu selalu ke gamecenter "
" huuuu... " mereka bersorak ke arah Harri tapi karena terlalu bermuka tembok jadi dia hanya melambai layaknya artis yang dielu elukan penggemarnya.
" Ga, nanti mabar yok " ajak Niel saat wali kelas mereka keluar, Angga menggeleng kan kepalanya
" tidak deh, gue masih banyak yang harus diurus. " jawab Angga
" lo bakal gantiin kerjaan bokap lo? " Harri membalikkan tubuhnya dia menopang dagunya.
Angga hanya menganggukkan kepalanya. Meski banyak yang memulai karir bisnis sejak usia muda tapi ini kali pertama untuk Angga, dia sangat tau meminpin suatu bisnis sangat berbeda dengan memimpin organisasi sekolah. Masih banyak yang harus dia pelajari dan butuh bimbingan sebenarnya tapi sekarang... Dia harus melakukannya sendiri, meski akan dibantu oleh Asisten kepercayaan ayahnya tetap saja beda saat dia bisa belajar langsung dari pendirinya kan?
" kalau ada yang bisa gue bantu, kasih tau saja " kata Niel menepuk pundak Angga
" pasti "
*****
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!