NovelToon NovelToon

Tuan Miliarder

Awal mula

Cantik, berprestasi dan memiliki pekerjaan terhormat. siapa lagi jika bukan Calya Ainsley Paolo. gadis yang penuh dengan kejutan, ia bisa melakukan segala hal. hanya saja ia selalu terbatasi oleh pekerjaan nya.

Ia seorang dokter ahli bedah muda di salah satu rumah sakit ternama. paras nya yang cantik rupawan selalu memikat setiap mata yang memandang. berjuang di tengah kabut gelap yang menimpa keluarga nya. ibunya kini telah berpulang kepangkuan tuhan akibat tabrakan beruntun yang terjadi sepuluh tahun lalu. sementara ayahnya bernama Paolo, pria itu mengidam penyakit jantung yang parah akibat kecelakaan 10 tahun lalu. selama dua tahun ini pria itu hanya terbaring di atas brankar rumah sakit. menunggu pendonor jantung yang cocok dengan nya.

Selama dua tahun Calya mencari jantung yang tepat untuk sang ayah, namun ia selalu terbatasi oleh dana kala itu, juga donor jantung yang tidak cocok. semakin lama penyakit sang ayah semakin memburuk, hingga ia harus secepatnya mencari pendonor yang cocok jika tidak ini akan fatal. sudah cukup ia kehilangan satu malaikat dalam hidupnya, ia tak akan bisa berdiri dengan kokoh jika harus melihat kepergian malaikat nya, lagi.

Demi mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang yang banyak, Calya merelakan masa muda nya dengan belajar dan mengejar mimpinya. ia harus menabung sedikit demi sedikit. akhirnya dengan terpaksa ia harus tinggal bersama paman nya, beliau seorang dokter lebih tepatnya kepala rumah sakit di mana Calya juga bekerja. sejauh ini pria itu lah yang membantu Calya bersekolah.

Tinggal bersama mereka tentu bukan satu hal yang mudah, paman nya memang sangat baik tidak perlu di ragukan. hanya saja istrinya, ia selalu memperlakukan Calya dengan buruk. merampas uang miliknya atas dasar balas Budi. ia memperhitungkan setiap beras yang Calya makan, setiap air yang di pergunakan serta setiap pengeluaran yang di keluarkan suaminya untuk pendidikan Calya.

Ingin rasanya gadis itu berteriak, ia sudah sangat lelah. lelah hati, lelah fisik dan lelah fikiran. ia harus bekerja demi sang ayah dan ia juga harus bersabar menghadapi sikap bibi dan adik sepupu perempuan nya yang selalu menganggap nya beban dan musuh di rumah itu. mereka selalu menginjak injak harga dirinya.

Sempat terbesit di pikiran Calya untuk keluar dari rumah itu, namun paman nya selalu mencegah. pria itu mendapat amanah besar dari ayahnya untuk merawat dan memperhatikan Calya. ia merasa bertanggung jawab atas Calya, bagaimana pun gadis itu adalah anak kandung kakak laki lakinya.

Hanya saja selama ini pria itu tak tau prilaku buruk istri dan anak nya terhadap Calya karena pria itu selalu ke luar negri untuk bertugas, ia dokter yang sangat terkenal. tanpa ia tau di rumah istri dan anak nya terus menghina, menyakiti serta memukuli Calya ketika gadis itu berjalan tak sesuai yang mereka inginkan. waktu itu Calya masih berusia muda, ia hanya bisa bersabar. juga ia tak tau harus pergi kemana jika kabur dari sana.

Kini gadis itu telah dewasa ia sudah memiliki hak nya, ia sudah tidak tahan di perlukan sangat tidak manusiawi oleh bibi dan adik sepupu nya itu. seperti saat ini, ia di perlukan layaknya anjing peliharaan yang bisa mereka tarik ulur.

Menyodorkan sepiring nasi sisa kepada nya dengan tatapan menghina. "Makan itu! hanya itu yang tersisa untuk mu." Ujar bibi nya yang bernama Fiona.

Calya diam, dari pada memakan itu ia lebih baik berpuasa untuk hari ini. "Hah! tinggi sekali harga dirimu. tinggal menghitung hari, kau akan menjadi sebatang kara."

Calya terus meredam emosi dalam dirinya. namun Fiona tak pernah diam ia kembali mengucapkan kalimat kebencian lagi dan lagi. "Kau dan ayah mu itu hanya pengacau--"

"Apa salah kami?." Habis, sudah habis kesabaran nya. tatapan yang semula tertunduk kian menantang, dengan berani menatap lekat dengan manik yang penuh dendam.

"Wow bravo, ibu sekian lama gadis murahan ini akhirnya angkat bicara." Sepupunya bertepuk tangan dengan keras, gadis itu bernama Callista.

"Kau tau di mana kesalahan mu dan kesalahan keluarga mu?." Fiona mengambil segelas air dan menumpahkan nya di atas kepala Calya membuat gadis itu basah. "Kalian mengacaukan keluarga ku. putri ku kehilangan kasih sayang dari ayahnya karena terlalu fokus terhadap kau dan impian mu. hingga mengubur mimpi dari putri nya sendiri."

Itu tidaklah benar, paman Gabriel selalu berprilaku adil. saat mereka ingin menentukan akan menjadi apa, ia bertanya satu persatu. Calya memilih sebagai dokter sementara Callista gadis itu tidak memilih apa pun. ia ingin menjalani hidupnya dengan bebas tanpa harus terikat dengan pekerjaan. apakah itu yang di katakan mengubur mimpi dari anak nya? memang nya apa mimpi dari gadis itu? bukan kah gadis itu yang tidak memiliki impian.

Calya beranjak, ia bosan sekarang. "Kau dan ayah mu itu hanya bisa menyusahkan suamiku. setiap hari aku selalu berdoa agar Tuhan mencabut nyawa nya." Tutur Fiona dengan lantang, seketika langkah Calya terhenti. ia benci mendengar kalimat itu, emosi yang susah payah ia redam kian melangit.

Mengambil gelas kaca di atas meja, Calya melempar nya ke lantai rumah hingga menjadi beberapa serpihan kecil. "Kau fikir hanya kau yang membenci ku, aku jauh lebih membenci mu. mendoakan setiap hari agar Tuhan cepat cepat mencabut nyawa mu." Sarkas Calya membuat kedua wanita di hadapannya terdiam. ia pun segera keluar dari rumah itu dengan membanting pintu keras.

Air matanya menetes ia hanya ingin menatap wajah teduh ayahnya sekarang. duduk di depan ayahnya yang terbaring lemah. ia hanya bisa menangis dalam diam. tanpa sadar tangan ayahnya tergerak menepuk pucuk kepala nya, pria itu terbangun dari tidur.

Dengan segera Calya menghapus air matanya. "Ada apa nak? kau sudah tidak tahan?." Calya menggeleng keras.

"Tidak, Calya hanya sedih belum mendapatkan pendonor untuk ayah." Pria itu tersenyum hangat ia tau beban putri nya sangat berat membuat bahu itu terlihat turun tak kokoh seperti sebelum sebelumnya.

"Maafkan ayah." Calya menggeleng. "Ini bukan salah ayah, tuhan yang berencana."

Saat malam tiba Calya pun pulang ke rumah itu, lagi. matanya melotot tatkala melihat pakaiannya telah berserakan di halaman rumah. bergegas cepat memunguti pakaian tersebut. ia tersenyum miring, akhirnya. akhirnya setelah penantian panjang ia di usir dari rumah ini. masalah paman Gabriel itu adalah hal mudah, ia bisa mengatasinya nanti.

Ibu dan anak itu keluar dari dalam. "Pergi kau! kami sudah tidak membutuhkan mu lagi."

"Huh." Calya menghela nafas panjang. setelah nya ia tersenyum lebar. "Akhirnya, akhirnya aku keluar dari penjara ini. thank you so much." Setelah merapihkan kopernya ia pergi tanpa menatap ke belakang.

Tujuan nya? tentu saja ke apartemen Pamella sahabat terbaik nya mulai ia duduk di bangku sekolah menengah atas. jika bertanya apa pekerjaan gadis itu. ia adalah seorang penari tiang di salah satu club malam. tapi gadis itu tidak menjajankan tubuhnya. ia hanya menari membuat pria pria di sana panas dingin melihat nya.

Begitu pintu terbuka senyum Pamella mengembang lebar apa lagi tatkala melihat koper besar di tangan Calya. "Kau terbebas dari penjara hari ini?." Calya mengangguk gadis itu terlihat sangat senang dan memeluknya erat.

"Akhirnya." Ia pun mempersilahkan Calya masuk ke dalam.

Di sisi lain, di kediaman keluarga besar Emilio. Axel si tampan itu tengah berbaring di pangkuan ibunya membuat sang Daddy merasa sangat cemburu. ia terus mengerutkan bibirnya tatkala sang istri mengecup pipi Axel.

"Momy kenapa suamimu itu sangat cemburuan." Ingrid mengendikkan bahunya. "Tidak tau, tanya saja kepada Daddy mu."

Alex menendang kaki putra nya itu. "Kapan kau akan menikah, kau sudah sangat tua." Lagi, untuk kesekian kalinya Alex menyinggung itu. ia ingin si pengganggu itu segera pergi dari rumah sehingga tak mengganggu nya untuk bermanja-manja.

"Dad walaupun aku tua aku tetap terlihat tampan. benarkah momy."

"Tentu."

"Akhirnya aku merasakan keresahan yang dulu di rasakan orang tua ku ketika aku menolak untuk menikah." Axel menatap Daddy nya itu. "Jadi dad merasa terpaksa menikahi momy?."

"Itu dulu!."

"Lagi pula kenapa momy ingin menikahi pria seperti Daddy, hanya merepotkan masa tua saja."

"Apa kata mu!."

"Sutttt apa tidak bisa dalam satu hari saja tidak perlu berdebat!." Ingrid melerai membuat keduanya menutup mulut rapat rapat.

"Sory momy."

"Maaf sayang."

Ingrid memutar bola matanya jengah. " Oma calei menelpon momy, kami akan pergi--"

"Kemana?." Ujar keduanya bersamaan. ya, kedua pria ini tak bisa jauh jauh dari Ingrid. "Ke California."

"Aku ikut." Lagi lagi keduanya berujar serentak.

"No! satu dari kalian pun tidak ada yang boleh ikut. momy hanya pergi dengan Oma calei dan Felisiya."

"Ah momy tidak adil, kenapa lisiya boleh ikut sementara aku tidak boleh."

"Aku setuju, kenapa kami tidak boleh ikut?."

Mata Ingrid melotot. "Memang nya kenapa kalian harus ikut?."

Axel dan Alex saling melirik. bertanya apa alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu. "Awas, momy akan meriksa Felisiya apakah dia sudah pulang atau belum. pikiran kenapa aku harus membawa kalian berdua."

Setelah kepergian Ingrid, Axel dan Alex saling bertatapan. "Kau menggunakan alasan apa?." Tanya Alex kepada putranya itu.

"Tidak perlu tau." Ia segera menelpon sekretaris nya.

"Nuh, kapan jadwal ku ke California?."

Pemuda bernama Nuhan itu sedikit berfikir sebelum menjawab. "Lusa pak."

"Apa tidak bisa di percepat?."

"Oh tentu pak."

"Terimakasih." Axel tersenyum miring, dia sudah memiliki alasan yang tepat. Alex hanya mengendikkan bahunya acuh ia tidak perlu repot cukup mengatakan tak bisa tidur tanpa Ingrid wanita itu akan mengerti. sesimpel itu alasan nya.

Malam nya ketika seluruh keluarga akan makan malam bersama, Ingrid melirik Axel ia sedikit memikirkan perkataan suaminya berhari hari lalu. yang mengatakan bahwa Axel sudah cukup usia untuk menikah.

"Momy merasa sedih hari ini." Sontak Alex,Axel dan Felisiya menatap. sendok yang akan mendarat di mulut pun kembali di letak ke atas piring.

"Semua teman teman momy sudah memiliki cucu dan menantu. momy juga ingin memiliki cucu." Alex menatap Axel begitu juga dengan Felisiya.

Axel yang di tatap hanya mengendik. "Aku tidak akan menikah, momy nikahkan saja Felisiya dengan siapa pun. atau buat sayembara." Wajah Felisiya merenggut mendengar penuturan kakaknya.

"Aku belum cukup umur kak."

"Why? momy saja menikah di usia muda. seharusnya kau mengikuti langkah momy." Gadis cantik itu semakin cemberut. apa apaan Axel menyuruh nya untuk menikah.

"Setelah kau menikah buat anak yang banyak, karena aku tak berproduksi." Tatapan Ingrid menajam, apakah anak laki lakinya benar benar tidak akan menikah? sadar akan tatapan momy nya Axel segera terdiam.

"Momy Axel tidak ingin menikah."

"Tapi aku menginginkan cucu dari mu! Felisiya terlalu muda untuk menikah momy tidak mengijinkan. kau sudah cukup umur Axel."

Wajah Axel memelas. "Tapi aku tidak ingin menikah."

Alex hanya diam, ini momen yang sangat ia tunggu tunggu. hatinya berteriak, akhirnya pengganggu itu akan pergi dan tak lagi mengacaukan nya.

"No! kau harus menikah. jika momy sudah tua nanti siapa yang akan mengurus mu. momy tidak mau terbebani untuk itu."

"Tapi Axel sudah dewasa momy."

"Kalau sudah dewasa segera menikah! kalau kau tidak menemukan pasangan mu, momy yang akan cari." Entah di mana pun pasti akan di cari. karena ia tak memiliki pilihan, semua anak teman teman nya dan teman teman Alex berjenis kelamin laki-laki. jika ada pun perempuan pasti usianya terpaut sangat jauh dan sangat muda dari Axel.

"Ok, jika ada yang seperti momy, yang secantik momy, dan seluruh sikapnya persis seperti momy akan Axel nikahi hari ini juga."

Alex memberi gerakan mengunci mulut kepada putrinya. mereka tidak boleh ikut campur urusan ini. biarlah mereka berdua saja yang saling berdebat.

"Tidak bisa seperti itu Axel! mana ada manusia yang sama persis."

"Kalau begitu aku tidak akan menikah."

"Impossible." bisik Alex pelan.

"Sudahlah momy masih ada dia yang bisa memberikan momy cucu yang banyak. lagi pula aku benar benar tidak tertarik untuk menikah."

"Kalau begitu menjauh dari momy." Axel terdiam lama, ia tidak bisa menerima tantangan itu. akhirnya ia memilih diam, jika di lanjut kan yang ada momy nya akan murka. lebih baik diam dan coba untuk berbicara lagi nanti.

Meja makan menjadi hening, Ingrid memberikan tatapan menusuk kepada Axel. ia membanting piring nya dan beranjak. sudah tidak berselera untuk makan. melihat itu Alex dan Felisiya hanya menatap Axel sambil mengendikkan bahunya.

"Kau membuat momy mu marah." Ujar Alex kemudian.

"Ayolah Daddy pujuk momy, aku benar benar tidak ingin menikah. apa bagusnya pernikahan."

"Sory boy aku tidak bisa membantu mu." Axel segera beranjak dari tempat nya duduk. menyusul momy nya di kamar. wanita itu pasti sedang kesal sekarang.

Sementara Alex ia menatap Felisiya. "Kau jangan coba ikut ikutan, nanti Axel menyudutkan mu dan menjadikan mu bahan untuknya melarikan diri. dia sangat pandai membujuk momy nya itu, jangan sampai kau yang di suruh menikah setelah ini."

"Daddy aku tidak siap untuk menikah."

"Maka dari itu jangan pernah ikut campur. Kita lihat saja apa yang akan terjadi."

"Tentu saja kakak akan mengalah, mana bisa dia hidup tanpa bercakapan dengan momy. setengah hari saja momy memusuhi nya dia akan terkapar seperti ikan tanpa air."

"Maka dari itu kita tidak boleh ikut campur." Felisiya mengangguk paham.

see you in the next chapter guys👋

Membalas Ciuman

Ini adalah hari kedua Ingrid mengacuhkan Axel. pemuda itu sangat tak bergairah. ia pun mendatangi Ingrid lagi dan lagi. Alex melirik putra nya itu sekilas. setelah nya ia tersenyum tipis.

"Momy." Lirihnya.

"Keluar, jangan masuk ke kamar ku." Wanita itu segera pergi meninggalkan Axel di kamar.

Oma Hany berkunjung ke mansion Alex. besok adalah hari yang sangat bersejarah bagi mereka. hari berpulang nya Oma buyut, tujuh tahun lalu. wanita itu meninggal dalam keadaan tersenyum bahagia, ia merasa keluarga nya sangat lengkap. hari hari yang ia lalui bersama Axel sangat cukup untuk menjadi ingatan yang menyenangkan.

Oma buyut adalah power terbesar bagi Axel dalam memborong mainan edisi terbaru. jika Oma yang membeli maka ibunya tak bisa menolak apa lagi marah. maka dari itu setiap mainan edisi terbaru nya keluar Axel akan laporan terlebih dahulu kepada Oma buyutnya.

Hany menghampiri Felisiya yang sedang menonton TV. "Hei."

"Oma....." Berhamburan kepelukan Hany gadis itu cukup merindukan Oma nya ini. Karna wanita itu baru saja pulang dari Belanda.

"Di mana momy dan Daddy mu?."

"Ada di kamar, lisiya akan panggil." Baru saja akan beranjak Ingrid terlihat menuruni anak tangga. "Itu momy."

"Ingrid." Sapa Hany dengan senyum lebarnya. mata Ingrid membulat, ia sangat merindukan wanita itu. "Momy, kapan sampai. di mana Daddy."

"Dia beristirahat di rumah. momy sampai kemarin malam, Alex tidak memberitahu." Ingrid menggeleng.

Tak berapa lama Axel turun dengan wajah murung nya, dia akan kembali ke kantor untuk bekerja. "Axel?." Hany menyapanya, pemuda itu terlihat tak bergairah.

"Hai." Balasnya singkat. hal itu membuat Hany bertanya tanya. "Ada apa dengan nya? kenapa aku merasa suasana mansion ini lebih hening tak seharmonis dulu?."

"Momy sedang kesal dengan kak Axel Oma, dia tidak ingin menikah seumur hidupnya." Sontak Hany tertawa mendengar aduan cucu perempuan nya. "Axel sama persis seperti Daddy mu, dia juga tidak ingin menikah dulu."

"Tapi kak Axel itu sangat aneh. dia hanya akan menikah dengan gadis yang sama persis seperti momy. aneh kan Oma?." Hany mengangguk dengan tawa nya.

Calya baru saja mendarat di tanah air, dua hari lalu ia berangkat menuju Singapura. mengecek pesan masuk, ternyata teman teman sekolah nya mengajak untuk reuni tahunan. ia sangat malas, lebih tepatnya menghindari acara itu. ia selalu menolak undangan reuni itu terang terangan.

Tak berapa lama, Calya mendapat telpon itu adalah dokter yang merawat ayahnya. "Ya dokter?."

"Calya kondisi ayahmu memburuk."

Deg

Seperti tersambar petir, hatinya terasa tercubit. "A-apa seburuk itu?."

"Tidak, mari berbicara di ruangan Ku. kau sudah sampai di tanah air?."

"Ya dokter, aku akan sampai sebentar lagi."

"Ok ku tunggu selesai makan siang."

Calya bergegas menuju rumah sakit. terhitung baru saja beberapa hari lalu ia mengunjungi ayahnya. kenapa keadaan sangat mudah untuk berubah.

Sekitar setengah jam ia pun tiba di rumah sakit. bergegas menuju ruangan ayahnya. Calya terpaku melihat pria paruh baya itu. seperti nya ia sedang tidur. "Tolong jangan seperti ini, aku hanya memiliki mu." Gumamnya.

Selesai makan siang Calya pun segera mendatangi ruangan dokter Steven. dia adalah dokter muda yang sangat mencolok di rumah sakit ini karena paras nya yang tampan. setelah di persilahkan untuk duduk, Calya pun memulai pembicaraan.

"Bagaimana dokter?."

"Sudah sangat parah, kita harus melakukan penanganan cepat. apa belum menemukan pendonor yang cocok?." Dokter Steven sebenarnya berat untuk mengucapkan hal itu, karena ia tau gadis ini memiliki banyak beban yang ia pikul. ayahnya selalu bercerita padanya jika ada kesempatan.

Calya menggeleng. "Aku belum menemukan nya." Menunduk sedih.

"Bersabarlah aku akan coba bantu."

"Terimakasih dokter."

Sepulang nya menuju apartemen Pamella Calya hanya bisa bersedih hati. saat lift terbuka ia melihat bibi dan sepupu nya tengah menunggu di pintu apartemen Pamella. untuk apa mereka datang begitulah kira kira yang ia pikirkan.

"Ibu itu dia." Ujar gadis itu kemudian.

"Ada apa?."

Fiona tersenyum miring. tangan nya mengadah ke arah Calya. "Kau masih harus membayar hutang Budi mu kepada kami, setiap bulan."

Calya menarik nafas panjang. "Uang? aku tidak punya uang. jika pun ada aku tidak bisa memberi nya sekarang. aku harus membayar donor jantung untuk ayah ku."

"Apakah aku terlihat peduli?." Calya terdiam, mereka memang bukan manusia. "Setiap bulan kau harus membayar sebesar dua juta rupiah. mengerti. kami akan datang lagi nanti bye."

Calya mengusap wajahnya gusar. "Kenapa mereka sangat tak memiliki hati nurani."

Sore menjelang malam Calya dan Pamella duduk di atas sofa. gadis itu akan pergi ke club malam seperti biasa. "Omong omong kau ikut reuni malam ini?." Tanya Pamella.

"Reuni? di mana?."

"Club tempat ku bekerja."

Calya mengangguk kecil. "Nanti ku pikirkan."

"Ok, aku pergi dulu germo sudah menelpon ku tadi."

"Hmm hati hati."

Setelah berfikir lama entah apa yang terlintas di pikiran Calya. malam ini di tengah gelap nya kabut masalah yang menimpa membuat nya Memutuskan untuk menghadiri acara reuni yang selalu ia tolak selama bertahun-tahun.Bertemu dengan teman teman yang selalu memancing nya untuk keluar dari warna cerah yang kian mendominasi. hingga membuat jiwa gelap nya tertantang.

Di tengah gemerlap nya cahaya lampu, ruang yang di penuhi bau alkohol, serta beribu manusia yang sibuk menggoda dan menari di lantai bawah. Calya duduk di meja bundar tepat di mana teman teman nya berkumpul.

"Aku sangat terkejut melihat mu datang." Ujar salah satu teman nya.

"Ya, aku hanya ingin." Tersenyum tipis.

"Aku selalu penasaran dengan mu, apakah gadis baik dan secantik mu tidak memiliki nafsu." Ujar Luke kepada Calya, ya dia memang selalu memancing Calya. ini lah faktor terbesar Calya malas menghadiri reuni bersama mereka.

"Dia siswi terpintar dan memiliki prestasi sana sini, dia terlalu membosankan untuk bermain panas." Tutur teman nya yang lain. Calya merasa kesal, apakah tidak ada topik yang lain selain membahas dirinya.

Tak berapa lama seorang gadis berpakaian sexy datang, dia adalah Pamella seperti yang sudah di ketahui dia penari tiang di club ini. teman terdekat Calya sekaligus orang yang sangat tau seluk beluk kehidupan Calya. hanya dia yang tau bagaimana sifat teman nya itu.

"Oh dari pada Calya aku lebih memilih Pamella, dia tidak secantik Calya tapi cukup untuk memuaskan ku."

"No dude aku tidak serendah itu." Ia pun menjatuhkan bokong nya di sebelah Calya. "Akhirnya kau datang." Gadis itu menjawab dengan menganggukkan kepalanya.

" Jangan terpancing." Bisik nya di telinga Calya pelan.

Lagi lagi mereka menyodorkan gelas berisikan alkohol kepada Calya, bahkan ketika mereka tau gadis itu tidak meminum alkohol. "Minum lah."

"Tidak, aku tidak minum alkohol." Luke berdecih gadis itu terlalu naif. Mereka pun mencoba untuk terus memancing kesabaran calya. Hingga gadis itu geram dan keluar dari zona aman nya. apa lagi ia sangat sensitif sekarang karena fikiran nya sangat rancu. Luke terus menyodorkan minuman beralkohol tersebut membuat Calya kesal.

"Oh menyebalkan!." Tuturnya dengan tatapan sinis. "Apa yang kau inginkan Luke? Why?." Pemuda itu terlihat tersenyum penuh arti.

"Aku tau kau tidak sepolos itu, ayolah. Ku tantang kau." Mata Luke terarah kepada Pamella. "Siapa pemuda paling di minati di sini, oh siapa orang yang mampu membuat mu mengemis dan merendahkan diri di tempat ini Pamella."

"Jangan memancing nya Luke." ujar Pamella.

Pemuda itu mendesah."oh tuhan, sudahlah kawan dia juga harus menikmati kehidupan ini dengan panas."

Calya yang sudah sangat tertantang pun menarik gelas yang di sodorkan Luke, ia meminumnya dalam satu tegukan. satu gelas, dua gelas, tiga gelas. Luke terus menuangkan minuman tersebut. hingga Pamella mencegah. "Sudah cukup."

Calya yang cukup mabuk dan geram segera membuka suara, yang membuat teman teman nya melotot. "Katakan Pamella, ku turuti keinginan nya." Luke tersenyum puas.

Pamella merasa ini terlalu berbahaya, ia pun segera memutar pikiran memilih orang yang sangat tak mungkin untuk di gapai namun di puja oleh setiap wanita. "Dia." Menunjuk ke meja di sisi mereka, terdapat beberapa pemuda berjas di sana.

"Dia adalah Axel Devo Emilio, jika dia membalas ciuman mu maka kau hebat. Sejauh ini Axel tidak pernah membalas ciuman dari gadis manapun. Siapa pun dan apa pun itu." Ujar Pamella berharap gadis itu mengurungkan niatnya untuk memenuhi tantangan Luke, ia pun memberikan sedikit kata kata mengerikan. "Dia juga cukup mengerikan menurut beberapa orang."

"Ayo bermain panas di pangkuan nya." Ujar Luke, ia tau gadis itu tak akan berani dan mengurungkan niatnya. namun kali ini, ia tercengang.

Dengan nekat Calya meneguk satu gelas wine lalu meletakkan gelasnya sedikit membanting. Ia beranjak dan berjalan dengan lunglai menuju pemuda itu. Cukup tampan menurut nya, namun pemuda itu bukan lah keriterianya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Calya menarik wajah pemuda itu lembut, mengelus rahangnya yang terlihat sangat tegas. Awalnya Pemuda itu terkejut tetapi mendapatkan perlakuan Calya yang lembut ia terbawa suasana. Ini adalah kali pertama dalam hidup seorang Axel membalas sebuah ciuman seorang gadis, apa lagi ini adalah gadis asing.

Pemuda itu terlihat tak ingin ketika Calya akan melepaskan tautan keduanya. ia pun menahan tengkuk Calya agar tak menjauh. Sementara di meja mereka, mata Pamella sudah melotot. Ini adalah kali pertama ia melihat Axel membalas ciuman seorang gadis. Bahkan gadis asing yang tidak ia kenal. Mata teman teman Axel juga turut melotot, bagaimana tidak teman nya itu terlihat sangat menikmati ciuman tersebut.

" Right, kau puas Luke. Oh menyebalkan!." Ujar nya sedikit berteriak agar teman teman nya itu mendengar. Sementara pemuda yang baru ia cium hanya menatap nya dengan tatapan yang, ah tidak bisa terbaca dengan baik.

Calya menarik beberapa lembar tisu yang tersedia di meja. Menarik wajah Axel dan mengilap bibir nya yang terlihat sangat basah. wajah keduanya berada di jarak yang dekat. "Tolong maafkan aku." Tutur nya dengan senyum yang sangat manis, setelah itu Calya melenggang keluar dari club. Mendatangi acara reuni memang bukan lah keputusan yang benar sedari awal.

Ia pun pergi di susul dengan Pamella yang terlihat sangat senang. ia begitu girang. saat Pamella memasuki apartemen, ia mendapati Calya sedang berganti pakaian. "Luar biasa, ini sangat menakjubkan."

Calya meliriknya. "Apanya?."

"Calya kau tercatat dalam sejarah Emilio sebagai gadis yang pertama kali mendapat kan balasan dari tuan muda Emilio."

Calya mengendikkan bahunya. "Siapa itu Emilio, aku tidak kenal. juga tidak terkenal." Pamella memukul kepala Calya pelan. hanya manusia bodoh yang tak mengenal keluarga Emilio.

"Kau tidak tau? hidup di mana kau selama ini?."

"Memang nya kenapa?."

Pamella menarik nafas dalam-dalam sebelum menjelaskan. "Keluarga Emilio itu adalah keluarga terpandang, kekayaan nya tak akan habis turun temurun. tiga hal yang mustahil di dunia ini, kuasa tuhan, ketetapan Tuhan, dan menolak Axel Devo Emilio. tidak ada gadis yang akan menolak pemuda itu."

"Oh ya?." Calya mengendikkan bahunya acuh.

"Kau tau, jika bisa menjadi kekasih tuan Axel apa pun yang ada di dunia ini bisa kau miliki." Calya terdiam beberapa saat. kemudian ia menggeleng. "Aku tidak tertarik dengan cerita mu."

"Astaga kau ini, banyak sekali gadis yang memuja nya Calya, semua orang ingin masuk ke dalam keluarga nya. mereka benar benar kaya."

"Lalu aku harus apa kalau mereka orang kaya?."

"Huh kau memang sulit di ajak membahas sesuatu yang seperti ini. kau tau, tuan Axel itu sangat sombong, dia selalu menolak gadis gadis asing yang mendekat kepada nya. tapi kau, dia tidak menolak mu."

"Aku tidak mengerti."

"Calya sering sering lah berkunjung ke club itu. mana tau nasib baik datang pada mu, sehingga tuan muda itu menjadikan kau....." Ia tersenyum penuh arti. "Oh tuhan oh tuhan, aku tidak bisa membayangkan memiliki teman yang menikahi keluarga Emilio."

"Kau sehat?." Pamella terlihat berdecih.

"Calya kau itu Cantik, sangat mungkin jika tuan Axel menyukai mu."

"kau terlalu kolot, tidak ada yang di namakan cinta pada pandangan pertama. sutt jangan membahas itu lagi, aku tidak tertarik."

Di sisi lain Brian, Arsen, Austin, dan juga aland menatap takjub ke arah Axel. untuk pertama kalinya pemuda itu terlihat sangat menikmati sebuah ciuman.

"hei ada apa? kau jangan mengelak aku bisa melihat tangan mu menahan tengkuk nya." Goda Brian ia sangat tau jika Axel bukan lah tipe tipe yang seperti itu. bahkan ia tergolong pria yang sangat tak pedulian mengenai hal hal panas. saat memesan seorang gadis saja ia tak akan membuat gadis itu puas, ia terus mencegah tangan gadis gadis itu untuk menyentuh tubuhnya. ia tidak berciuman atau melakukan pemanasan, ia merasa jijik tapi membutuhkan itu.

Setelah hasratnya terlampiaskan ia segera membersihkan diri dan pergi begitu saja setelah meletakkan check. juga gadis yang ia pesan bukan lah gadis yang sembarangan. ia mengecek kesehatan nya dengan teliti.

Masalah ini momy nya tidak pernah tau, jika wanita itu tau Axel akan di cincang habis. ia sangat menyembunyikan hal ini rapat rapat.

Axel tak merespon mengenai pernyataan dari Brian. ia berjalan menuju Bar menemui Kiren untuk memesan minuman.

Dokter cantik

Suasana mansion benar benar tidak seperti biasanya. Ingrid semakin mengacuhkan Axel. sementara sang empu terlihat terlarut dalam kemurungan. setelah semua orang selesai makan malam barulah Axel turun dari kamarnya. menatap sang ibu yang tak kunjung berbicara padanya.

"Momy...." Membuntuti Ingrid yang berjalan menuju dapur. "Momy... Axel tidak ingin menikah."

Ingrid diam, ia tak memberikan tanggapan mengenai itu. "Kenapa momy terus mendiami ku seperti ini. momy...."

"Jangan merengek seperti bayi, menjauh dari ku." Tutur Ingrid pedas. membuat bibir itu mengerucut.

"Apa bagusnya pernikahan. Axel bisa menikah kapan pun saja, momy tidak ingat ada tiga hal yang mustahil di dunia ini. kuasa tuhan, ketetapan Tuhan dan menolak Axel Devo Emilio. jadi momy tidak perlu khawatir, aku akan menaikah jika aku ingin menikah." Ujar nya dengan penuh percaya diri. Ingrid tak meladeninya ia pergi begitu saja setelah meletakkan piring piring di tempat nya semula.

Demi membuat Axel mengalah segala daya upaya Ingrid lakukan. gadis itu tak selera makan di buatnya. awalnya ia tak masalah jika putra nya itu memang tak ingin menikah, namun kabar beredar membuat telinga nya sakit. teman teman sosialita nya menyebutkan bahwa Axel mengidap kelainan seksual. bagaimana ia tidak kesal, bagaimana pun juga ia harus membujuk putra nya itu untuk menikah. agar mulut mulut yang bertutur di luar sana terbungkam oleh kenyataan.

Terlalu berlarut dengan fikiran nya Ingrid sampai melewatkan jadwal makan. di tambah lagi Alex yang sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota, ia jadi tak terlalu memperhatikan kesehatan nya. karena biasanya pria itu yang akan sangat cerewet jika Ingrid tak kunjung makan.

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi Ingrid merasa kepalanya berdenyut serta mata yang berkunang kunang. baru saja akan menggapai handle pintu ia sudah terjatuh dan kehilangan kesadaran. pandangan nya gelap ia tak bisa melihat apa pun.

Lisiya kebetulan baru keluar dari kamarnya melihat momy yang sudah terjatuh di atas lantai membuat pikiran nya buyar ia segera berteriak meminta pertolongan. lisiya membawa momy nya menuju rumah sakit, dengan perasaan gusar ia pun mencoba untuk menelpon Daddy nya. setelah terhubung pria langsung bertanya.

"Ada apa nak?."

"Dad momy pingsan."

"APA! bagaimana bisa!."

"Aku tidak tau, sekarang aku sedang berada di perjalanan menuju rumah sakit."

"Ok tetap tenang, katakan kepada sopir untuk berkendara dengan fokus. dad akan menelpon dokter Gabriel dan akan pulang segera."

"Hmm hati hati di jalan."

Calya baru saja keluar dari ruangan operasi. ia tengah membersihkan tangan nya serta mengganti seragam. tak berapa lama telpon nya bergetar. terlihat kepala rumah sakit atau lebih tepatnya paman Gabriel menelpon nya beberapa kali namun ia tak bisa mengangkat nya tadi.

"Halo paman?."

Pria itu kini sedang berada di Malaysia. "Kau dari mana nak?." Nada bicaranya terdengar sangat khawatir.

"Aku baru saja keluar dari ruangan operasi. ada masalah paman?."

"Paman ingin meminta tolong pada mu, sebentar lagi akan ada klien paman yang datang. bisa paman serahkan tugas ini pada mu? karena paman hanya percaya pada mu."

"A' ya paman." Sebenarnya ia memiliki janji temu dengan seseorang tapi ya sudahlah.

"Paman berpesan, tolong perlakukan mereka dengan sangat baik. mereka dari keluarga terpandang dan terhormat, lakukan yang terbaik nak."

"Hmm akan ku usahakan."

Ingrid menarik jas putihnya dan segera memeriksa ruangan yang akan di tempati klien paman nya.

Tak berapa lama pasien pun tiba, begitu banyak bodyguard yang menunggu di depan rumah sakit. keluarga ini memang tidak main main, begitulah yang Calya fikirkan. ia segera menaikkan masker nya. mengiringi brankar dorong yang akan di bawa menuju ruangan yang sudah di sediakan.

Calya menatap jengah, banyak sekali bodyguard yang masuk ke ruang itu. ia pun melirik suster di sana. suster kemudian memberi instruksi. "Sebaiknya tidak terlalu banyak yang masuk nona." Ujarnya kepada gadis muda yang terlihat sangat khawatir di sisi ranjang.

"Tolong keluar, berjaga dari luar." Atas perintah nya orang orang itu pun keluar.

Axel mengumpat tatkala ia mendengar berita mengenai ibunya. ia segera bergegas dan menelpon kepala rumah sakit yang menjadi dokter pribadi mereka selama ini. namun pria itu tak mengangkat. begitu sampai ia segera berlari menuju ruangan Ingrid dengan sangat tergesa gesa.

Axel masuk dengan mendobrak pintu ruangan membuat semua orang menatap nya. terlihat Felisiya telah bercucuran air mata. mata Axel semakin menajam tatkala ia mendapati dokter lain yang menangani ibunya.

Tak berapa lama dokter Gabriel menelpon. Axel langsung memakinya. "Sialan! di mana kau, bisa bisa nya kau menyerahkan tugas mu kepada dokter yang tak terpercaya." Perkataan itu membuat pergerakan Calya terhenti. ia merasa di rendahkan.

"Dokter?." Tegur suster yang setia berdiri di samping nya. Calya sudah memeriksa, wanita itu hanya pingsan karena asam lambung nya naik. mungkin ia terlambat makan atau bisa jadi melewatkan jadwal makan nya beberapa kali.

Calya menatap pria itu, rahang nya mengetat. manik pemuda itu pun turut menatapnya tajam. "Aku akan menuntut mu jika terjadi sesuatu kepada ibuku!." Itu lah Kalimat terakhir yang Calya dengar sebelum pria itu menutup telpon nya.

"Aku tidak bisa melanjutkan penanganan ini." Perkataan Calya membuat mata Felisiya membulat.

"Maaf nona, dokter hanya bisa merawat kepada pasien yang percaya kepada nya." Felisiya pun menatap tajam kakak laki lakinya itu. tentu saja dokter tersebut tersinggung fikirnya.

"Dokter jangan terlalu memikirkan ucapan nya, tolong tangani ibuku lebih dulu."

Mata Axel terus menatapnya tajam. angkuh sekali dia, fikir pemuda itu kemudian. "Tolong aku." Lisiya terlihat sangat memohon, ia pun segera menangani lebih lanjut.

Terlihat pria itu diam dan duduk di sisi brankar ibunya. "Tidak ada yang serius, asam lambung pasien naik. mungkin beliau melewatkan jadwal makan nya beberapa kali." Setelah mengatakan hal itu Calya pun bercakap cakap dengan suster di sana untuk melakukan ini dan itu.

Selesai dengan pekerjaan nya Calya segera undur diri. namun suara bass itu mengalun membuat langkah nya terhenti. "Tetap di sini, kau harus memastikan momy ku siuman baru kau boleh pergi."

Calya menggertak kan gigi nya, ini terlalu memuakkan. apa semua orang kaya bersikap seperti itu? akhirnya ia pun memilih untuk tinggal, duduk di salah satu kursi dengan manis. terlihat Axel menatap nya lekat, tapi pemuda itu tak kunjung memecahkan teka-teki di kepala nya. sebab dokter muda itu masih menggunakan maskernya.

Calya menatap jam tangan nya beberapa kali. pintu di ketuk membuat ketiga netra itu menatap ke arah yang sama. terlihat dokter Steven menyembulkan kepalanya dari balik pintu.

"Bisa bertemu dengan dokter Calya Ainsley Paolo?." Ujar sang empu dengan tersenyum manis.

"Aku di sini." Melambaikan tangan nya kemudian.

Axel terus menatap kedua orang itu lekat lekat. "Bagaimana janji kita dokter?."

"A' aku masih memiliki tugas di sini. ini adalah pasien paman Gabriel. aku akan menemui mu saat tugas ku selesai."

Steven terlihat mengangguk beberapa kali. "Ok aku menunggu mu."

Setelah kepergian Steven mata lisiya menatap lekat ke arah dokter muda yang baru saja menangani ibunya. ia melangkah menuju Calya. "Perlu sesuatu?." Tanya Calya kemudian.

"Kau Calya? Calya Ainsley Paolo?." Lisiya terlihat begitu berbinar saat Calya mengangguk beberapa kali.

"Apa kau tidak mengenali ku?." Calya meneliti wajah cantik itu beberapa saat, terlihat tak asing tapi ia tak tau siapa gadis di depannya ini.

"Oh astaga Calya, aku Nathalie Felisiya Emilio. kau melupakan ku?."

"Lisiya?." Mata Calya melotot ia pun menurunkan masker wajahnya.

"Oh astaga kau tidak berubah sedari dulu tetap cantik. bagaimana kabar mu, kau berhasil menjadi seorang dokter?." Lisiya memeluk Calya erat mereka memang berteman sangat singkat. tapi cukup membekas di dalam hati.

"Ya begitulah."

"Kau pergi begitu cepat, baru saja pindah ke sekolah ku kau sudah pindah lagi. aku sangat sedih mendengar berita kau pindah." Calya tersenyum manis. tanpa sadar pria di sana menatap nya lekat dengan senyum miring.

"Aku sangat berharap suatu hari nanti bertemu dengan mu lagi, pokoknya setelah ini kita harus bercerita banyak. kau harus menghabiskan waktu mu dengan ku."

"Aku janji, jika tidak ada jadwal operasi aku akan datang menemui mu." Bibir lisiya tercebik, teman nya itu sudah memiliki kesibukan lain.

"Ok."

"Lisiya..." Terdengar lirihan dari Ingrid membuat ketiga nya mendekati brankar. Calya tersenyum."Ibu mu sudah baik baik saja, sebentar lagi akan ada suster yang datang membawa bubur. tolong berikan kepada beliau.jangan lupa obatnya, di minum satu hari tiga kali selesai makan." Lisiya mengangguk, setelah itu Calya pun pergi dari sana.

"Momy.... kenapa momy bisa sakit seperti ini." Ujar lisiya kemudian. "Apa ini ada sangkutannya dengan pernikahan kakak." Axel menatap lekat, menunggu Jawaban yang pasti dari momy nya.

Tak melewatkan kesempatan untuk membuat Axel bersalah Ingrid segera mengangguk. "Ya, momy mengkhawatirkan nya."

"Kakak memang jahat, apa susah nya menikah!." Setelah mengucapkan hal itu lisiya keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Axel dan momy nya.

"Sorry momy." Ia terlihat sangat bersalah sekarang. "Tapi Axel benar benar belum siap sekarang."

"Aku tidak meminta mu untuk menikah sekarang Axel, aku hanya ingin kau berkeinginan untuk menikah kapan pun itu. jangan pernah ucapkan jika kau tak ingin menikah seumur hidup mu."

"Ya, aku akan menikah suatu saat."

"Juga turunkan standar gadis mu, tidak akan ada yang sama seperti momy. jika pun wajah kami sama belum tentu sikap kami juga sama."

Axel mengangguk. "Ya, lagi pula momy tidak perlu khawatir tidak ada gadis yang bisa menolak diriku."

"Kabari momy jika ada yang menolak mu suatu saat, aku akan meminang gadis itu untuk mu." Ujar Ingrid sambil memijat dahinya, putra nya itu terlalu percaya diri.

"Mustahil, tidak akan ada wanita yang menolak putra mu ini. percayalah momy." Ujarnya, lihatkan dia sangat percaya diri.

"Hmm aku berharap suatu saat seorang gadis datang dan menurunkan kepercayadirian mu itu."

"Tidak akan pernah."

Setelah semua urusan Calya selesai, ia pun segera menghubungi Steven. keduanya membahas tentang donor jantung untuk ayahnya, lebih tepatnya tuan Paolo. selesai berbincang lama, Calya melihat jam nya ia harus kembali ke ruangan itu untuk memeriksa pasien nya lagi.

Begitu pintu di buka terlihat lah seorang wanita paruh baya yang terlihat masih sangat cantik di usia nya. wanita itu tersenyum ke arah calya. "Bagaimana keadaan anda nyonya?."

"Aku? sudah jauh lebih baik." Ingrid terus menatap gadis di depannya, mungkin jika masker yang menjadi penghalang itu di turunkan ia yakin wajah di balik nya teramat Cantik.

"Kau dokter baru di sini?."

"Tidak, sudah cukup lama. mungkin sekitar dua atau tiga tahun bertugas."

Ingrid meneliti gadis itu, cantik, sopan, good attitude, memiliki pesona yang memikat. dia berfikir, apakah putra nya suka tipe yang seperti ini?

"Wah sudah cukup lama, aku bertanya karena tidak pernah melihat mu. maaf jika kau tersinggung." Calya tersenyum manis, fikiran nya tentang orang kaya berubah. ternyata masih ada orang kaya yang memiliki hati seperti malaikat.

"Mungkin tak terlihat karna saya berada di ruang operasi. hampir setiap saat berada di sana."

"Dokter bedah?." Pertanyaan Ingrid di jawab anggukan kepala oleh Calya.

Manik Calya meneliti ruangan itu. tidak ada sesiapa pun yang menjaga wanita ini. ia fikir di mana lisiya dan pemuda angkuh itu. "Anda sendiri?."

"Ya, anak anak ku memiliki tugas penting. mungkin akan kembali sebentar lagi." Calya mengangguk, saat akan beranjak pergi pergelangan tangan nya di cekal dengan lembut. "Dokter bisa menemaniku? sampai salah satu anak ku kembali saja."

Calya menatap jam tangan yang selalu setia melingkar di pergelangan tangan nya. "Hmm baiklah, aku masih memiliki beberapa waktu sebelum masuk ke ruang operasi."

Ia pun duduk di sisi brankar Ingrid, menurunkan masker yang sedari tadi menutup setengah wajahnya. Ingrid terpukau, dokter muda itu terlihat sangat sangat cantik. ia semakin memikirkan hal yang tidak tidak di kepala nya.

"Apa dokter sudah menikah?."

"Belum nyonya."

"Sudah memiliki pacar ya?."

Calya tersenyum kecil, tidak ada sebelumnya pasien yang menanyakan hal itu. tapi ya sudahlah, ia selalu mengingat perkataan paman Gabriel untuk tetap bersikap baik kepada pasien nya yang satu ini. "Pacar? ah tidak nyonya, saya terlalu sibuk belajar hingga tidak memiliki pacar. lebih tepatnya membosankan bagi seorang pria."

"Itu tidak benar, mungkin mereka mengatakan hal itu karena mereka kesal karena kau terlalu sulit untuk di miliki." Calya merasa terhibur dengan perkataan wanita di sebelah nya. entah mengapa ia merasa nyaman berada di sebelah Ingrid. entah karena pembahasan mereka yang cukup menarik atau karena aura kasih dari Ingrid yang membuat Calya nyaman. entah apa pun itu yang pasti ia merasa nyaman, apa lagi sudah cukup lama ia tak merasa kehadiran sosok ibu di hidupnya.

Ingrid menaikkan posisinya di bantu oleh Calya juga. sekarang wanita itu sudah duduk dengan bersandar kan beberapa buah bantal. "Kau tau aku memiliki satu orang anak laki laki. dia tampan dan sangat baik hati, mau ku kenalkan dengan nya?." Calya tersenyum kecut, baik hati? ia tidak merasa begitu saat melihat pria yang datang tadi pagi. ia sangat kejam, angkuh dan seluruh kata yang keluar dari bibirnya pasti penuh dengan ancaman.

"Hmm, maaf tapi aku memiliki jadwal operasi yang padat." Terlihat wajah cantik itu tertekuk, seperti nya wanita itu bersedih akibat penolakan Calya. "T-tapi jika aku memiliki waktu luang aku janji akan berkenalan dengan nya." Setelah mendengar kalimat panjang itu Ingrid tersenyum lebar hingga matanya menghilang.

"Kau sudah berjanji, aku akan menagihnya suatu saat." Calya mengangguk beberapa saat. tak berapa lama pintu di ketuk, masuklah Felisiya ke dalam ia tersenyum manis mendapati teman baiknya itu.

"Kau di sini Calya?." Sang gadis lantas mengangguk. "Kalau begitu ayo berbincang sebentar."

"Maaf tapi aku harus masuk ke ruang operasi sekarang."

"Oh baiklah, lain kali kau harus berbincang dengan ku."

"Pasti."

Calya menutup pintu rapat, ia berjalan dengan santai menuju ruangan nya. sebenarnya ia memiliki beberapa waktu untuk duduk, hanya saja ia tak enak hati terlalu lama berbaur dengan keluarga terpandang itu. saat melewati satu lorong yang sepi dengan tiba tiba tangan Calya di tarik cepat. mulut nya di bekap oleh sebuah tangan besar. ia merasa begitu takut, siapa dia? siapa yang bisa berbuat seperti ini pada ku? kira kira seperti itu lah pertanyaan yang berputar di kepala nya.

Pria itu menyudutkan Calya di sebuah tembok, ia pun menekan saklar lampu yang dekat dengan jangkauan nya hingga ruangan itu menjadi terang benderang. "hai."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!