NovelToon NovelToon

Mafia Psycopath Jatuh Cinta

1.

Dalam perjalanan menuju perusahaan, seorang pria yang berpenampilan sangat rapi. Dengan begitu santainya memainkan ponsel yang ia pegang, namun ketenangannya itu menjadi terusik. Tatkala mobil yang ia gunakan berhenti mendadak, sehingha membuatnya menjadi kaget.

Ccciiittt!!!

" Hugo!!" Suara teriakan yang begitu keras, keluar dari mulut pria tersebut.

" Ma maafkan saya tuan. Ada orang yang menyeberang jalan secara tiba-tiba disana, tuan." Hugo yang sedang mengendarai mobil tersebut, terpaksa menekan rem mendadak.

" Tabrak saja! Merepotkan sekali." Satu kepalan tangan dengan begitu kuatnya, memukul kursi pengemudi dari arah belakang.

Bugh!

Hal tersebut membuat Hugo menghembuskan nafasnya dengan teramat kasar, kejadian itu membuat dirinya menjadi terbiasa dengan sikap bosnya yang tidam perduli pada lingkungan sekitarnya. Tidak ada sedikitpun rasa belas kasihan dalam dirinya, mendapati Hugo yang hanya berdiam diri. Membuat pria itu menjadi marah, pandangan matanya mengarah kepada dua orang wanita yang sedang berjalan tepat didepan mobilnya. Satu wanita paruh baya yang sedang dituntun oleh satu wanita muda, tangan itu membuka pintu mobil disampingnya dengan cepat dan berjalan menghampiri mereka.

" Jika kalian tidak bisa berjalan dengan cepat, maka mati lebih baik untuk kalian!"

Wanita muda itu terus berjalan, mengacuhkan perkataan yang dilontarkan oleh pria tersebut. Arabella, dia adalah wanita muda yang cukup tangguh, ceria dan berhati tulus.

" Hati-hati dalam perjalanannya, nyonya. Anggap saja perkataan orang itu hanyalah hiburan."

" Terima kasih nak, jika tidak ada kamu. Mungkin saya tidak akan sampai disini."

" Sama-sama nyonya, saya hanya berharap. Kebaikan ini akan kembali kepada orangtuan tua saya. Mari." Ara pun kembali melewati jalan yang sebelumnya ia lalui.

" Eh tunggu, nak. Siapa namamu?" Wanita paruh baya itu dengan sedikit berteriak.

" Ara, nama saya Ara." Ara melambaikan tangan sebagai salam perpisahan, dan melanjutkan langkahnya.

" Semoga saja, aku bisa membalas kebaikan anak tersebut." Wanita tersebut berlalu.

Dengan langkah kakinya, Ara kembali meneruskan perjalanannya. Dimana, ia berhadapan lagi dengan pria yang sebelumnya ia temui dan pria masih berdiri dengan posisi yang sama. Tanpa memperhatikan pria tersebut, Ara tetap berjalan dengan tenang. Akan tetapi, belum sampai tubuhnya melewatinya, sebuah tangan yang cukup besar mencengkram lengannya dengan begitu kuat.

" Argh, Sakit." Teriak Ara yang merasakan rasa sakit pada lengannya.

" Aku tidak akan membiarkan seseorang menghinaku begitu saja!" Pria tersebut meninggikan nada bicaranya kepada Ara.

" Sakit! Lepassin." Ara berusaha dengan sekuat tenaganya untuk melepaskan cengkraman tangan pria tersebut dari lengannya, akan tetapi bukannya terlepas malah tangan itu semakin kuat.

Tanpa menjawab dan berkata apapun, pria tersebut menarik lengan Ara dengan begitu mudahnya. Lalu menghempaskan tubuh kecil itu dan membentur dinding pembatas jalan. Setelah itu, ia langsung berjalan meninggalkan Ara begitu saja. Memasukj mobil dan merapikan pakaian yang ia gunakan.

" Jalan." Ucapnya kepada Hugo.

" Baik tuan."

Hugo menjalankan laju mobil tersebut, sudut matanya melirik keadaan wanita yang baru saja menjadi korban atas sikap bosnya yang tergeletak tak berdaya.

Tuan benar-benar tidak pernah berubah, bagaimana bisa ia menyiksa wanita itu dan meninggalkannya begitu saja. Ya tuhan, semoga wanita itu baik-baik saja. Hugo.

Mengeliat bagaikan ulat, tubuh kecil itu merasakan rasa sakit yang luar biasa. Bersyukur ia menjaga kepalanya dari benturan yang ada, dengan perlahan Ara memposisikan tubuhnya untuk bersandar. Kondisi jalananya yang banyak sekali orang berlalu lalang, namun tidak ada satupun diantara mereka berusaha untuk menolongnya. Mereka tahu akan pria tersebut, tidak ada yang berani berurusan kepadanya dan lebih menyanyangi nyawa mereka untuk terus bernafas.

Elvan Aristides, laki-laki berumur 33 tahun. Merupakan seorang CEO dari perusahan Blade Company, pengusaha kaya raya yang masih berstatus single. Dengan kekayaan yang berlimpah ruah, tegas dan berwibawa namun kejam. Tidak ada yang berani untuk bermain-main dengannya, hukuman yang ia berikan pun tidak tanggung-tanggung.

Banyak sekali yang tidak mengetahui siapa sebenarnya dirinya, hanya beberapa orang mengetahui jika dirinya merupakan seorang leader dari dunia bawah yang sangat ditakuti oleh semua kelompok. Kekejamannya terkenal begitu sadis, bahkan ia tidak akan mengenal yang namanya belas kasihan. Untuk masalah wanita, banyak sekali yang selalu menaruh perhatian kepadanya. Ada yang tulus dan ada juga yang hanya mencari pamor dan kekayaan, maka ia akan selalu memanfaatkan hal tersebut untuk bermain-main bersama koleksinya dan mengakhirinya dengan melenyapkan mereka.

......................

Kenapa nasibku selalu merasakan rasa sakit seperti ini, apa aku memang dilahirkan untuk itu? Ara.

Air mata pun mengalir dengan sendirinya, banyak sekali orang-orang menaruh rasa kasihan kepadanya. Namun mereka hanya bisa mendoakannya dari jarak yang ada, kondisi tubuh yang masih teramat sakit. Ana harus melanjutkan perjalanannya menuju tempat ia bekerja paruh waktu, sehabis pulang kuliah. Membiayai kehidupannya sendiri dengan penuh perjuangan, walaupun berstatus sebagai anak, namun tidak pernah dianggap ada.

" Bella!"

Disaat Ara berjalan menuju loker dan mengganti pakaian kerjanya, disaat yang bersamaan. Neva, teman satu perjuangannya menghampiri dirinya.

" Bella, dari tadi dipanggilin diam saja. Oh ya Bell, nanti pulang kerjanya barengannya ya." Neva mengikuti jejak Ara untuk mengganti pakaiannya.

" Iya Va, yuk lanjut. Nanti saja dilanjutin obrolannya." Jawab Ara dengan begitu pelan.

" Tunggu! Lu kenapa Bell? Lemes bener, tumben." Neva merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya, terlihat tidak seperti biasanya.

" Nanti saja ceritanya." Ara berjalan keluar dari ruang karyawan, terlihat jika waktu mereka untul bekerja sudah akan dimulai. Tentunya, ia tidak ingi mendapatkan teguran maupun peringatan dari bosnya, karena ia sangat bergantung pada penghasilan disana.

Menghembuskan nafasnya, Neva hanya bisa mengikuti perkataa dari Ara.

Bella kenapa ya? Tumben-tumbenan tu anak seperti itu, kayaknya ada sesuatu yang tidak beres terjadi. Pasti keluarganya berulah lagi, deh. Huh, dasar keluarga yang aneh. Anak bukannya disayang, ini malah diperlakukan seperti itu. Kalah tu upik abu sama Bella. Neva.

Dalam kondisi yang tidak memungkinkan, Neva mengetahui keadaan sahabatnya tersebut. Mereka berdua saling membantu dan meringankan pekerjaan satu sama lain, bekerja paruh waktu pada salah satu rumah makan cepat saji. Membuat Neva dan Ara menjadi sahabat yang begitu saling memahami, dimana Neva memanggilnya dengan nama Bella. Sedikit banyaknya, Ara selalu bercerita tentang permasalahn dalam kehidupannya. Baik dari diri pribadi sampai kepada masalah keluarga, mereka berdua adalah sahabat yang terbaik.

2.

" Tidak, tidak mungkin! Bagaimana ini bisa terjadi? Aku tidak mau hidup melarat!"

Bagaskara, orangtua angkat dari Arabella itu terkejut disaat melihat bukti-bukti berkas yang berada dihadapannya, jika perusahaan miliknya saat ini berada diambang kebangkrutan. Dimana ia merupakan seorang pengusaha yang cukup berhasil dinegaranya, namun hanya sebagai debu bagi perusahaan Blade Company.

Ia pun menelfon istrinya, bermaksud untuk memberitahukan masalah yang tengah ia hadapi.

" Hallo Mi."

" Hallo Pi, ada apa? Tidak biasa menelfon jam segini, kangen ya sama Mami?" Elliza, istri Bagas yang merupakan orangtua angkat dari Ara.

" Jangan bercanda Mi, perusahaan kita sedang mengalami masalah. Kita terancam bangkrut, Mi!" "

" Apa! Bangkrut? No, no Pi. Mami tidak mau hidup melarat, Mami tidak mau tahu. Pokoknya Papi harus bisa ngembaliin semuanya, harus bisa Pi!" Dengan cukup histeris, Elliza tidak ingin kehidupannya berubah.

" Mami bangaimana sih, harusnya Mami menenangkan Papi. Bukannya malah memperkeruh semuanya, berhentilah menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak ada gunanya. Belanja dan bersenang-senang, pikirkan Papi!" Bagas meluapakan emosinya.

" Pokoknya Mami nggak mau hidup melarat, Monick juga pasti tidak akan mau Pi. Pokoknya, Papi harus membuatnya kembali lagi. Titik!"

Tut tut tut...

Pembicaraan tersebut terhentikan sepihak, Elliza yang merasa terkejut akan hal tersebut. Menghentikan obrolannya, dan menggerutu tidak jelas. Sebaliknya, Bagas semakin merasa pusing dengan permasalahan yang ada.

" Mami dan anak, sama saja. Memikirkan diri sendiri!" Ia terus menggerutu dan pikirannya berusaha mencari pemecahan dari permasalahan yang sedang ia hadapi.

Melihat kembali berkas-berkas yang berada dihadapannya, menyandarkan punggung pada sandaran kursi kerjanya. Menghela nafas panjang, ia tidak menyangka jika perusahaannya akan mengalami hal ini. Ia harus memutar otak dengan keras, untuk mencari solusi dari masalah yang ada.

" Aku harus menemui tuan Elvan, dia adalah pengusaha yang cukup terkenal dan sangat kaya raya. Dia pasti mau membantuku untuk meminjamkan uang, ya ya aku harus segera menemuinya."

Merapikan berkas dihadapannya, lalu ia menghubungi Johan. Yang merupakah orang kepercayaannya dalam menggurus perusahaan, tangan itu menekan-nekan layar pada ponselnya.

" Hallo Johan, siapkan mobil sekarang. Kita akan pergi keperusahaan Blide Company."

Pembicaraan berhenti, Bagas menyimpan ponselnya kedalam saku jas yang ia gunakan. Ia bergegas berjalan meninggalkan ruangannya, menyampaikan pesan kepada sekretarisnya untuk mengosongkan jadwalnya.

......................

Membolak balik berkas yang saat itu berada ditangannya, alis matanyanya bermain nai turun.

" Proposal seperti apa in, sampah!"

Brak!

Berkas tersebut terlempar jatuh kelantai, Elvan dalam suasana hati yang tidak baik saat ini. Mendapati jika beberapa kliennya berusaha menipunya, dengan membuat proposal yang fiktif. Banyak sekali kecurangan yang mereka lakukan, namun semua itu tidak terlepas dari pengawasaannya.

" Bagaimana wanita itu, apa kau sudah mendapatkan informasinya?" Tanya Elvan pada Hugo.

" Iya tuan, sudah saya dapatkan. Semua informasinya ada didalam berkas ini, silahkan tuan melihatnya." Menyerahkan sebuah map berwarna biru, yang berisikan beberap informasi yang diminta Elvan sebelumnya.

Membuka map tersebut dengan kasar, Elvan mulai membacanya dengan tatapan mata yang begitu tajam.

Usianya baru menginjak 21 tahun, hem cukup menarik. Tapi begitu menggesalkan, tapi cocok untuk menjadi mainan baru. Elvan.

" Kau urus semuanya, wanit menyebalkan itu harus menjadi mainan baru untukku. Kau paham itu, Hugo." Melemparkan map tersebut ke atas meja, dengan senyuman seringainya.

" Baik tuan." Tanpa banyak bertanya, Hugo segera melaksanakan tugas yang ia terima.

Dalam beberapa waktu, pekerjaan itu telah membuahkan hasil.

Tok tok tok...

Pintu terbuka, terlihat Hugo memasuki ruang kerja tuannya dengan senyuman yang dinantikan. Dari balik tubuhnya, berjalan seorang pria yang tak lain adalah Bagaskara.

" Selamat siang, tuan Elvan. Maaf, telah menganggu waktu anda. Perkenalkan, saya Ba..."

" Langsung saja." Suada berat itu, menekan perkatan Bagas.

Jantung Bagas berpacu dengan sangat kencang, mendapati jawaban dari orang yang sangat berpengaruh tersebut.

" E e, ke ke datangan saya. Untuk meminjam uang tuan." Getaran dari perkataan Bagas, menandakan jika dirinya begitu gugup dan ketakutan.

" Apa yang menjadi jaminannya? Kau kira aku dengan mudahnya meminjamkan uang, perusahaan kecil seperti itu memang pantas untuk diratakan."

Tubuh Bagas semakin bergetar, bagaimana bisa perusahaan yang ia miliki. Dikatakan sangat kecil, untuk dirinya saja sudah menjadi jutawaan. Pikirannya oun melayang dengan pertanyaan sekaya apa, pemilik Blide Company ini?

" E e saya akan menjaminkan perusahaan saya tuan, jika saya tidak bisa mengembalikan uang tersebut. Anda bisa mengambil alih perusahaan yang saya punya."

" Perusahaan sampah itu hanya bisa membayar bunganya, aku ingin anakmu yang menjadi jaminannya!"

" Apa? Anak? Ti tidak tuan, anak saya sangat berarti untuk hidup saya."

" Kau pikirkan kembali, jika ingin aku membantumu. Pintu sudah terbuka, 6 jam adalah waktu yang kau punya. Pergilah!" Elvan membalikan kursi yang ia gunakan.

" Silahkan tuan." Hugo mengagetkan Bagas yang masih termenung dengan ucapan Elvan.

" E e i iya, terima kasih."

Berjalan meninggalkan perusahaan tersebut, sepanjang perjalanan menuju rumahnya. Bagas memikirkan ucapan dari Elvan, atas permemintaan jaminan untuk bantuannya kepada perusahaan dirinya.

" Akh, sungguh ke***rat pria itu. Dia begitu angkuh dan sombongnya meminta anakku sebagai jaminannya. Elliza bisa mati jika Monick diberikan kepada pria itu, oh tidak." Bagas terlihat sangat gusar dengan permasalahan yang ia hadapi.

Melajukan kecepatan mobil dengan perlahan, Johan mendengar keluhan dari bosnya tersebut. Ia memiliki ide atas hal itu, ia juga merasa sudah saatnya melepas kesengsaraan pada seseorang.

" Tuan, bagaimana jika yang dijadikan jaminan adalah nona Ara. Dalam statusnya, dia juga merupakan anak tuan dan nyonya."

Suasana hening, setelah Johan memberikan pendapatnya kepada bosnya. Menjadi saksi sedari Ara kecil, anak itu tidak pernah meresakan kasih sayang dan kehidupan yang layak dari bosnya. Ada baiknya, jika dia keluar dari neraka dunia yang diciptakan oleh orangtua angkat dan saudara tirinya itu.

" Kau benar, Johan! Kenapa aku tidak kepikiran dari tadi, toh. Pria itu juga tidak mengetahui kalau Ara bukanlah anak kandungku bukan? Hahaha, kau memang jenius Johan."

Maafkan mang Jo, nona Ara. Mamang tidak ingin melihat non Ara tersiksa lagi, semoga saja pria yang dimaksud oleh tuan. Bisa memberikam kebahagian untuk non. Johan.

Setibanya dirumah yang cukup mewah, Bagas segera menemui istri dan anaknya. Mereka pun mulai menjalankan rencana kotor yang sudah disusun dengan sangat rapu, Elliza pun menelfon Ara untuk segera pulang. Karena waktu yang mereka miliki sudah tidak banyak lagi, dan hal itu tidak bisa ditawar lagi.

" Pulang sekarang juga, Ara! Jika kau masih mau kami anggap dirimu menjadi bagian dari keluarga ini!"

3

" Pulang sekarang juga, Ara! Jika kau masih mau kami anggap dirimu menjadi bagian dari keluarga ini!"

Mendapatkan telfon dari keluarganya, membuat Ara menghela nafasnya dengan sangat pelan. Dengan keadaan tubuh yang begitu lemah, sakit dan bagaikan patung hidup yang berjalan tanpa nyawa.

" Bell, ada apa?" Disaat jam istirahat, Neva mencari keberadaan Ara yang sudah menghilang dari pandangannya.

" Tak tahulah, aku harus pulang sekarang. Jika tidak, aku akan menjadi gelandangan." Ara berjalan menuju lokernya, dan mengembalikan pakain kerja yang ia gunakan.

" Tumben-tumbenan keluarga lu minta lu pulang sekarang, jangan-jangan ada sesuatu yang akan mereka lakuin sama kamu. Kamu yakin mau pulang? "

" Mau gimana lagi, buah simalakama sudah mereka berikan. Aku duluan ya, nggak papa kan sendirian?" Biasanya, setelah jam kerja selesai, mereka akan pulang bersama.

" Iya ngak papa, Bell. Hati-hati dijalan dan jangan lupa kabarin kalau terjadi apa-apa."

Ara meninggalkan tempat kerjanya dengan langkah kaki yang begitu lemah, rasa sakit pada tubuhnya semakin terasa. Menaiki kendaraan umum yang biasa ia gunakan, yang akhirnya membawa dirinya tiba dirumah.

" Ara pulang." Ucapnya dengan lemah, membuka pintu utama dan menuju kamar.

Baru saja beberapa langkah memasuki rumah tersebut, tubuhnya terhentikan oleh suara yang sangat begitu ia kenali memanggil namanya.

" Ara! Kemari!" Suara Elliza yang terdengar sangat keras.

Hufh! Suara nenek sihir ini, selalu saja membuat telinggaku sakit. Apalagi yang akan mereka lakukan, miris sekali hidupku. Arabella.

" Hei! Bisa cepat nggak si jalannya? Lambat sekali kayak siput, dasar tidak berguna." Monick ikut memberikan cercaan untuk Ara, mereka berdua memang sering terlibat percekcokkan.

" Ada apa?" Dengan malasnya, Ara mendekati mereka yang sudah pada ngumpul diruang keluarga.

" Duduk, ada sesuatu yang mau Papi bicarakan padamu." Bagas yang sudah menunggu kepulangan Ara, secara tegas mengatakan inti dari pembicaraan mereka.

Perlahan mendaratkan tubuhnya untuk ikut duduk bersama, baru kali ini Ara diajak kumpul bersama-sama. Terasa begitu aneh dan janggal, itulah yang Ara rasakan.

" Papi langsung saja, kamu akan ikut dan tinggal bersama seseorang mulai hari ini. Dan itu, tidak perlu kamu tanyakan apa alasannya."

" Iya, kamu itu mulai hari ini. Nggak tinggal lagi sama kita, merepotkan saja." Monick ikut mencibir.

" Kalian ini, selalu saja tidak pernah akur. Ara, bereskan barang-barang kamu. Mami takut nanti Papi kamu ini jadi tambah kebingungan, waktunya sudah nggak banyak. Ayo sana." Walaupun Elliza tidak menyukai keberadaan Ara, namun ia masih punya hati dalam memperlakukan anak angkatnya.

Ara hanya bisa menghela nafasnya yang berat, kehidupan apa lagi yang akan ia hadapi kali ini. Tiba-tiba saja, ia harus keluar dari rumah yang sudah terbiasa untuk dirinya. Tanpa alasan, tanpa bertanya dan tanpa memprotes harus ia terima.

Ya Tuhan, rahasia apa yang sudah Engkau siapkan untukku. Sungguh ini membuatku mulai lelah, bolehkah aku mengeluh padaMu sedikit saja? Hufh, menyangkal perkataan mereka saja tidak akan ada gunanya. Apa yang harus dibawa. Barang-barangku tidak begitu banyak dan tidak ada artinya bagi mereka. Ah, bawa sajalah, daripada nantinya dibuang sama nenek sihir dan anaknya. Arabella.

Dengan keadaan tubuh yang masih terasa sakit, Ara meneruskan membereskan apa saja yang akan ia bawa. Tanpa pikir panjang, dimana dan siapa yang akan berhadapan dengan dirinya nanti.

Selesai dengan barang bawaannya, Ara kembali berhadapan dengan keluarganya. Satu tas besar yang sudah sangat usang, dan tas ransel dipunggungnya. Hanya itulah barang miliknya, monick yang sedari awal melihat ke arah Ara sangat sinis sekali.

" Akhirnya, aku bisa terbebas dari orang yang selalu membuat perkara. Bila perlu, kau tidak usah pulang lagi kerumah ini. " Perkataan Monick begitu menusuk, selalu saja melontarkan perkataan yang tidak pantas.

Tanpa kau mengatakan itu juga, aku merasa berat untuk pulang lagi. Tapi, kalau tidak kemari. Aku harus pulang kemana, nasibku benar-benar dah. Arabella.

" Sudah-sudah, kalian berdua ini selalu saja bertengkar. Ara, kamu harus bersikap baik dengan yang punya rumah. Ingat, jangan mempermalukan kami." Elliza memberikan wejangan kepada Ara, mereka tidak ingin mengatakan kalau Ara akan dijadikan sebagai jaminan atas pinjaman yang diajukan kepada pengusaha kaya raya itu.

" Iya Mi, Ara akan selalu ingat perkataan Mami." Pasrah, hanya itu yang bisa Ara ucapkan.

" Untuk kuliahmu, bisa kau diskusikan dengan orang yang berada dirumah itu. Jangan membantah apalagi mencuri, kau akan membuat kami malu. Ayo, Papi akan menghantarkanmu kesana."

Waktu yang diberikan, hanya menyisakan dua jam lagi dari waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Bagas segera membawa Ara menuju rumah sang pemilik dari Blide Company, sedangkan Johan. Ia cuma bisa menatap wajah Ara dari balik kaca spion, sungguh hatinya sangat merasa kasihan terhadap Ara. Tapi ia juga tidak tega, jika harus melihat Ara semakin tersiksa dirumah tuannya.

Dari balik jendela ruang kerja yang terbuka dirumahnya, Elvan melihat ke arah luar. Angin meniup setiap lembaran dedaunan yang berada pada tumbuhan yang ada, dengan mata tertutup. Elvan kembali mengingat masa kecilnya yang teramat membekas dalam ingatannya.

Flashback On

Taman bermain yang berada pada salah satu taman di pinggiran sebuah kota, selali ramai dengan pengunjung dari berbagai usia dan golongan.

" Argh! Sakit!" Teriak dari salah satu anak laki-laki yang tak lain adalah Elvan kecil sedang bermain seluncuran, dengan memegang lutut kakinya yang mengeluarkan darah karena terjatuh.

Anak tersebut menanggis dan tidak ada satupun yang mendekatinya, entah mengapa. Padahal, banyak sekali orang yang berada disana. Namun tiba-tiba, ada tangan kecil yang memberikannnya sebuah saputangan.

" Terima kasih." Ucap Elvan kecil kepada anak tersebut.

Mereka pun duduk berdampingan, menikmati keramaian yang ada. Tidak berbicara, hanya saling berdiam diri dan memandangi setiap orang yang berlalu lalang.

" Kenapa tidak bicara? Kau bisu ya?" tanya Elvan yang merasa aneh dengan anak perempuan tersebut.

Anak perempuan itu hanya tersenyum dan beranjak dari duduknya, melihat hal itu. Elvan menarik tangannya dengan tiba-tiba.

" Mau kemana? Kau belum menjawab pertanyaanku."

" Aku mau pulang kak, nanti orang di rumah akan mencari dan memarahiku jika terlambat pulang." Anak tersebut melepaskan tangan Elvan dari tangannya dan segera berlari.

" Hei tunggu! Nama kamu siapa?" Elvan meneriaki anak perempuan yang berlari itu.

" ...bell.."

Jawaban yang terdengar dari telinga Elvan begitu sayup-sayup, karena bertabrakan dengan suara orang yang berada ditaman tersebut.

" Siapa namanya, ah tidak terdengar jelas!"

Flashback Off

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!