NovelToon NovelToon

My Kenzo

Dugong

Seorang pemuda rupawan, langkahnya terlihat arogan penuh kharisma. Itulah sosok orang tidak normal yang tidur dengan Amel, setiap malam selama 2 tahun. Berjalan di area kedatangan penumpang.

Amel? Wanita cantik yang bertubuh menggoda. Partner di atas ranjang? Bukan, seperti itu hubungan mereka. Hanya teman tidur, begitulah sebutan untuk hubungan yang benar-benar ambigu. Hubungan transaksi, antara pria tidak waras dengan wanita datar, tidak memiliki ambisi, hanya ingin hidup tenang dan damai.

Pemuda rupawan itu tersenyum, menarik kopernya. "Amel!! Lama sekali!! Kita harus segera ke rumah orang tuamu!!" bentaknya, melangkah cepat dengan kaki panjangnya.

"Untuk apa?" Amel mengenyitkan keningnya, menghentikan langkahnya.

"Marry with you (Menikah denganmu)..." ucap seorang Kenzo tersenyum tanpa dosa. Berjalan dengan langkah cepat."Calon anak tiriku, sudah menungguku..."

"Siapa yang mau menikah dengan pria menyebalkan sepertimu!!" teriaknya, berlari berusaha menghentikan Kenzo.

Cikal bakal kejadian gila ini dimulai dari 3 tahun yang lalu. Tempatnya, saat aku belum meninggalkan negeri ini....

...Bagaimana rupa cinta? Rupa dari cinta sejatinya tidaklah sempurna. Namun, hatinya yang merasakannya lah, yang sempurna......

Amel...

Amel cantik? Tidak, seorang wanita, menaiki ojek online, wanita yang membuat sang tukang ojek menghela napas berkali-kali, mendapatkan penumpang yang tiada hentinya mengemil dalam perjalanan.

Udah gendut, makan di jalan lagi, kalau nikah nanti mungkin cuma jarum suaminya yang bisa kempesin... gumam sang tukang ojek dalam hati, berusaha menghibur dirinya sendiri menatap penumpang yang diboncengnya dari spion.

Amel, wanita bertubuh gempal itu, turun menuju tepat kostnya. Sejenak langkahnya terhenti, wajah pemuda itu terlihat lagi. Pemuda berkacamata dengan lumuran pome bagaikan lem di rambutnya. Kemeja kebesaran masih digunakannya. Senyuman nampak diwajahnya, menampakkan kawat gigi bagaikan rel kereta api.

"Ndut (Gendut) apa Marina sudah datang?" tanyanya, terlihat antusias.

"Belum, nanti juga pulang, kamu bawa bunga untuk dia?" Amel mulai membuka sebungkus kripik kentang yang dibawanya, duduk di samping Gilang. Sang pemuda mengganguk.

Figuran? Mungkin dalam cerita atau drama novel orang seperti mereka adalah figuran. Orang-orang yang memiliki fisik tidak menarik, wanita gemuk dan pria kutu buku.

Sebuah alasan klise, namun itulah yang membuat Amel memberanikan diri memendam perasaannya pada Gilang. Pemuda yang mencintai sahabatnya.

Amel menggigit bagian bawah bibirnya lagi, jemari tangannya merayap, hendak menggapai tangan Gilang. Namun suara motor segera terdengar, Marina sudah tiba.

Wajah Gilang terlihat antusias, sudah berbulan-bulan dirinya mengejar seorang Marina,"Marina aku, ini untukmu..." ucapnya malu-malu memberikan buket bunga untuk wanita tercantik di matanya.

Marina menghela napas kasar, melepaskan helm yang melekat di kepalanya. "Dengar Gilang, aku tidak perlu bunga. Apa bunga bisa membuatku tidak kepanasan saat melewati jalanan!? Dasar culun..." cibirnya berjalan berlalu meninggalkan sang pemuda. Melempar kemudian menginjak buket bunga yang diberikannya.

Wanita gemuk itu memungutnya, buket bunga yang setengah hancur,"Gilang, Marina dia ..." kata-kata Amel terhenti.

Pemuda berkacamata itu tersenyum, "Mobil, ini pertanda dia ingin mobil untuk hadiah ulang tahunnya beberapa minggu lagi..." ucapnya antusias, tanpa sedikitpun kekecewaan terlihat di wajahnya.

Tangan Amel yang memegang buket bunga yang telah hancur mengepal, mengerat.

Kenapa kamu tidak menyerah saja, ada aku yang mencintaimu... kata-kata yang tertahan dalam hatinya. Mengingat rupa fisiknya yang tidak sesempurna sahabatnya.

"Iya, mungkin saja..." suara Amel bergetar, wajah gadis itu tertunduk.

"Dia menganggapku ada!! Lama-kelamaan dia akan mencintaiku!!" ucapan optimis dari mulut Gilang, mencubit pipi Amel gemas, berjalan pergi dengan penuh kegembiraan.

Amel mulai tersenyum? Tersenyum? Gilang pria yang dicintainya terlihat bahagia, itu sudah cukup untuknya. Sebuah cinta yang bodoh, jatuh cinta pada pria yang tidak pernah menganggapnya ada. Buket bunga yang telah hancur itu dipeluknya, diendusnya, penuh senyuman.

"Aku Dugong yang menyukai pangeran. Sedang, Marina mungkin putri duyung yang dicintai pangeran..." gumamnya, menahan rasa sakit di hatinya. Menyukai pria yang tidak mencintainya.

***

Kue ulang tahun terlihat, banyak balon berada disana.

"Disini?" tanya Amel, tengah menghias kamar kost sahabatnya guna membantu Gilang membuat pesta kejutan ulang tahun.

"Iya, letakkan disana. Omong-ngomong apa penampilanku sudah bagus?" tanyanya, mengenakan tuxedo dengan dasi kupu-kupu yang sedikit miring.

"Dasimu, biar aku yang memperbaikinya," Amel tersenyum, merapikan dasi yang miring. Sejenak mata di balik kacamata itu ditatapnya. Jantungnya berdegup lebih cepat, tidak dapat dikendalikannya.

Namun, kata-kata yang keluar dari mulut Gilang membuatnya tersenyum getir,"Jangan melihatku terlalu lama, nanti kamu bisa jatuh cinta. Ndut, kamu sahabatku satu-satunya, jadi tidak boleh jatuh cinta padaku,"

Amel mengangguk, berusaha tersenyum,"Tentu saja, kita hanya sahabat. Aku akan menemukan pria tampan dan kaya, kemudian menikahinya..."

Telinganya tiba-tiba ditarik jemari tangan Gilang, dengan kencang.

"Sakit!!" gerutu Amel, mengusap-usap telinganya.

"Khayalanmu bagaikan pungguk merindukan bulan. Berimajinasi, seekor Dugong menikah dengan pangeran..." ucapnya menatap tajam.

"Mungkin akan ada pangeran yang cukup gila, untuk menyukai Dugong," hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Amel.

Wajahnya tersenyum ceria, memegang beberapa balon. Namun hatinya tidak senada dengan wajah cerianya.

Pungguk merindukan bulan? Aku akan menjadi pungguk untukmu. Berharap kamu yang bersinar bagai bulan melihat rasa kasihku, sedikit saja...

Beberapa jam berlalu, semua persiapan sudah rampung. Mobil dengan hiasan pita diatasnya terparkir di depan tempat kost Marina, yang berdampingan dengan Amel. Sesekali, Gilang merapikan penampilannya, menatap ke arah cermin, pome yang melumuri rambutnya benar-benar melekat bagaikan lem.

Dari keluarga konglomerat, begitulah status sosial seseorang Gilang. Yang kurang darinya mungkin hanya penampilannya saja, tepatnya caranya menata penampilan. Hanya mempercayai kata-kata ayahnya saja, di hidupnya mungkin hanya ada sang ayah, mengingat ibunya sudah lama meninggal.

Tidak membiarkan putra tunggalnya salah dalam pergaulan, menciptakan Gilang yang lugu, tidak mengetahui tentang betapa uang dan penampilan dapat membuatnya salah mengira tentang hati yang tulus.

Tidak pernah melihat rupa sesungguhnya dari hati seorang wanita gemuk yang tulus selalu berada di sampingnya. Hanya menatap ke depan, wanita berwajah rupawan bagaikan malaikat.

Malaikat tidak selamanya bersayap bukan? Wajah dan rupa fisik sempurna mereka tidak menentukan mereka malaikat. Namun, rasa kasihnya yang membuktikan mereka malaikat. Gilang terlalu lugu untuk menyadarinya.

Hingga wanita yang ditunggunya tiba, "Mobil?" Marina mengenyitkan keningnya.

"Selamat ulang tahun..." Gilang menyodorkan buket bunga mawar merah pada wanita di hadapannya.

"Ini hadiah untukku?" Marina menghela napas kasar, menatap mobil yang terparkir di depan kamar kostnya.

Gilang mengangguk, tersenyum padanya. Harta? Tidak dipungkiri itu dapat melunakkan hati seorang wanita. Untuk pertama kalinya Marina tersenyum tulus padanya, menarik jemari tangan Gilang ke dalam mobil.

"Ajari aku menyetir!!" ucapnya, mencium pipi Gilang.

"Baik, aku akan mengajarimu, perhatian aku baik-baik ketika menyetir," Gilang memasuki mobil menuju kursi pengemudi.

Mobil itu melaju, meninggalkan tempat kost. Sepasang orang yang tidak menyadari, Amel masih berdiri di sana, memegang kue ulang tahun.

"Dia melupakanku lagi ..." gumamnya tertegun, masih berusaha untuk tersenyum. Kue itu ditatapnya, kue ulang tahun untuk Marina yang dibelikan Gilang.

Air matanya mengalir, pemikiran bodoh tersirat sejenak,"Marina sudah bahagia dengan Gilang, aku juga harus bahagia dengan kue ulang tahunnya..." gumamnya mengambil sendok.

Mungkin karena patah hati, atau napsu yang menggebu-gebu, kue itu menjadi sasaran menyalurkan hasrat rasa sedihnya.

"Dasar pria bodoh!! Jatuh cinta pada wanita cantik yang tidak tulus padanya..." gumamnya dengan mulut penuh.

"Aku mencintainya dengan tulus, tapi dia malah terus-menerus mengejar Marina. Aku tau aku gemuk seperti Dugong!! Lalu memangnya kenapa!? Orang gemuk juga pantas bahagia!!" kumat-kamit mulutnya berkicau, sambil tiada henti memakai kue.

Hingga satu jam kemudian...

"Hggeeehhhkk," suara sendawanya terdengar.

Kue itu benar-benar, dibuat tewas terkapar tidak bersisa olehnya. Barulah rasa sedihnya menghilang.

Suara mobil kembali terdengar, dua orang itu sudah kembali.

"Ndut!! Kamu makan kuenya!?" Gilang membentak mengenyitkan keningnya.

"Hehe... maaf..." satu kata keluar dari mulut Amel yang membuat Gilang tidak habis fikir. Menatap ke arah wanita yang belakangan ini menjadi sahabat baiknya.

"Dasar gendut!!" Gilang mengambil sisa krim kue yang melekat pada wadah kue, mengejar Amel yang berlari ketakutan dengan amarah Gilang.

Entah kenapa Gilang dapat tertawa lepas, melupakan gadis cantik yang masih berada di dalam mobil membuka beberapa kotak paper bag setelah dibelikannya beberapa barang mewah.

Bersambung

Pungguk

Hanya dengan materi, tanpa rasa cinta, wanita mana yang akan bahagia? Apalagi telah menemukan pria yang jauh lebih sempurna dari segi rupa fisiknya. Itulah yang terjadi pada Marina.

Amel masih memakan beberapa nugget dan sosis goreng yang dibelinya di pinggir jalan. Mendekati Gilang yang tengah menunggu dengan sabar kedatangan Marina. Masih mengenakan setelan jas, pertanda dirinya baru pulang dari bekerja.

"Kamu mau?" tanyanya, menyodorkan dengan mulut penuh.

"Tidak, Ndut, kamu tidak tertarik operasi sedot lemak dan wajah ke Korea? Berat badanmu, membuat wajahmu jadi jelek. Ganti wajahmu..." Gilang menatap sinis.

"Tidak pernah mendengar inner beauty? Kecantikan dari dalam lebih penting," ucap Amel dengan mulut penuh.

"Pernah mendengar dari mata turun ke hati? Yang terlihat dari luar sama dengan dalamnya," sanggah Gilang.

"Aku ingin setidaknya bertubuh proposional. Tapi masalahnya, setiap sedih atau memiliki banyak fikiran aku tidak dapat berhenti makan..." Amel menghela napas kasar, melirik plastik nugget di tangannya. Dengan tidak tau malunya kembali makan.

Gilang ikut-ikutan menghela napas kasar,"Jika aku menikah dengan Marina nanti, kamu akan sendiri. Tidak punya teman atau suami, sebaiknya kempeskan badanmu agar setidaknya dilirik kang cilok..." ucapnya.

"Kenapa tidak kamu saja yang melirikku?" tanyanya menatap wajah Gilang.

Pemuda itu tertegun, perasaan apa ini? Hatinya terasa hangat. Namun, semua ditepisnya dengan melihat fisik Amel, serta persahabatan mereka. Mengepalkan tangannya, atas nama persahabatan dan logika, menepis perasaan sesungguhnya.

"Aku... seleraku tinggi!!" Gilang gelagapan.

Amel menghela napas kasar, kembali mengunyah makanannya. "Apa yang kamu sukai dari Marina?"

"Dia cantik, hatinya pasti baik. Seperti almarhum ibuku, cantik dan baik hati. Hingga membuat ayahku tidak dapat melupakannya, walau telah puluhan tahun kematiannya. Aku ingin wanita secantik ibuku..." jawabnya, tersenyum pada Amel.

Amel terdiam, kembali makan dengan cepat, menahan air matanya yang hendak keluar...

Apa jelek adalah sebuah dosa? Apa orang gemuk tidak pantas mendapatkan pasangan? Apa hati orang jelek dan gemuk busuk, sedangkan hati wanita cantik selalu baik bagaikan malaikat... banyak pertanyaan dibenaknya mendengar kata-kata Gilang, menahan bibirnya tetap tersenyum.

***

Suara motor sport terdengar, seorang pemuda rupawan melepaskan helm yang dipakainya. Mengacak-acak rambut Marina yang datang bersamanya, kemudian berbisik, entah apa yang mereka bicarakan. Hingga kembali pergi, melajukan motornya.

Wajah Marina nampak berseri-seri. Berjalan mendekati sepasang sahabat yang duduk di depan kamar kostnya.

"Dia siapa? Lalu dimana mobilmu?" Gilang mengenyitkan keningnya.

Prilaku Marina tiba-tiba berubah, wajah penuh senyuman itu tidak terlihat lagi, kembali menatap sinis pada pemuda di hadapannya,"Kita tidak memiliki hubungan, apa hakmu peduli dia siapa!? Lagipula, uang semesterku sudah dibayar atau tidak, kamu juga tidak peduli..." cibirnya dengan sengaja.

"Berapa?" dengan bodohnya Gilang merogoh sakunya, mengambil phoncellnya.

"Kamu mau membayarnya? Terimakasih..." Marina memeluk erat tubuh Gilang.

Bukan hanya kali ini, Amel hanya dapat menghela napas kasar. Marina tidak menerima perasaan Gilang namun menerima apapun pemberiannya, bahkan meminta, bagaikan memberikan sebuah harapan palsu.

"PHP..." cibir Amel dengan mulut penuh. Membuat pasangan itu melirik ke arahnya.

"Dugong jelek!! Bilang saja iri!! Makanya jadi cantik, terus cari pacar," Marina mencibirnya balik.

Iri? Dirinya memang iri, pria yang dicintainya dengan tulus, lebih mengejar kecantikan Marina. Figuran, harusnya dengan figuran bukan? Setidaknya, dengan penampilan Gilang saat ini, dirinya berharap pemuda itu akan menyerah suatu hari nanti. Dapat melihat ketulusannya sedikit saja.

Jemari tangan Amel mengepal, menatap ke arah Marina,"Pacarku suatu saat nanti adalah CEO arogan seperti di film-film dan novel!!" bentaknya, tidak tahan lagi dengan kata-kata pedas dari Marina, teman satu tempat kostnya. Berjalan berlalu, memasuki kamarnya. Tawa mengejek dari mulut Marina terdengar samar-samar.

Bug...

Suara pintu tertutup dibanting dengan keras, bersamaan dengan wanita gemuk itu menangis terisak.

"Aku gemuk, jelek, memangnya kenapa? Toh tipeku tidak muluk-muluk, hanya ingin pria baik-baik..." Amel menangis di balik pintu, namun ajaibnya, roti tawar di meja diraih, kembali dimakannya. Sebagai, pelampiasan rasa sedihnya.

***

Malam semakin larut, tepatnya sekitar pukul 11 malam, suara motor terdengar. Amel membuka matanya, merasa perutnya sakit karena terlalu banyak makan. Mengingat napsu makanya yang memang bertambah setiap merasa sedih atau stres.

Wanita itu berlari ke kamar mandi di luar kamar kostnya. Sekilas seorang pemuda rupawan ditatapnya berdiri di depan kamar Marina.

Hingga, kegiatan menghilangkan sakit perutnya berakhir. Memang tempat itu berada diluar kamar, digunakan secara umum oleh penghuni kost-kostan yang mayoritas mahasiswi dengan uang bulanan yang sedikit. Amel yang hendak keluar sejenak niatnya diurungkan.

Wanita itu membulatkan matanya, pemuda yang berdiri di depan kamar kost Marina, menyambar tubuh Marina. Bibir mereka, bertautan penuh hasrat, saling mengulum, hingga bahkan sang pemuda sempat menurunkan ciumannya ke area leher sahabatnya itu.

"Mereka pacaran!? Bahkan mau mencetak anak!!" Amel mengintip dari kamar mandi yang berhadapan langsung dengan area depan kamar kost Marina.

Seakan tidak sabaran, Marina menarik sang pemuda rupawan ke dalam kamarnya. Kemudian menguncinya.

Amel segera keluar dari kamar mandi setelah situasi dirasanya aman. Gadis gemuk itu berjalan cepat ke dalam kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar Marina.

Aman terkendali tidak ada yang terjadi? Tentu saja tidak, Amel yang bisa di bilang masih polos, menutup telinganya mendengar suara decitan tempat tidur, diselingi suara erotis dari pria dan wanita saling bersautan dari kamar sebelah.

Bahkan dirinya sempat menutup telinganya dengan bantal,"Sial!! Mereka membuat anak!!" umpatnya, tidak dapat tidur sama sekali.

Hingga beberapa kali suara erangan panjang bersamaan. Mungkin waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Suara itu terhenti, Amel benar-benar merasa malu, entah kenapa. Dirinya terdiam menatap langit-langit kamarnya.

"Mereka bercocok tanam, malah aku yang tidak bisa tidur," keluhnya.

Hingga pagi hampir menjelang, suara motor itu terdengar lagi, tepatnya pada pukul 3 dini hari. Mengingat tempat itu adalah kost-kostan putri, dimana pria tidak diperkenankan menginap.

Namun, Marina melanggar peraturan mutlak itu, kekasihnya menginap dan pulang pada pagi buta.

Motor mulai melaju, meninggalkan wanita dengan wajah bersemu merah. Tidak menyadari Amel telah berdiri teras, tempat kost tersebut.

"Dia siapa?" pertanyaan menyelidik keluar dari mulut Amel, tidak ingin Marina pada akhirnya melukai hati Gilang.

"Pacarku!! Kenapa!? Dasar gendut!! Jangan ikut campur!!" jawab Marina menatap sinis. Hendak kembali berjalan ke kamarnya.

"Pacar? Tapi Gilang? Hubungan kalian!?" Amel memegang erat lengan Marina, menghentikan langkahnya.

"Dia hanya pria culun!! Siapa yang mau dengan anak kesayangan ayah sepertinya!! Aku tidak pernah meminta, dia yang memberikan segalanya, tentunya karena aku cantik..." Marina menepis tangan Amel.

Jemari tangan Amel gemetar, membulatkan matanya,"Kamu tidak pernah mencintainya?" tanyanya meyakinkan.

"Iya, dia memang kaya, tapi tidak mempunyai kelebihan lain. Selain dompetnya yang tebal..." cibir Marina tersenyum, hendak masuk kedalam kamarnya.

"Mobil!! Dimana mobil pemberian Gilang!?" tanya Amel dengan nada tinggi.

"Aku berinvestasi pada usaha yang baru dibangun pacarku. Sebagian lain hasil penjualannya, sebagai hadiah motor untuknya. Kamu Dugong jelek yang tidak laku, tidak akan mengerti,"

"Wanita sepertimu akan tertarik dan menerima pria mana saja, bagaikan wanita murahan mengingat standar wajahmu. Tapi aku, aku tidak begitu, Gilang tidak pantas untukku, dia hanya pria yang memujaku. Mencari pasangan hidup tentunya harus pria tampan yang sempurna..." ucapnya menghina Amel, wanita yang dikenalnya dari SMU.

Tangan Amel mengepal,"Marina, aku bukan wanita murahan yang menerima siapa saja!! Aku...aku..." kata-katanya terhenti.

"Aku lupa, dengan tampangmu, tukang parkir saja tidak mungkin mau. Mana ada kesempatan menerima pria, menyukai Gilang saja, pasti dia menolaknya," Marina tersenyum kemudian menutup pintu kamarnya.

Jemari tangan Amel lemas, tanpa pembelaan, air matanya mengalir. Memang tidak pernah ada yang akan mencintai Dugong gemuk sepertinya.

Bersambung

Perubahan

...Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku, dukamu adalah dukaku......

...Namun kebahagiaanku bukanlah kebahagiaanmu, dukaku juga bukanlah dukamu......

...Karena hanya aku yang mencintaimu......

...Perasaan ini tidak pernah berbalas.Tapi satu kalimat, aku sulit melupakanmu......

Amel...

Dengan ragu, wanita gemuk itu berharap dapat mengakhiri penantian Gilang yang sia-sia. Menghubungi Gilang disela kegiatannya membenahi barang-barang di toko tempatnya bekerja.

Amel selama ini bekerja di sela waktu kuliahnya, hidupnya yang pas-pasan. Hanya dikirimi uang yang jumlahnya tidak seberapa oleh ibunya yang bekerja sebagai tukang jahit.

Wanita gemuk itu sebenarnya termasuk mahasiswi yang cerdas, hal lain yang dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya adalah membantu mahasiswa lainnya berbuat curang. Membuatkan makalah dengan imbalan uang, bahkan membantu membuat skripsi hal yang biasa dilakukannya, hanya untuk membayar uang semester.

Prestasi? Tidak ada, bekerja di toko, membuatkan tugas mahasiswa lainnya, membuatnya tidak dapat mengerjakan skripsinya sendiri dengan baik. IPK-nya bahkan 2,6 sedangkan mahasiswa-mahasiswa yang menggunakan jasanya rata-rata mendapatkan diatas 3,5. Kesimpulan yang diambil, Amel menggunakan kepintarannya bukan untuk menyombongkan dirinya sendiri, atau menunjukkan kemampuannya. Namun, untuk bertahan hidup mengumpulkan uang dan mengunyah makanan. Mulutnya yang tidak dapat berhenti mengunyah menjadi biang keladi masalah hidupnya.

Sebuah pesan dikirimkannya pada Gilang. Niat? Menunjukkan pada pemuda itu sosok asli dari Marina. Masih mengharapkan cintanya? Memang, namun lebih pada tidak ingin Gilang disakiti lebih dalam.

Beberapa jam berlalu hingga tiba waktunya pulang.

Tin...tin...tin...

Pemuda berkacamata tebal itu menjemputnya, mengantar membeli hadiah untuk Marina menjadi alasan Amel, membawa Gilang bersamanya ke mall tempat Marina pergi dengan kekasihnya.

"Ndut, lama sekali!?" Gilang tersenyum, membukakan pintu untuk sahabatnya.

"Maaf, ini foto tas edisi terbaru yang disukai Marina," ucapnya mengutak-atik handphonenya dengan tangan gemetar, menutupi kebohongannya.

"Bagus, setelah ini menyatakan cinta lagi, aku akan resmi menjadi pacarnya..." ucapan Gilang mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Em..." Amel tersenyum, mengambil roti coklat bertaburkan meses di tasnya. Segera kembali mengunyah makanannya.

Pandangan mata pemuda itu sedikit teralih, menatap bekas krim yang melekat di sudut bibir Amel. Mengambil tissue, menyekanya perlahan.

Pandangan mata mereka bertemu sejenak, Gilang menatap dalam pada sahabatnya. Namun, sejenak dirinya kembali tersadar,"Dugong gemuk, rakus. Kapan kamu dapat belajar menjadi lebih cantik!?" cibirnya mengalihkan pandangannya. Mulai memasukkan gigi guna melajukan mobilnya.

Sakit? Itulah perasaan Amel saat ini, mendengar kata-kata asal dari mulut pemuda itu, berusaha tersenyum bersikap wajar.

Apakah jika aku cantik kamu dapat mencintaiku dengan tulus... kata-kata yang tertahan di bibirnya, menatap pemandangan sore dalam mobil yang melaju.

Hingga mobil telah sampai, banyak hal difikirkannya dalam perjalanan...

Matanya menelisik mengetahui Gilang, akan terluka. Mungkin ini jahat, namun inilah jalan yang terbaik. Terbaik? Setidaknya, jika tidak dapat mencintai dirinya, Gilang dapat mencari wanita lain yang lebih baik dari sosok Marina. Hanya itu keinginan tulusnya.

Mobil mulai terparkir di area parkir bawah tanah mall. Dengan cepat Amel membimbingnya, tidak ingin kehilangan jejak Marina. Yang diketahuinya dari status media sosial masih di mall bersama kekasihnya.

"Ndut, kenapa buru-buru?" Gilang mengenyitkan keningnya.

"Aku lapar..." lagi-lagi perut menjadi alasannya. Berjalan berkeliling mall yang cukup besar, hingga pasangan itu terlihat di salah satu toko pakaian pria. Marina memilihkan pakaian untuk kekasihnya.

"Ki...kita, kesana..." ucapnya menarik jemari tangan Gilang cepat. Hingga area depan toko pakaian pria bermerek itu.

Maaf, kamu akan terluka, tapi ini yang terbaik untukmu. Jika tidak dapat mencintaiku tidak apa-apa... Namun, jangan merusak hidupmu untuk mencintainya... mata Amel memerah, hampir setetes air matanya mengalir, namun tertahan di pelupuk matanya.

Gilang menatap wanita cantik yang mungkin dicintainya, berjinjit mengecup singkat bibir seorang pemuda rupawan. Tertawa memilih pakaian bersama.

Pemuda itu tertegun,"Marina?" gumamnya, berjalan cepat ke area dalam toko. Memegang lengan wanita itu erat.

"Dia siapa!?" Gilang membentak, menatap kedekatan mereka.

"Ini pacarku, memangnya kenapa?" kata-kata menusuk keluar dari mulut Marina. Gilang terdiam sejenak, rasa kasihnya tidak pernah berbalas, sesak begitulah rasanya, ketika mencintai penuh harap terlalu dalam.

"Ta ... tapi saat ulang tahunmu kamu mencium pipiku. Hadiah mobil dan..." kata-kata Gilang terpotong, wajah wanita yang dicintainya menatapnya penuh kebencian.

"Dan apa!? Aku tidak pernah meminta!! Kamu sendiri yang membelikan!! Jangan terlalu GR aku bisa menyukai anak manja kesayangan ayahnya sepertimu," cibirnya tersenyum menghina.

Pemuda yang berada di samping Marina menghela napas kasar,"Selesaikan masalahmu, aku tunggu di parkiran," ucapnya mengecup kening Marina dengan sengaja, menabrak sedikit bahu Gilang, bagaikan mengejek.

Gilang mengepalkan tangannya, Apa yang aku berikan kurang? Mungkin itulah isi fikiran naifnya. "Marina, aku mencintaimu, dari pertama bertemu denganmu. Aku akan membelikan apapun, apa yang kamu..." kata-kata Gilang terhenti.

Kamu dapat mengemis cinta padanya? Namun, melirikku sama sekali tidak pernah, bolehkah suatu hari nanti aku mengemis. Tolong cintai aku... gumam Amel memendam rasa sakitnya seorang diri.

Plak...

Satu tamparan dilayangkan Marina. "Sudah aku bilang, aku tidak menyukaimu!!" bentaknya pada Gilang, seorang pemuda berkacamata dengan rambut menempel lekat berlumuran pome. Kawat gigi menempel bagaikan rel kereta di giginya.

"Aku bisa memberimu segalanya termasuk uang..." ucapnya dengan bodohnya kembali memohonkan.

Cinta yang pantas dipertahankan dan dibanggakan? Tidak, hanya perasaan semu karena rupa fisik. Namun, menginginkan sesuatu yang sulit didapatkannya membuat hati Gilang semakin sakit.

"Dasar cupu!!" gadis cantik itu kembali membentak.

Sedang, Amel mengepalkan tangannya, tidak tahan lagi, bukankah seharusnya yang marah adalah Gilang? Namun, dengan tidak tahu malunya Marina tidak meminta maaf, setelah memberikan harapan kosong.

Satu hal dalam fikiran Amel saat ini, jika dirinya mengingatkan Marina mungkin wanita itu akan berubah belajar menerima hati Gilang."Gilang membayar uang kuliahmu!! Bahkan membelikan mobil untuk hadiah ulang tahunmu!! Kamu menerimanya!! Jika tidak suka padanya, tidak perlu menghina!!" ucapnya melancarkan usaha terakhir, agar tidak perlu melukai hati pemuda yang tengah tertunduk menitikkan air matanya.

Namun, Marina hanya terdiam,"Cih..." sinisnya.

Sang wanita gemuk, mulai menjambak Marina. Pertengkaran yang membuat seseorang security datang memisahkan dua gadis berbeda rupa tersebut.

Gilang hanya tertegun, berusaha menarik Amel menghentikan pertengkaran mereka.

***

"Ssstt...aaa..." Amel meringis, saat Gilang mengobati, bekas luka cakarannya.

"Kenapa membelaku?" tanyanya tertunduk.

Karena aku menyukaimu... bisakah kamu menyukaiku... kata-kata tertahan dalam bibir Amel.

"Hanya ingin..." jawab Amel tersenyum pada Gilang.

Tangan Amel terangkat bergerak dengan ragu hendak menyentuh jemari tangan Gilang. Menyukainya? Mungkin itulah yang terasa pada pria yang tidak pernah memandangnya. Namun, semuanya terhenti wanita itu tertunduk kembali.

Seorang wanita yang jauh lebih cantik datang, "Boleh bergabung?" tanyanya.

Terpesona akan kecantikan fisik? Tentu saja, semua pria akan memandang berbeda pada wanita cantik bukan?

Gilang tertegun, mengangguk membiarkan wanita cantik yang bahkan tidak dikenalnya duduk di sampingnya. "Namaku Keyla..." ucapnya mengulurkan tangan di hadapan Gilang.

"Gilang..." pemuda itu menerima uluran tangannya, memperkenalkan diri.

"Kamu tampan, tapi tidak menunjukkan rupa aslimu," Keyla tersenyum padanya.

Tujuan? Menangkap pria royal di hadapannya, hanya menangkap hatinya mengambil keuntungan darinya. Tentunya semua kejadian di depan toko pakaian sudah disaksikan oleh Keyla.

Gilang tertegun menatap wanita cantik yang duduk disampingnya. Tampan? Untuk pertama kalinya ada wanita cantik yang menyebut dirinya tampan.

Tangan Amel yang hendak menyentuhnya lemas. Mengetahui luka hati Gilang mungkin sudah ada yang mengobati, "Aku sibuk, aku pulang dulu..." ucapnya.

Apa aku tidak memiliki kesempatan dengan fisikku? Aku mohon tolong hentikan kepergianku... harapnya

Namun, tidak mendapatkan jawaban, Gilang masih tersenyum pada wanita yang baru dikenalnya. Bagaikan melupakan keberadaan Amel.

Amel berusaha tersenyum, berjalan pergi dengan jemari tangan gemetar, melewati pantulan bayangannya di jendela etalase toko. Hanya wanita gemuk yang tidak pernah dianggap ada oleh siapapun, mungkin hanya teman yang baik bagi semua orang. Tokoh figuran yang hanya sekedar berlalu dalam novel atau drama.

"Tubuhku sebesar ini, tapi dia tidak pernah melihatku..." gumamnya menitikkan air mata, berjalan pergi berusaha menyerah pada perasaannya sendiri yang tidak pernah berbalas.

***

Beberapa bulan berlalu...

Wanita cantik bernama Keyla mulai merubah penampilan Gilang. Model rambut, cara berpakaian, kacamata yang diganti dengan softlens, serta kawat gigi sudah tidak melekat lagi.

Pemuda rupawan bagaikan tokoh utama novel atau film, itulah sosok Gilang saat ini, membuat Amel semakin tertunduk. Jarak perbedaan dirinya dan Gilang semakin jauh. Hingga tiba hari dimana pemuda itu datang ke tempat kostnya.

"Amel dia menerimaku!! Dia menerimaku!!" ucapnya tertawa bahagia memeluk tubuh Amel. Benar, Keyla menerima perasaan Gilang.

Dan dengan bodohnya Gilang berharap Amel akan bahagia sama dengan dirinya. Namun, tidak begitu hatinya benar-benar terluka, untuk dua kesempatan wanita gemuk itu gagal.

Hanya wajahnya yang tersenyum, namun tangannya lemas. Gilang pantas untuk bahagia, dirinya cepat atau lambat harus merelakan segalanya.

Hati dan fikiran terkadang tidak sejalan, hatinya masih mencintai Gilang. Bukan karena rupanya, tapi karena hatinya yang polos.

"Ini hadiah untukmu, hadiah hari jadianku. Aku tidak bisa makan bersamamu nanti Keyla cemburu..." ucapnya penuh tawa kebahagiaan.

Bibir Amel tersenyum, namun jemari tangannya gemetar meraih paperbag."Terimakasih,"

Mencintai Gilang hanya rasa sakit yang didapatkannya. Namun, perasaan hangat itu masih ada, biarlah semuanya tertutup dengan kata persahabatan hingga hatinya menyerah suatu saat nanti.

Sebuah motor matic memasuki area depan tempat kost, menampakkan seorang wanita cantik yang berwajah sedikit pucat,"Gilang? Ini kamu?" ucap Marina, berjalan mendekat, menggenggam jemari tangannya.

Wajah pemuda itu kini telah menjadi wajah rupawan, bahkan lebih tampan dari pria yang dahulu dipilih Marina sebagai kekasih.

Amel? Wanita gemuk hanya tertunduk, bagaikan tokoh figuran. Sahabat dari tokoh utama pria, menahan rasa sakit dalam hatinya. Tersenyum getir...

Hanya rupa fisik yang membuat seseorang jatuh cinta. Aku mengerti, tapi hati ini tidak dapat mengerti. Inner beauty omong kosong, kisah cinta apa adanya, tidak pernah ada...

Beauty tidak akan mencintai Beast jika tidak kaya. Beast tidak akan mencintai Beauty jika tidak cantik...

Begitulah kehidupan berjalan, Dugong yang jelek dan miskin akan selamanya, tinggal di dasar laut sebagai monster...

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!