Aku tak pernah percaya, kepergian ayah begitu membuat ibu menjadi sedih.
Cobaan yang Allah berikan begitu berat bagi keluargaku.
Aku dan adikku sangat terpukul akan kehilangan ayah, tapi melihat ibu yang terus bersedih dan sakit-sakitan aku merasa ibu yang paling tersakiti disini.
Ya, ayah pergi begitu saja meninggalkan kami bertiga.
Parahnya lagi ayah pergi dengan Tante avril, sepupu ibu.
Begitu sempitkah dunia ini? sehingga ayah harus pergi dengan sepupu istrinya sendiri?
Hinaan serta celaan dari tetanggapun menghampiri kami.
Rasanya aku tak kuat menjalani ini ya Allah.
Kutatap wajah ibu yang semakin tirus, mata yang terus merah dan sembab akibat banyaknya tangisan dihari-harinya.
***
Pagi ini aku bersiap untuk pergi ke sekolah, hari ini adalah ujian nasional. Aku tak mau sampai terlambat.
Ku hampiri ibu di dapur yang menyiapkan sarapan untukku, selembar roti dan segelas susu di meja.
"Bu, terimakasih sarapannya." Aku mengecup pipi randy yang duduk dikursi.
"Ihh, kakak bauuukkkk". Randy mengusap pipinya sambil mengerucutkan bibir.
Randy masih sangat kecil, masih berusia 4 tahun. Aku sangat menyayanginya. Aku sangat suka dengan pipi gembulnya. Aku sangat senang menggoda adik kecilku itu.
Setiap hari ibu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah kami berdua.
Ya, setidaknya ahir-ahir ini ibu sudah semangat lagi.
"Sudah sana, habiskan sarapanmu." Ibu memberikan segelas susu padaku.
"Iya bu, jaga diri baik-baik ya dan Doakan anakmu ini agar ujiannya lancar" Aku meraih tangan ibu dan menyalaminya.
"Dadahhh kakak jeelek" Randy berteriak setelah aku sampai didepan pintu.
"Dasar adik kecil" Gumamku.
***
"Maraa!" seseorang memanggilku.
Aku menengok kearah suara itu.
"Oh, niken?" Aku berkata lirih, namun ku yakin niken masih dapat mendengarnya..
"Mara, apa yang kamu lakukan? kenapa kamu slalu menghindar dari aku?" sepertinya Niken langsung to the poin.
Memang setelah kejadian buruk pada hari itu, aku tak pernah banyak bicara pada teman-temanku. Mungkin aku merasa malu? ohh atau aku memang memalukan untuk mereka. Batinku.
Aku terus saja berjalan tanpa menjawab sepatah katapun akan pertanyaan niken sahabatku itu.
"Maraaaa!" Niken terus saja mengejarku.
"Mara ayoolah, jangan seperti ini!!" Niken terus saja berjalan dibelakangku.
Aku terus mempercepat langkahku. Tiba-tiba langkahku terhenti.
"Selamat pagi mara" Fadly tiba-tiba berada didepanku dan menatapku.
Aku hanya terdiam dan berbelok arah untuk menghindar dari niken juga fadly.
"Sampai kapan mara! sampai kapan kamu terus menghindari kami!"
Fadly berteriak sampai semua orang tertuju menatapku.
Aku tak mempedulikan itu semua. Aku terus melanjutkan langkah menuju kelas.
***
Di dalam kelas, banyak murid-murid yang lain sedang sibuk berbicara. Namun setelah melihat kehadiranku mereka seolah bungkam, dengan tatapan sinis padaku.
Aku tak mempedulikan itu, aku terus berkeliling mencari tempat dudukku.
Aku tak mengenal siapapun disini, karna kami brrasal dari kelas yang berbeda.
"Akhirnya" Aku menemukan tempat dan duduk dibagian pojok belakang. Ya tempatku berada dipojok belakang. Baguslah aku bisa terhindar dari mata-mata orang disitu.
Rasanya ujian kali ini benar-benar menguras otakku. Sepertinya aku banyak ketinggalan mata pelajaran karna jarang masuk sekolah. Aku slalu khawatir keadaan ibu, aku juga malu dengan teman-temanku akibat ulah ayahku.
"Huft!!" Aku memejamkan mata, dengan wajah menunduk diatas meja.
"Asmara arsytanti? Apakah ada masalah?" Ibu farida menghampiriku.
"Maaf bu, tidak ada masalah apapun." Aku membereskan mejaku dan merapihkan lembaran soal dan jawaban dimeja.
Ah, mengapa ibu farida menghampiriku dan bertanya seperti itu. Seakan dia pura-pura tidak tahu mengenai masalah keluargaku selama ini.
Aku segera beranjak pergi. Terlihat semua mata menatap tidak suka kearahku. Aku sendiri yang begitu cepat keluar kelas dan menyelesaikan ujiannya.
Aku tidak tahan disini. Aku ingin cepat pergi. Batinku.
🍒 Haiiii readers... makasih udah mampir dinovel pertamaku. Maaf kalau masih banyak kata2 yang salah.
Kalaupun ada nama yang sama, itu benar2 kebetulan dan tanpa disengaja..
Rintik-rintik hujan menetesi tubuhku, namun aku terus berjalan diatas trotoar menuju rumah.
Sepanjang jalan, aku terus memikirkan nasibku, nasib ibu dan randy. Apa yang harus aku lakukan setelah lulus SMA?
Impianku untuk lanjut ke perguruan tinggipun rasanya sirna, mungkin pilihannya aku harus mencari pekerjaan untuk membantu ibu. Kasihan jika ibu harus membesarkan aku dan randy sendirian dengan usaha katering kecil-kecilannya yang terkadang seminggu full penuh pesanan, terkadang lagi tak ada pesanan sama sekali. Tapi usaha ibu cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari, namun jika untuk membayar biaya kuliah tentunya itu tak akan cukup!
Huhh... dimana aku harus mencari pekerjaan yang layak? sementara aku hanya lulusan SMA. Takkan mungkin aku mendapatkan pekerjaan kantoran.
Ya Allah, permudahlah jalanku...
DUGGGG!!!
"Awwwww,!! Kakiku terkena bola. Darimana bola ini? aku melihat sekitar ternyata aku sudah berada dipinggir lapangan Bola.
Ya Allah, apakah aku melamun sambil berjalan? kenapa aku sampai disini. Dimana ini? Sungguh aku tak tahu..
"Maaf, Apa ada yang sakit?" Suara seorang lelaki menyadarkanku dari lamunan.
"Oh, tidak apa" Aku meraih bola didekat kakiku dan menyerahkan padanya.
"Sepertinya kakimu merah? Apakah sakit?" Lelaki itu terus memperhatikan kakiku.
Dan ternyata betisku sedikit nyeri. Aku berusaha melangkahkan kakiku namun betisku semakin nyeri.
"Aku akan mengantarmu, kau mau pulang ke arah mana?".
"Tunggu sebentar disini, jangan kemana-mana?" Lelaki itu berlari meninggalkanku.
Kupandangi tubuhnya yang perlahan menghilang dari hadapanku.
"Apalagi ini ya Allah." Aku menghela nafas panjang.
Tak lama lelaki itu datang dengan sepeda motornya. dia menghampiriku.
Bodoh, kenapa aku menunggunya? kenapa aku tidak pulang saja?
Ku pandangi tubuhnya yang tinggi dan tegap. Otot tangannya yang terbentuk. Ah, ternyata wajahnya begitu tampan.
"Hey" Lelaki itu menyadarkan lamunanku lagi. Ia menggibas-gibaskan tangannya didepan mataku.
"Aku akan mengantarmu, sepertinya kakimu akan nyeri jika dipaksa berjalan mungkin kamu tidak biasa bermain bola sehingga terkena bola sedikit saja betismu langsung memerah" Lelaki itu tersenyum mengarahkan matanya padaku.
Masya Allah, senyum itu...
Aku berbalik arah dan mencoba berjalan meninggalkannya. meskipun sakit aku terus berjalan tertatih.
"Heyyyy, tunggu!" Dia meraih tanganku.
"Lepaskan!" Aku menepis tangannya.
"Maaf, sekali lagi maaf jika aku lancang" Dia mengulurkan tangannya kepadaku.
"Namaku Fabyan, panggil Byan" Senyumnya padaku.
Aku menatapnya penuh tanya, mengapa dia memperkenalkan diri? apakah ini modusnya? Ah, fikiranku terganggu karenanya.
"Maaf, aku harus pulang". Aku melangkahkan kakiku dan terus menjauh darinya. Tak kubalas uluran tangannya. Mengapa harus ku balas? Toh, mungkin juga dia adalah lelaki yang suka modus. Aku sangat tidak menyukai lelaki seperti itu.
Semakin jauh aku dari lapangan bola itu. Aku tak tahu sampai dimana aku ini? Huftttt, Hujan semakin membesar. Dan kenapa jalan ini begitu asing untukku.
Ku raih ponsel didalam tas, ku lihat jam ternyata sudah pukul 13:08 pm. Aku tersadar, dari sekolah aku jam 11:30 am itu berarti aku berjalan sudah ada sekitar dua Jam? Atau bahkan lebih?
Hujan semakin deras, aku berhenti disebuah Toko pinggir jalan untuk berteduh. Disini juga banyak orang dan pengendara yang berteduh karena toko itu tutup. Ku perhatikan arah sekitar, aku sungguh tak mengenal daerah ini? Apa yang aku lamunkan sehingga aku sampai ditempat ini?
Ah, siall! Dia lagi??
"Kamu? kenapa masih disini? apakah rumahmu jauh?" Dia memarkirkan sepeda motor maticnya dan mendekatiku.
Aku hanya meliriknya dengan menghela nafas.
"Sepertinya kamu bukan orang sini? dimana rumahmu? setelah hujan reda aku akan mengantarmu". Lagi-lagi lelaki itu membuat aku penasaran. Apa tujuannya? padahal kami baru saja bertemu. Aku pun mengacuhkannya?
Hujan sudah sedikit reda, aku khawatir ibu akan mencariku. Ponselku sudah kehabisan daya sehingga aku tak bisa memberi kabar pada ibu. Pasti saat ini ibu sedang khawatir memikirkanku dan mencoba mencariku.
Sebentar lagi aku akan pulang bu.. jangan khawatir, Gumamku dalam hati.
"Hey, ayoo aku antar?" Dia menawarkanku sembari menyerahkan Helm merah miliknya.
"Namaku bukan hey!" Aku meraih helm itu dari tangannya dan maju menuju sepeda motor yang terparkir dipinggir jalan.
Mau tak mau aku menerima tawarannya, dari pada aku disini saja tak tahu jalan pulang. Lebih baik aku bersama lelaki ini. Jika dia macam-macam, maka aku akan berteriak sekencang-kencangnya pasti orang-orang akan menolongku...
"Kamu begitu unik" Lelaki itu perlahan berbicara, namun aku bisa mendengar dan melihat senyumannya.
Byan, yaa aku baru ingat byan namanya.
"Sudah, ayo antarkan aku pulang!" Gerutuku sembari menaiki sepeda motornya.
"Baik tuan putri... Aku akan mengantarmu selamat sampai tujuan.." Byan menyalakan sepeda motornya dan perlahan melaju..
"Sangat gombal!!!" Jawabku ketus.
🍒Jadi makin penasaran akan kisah mara dan byan?? lanjut terus baca novelku ya teman-teman... jangan lupa kasih sarannya, biar bisa aku perbaiki lagi...
Makasih semuanya.....
Angin kali ini membuat aku terasa menggigil, padahal byan membawa sepeda motornya cukup tenang.
Sesaat Sepeda motornya melaju diatas polisi tidur atau jalan yang sedikit rusak, byan begitu pelan mengendarainya. Seolah dia sadar tak ingin membuat jarak yang lebih dekat denganku. Lebih tepatnya tak ingin aku menempel padanya.
Kulipat kedua tanganku di dadaku. Aku juga tak ingin menyentuh byan. Mungkin ketika semua orang melihat kami berboncengan aku adalah penumpang dan byan adalah tukang ojek.. Ha..haa...
Sungguh, meskipun aku duduk berjarak dengannya jantungku merasa dag dig dug. Ini kali pertama aku berboncengan dengan pria, bahkan aku tak mengenalnya.
Jika tak terpaksa dan tahu jalan pulang, aku pasti takkan mau di antar pulang olehnya.
"Dimana arah rumahmu?" Byan melepas keheningan diantara kami.
"Aku tinggal di komplek Tidak jauh dari SMAN 4." Sembari menunjuk kearah sekolah yang sedikit sudah terlihat.
"Apakah kamu siswi di sekolah itu?" Byan tanya lagi.
"He'em" Jawabku singkat.
"Sekarang kamu kelas berapa?" Byan sedikit menolehkan kepalanya kesamping. Mungkin dia fikir aku tak mendengar ucapannya.
"Aku turun di gang ini saja."
"Dimana rumahmu?" Byan masih menjalankan sepeda motornya.
"Aku harus mengantarmu sampai dengan selamat, aku tak ingin keluargamu khawatir"
"Masuk gang itu!! Rumah nomor 2 sebelah kiri warna silver" Tak kujawab pertanyaannya, aku tak ingin menambah obrolan diantara kami."
Byan menepi, memasuki area pekarangan rumah.
Aku mencoba melepas Helm dari kepalaku. Ahhhh susah sekali pengait Helmnya rusak?? Aku mencoba mengutak-atikan pengaitnya. Namun usahaku gagal. Mengapa begitu mudah memakainya? dan mengapa begitu sulit melepasnya?
Yah, seperti pepatah saja melepaskan sesuatu yang berharga itu memang sulit! tapi ini hanyalah sebuah helm, dan ini bukan barang berharga menurutku.
"Boleh aku bantu?" Byan bertanya, kulirik matanya sesaat seolah ia meminta izin.
Aku hanya menganggukkan kepala.
"Maaf ya.." Byan meraih pengait helm yang berada dileherku.
CETREKKK..!!!
Helm ini bisa dibuka hanya dengan 1 tekanan? Ya Allah. Bodoh bodohhh gerutuku. Ah, bagaimana bisa aku norak sekali!
Dasar memalukan! Aku terdiam menatap byan sembari mengutuk diriku sendiri.
"Sudah." Byan melepaskan helm dari kepalaku dengan melemparkan senyum kecil disudut bibirnya.
Sungguh aku tak butuh senyumanmu yang mematikan itu!! Mengapa dia terus tersenyum di depanku. Gerutuku dalam hati.
"Maraa...." Suara ibu memecahkan tatapanku pada byan.
Kutatap ibu sudah berada di depan pintu rumah dengan wajah yang sedikit cemas.
"Ibu," Aku menghampiri dan memeluk ibu.
"Maaf membuat ibu khawatir, ponselku kehabisan daya"
"Tidak apa nak, yang penting kamu baik-baik saja." ibu mengusap pundakku.
"Asssalmualaikum bu, Aku byan" Tiba-tiba byan menghampiri ibu dan menyalaminya.
Ibu menyambutnya dengan lembut dan penuh senyum.
"Terimakasih nak byan sudah mengantar Mara kerumah dengan selamat, Mari masuk dulu.."
"Anu, buu kak byan harus segera pulang dia ada urusan penting" Kupotong ucapan ibu.
"Apakah tidak mau mampir dulu? mau hujan, istirahatlah dulu disini nak byan.."
Kulihat wajah byan yang ingin menjawab perkataan ibu, namun aku takkan memberi kesempatan padanya.
"Bu, kak byan ada urusan penting, sangat-sangat penting!!."
"Ayo kak byan, lebih baik segera pergi nanti terlambat"
Kuraih tangan byan dan menariknya kearah sepeda motornya.
Tiba-tiba hujan turun dengan deras.
Ibu berteriak menyuruh kami untuk masuk.
Ah... hujan, mengapa harus turun sekarang! gumam ku dalam hati.
Kulirik wajah byan yang mengarah kedalam rumah, sesekali dia tersenyum seolah senang dengan kedatangan hujan.
"Mari nak byan duduk dulu, maaf yaa rumah ibu sempit."
"Tak apa bu, aku suka rumahnya. Sangat rapi dan nyaman" Byan duduk di sofa ruang tamu.
Dia menatapku lagi, dia senyum lagi! Ya ampun, apa yang dia lakukan membuat hatiku bergetar.
Segera kulangkahkan kaki menuju kamarku.
"Mara, buatkan nak byan teh hangat ya..." Ibu menyuruhku sedikit berteriak.
Huh, dengan segera aku mengganti pakaian. Kupakai kaos polos hitam lengan pendek celana jeans pendek andalanku.
Aku segera menuju dapur membuat teh untuknya.
Ku aduk tehnya, sesekali ku cicipi teh ini hingga aku tersadar apa sebenarnya yang ku lakukan??
Ya Allah, apakah aku takut byan tak menyukai tehnya? padahal sebelumnya aku tak pernah mencicipi minuman yang kubuat untuk siapapun. Aku tak mengerti dengan tingkahku ini.
Aku menuju ruang tamu, kulihat ibu sudah tidak ada disana. Byan memandangiku dengan mata serius. Apa yang salah denganku? Apakah penampilanku aneh? Hmmm, entahlah. yang penting aku nyaman. Aku memang tak begitu terpengaruh dengan penilaian orang lain.
"Ini tehnya.." Aku letakkan teh dimeja.
Byan meraih gelas teh meminumnya dan sesekali meniupnya.
"Terimakasih banyak, tehnya enak." Byan tersenyum lagi.
Ya Allah, aku rasanya hampir gila dengan senyumannya hari ini.
Baru saja beberapa jam aku bersamanya, dia sudah membuatku hampir gila.
Yaaa, ku akui wajah byan memang menarik. Hidungnya mancung, matanya terang sedikit sipit dengan bulu mata lentik, Alisnya hitam dan tebal, Bibirnya berisi tapi sedikit mungil, siapa wanita yang tak terpesona dengannya?
Meskipun dia hanya memakai setelan kaos dan celana Untuk bermain bola. begitu saja penampilannya sudah membuatku tak bisa berpaling menatapnya. Apalagi jika byan memakai pakaian yang lebih rapi.
Huh, pikiranku sudah melayang jauh, apakah aku berharap akan bertemu dia lagi? Berharap pada manusia memang boleh, tapi jangan berlebihan ya..
Sungguh rasanya memang aku berharap..
🍒Lalu? apa yang akan terjadi selanjutnya? apakah byan dan asmara akan bertemu lagi?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!