NovelToon NovelToon

Marriage Contract With My Secretary

Visual

Hai gengss... selamat datang di dunia keuwuan kita........... Untuk mengawali novel ini, ada baiknya kalau emak kasih bocoran visual di awal bab ya. Dan untuk seterusnya, tolong jangan uber-uber emak lagi tentang visual. Oke 🤣🤣🤣

GERALD HAIDAR THAMPSON

29 tahun. Putra semata wayang dari pasangan Barbara Ann dan Arion Thampson. Juga cucu kesayangan dari pasangan Cleo Oliver Ma dan Vrey Thampson. Ada yang versi rambut pendek juga ya gengss, hehe.

JESSLYN OCANA

27 tahun. Sekretaris dari Bos Gerald yang hatinya lurus mulus kayak jalan tol. 😝

SIMON

Anjing Pitbull kesayangan Bos Gerald

...💜 Jangan lupa untuk dukung karya emak yang satu ini ya gengss........ Lope-lope sekebon pete pokoknya 😘😘😘😘😘...

Penolakan Kerjasama

"Maaf, Tuan Hinara. Penawaran kontrak kerjasama yang Anda tawarkan pada perusahaan kami di tolak oleh Bos Gerald!" ucap Jessy sopan.

"Ditolak? Kenapa bisa begitu? Apakah jumlah keuntungan yang kami tawarkan masih kurang besar? Jika memang iya, berapa jumlah pembagian yang di inginkan oleh Bos Gerald agar dia bersedia menjalin kerjasama dengan perusahaanku?" tanya Hinara risau. Apapun yang terjadi dia harus bisa mendapatkan kontrak kerjasama dengan perusahaan ini. Karena hanya inilah yang bisa menyelamatkan hidupnya. Juga nasib perusahaannya yang sedang berada di ambang kehancuran.

Mendengar pertanyaan yang sarat akan maksud terselubung membuat Jessy tersenyum penuh maksud. Empat tahun berada di sisi seorang Gerald Andrian Thampson membuat Jessy jadi tertular ilmu membaca raut wajah seseorang. Dia tentu tahu kalau kelangsungan perusahaan milik Tuan Hinara tergantung dari kesediaan bosnya apakah mau untuk bermitra bisnis dengannya atau tidak. Karena dilihat dari betapa kerasnya usaha Tuan Hinara dalam menawarkan keuntungan, bisa Jessy pastikan kalau keadaan perusahaannya sedang sangat berbahaya, alias berada di ujung tanduk. Hal ini Jessy ketahui karena bukan hanya sekali dua kali saja dia menemui klien yang kasusnya hampir mirip dengan kasus dari laki-laki keturunan Jepang yang tengah berdiri gelisah di hadapannya. Sudah cukup sering.

"Bos Gerald tidak semiskin seperti yang Anda katakan sampai harus mengemis nilai keuntungan dari kerjasama dengan perusahaan Anda, Tuan Hinara. Alasan kenapa beliau menolak tawaran tersebut adalah karena perusahaan Anda sedang tidak baik-baik saja. Apakah tebakan saya benar?"

"M-mana mungkin. P-perusahaanku tentu baik-baik saja. Kau jangan asal bicara!" jawab Hinara tergagap. Bisa gawat kalau wanita ini sampai tahu bahwa perusahaannya memang benar sedang tidak baik-baik saja.

"Oh. Benarkah?"

Keringat dingin nampak menetes membasahi kening Hinara ketika dia melihat seringai mengerikan di bibir wanita yang dikenal sebagai sekretaris andalan di Group Thampson. Mungkin jika hanya dilihat sekilas, penampilan sekretaris Jessy terlihat biasa-biasa saja. Akan tetapi senyum dan juga sikap ramahnya seringkali membuat orang lain gemetar ketakutan. Khususnya bagi orang-orang yang datang dengan niat tertentu seperti Hinara. Sudah bisa di pastikan kalau sekretaris Jessy telah mengetahui sesuatu tentang keadaan perusahaan mereka jika wanita ini sampai memperlihatkan senyum seperti itu.

"Tuan Hinara, saya tidak menyalahkan usaha dalam mempertahankan kelangsungan dari perusahaan yang Anda miliki. Namun, saya sangat menyayangkan sikap arogan Anda yang begitu memaksakan diri agar bisa mendapat simpatik dari Bos Gerald. Sebagai seseorang yang sama-sama berada di dunia bisnis, bukannya Anda sudah tahu seperti apa watak dari bos kesayangan kami itu? Sekali Bos Gerald berkata tidak, maka itu artinya tidak."

"Sialan!"

"Maaf, apa Anda baru saja mengumpat?"

"Ya, dan umpatan itu aku tujukan padamu!" jawab Hinara seraya berkacak pinggang. Dia kesal sendiri karena sekertaris Jessy seperti sengaja mempersulit jalannya untuk bertemu dengan Bos Gerald. "Yaakk, di sini kau itu hanyalah seorang sekertaris biasa. Jadi tolong jangan berlagak seolah-olah kau adalah pemilik Group Thampson. Dasar tak tahu diri !"

"Apa urusannya denganmu kalau dia hanya sekertaris di sini?"

Jessy dan Hinara langsung menoleh saat mendengar suara dingin yang familiar. Gerald, bos dari Group Thampson kini tengah berdiri sembari menatap mereka dengan begitu dingin. Jessy yang melihat kedatangan bosnya pun segera datang mendekat. Dia menundukkan kepala kemudian berdiri di sebelahnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku!" ucap Gerald dingin.

"Y-ya?"

Hinara tergagap. Dia yang kaget melihat kemunculan Bos Gerald langsung menciut saat menerima tatapan yang begitu mengintimidasi darinya. Saat Hinara hendak bicara, Gerald sudah lebih dulu bertanya pada Jessy. Dan jawaban dari sekertaris tersebut membuat darah di tubuh Hinara mendidih hebat.

"Apa yang terjadi?" tanya Gerald tanpa melihat ke arah sekertarisnya.

"Tuan Hinara tidak bersedia menerima keputusan

Anda, Bos. Beliau mencoba bernegosiasi masalah keuntungan dengan perusahaan kita. Namun berakhir dengan menyebut saya sialan karena saya memberitahu beliau kalau Anda tidak semiskin yang beliau pikir. Begitu," jawab Jessy jujur.

"Hmmm, sialan ya?" ucap Gerald. "Tuan Hinara, akan jauh lebih baik kalau kau bersedia menjelaskan maksud dari makianmu pada sekertarisku. Sejujurnya aku tidak terlalu suka pada orang-orang yang sok berkuasa pada semua hal yang berhubungan dengan milikku. Bicaralah, jelaskan sebelum aku meminta security untuk menyeretmu keluar dari perusahaan ini."

"B-bos Gerald, itu semua tidak seperti yang Anda pikirkan. Saya ... saya tidak sengaja memaki sekertaris Jessy karena putus asa. Sungguh, sama sekali tidak ada niatan untuk saya mengusik orang-orang Anda. Tolong percayalah!" jelas Hinara ketakutan.

"Tidak sengaja dan putus asa? Apa kau pikir aku peduli dengan alasan tidak masuk akal seperti itu?"

Gerald maju selangkah. Dia sangat tidak suka jika ada klien yang memandang remeh keberadaan Jessy di perusahaan ini. Empat tahun wanita ini berdiri disisinya, dan belum pernah sekali pun Jessy membuat Gerald kecewa. Jadi dia akan sangat marah jika Jessy diperlakukan seperti ini oleh orang lain. Terlebih lagi oleh pria yang tengah mengemis kerjasama demi untuk mempertahankan usahanya yang sedang berada di ambang kehancuran.

"B-bos Gerald, saya sungguh minta maaf. T-tolong jangan marah, saya minta maaf."

"Ayah dan Ibuku tidak pernah mengajarkan aku untuk meminta maaf dan memberikan maaf dengan mudah pada orang lain. Akan tetapi mereka mengajarkan aku untuk menerima segala konsekuensi dari kesalahan yang sudah kuperbuat. Jadi ....

Jeda sejenak.

"Jessy, kau tahu bukan apa yang harus kau lakukan pada bedebah ini?" tanya Gerald sambil menatap tajam ke arah Hinara yang sedang gemetaran di hadapannya.

"Tahu, bos," jawab Jessy seraya tersenyum ramah.

"Kalau begitu lakukan!"

Jessy mengangguk. Dia segera berjalan mendekat ke arah Tuan Hinara kemudian merapatkan tangannya ke perut. Setelah itu Jessy membungkuk penuh hormat sebelum menyampaikan apa yang dimaksudkan oleh bosnya.

"Dengan segala hormat saya meminta maaf pada Anda kalau keputusan Bos Gerald tidak bisa diganggu gugat. Kami menolak pengajuan yang Anda tawarkan. Dan jika Anda merasa tidak terima, pintu keluar ada di sebelah sana. Anda bisa bertanya pada karyawan kami jika tidak tahu!" ucap Jessy penuh nada penekanan.

Brengsek. Apa p*lacur ini baru saja mengusirku pergi? Berani sekali dia. Awas saja kau.

Sambil mengepalkan kedua tangan, Hinara akhirnya melangkah pergi dari sana. Benaknya di selimuti dendam yang begitu membara pada sekertaris Jessy karena sudah lancang mengusirnya dari hadapan Bos Gerald. Hinara kemudian mengirim pesan pada seseorang, meminta mereka untuk memberi pelajaran pada wanita yang sudah berani bertingkah pongah di hadapannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Gerald.

"Berada di wilayah kekuasaan Anda memangnya siapa yang berani mencari masalah dengan saya, Bos?" jawab Jessy sambil tersenyum tipis.

Sudut bibir Gerald berkedut. Dia kemudian berbalik, menatap sekilas ke arah Jessy sebelum melangkah pergi menuju ruangannya.

"Malam ini kau akan pulang bersamaku. Keberanianmu dalam mengusir bedebah tadi aku jamin akan berbuntut panjang. Tunggu aku di dekat pintu masuk saat jam pulang kantor nanti."

"Baik, Bos. Terima kasih atas kebaikan hati Anda."

"Jangan berterima kasih. Aku tidak suka."

"Baik."

Jessy tersenyum lebar sambil menatap kepergian bosnya. Bahagia, tentu saja tidak. Berada di sisi pembisnis besar seperti Gerald Thampson membuat keselamatan Jessy sering kali terancam bahaya. Namun Jessy harus sangat sangat bersyukur karena meski pun sangat dingin, bosnya masih memiliki hati nurani terhadap sesama manusia. Berkat bantuannya, Jessy selalu selamat dari ancaman yang ditebar oleh oknum yang sakit hati kepadanya.

"Semangat Jessy. Demi Ibu dan Pricilla!" gumam Jessy sambil mengepalkan satu tangannya ke atas.

***

Kandang Tikus

Gerald memasukkan satu tangan ke dalam saku celana saat berjalan keluar dari ruangan. Dia kemudian melirik ke arah meja tempat Jessy biasanya duduk untuk bekerja.

"Cepat sekali perginya. Apa dia sudah tidak sabar ingin segera menumpang di mobilku?" gumam Gerald lirih.

Beberapa karyawan yang masih lembur tampak menunduk hormat saat Gerald melewati ruangan mereka. Sambil memikirkan sesuatu hal, Gerald melangkah masuk ke dalam lift. Dia acuh saja saat beberapa karyawan wanita yang juga sedang berada di dalam lift tersebut saling berbisik seperti sekumpulan lebah.

Mungkin ada di antara kalian yang merasa penasaran kenapa Gerald bisa berada dalam satu lift yang sama dengan para karyawannya. Jawabannya adalah karena dia memang sengaja tidak menentukan lift khusus untuk dirinya sendiri. Bahkan Gerald juga tidak mempunyai asisten pribadi. Merepotkan, begitu pikirnya. Dan satu-satunya orang yang selalu berada di dekat Gerald di perusahaan ini hanyalah Jesslyn, atau yang biasanya di panggil dengan sebutan sekertaris Jessy. Hanya wanita ini saja yang mampu bertahan menghadapi kebekuan mendarah daging yang melekat di diri Gerald hingga pada akhirnya mengantarkan Jessy pada titik dimana Gerald menaruh sedikit rasa ketergantungan padanya. Kendati demikian, Gerald tetap mempunyai seseorang yang selalu siap siaga melindunginya dari kejauhan. Namanya Rooney. Dia adalah kaki tangan rahasia yang jarang diketahui oleh orang lain. Rooney sendiri sangatlah berbahaya karena dia akan bergerak dengan sangat cepat tanpa diduga-duga ketika ada orang yang ingin mencelakai Gerald. Orang ini akan melesat seperti angin begitu Gerald memberikan perintah. Juga ada Simon, anjing Pitbull kesayangan Gerald yang siap mencabik-cabik tubuh lawan jika sampai tertangkap oleh Rooney.

Di dekat pintu masuk Group Thampson, terlihat Jessy yang tengah mengetuk-ngetukkan sepatu ke lantai. Kakinya sudah hampir kram karena berdiri menunggu kedatangan bosnya yang tak kunjung muncul. Sesekali Jessy juga terlihat menyunggingkan senyum saat ada karyawan yang menyapa. Dia mencoba menahan kekesalannya dengan terus berpura-pura memasang wajah ramah dan manis. Padahal hatinya, dia tidak berhenti merutuki keterlambatan sang bos yang berjanji akan mengantarkannya pulang ke rumah.

"Ck, kalau harus selama ini aku menunggunya, lebih baik aku pulang sendiri saja tadi. Nasib-nasib," ucap Jessy pelan.

"Nasib siapa yang sedang kau bicarakan?"

Matilah. Orangnya sudah ada di sini ternyata.

"Hehe tidak, Bos. Saya tidak sedang membicarakan nasib siapa pun," jawab Jessy sambil tersenyum kikuk. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga untuk menutupi rasa gugupnya.

Sebelah alis Gerald terangkat ke atas. Dia kemudian menoleh ke arah jalan di mana Rooney datang menjemput menggunakan mobil kesayangannya.

"Bos, apakah Tuan Hinara benar-benar akan melakukan sesuatu yang jahat kepada saya?" tanya Jessy penasaran.

"Kalau kau punya nyawa cadangan silahkan di coba saja," jawab Gerald acuh.

"Ekhmmm, saya tidak punya, Bos."

"Kalau begitu tidak usah banyak ingin tahu. Nanti kau bisa mati cepat seperti para ilmuwan yang sok tahu itu."

Jessy mengerjapkan mata. Dia kemudian berdehem sambil mengusap kulit lehernya. Seperti biasa, kebekuan bosnya ini membuat Jessy seperti berada di padang pasir yang sangat gersang. Juga membuatnya mengalami dehidrasi parah dimana kerongkongannya terasa sangat kering.

Tak lama kemudian sebuah mobil mewah datang mendekat. Jessy langsung tersenyum ke arah pria yang baru saja keluar dari dalam mobil tersebut.

"Selamat malam, Tuan Rooney. Apa kabar?"

"Selamat malam kembali, sekertaris Jessy. Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" sahut Rooney tanpa tersenyum sama sekali. Dia kemudian menganggukkan kepala ke arah bosnya. "Langsung pulang atau ...."

"Aku tidak mau mencari sekertaris baru. Antarkan dia pulang sebelum kita kembali ke rumah!" sela Gerald kemudian masuk ke dalam mobil.

Rooney mengangguk. Dia lalu melirik ke arah sekertaris Jessy yang terlihat biasa-biasa saja setelah mendengar perkataan bosnya yang cukup cetus.

"Hehehe, tidak apa-apa, Tuan Rooney. Lubang telingaku sudah kebal mendengar kata-kata pedas yang dilontarkan oleh bos Gerald!" ucap Jessy sambil terkekeh pelan. Padahal dalam hatinya dia sedang mengumpat lumayan kasar.

"Masuklah. Nanti kau bisa diseret oleh Bos Gerald jika berani membuatnya menunggu!" sahut Rooney seraya membukakan pintu mobil untuk sekertaris Jessy.

Tanpa membuang waktu lagi, Jessy pun bergegas masuk menyusul bosnya yang sudah lebih dulu duduk di dalam mobil. Dia sedikit kikuk karena ternyata bosnya tengah menatapnya sambil mengerutkan kening.

"Ada apa, Bos?" tanya Jessy.

"Apa bicara dengan laki-laki lain membuatmu merasa begitu bahagia?" tanya Gerald penasaran.

"Maksudnya?"

"Gigimu sampai kering karena terus tersenyum pada Rooney."

Glukkk

Untuk beberapa detik otak Jessy seperti berhenti bekerja. Sungguh, dia benar-benar tidak mengerti kenapa bosnya harus bicara seperti ini hanya karena dia mengobrol dengan Tuan Rooney. Tolong digaris bawahi ya, hanya mengobrol. Dan itupun tidak lama. Haruskah bosnya melayangkan sindiran dengan menyebut giginya kering karena terlalu banyak tertawa? Oh ayolah, Jessy bisa mati muda jika Tuhan tidak memberinya stok sabar yang sangat banyak.

"Lain kali saya tidak akan tersenyum seperti itu lagi pada Tuan Rooney, Bos."

"Apa urusannya denganku?" tanya Gerald bingung mendengar perkataan Jessy. Padahalkan dia tidak mengatakan apa-apa. Aneh.

"Hehe, sebenarnya tidak ada urusannya dengan Anda sih, Bos. Saya hanya ingin bicara saja," jawab Jessy sambil tersenyum terpaksa.

"Kau terlihat jelek kalau tersenyum seperti itu. Lebih baik diam saja."

"Baiklah, Bos."

Sebelum melajukan mobil, Rooney menyempatkan diri melirik ke arah kursi belakang. Dia tersenyum tipis saat mendengar percakapan aneh antara bosnya dengan sekertaris Jessy.

Tidak terbayangkan jika kedua orang ini sampai terlibat suatu hubungan. Aku yakin orang-orang akan sakit kepala melihat betapa tidak pekanya seorang Bos Gerald pada wanitanya. Hmmm,

Selama dalam perjalanan menuju tempat kosnya, Jessy sama sekali tidak bicara apa-apa. Dia sedang menetralisir kekesalan di hati akibat diminta agar tetap diam oleh bosnya tadi. Sebenarnya ini bukan hal yang baru, hanya Jessy tetap merasa kesal setiap kali bosnya berkata tanpa dipikir apakah dia akan tersinggung atau tidak. Tapi ya sudahlah, mau dunia kiamat pun sikap bosnya akan tetap seperti ini. Lebih baik Jessy diam saja, karena dengan diam maka hidupnya akan tetap terjamin. Hehehehe.

"Besok pagi kau akan berangkat ke kantor bersamaku!" ucap Gerald saat mobil berhenti di depan sebuah bangunan kecil yang disewa oleh Jessy. Dia menghela nafas. "Aku membayarmu dengan gaji yang sangat tinggi, tapi kenapa kau memilih tinggal di kandang tikus seperti ini? Apa uang yang aku berikan kau jadikan makanan untuk mengganjal perut?"

Sebelum menjawab, Jessy menarik nafas perlahan terlebih dahulu. Rasanya sungguh sesak kamar kos yang dia sewa di sebut sebagai kandang tikus oleh bosnya.

"Tempat ini sudah yang paling pas untuk saya, Bos. Dan masalah uangnya, Anda tidak perlu khawatir saya akan memakannya karena uang tersebut sudah ditabung."

"Benarkah? Lalu kau kemanakan mobil yang perusahaan hadiahkan padamu? Aku masih sering mendengar gunjingan para karyawan kalau kau selalu datang dengan menaiki kendaraan umum. Apa mobilnya kau tabung juga?" tanya Gerald ingin tahu.

"Tidak, Bos. Mobilnya sudah saya jual untuk membayar biaya perawatan Ibu saya beberapa waktu lalu!" jawab Jessy sambil mengeratkan gigi. Bosnya ini benar-benar ya. Segala mobil pun di pertanyakan.

"Oh."

Gerald menoleh ke arah Jessy yang masih belum keluar dari dalam mobil. "Mau sampai kapan kau duduk di sini? Apa kau ingin ikut pulang denganku agar bisa bertemu dengan Simon?"

"Tidak!" sahut Jessy dengan cepat. Setelah itu dia buru-buru keluar kemudian membungkukkan badan sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah.

Rooney kembali melajukan mobil setelah memastikan kalau sekertaris Jessy telah masuk ke rumahnya. Sedangkan bosnya, pria dingin itu hanya diam tanpa ada ekpresi apapun di wajahnya.

Simon sangat manis. Kenapa Jessy begitu takut padanya? Aneh.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!