Seorang anak memandangi sebuah rumah yang terbakar, asap membumbung tinggi.
Si jago merah yang nampak sombong menampakkan kuasanya melahap setiap jengkal rumah.
Rumah yang terletak di sebuah desa di kaki gunung itu adalah rumah seorang bangsawan kekaisaran Han yang mengundurkan diri dari jabatannya.
Seorang bangsawan yang menjadi menteri yang sangat di cintai rakyat. Terkenal akan kemurahan hatinya, akan kebijaksanaannya. Bahkan sang kaisarpun segan padanya.
Berawal dari kebijakan sang kaisar yang ingin ikut berperang memperluas wilayah demi sumberdaya.
Pada akhirnya rakyat juga yang sengsara, pajak yang tinggi di terapkan guna mendukung perang yang terus berlangsung.
Bertahun-tahun peperangan seolah tiada habisnya, keadaan sungguh kacau.
perampokan, pemerasan dan segala bentuk kejahatan adalah pemandangan sehari-hari di setiap pelosok kekaisaran.
Keadaan ini kemudian menimbulkan perselisihan antara anggota inti kerajaan.
Pihak yang mempertahankan peperangan harus terus di lakukan dan pihak yang ingin perang harus dihentikan.
kedua kelompok ini makin memperparah keadaan.
Lalu muncullah kelompok ketiga, yakni kelompok yang bersikap masa bodoh.
Kelompok ini menyebut dirinya kelompok netral tapi sesungguhnya merupakan kelompok yang paling berbahaya.
Bagaimana tidak, kelompok ini dengan dalih netral, bebas melakukan apa saja terutama menumpuk kekayaan sendiri bahkan tak akan segan untuk menghasut pihak lain.
Parahnya lagi, berani menjual informasi ke pihak lain.
...
Kekaisaran Shao terletak di benua Barat.
Di Timur terdapat kekaisaran Han sedangkan di Utara tidak terdapat kekaisaran, wilayah ini terdiri dari sekte-sekte yang berdiri sendiri.
Satu sekte super, tiga sekte besar dan puluhan sekte-sekte menengah dan kecil.
Benua Tengah, benua ini sangat kaya akan sumberdaya, mulai dari kepadatan energi alam yang dua kali lebih besar, mineral tambang sebagai bahan pembuatan senjata sampai tanaman-tanaman herbal langka ribuan tahun.
Gunung-gunung tinggi, jurang yang dalam, pepohonan yang sangat lebat menjadi ciri khas benua Tengah.
Awalnya ketiga wilayah memang tidak ada konflik karena masing-masing wilayah bisa memasuki benua Tengah tanpa melanggar batas wilayah lain.
Tapi berbeda jika telah berada atau sedang mencari sumberdaya, karena sifat yang tidak pernah merasa puas maka sering terjadi pelanggaran batas wilayah dan tidak sedikit pembunuhan terjadi di benua Tengah.
Di dalam hutan belantara benua Tengah, yang kuat adalah raja sementara yang lemah akan selalu ditindas, di rampas haknya.
Ada satu lagi daratan besar yakni benua Selatan, letaknya berbatasan langsung dengan benua tengah.
Sangat jauh dan dalam, dianggap sebagai daratan liar karena sedikit sekali orang yang pernah menginjakkan kakinya di daratan ini.
...
Benua Utara
Terletak di antara benua Barat dan Timur membuat benua Utara mengalami dampak yang paling parah akibat perang.
Wilayah-wilayah kecil hancur, ribuan penduduk mengungsi ke wilayah besar yang bisa dikatakan wilayah yang aman.
Tak terkecuali para pemimpin sekte-sekte kecil, semua mengungsi.
Keadaan ini memaksa mereka akhirnya bersatu membentuk satu kekaisaran, yaitu kekaisaran Utara yang di pimpin oleh Kaisar Chu.
Kaisar Chu dengan pemerintahan yang baru akhirnya mengambil kebijakan menghentikan dan menarik diri dari peperangan.
Ia kemudian memerintahkan menarik seluruh armada perang.
Memanggil semua kultivator yang masih berada di wilayah musuh, kemudian menutup semua akses keluar benua dan memperkuat pertahanan wilayah kekaisaran yang baru.
Kebijakan lain adalah berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kecil yang hancur yang merupakan bagian dari benua Utara.
Sebagian besar wilayah ini di kuasai pihak musuh.
Hanya satu tahun sejak berdirinya, seluruh wilayah-wilayah kecil ini akhirnya bisa dikuasai kembali.
Bukan karena kekaisaran yang baru ini sudah stabil dan kuat, melainkan karena wilayah ini sudah ditinggalkan. Bisa dikatakan sudah kosong.
...
Benua Barat dan Timur
Berbeda dengan benua Utara, benua Barat dan Timur masih terus berperang.
Luasnya wilayah, sumberdaya yang melimpah, dukungan sekte-sekte besar dan banyaknya kultivator-kultivator yang siap tempur dengan berbagai alasan menyebabkan perang seolah tidak akan pernah berakhir.
Jangan melihat luasnya wilayah sebuah benua dan berpikir akan sangat susah untuk menyerang dan menghancurkan suatu wilayah.
Tidak sedikit wilayah yang hancur hanya satu malam saja akibat diserang oleh pihak lain.
Keberadaan para ahli formasilah yang membuat hal ini bisa terjadi.
Daratan yang luas menjadi sempit, perjalanan yang panjang jadi singkat dan membawa pasukan dalam jumlah besar dalam sekejap akan sangat mudah
dengan adanya portal teleportasi.
Ahli formasi yang di anggap sangat berperan dalam kekacauan ini memang sangat di butuhkan bahkan
ratusan artefak terbang hanya akan menjadi sampah, tak mungkin dapat di gunakan tanpa dukungan ahli formasi.
Karena di anggap sangat penting, maka kedudukan ahli formasi sangat tinggi.
Namun, bukan berarti kedudukannya aman, di era peperangan semua hal bisa saja terjadi.
Ahli formasi pada akhirnya di buru, dijadikan target utama oleh masing-masing pihak dengan membentuk tim pemburu ahli.
Tak pandang bulu, asalkan orang tersebut bisa sedikit dasar formasi, pasti akan langsung di bunuh.
Bukan hanya ahli formasi, ahli alkimia yang bertugas meracik obat, menyembuhkan pasukan yang terluka juga akan bernasib sama.
Setiap kekalahan di medan perang pasti akan sangat berdampak pada kekaisaran.
Karena bukan saja wilayahnya direbut, sumberdaya diambil tapi juga semua ahli formasi dan alkimia pasti akan di bunuh.
Membentuk pasukan baru untuk melakukan serangan balik sangat tidak mungkin meskipun di wilayah sendiri.
Hal ini karena tidak adanya portal penghubung, penjaga portal pasti telah mati dan portal di hancurkan.
...
Perang akhirnya hanya menyisakan tangisan, menghasilkan penderitaan yang seolah tak berujung.
Ribuan bahkan jutaan nyawa melayang, entah itu di medan perang ataupun ditempat lain.
Ahli formasi dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi sebagian besar terbunuh, hanya menyisakan sedikit sekali pewaris.
Ahli alkimiapun nasibnya tidak lebih baik. Paviliun alkemis dan rumah pil hancur habis terbakar atau di ledakkan menjadi puing-puing.
Ahli penempa tidak bisa lagi membuat senjata tingkat tinggi, hanya senjata-senjata kelas rendah yang bisa dibuat. Bukan karena tidak adanya bahan pembuat senjata tapi ahli-ahli penempa tingkat tinggi sudah tidak ada lagi.
Kultivator tinggi sudah tidak ada lagi. kota-kota menjadi seperti kota mati.
Sepuluh tahun berperang adalah waktu yang tidak sebentar, melibatkan tiga benua dengan segala bentuk dengan skala pertempuran tingkat tinggi.
Kehancuran masing-masing pihak meliputi segala aspek dan kerugian yang di derita sangatlah besar.
Diperparah lagi dengan konflik internal di negara sendiri, mulai dari perampokan sampai perebutan kekuasaan.
Mengikuti benua Utara, benua Barat dan Timur yang terus bertempur akhirnya mengurangi intensitas serangan dan akhirnya tidak melakukan agresi
Siapa yang keluar sebagai pemenang? jawabannya adalah tidak ada.
Semua hancur, semua rusak, yang menang adalah keserakahan.
...
Anak yang memandangi rumah yang terbakar itu bernama bermarga Ye bernama Chen.
Darah bercampur keringat dan kotoran membuat sosoknya yang berdiri tampak menyeramkan, sesekali Ia mengusap matanya yang memerah.
Memandangi kobaran api seperti akan menelannya, tangan kecilnya terlihat mengepal.
Perlahan Ia tertunduk lama lalu secara perlahan duduk dan sujud menghadap ke arah rumah yang sebentar saja sudah hampir habis terbakar.
"Ayah, Ibu, terimalah sujud dari anakmu. Maafkanlah anakmu yang tidak bisa menjagamu. Tenanglah di sana, tunggu aku membalaskan semua sakit hati ini.. "
Ia kemudian berdiri, senyum tipis terlihat samar di mulutnya, entah apa maksud senyumnya ini.
"Tuan muda..! " seorang lelaki tua tampak berlari menghampiri.
"Tuan muda! Syukurlah anda selamat, maaf aku tak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan tuan dan dan nyonya"
"A kiu..?" dalam pandangannya Ia masih teringat sosok ini, dia adalah warga sekitar yang kerap datang untuk membantu mengurus dirumahnya.
"Tuan muda, ini aku" sahut A Kiu
"Ada apa paman?"
"Jangan disini, ikutlah denganku" sambung A Kiu
"Tuan muda, ambillah ini" A Kiu menyerahkan sebuah cincin penyimpanan kepada Ye Chen.
"Ini...?"
Terdiam sesaat, A Kiu menghela nafas lalu berkata.
"Tuan muda, ini adalah pesan terakhir dari tuan besar. Tuan besar sudah tahu kejadian ini cepat atau lambat pasti akan terjadi. Tuan berpesan, jika sesuatu terjadi, maka cincin ini harus diberikan kepada anda."
"Baiklah saya terima, lalu apakah ayah dan ibuku mengatakan sesuatu? "
"beliau berpesan agar tuan muda meninggalkan desa ini, pergilah ke Selatan dan jangan tinggal di daerah kekaisaran"
Lalu A Kiu menyerahkan sebuah kitab.
"Aku tau tuan muda tidak suka berlatih ilmu tapi untuk membuka cincin penyimpanan ini, tuan muda harus memiliki kekuatan jiwa. Kitab ini mengajarkan cara berlatih membangun kekuatan jiwa, memang ini hanyalah tingkat dasar tapi kitab ini lebih dari cukup untuk sekedar membuka cincin penyimpanan."
Cincin penyimpanan adalah artefak yang biasa dipakai kultivator untuk menyimpan barang bawaan. Dibentuk oleh ahli penempa lalu ahli formasi menggunakan hukum ruang di dalamnya.
Bahan membuat artefak ini adalah mineral khusus dan memiliki tingkatan.
Semakin luas dimensi penyimpanan sebuah cincin maka semakin tinggi juga tingkatan sebuah cincin penyimpanan dan semakin tinggi juga kualitas bahan pembuatannya.
"Tuan muda, maaf aku tak bisa menemani, banyak hal yang harus aku selesaikan. Aku harap tuan bisa menjaga diri.
Pergilah ke Selatan seperti pesan tuan besar, dan ini sekedar untuk menjaga diri."
"Terima kasih atas perhatian paman, kalau begitu aku pamit."
"Tuan tunggu sebentar." Ye Chen menghentikan langkahnya mendengar suara A Kiu.
"Tuan muda, sebaiknya cincin ini anda pakai di leher, saya kuatir akan banyak masalah bila ada yang melihat ini di jari anda."
"Baiklah." Ye Chen kemudian mengalungkan cincinnya di lehernya sambil berkata "Paman, sebaiknya aku berangkat sekarang, Paman tidak mengikutiku, uruslah urusan paman dan berhati-hatilah, oh ya sampaikan salamku kepada yang lain, suatu saat nanti aku ingin mendengar kabar dari kalian."
"eh, apakah tuan muda sudah tau siapa aku?" gumam A Kiu.
Ye Chen hanya tersenyum melihat ekspresi dari wajah A Kiu, lalu melangkah pergi ke Selatan.
"Aku harap tuan muda bisa menjaga diri." ujar A Kiu dalam hatinya.
"Jenderal, apakah tuan muda akan baik-baik saja? atau kalau tidak, biarkanlah saya dan beberapa kawan mengawalnya." kata seorang pria yang muncul dari kegelapan.
"Tidak perlu, aku rasa tuan muda bisa menjaga dirinya, apakah kamu lupa? tuan muda sangat berbeda dari anak-anak seusianya, pandangannya sangat jauh ke depan. Saya sendiri kadang bertanya mungkinkah tuan muda adalah reinkarnasi dewa.. "
"Tapi Jenderal..."
"Baiklah, kawallah dari jauh, hanya pastikan saja tuan muda selamat keluar dari kekaisaran ini. Setelah itu cepatlah kembali masih banyak tugas yang menunggu kita. Selanjutnya, biarlah nasib yang menentukan jalan hidupnya...."
"Baik Jenderal." Pria itupun menghilang di kegelapan, di ikuti beberapa bayangan lain.
"Sayang sekali tuan muda tidak mau menjadi kultivator, padahal bakatnya termasuk langka. Memiliki tulang Surgawi murni dan otak yang cerdas." gumam sang Jenderal itu sambil menghela nafas.
Ye Chen memang terkenal bukan hanya sebagai tuan muda keluarga Ye, tapi juga terkenal sangat suka membaca.
Berbagai macam kitab dilahapnya, sekali baca pasti langsung hafal dan paham.
Namun entah kenapa Ye Chen ini tidak mau menjadi kultivator padahal Ia sangat berbakat, ditambah Ia hafal berbagai jurus.
Sebetulnya bukan Ye Chen tidak tertarik untuk menjadi kultivator, beberapa kali Ia mencoba mengumpulkan energi alam tapi selalu macet, energi alam terkumpul tiba-tiba buyar seolah dantian miliknya menolak energi ini.
Inilah salah satu alasannya kenapa Ye Chen kemudian menjadi lebih gemar membaca.
Kitab-kitab formasi dan alkimia di lahap habis, berbagai formasi dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi Ia hafal di luar kepala.
Namun sayang sekali Ia tidak bisa mempraktekannya karena sebuah formasi membutuhkan sejumlah Qi untuk mengaktifkannya.
Berbeda dengan alkimia, meskipun tidak bisa membuat sebuah pil karena membutuhkan Qi dan kekuatan jiwa namun Ia tetap bisa meracik dalam bentuk serbuk yang bisa di minum ataupun salep untuk luka luar.
Ye Chen yang berjalan tiba-tiba berhenti lalu membalikkan badannya, seolah sedang menunggu sesuatu.
Setelah lama menunggu, Ia akhirnya berkata, "Paman, di depan adalah wilayah terluar kekaisaran, paman sudah tidak perlu mengawalku. pulanglah dan sampaikan salamku untuk paman A Kiu, Terima kasih untuk semua.. "
"Baik, hamba mohon diri, tuan muda harap berhati-hati jangan terlalu percaya pads orang lain." Ucap pria misterius tanpa menampakkan dirinya.
Tersenyum "akan kuingat nasehat paman."
"Senyum tuan muda sangat misterius, aku bahkan sulit mengartikannya. Jenderal sepertinya benar, aku terlalu kuatir." ucapnya dalam hati.
"Kita kembali." Ia kemudian memberi perintah mengajak kawan-kawannya pergi.
Ye Chen melanjutkan perjalanannya. Menjelang malam, Ia memasuki sebuah desa yang nampaknya baru mengalami peperangan atau mungkin lebih tepatnya diserang.
Beberapa rumah masih tampak terbakar, sebagian rumah yang lain sudah menjadi abu. Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan di desa ini.
Melihat ke atas langit lalu menghela nafas, hanya ini yang bisa Ia lakukan.
Ye Chen melangkah menyusuri desa, tujuannya hanya satu mencari tempat untuk menghabiskan malam dan kalau bisa mencari sesuatu untuk dimakan.
"hm.. sepertinya ini cukup baik " Ye Chen memasuki salah satu bangunan bekas penginapan.
Beruntung masih ada sedikit bahan makanan yang bisa di olah sekedarnya.
Tak lama, terdengar suara nafas yang teratur di salah satu pojok ruangan.
Jika ada yang melihat ini, mungkin akan terheran-heran.
Bagaimana tidak, seorang anak yang masih berusia sepuluh tahun dengan enaknya tidur tanpa rasa kuatir sedikitpun di wajahnya, seolah ini adalah kamarnya sendiri.
Hari berganti pagi, semburat keemasan membentang di ufuk timur terlihat sangat indah pertanda sebentar lagi sang surya siap memberikan kehangatannya.
Tampak seorang anak kecil berjalan pelan menuju sebuah bukit yang tak jauh dari desa.
Tidak terlalu lama, anak itu kemudian melepaskan pakaiannya hingga tersisa hanya sedikit kain yang menutup pinggang ke bawah.
Setelah meregangkan ototnya, Ia lalu memilih sebuah tanah lapang, duduk mengambil sikap lotus menghadap sang surya.
Bulir-bulir keringat tampak menghiasi seluruh tubuhnya saat matahari mulai menyinari bukit tempatnya duduk.
Namun itu semua tak menghentikannya. Ia masih duduk tegak seolah belum puas menyapa sang mentari pagi.
Ya, dia adalah Ye Chen.
Berbeda dengan anak lain yang seusia dengannya, saat anak lain masih tidur, dia sudah bangun dan melakukan aktifitas yang terlihat aneh.
Terlihat aneh di mata orang lain, tapi Ye Chen memiliki pandangan sendiri dan entah kenapa dia sangat menyukai aktifitas ini.
Kalo ada waktu dan hari terlihat cerah, dia pasti akan meninggalkan aktifitas lainnya di pagi hari.
Bukan hanya pagi hari yang cerah, saat bulan purnama, dia juga akan melakukan hal yang sama.
Duduk bertelanjang seperti menyerap energi rembulan.
Menurut sebuah kitab tua yang Ia baca, energi pagi hari sangat murni.
Energi ini bukan hanya menyehatkan tubuh tapi juga sangat berguna untuk jiwa dan spiritual dalam tubuh.
Jadi, meskipun Ye Chen belum bisa menggunakan Qi tapi kekuatan jiwa spiritualnya jauh lebih besar dari anak lain.
Setelah Kerala cukup, Ia lalu menuruni bukit dan kembali ke desa tempat Ia bermalam.
Berkeliling desa tak membuatnya lelah, entah apa yang Ia cari. Kaki kecilnya terus melangkah.
"Ah ketemu!" sepertinya harus aku kumpulkan dulu biar lebih mudah" gumamnya.
Setelah mengumpulkan apa yang Ia cari, Ia kemudian menuju tanah lapang di kaki bukit lalu mulai menggali.
"Satu, dua, tiga... Um, ada tujuh korban di desa."
"Para paman dan Bibi semua, aku berdoa untuk ketengan kalian."
Ye Chen berkhidmat setelah selesai mengubur semua korban di desa.
Kegiatan ini bukan yang pertama kali dilakukannya, sepanjang jalan Ia kadang berhenti hanya untuk mengubur jenazah yang Ia lihat.
Dibandingkan saat pertama kali, dengan alat seadanya, sebuah belati kecil pemberian A Kiu. Butuh waktu berjam-jam hanya untuk menggali satu liang di tanah.
Tubuh kecilnya saat itu seolah ingin berteriak, bisa dibayangkan usia sepuluh tahun menggali tanah kemudian mengangkat beban tubuh dewasa lalu menimbunnya bukanlah pekerjaan yang gampang untuk anak seusianya.
Belum lagi pemandangan orang mati yang dengan berbagai macam luka, ada yang tanpa kepala ada yang sudah membusuk sebagian.
Awalnya memang Ye Chen merasa takut, jijik tapi setelah beberapa kali, perasaan ini sudah mati, yang tersisa hanyalah rasa iba.
"Siapa sebetulnya anak ini, apakah tidak takut mati? bukan hanya bermalam seorang diri, tapi masih mau mengurus semua mayat-mayat itu." Tampak seorang pria tua berdiri melihat apa yang Ye Chen lakukan.
Ye Chen kembali ke penginapan, merapihkan tempatnya lalu keluar menuju hutan yang tak jauh dari desa.
Ia memutuskan tinggal di desa ini untuk sementara, lagipula Ia juga tidak mempunyai tujuan lain jadi tak ada salahnya tinggal di sini beberapa waktu.
Ke Selatan? itu memang tujuannya tapi tak usah buru-buru lagipula hanya ke Selatan, Ia sendiri tidak tau apa dan bagaimana di sana nanti.
Begitu pikir Ye Chen hingga akhirnya Ia pun tinggal di desa. Menjelang sore, terlihat Ia kembali dari hutan membawa seekor kelinci dan beberapa tanaman herbal yang Ia jumpai.
...
Malam berlalu
Setelah selesai menghirup energi pagi, Ye Chen kembali ke hutan membawa keranjang besar di pundaknya, Ia akan mengambil beberapa tanaman herbal yang belum sempat diambil kemarin.
Aktifitas ini terus Ia lakukan, akibatnya tanaman herbal menumpuk di depan penginapannya.
Bukan serakah tapi memang Ia membutuhkan semua ini, selain sebagai bahan untuk belajar, sebagian lain Ia gunakan untuknya sendiri.
Biarpun hanya untuk sekedar menghilangkan pegal-pegal atau hanya sekedar mengusir nyamuk tapi itu sangat membantu.
Beberapa kali terlihat Ia mengoleskan sesuatu di kaki dan tangannya, obat oles untuk menghilangkan luka-luka goresan duri dan ranting saat di hutan.
Pemahaman tentang berbagai jenis tanaman herbal memang patut di acungi jempol. Ia hafal betul jenis herbal dan manfaatnya.
Tak terasa sudah lima hari Ye Chen tinggal di desa, penginapannya tampak lebih bersih sekarang. Meja dan kursi Ia tata, teratur rapih.
Di halaman belakang tampak berjejer tanaman herbal yang mengering, bau herbal dari bisa tercium dari luar halaman penginapan.
Hari-harinya hanya Ia habiskan untuk meracik obat.
"Tuan..! atau siapapun yang di dalam, tolong... tolong saya." tampak seorang wanita paruh baya berlari menuju penginapan.
"Tu... an muda...?" wanita itu kaget setelah melihat Ye Chen yang terlihat seumuran dengan cucunya, dia adalah salah satu pengungsi yang melihat desa tempat Ye Chen tinggal.
Karena melihat asap dari penginapan, Ia memberanikan diri untuk singgah dan minta pertolongan.
Paling tidak bisa memberinya tempat untuk bermalam sementara.
Perasaan kecewa yang sempat terlihat di wajahnya perlahan menghilang saat Ia mendengar Ye Chen yang bersedia menolongnya.
"Nyonya silahkan masuk dulu, anda pasti lelah selama perjalanan." Sapa Ye Chen dengan sopan.
Setelah duduk, wanita itu menceritakan bahwa rombongannya dihadang sekelompok orang dan melukai anaknya dengan parah.
Ia memohon untuk mengobati luka anaknya.
Ye Chen kemudian memeriksa pria yang dibawa turun dari kereta, pria tampak sangat kesakitan.
Setelah memeriksa luka dan denyut nadinya, Ye Chen sedikit mengernyit.
"Ini luka beracun, hm.. apakah orang ini ahli racun juga.. " Pikirnya tapi Ye Chen tidak ambil pusing, Ia berjalan ke dalam lalu mengambil obat.
"Setelah tiga jam, oleskan lagi obat ini di sekitar lukanya, lalu minumkan ini padanya." Ye Chen berkata setelah melakukan perawatan pertama pada lukanya.
"Baik tuan terima kasih." Jawab si wanita
Wanita ini kemudian menyuruh yang lain menggotong si sakit, menyuruh mereka menempati rumah kosong yang memang banyak terdapat di sekitar penginapan.
"Senior, apakah anda yakin dengan ini..?" tanya salah satu pria yang menggotong si sakit.
"Sudah kau tenang saja, tunggu sampai tuan muda sadar." Jawab si wanita
Tak lama setelah mengoleskan dan meminum obat, pria yang sakit yang di panggil tuan muda ini perlahan membuka matanya.
"Tuan muda sudah sadar?" bagaimana keadaan tuan..?" Si wanita bertanya setelah melihat tuan mudanya berdiri dan terlihat sangat sehat.
"Sepertinya tubuhku sangat sehat. Obat yang diberikan anak itu sangat ampuh, tak kusangka racun ini bisa di sembuhkan.
Aku mendengar semua rencanamu dan aku setuju." kata tuan muda yang ternyata biarpun luka parah tapi kesadarannya tetap ada.
"Baik, malam nanti aku harap semua siap, lalu kita tinggalkan tempat ini." lanjutnya.
"Bunuh saja! jangan meninggalkan seorangpun saksi," perintah pria yang dipanggil tuan muda.
"Gunakan racun biar mayatnya membusuk." lanjutnya lagi lalu seorang pria kemudian memukul perut Ye Chen.
"Maafkan aku, semoga kau bisa mengobatinya. Ini akan mengurangi efek racunnya." Pria itu lalu menyelipkan sebutir pil kebajunya.
Samar-samar Ye Chen melihat seorang gadis kecil, entah apa yang Ia lakukan.
...
"Nak, kau terlalu naif, lihat apa yang mereka lakukan padamu. Apakah kau tidak bisa menduga siapa mereka dari racun di tubuhmu...?"
Terlihat seorang pria tua memapah Ye Chen yang berlumuran darah.
"Sial kenapa juga semalam aku harus pergi" gumamnya.
"Paman tolong bantu aku, ambilkan air yang di atas pintu"
Mendengar ini si pria tua bangun dan mengambil air yang dimaksud.
"Terima kasih paman, namaku Ye Chen."
"Baiklah, kau boleh memanggilku Lu Ping" ucap pria tersebut sambil menghela nafas.
Peristiwa ini terjadi tadi malam, orang yang disembuhkan oleh Ye Chen ternyata membokongnya setelah sembuh.
Ye Chen di hajar sampai babak belur karena tidak mau menyerahkan resep obat nya.
Kesal karena tidak mendapat apa yang di inginkan, akhirnya mereka megambil semua persediaan obat tanpa tersisa.
Penginapannya sekarang terlihat lebih buruk bahkan saat Ye Chen pertama kali kesini.
Menurut Lu Ping, mereka dari sekte Racun Darah.
Sekte ini kerap menyerang para pengungsi, dan mereka tidak akan pernah segan untuk membunuh.
Para pengungsi ini kemudian di kumpulkan dan dijual sebagai budak, para wanita yang tertangkap tentu akan bernasib lain.
"Jadi apa rencanamu selanjutnya?" tanya Lu Peng kemudian.
"Aku akan tetap di sini paman, aku akan memulai dari awal. Mengumpulkan tanaman herbal dan membantu pengungsi atau siapapun yang membutuhkan bantuan."
"Lalu bagaimana jika mereka datang lagi?"
"Kurasa mereka tidak akan datang lagi, aku yakin mereka pasti sudah pergi jauh." Jawab Ye Chen.
"Atau kau ikutlah denganku, kurasa dengan bakatmu ini kau akan menjadi kultivator hebat."
"Tidak paman, terima kasih atas tawaran paman tapi untuk saat ini aku akan tetap di sini."
"Apakah kau tidak berniat membalaskan dendam ini...?"
"Mereka pasti mendapatkan balasan atas apa yang mereka lakukan." ucap Ye Chen sambil tersenyum tipis.
Melihat senyum ini, Lu Ping sedikit kaget dan merasa bulu kuduknya berdiri.
Ditambah penampilan Ye Chen yang memang terlihat seram dengan darah yang mengering menghiasi senyum di bibir kecilnya.
"Perasaan macam apa ini." Gumamnya dalam hati.
"Baiklah... Baiklah, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, aku harap kau akan baik-baik saja.
Duduklah aku akan membantu meringankan lukamu dalammu."
Ye Chen sebetulnya ingin melarang hal ini, biarpun racun ditubuhnya sudah banyak berkurang karena pil pemberian pria yang memukulnya, tapi racun ini masih terlalu kuat.
Mengobati dengan menyalurkan Qi bisa menambah buruk keadaannya.
bukan hanya dia, pihak yang menyalurkan Qi itupun akan terkena racun.
"Paman, tolong di dekat pintu dapur di sebelah kiri keranjang obat. Galilah tanah di bawahnya." Ucap Ye Chen sambil menahan sakit.
"Jangan bergerak, biar kulakukan untukmu."
Lu Ping menyerahkan sebuah kotak kayu yang Ia temukqn sesuai permintaan Ye Chen.
Setelah mengambil tiga butir obat dari dalam kotak, Ye Chen kemudian menyerahkan kotak ke Lu Ping.
"Ini untuk paman, sebaiknya paman menelan satu sekarang."
Perasaan pusing segera hilang sesaat setelah meminum obat pemberian Ye Chen, tanpa sengaja Ia memperhatikan telapak tangannya yang tadi mengobati Ye Chen dengan Qi.
"Rupanya begitu, anak ini bukan tidak mau kuobati dengan Qi, tapi cara pengobatan ini memang tidak bisa di lakukan.
Pantas saja aku merasa pusing, dan anak itu terlihat lebih pucat." gumam Lu Ping menyadari kesalahannya.
Meski begitu anak ini tetap mau menerima maksud baikku dan menahan sakitnya sendiri, kalo tidak yakin dengan pengobatan sendiri maka dia tak akan setenang ini.
Pikiran inilah yang membuat Lu Peng takjub.
"Ha... ha sepertinya aku terlalu meremehkanmu, ambil ini, isinya kau lihatlah sendiri."
"Satu lagi, simpan baik-baik cincin itu, jika kau ke Barat. Cincin itu pasti akan sangat berguna." Lanjut Lu Ping lagi dan pergi meninggalkan Ye Chen sendiri.
"Terima kasih paman, akan kuingat baik-baik pesan paman." sahut Ye Chen.
Sebulan berlalu sejak Lu Ping meninggalkan desa, Ye Chen kini terlihat berkemas untuk melanjutkan perjalanan.
Ia sudah sepenuhnya sembuh dari racun sekte Racun Darah.
Bahan obat yang baru Ia kumpulkan lagi, dimasukkan ke dalam keranjang.
Satu-satunya kain yang ada, Ia pakai untuk membungkus bawaannya menjadi buntalan.
Tak lupa Ia membawa semua bumbu yang masih tersisa di desa.
"Huff sepertinya aku harus segera belajar membuka kekuatan jiwaku." Batin Ye Chen, sembari melihat kedua cincin penyimpanannya.
...
Tak ada halangan yang berarti selama perjalanan ini, beberapa kali Ye Chen memang dihadang perampok tapi Ia dibiarkan begitu saja.
Begitu juga dengan pedagang budak, tidak ada yang tertarik membawa dan menjualnya.
Naas tak dapat di tolak, suatu hari Ye Chen ditangkap.
Cuh...
Seorang perampok meludahi Ye Chen dan menendangnya di kepala sampai pingsan.
Saat terbangun, Ye Chen yang merasakan guncangan merasa aneh tapi setelah membiasakan diri, Ia akhirnya tau sedang di dalam sebuah kereta.
"Berhentiii..!!" Seorang berteriak menghentikan kereta.
"Turunkan anak itu, jaga dan ikat di tiang itu. Kita lihat apakah pancingan kita berhasil kali ini." Kata seorang pria memberi perintah.
Ye Chen ditarik paksa dari kereta, diseret lalu diikat dengan kasar di sebuah tiang.
Jangan ditanya bagaimana rasanya, tubuh kecilnya serasa mau remuk.
Hanya tatapan dalam dan senyum tipis yang bisa Ye Chen lakukan, sama sekali tak ada rasa sakit atau takut dalam senyum ini.
Keesokan harinya, Ye Chen yang masih dalam keadaan terikat, terbangun. perlahan kesadarannya mulai datang tapi ada yang berbeda, senyum yang biasa menghias bibirnya terasa aneh.
Ye Chen mulai memperhatikan sekelilingnya, "Mereka tidak di sini," batinnya dan mulai menggosok-gosok tangannya, berusaha melepaskan ikatan.
Tidak sampai hari terang Ye Chen berhasil membuka ikatan tangannya, Ia kemudian mengambil buntalan dan kotak tanaman herbalnya yang dibuang begitu saja oleh orang yang menangkapnya.
Baguslah mereka tidak memeriksa kotak-kotak ini, kalo tidak cincin ini sudah pasti mereka ambil, pikir Ye Chen.
Di bawah kotak memang ada sedikit celah yang dimanfaatkan Ye Chen untuk menyembunyikan cincinnya.
"Sebaiknya aku cepat meninggalkan tempat ini." ucapnya dalam hati.
Ye Chen lalu berlari masuk jauh ke dalam hutan, tidak perduli pakaian dan kulitnya terluka akibat duri, kakinya yang hanya beralas sepatu tipis sudah berdarah, entah apa yang Ia injak.
Ia juga tak sadar, belum lagi beberapa hewan buas yang mengejarnya karena mencium bau darahnya.
Nasib kemudian membawanya ke sebuah bukit, bukit yang indah dengan rumput menghijau.
Ye Chen yang sudah sangat lelah berbaring begitu saja dan tertidur pulas.
Suara kicauan burung membangunkan Ye Chen dari tidurnya.
Hal pertama yang Ia lakukan saat bangun adalah memastikan keadaan sekelilingnya, Ia kuatir ada yang mengejarnya.
Setelah memastikan situasi aman, Ia segera mengambil sikap lotus menghadap matahari dan mulai menyerap energi mentari pagi.
Seperti yang selalu Ia lakukan.
"hm.. energi di sini lebih padat, sepertinya saat ini aku berada di benua Tengah" Gumam Ye Chen dengan mata terpejam, yang masih menyerap energi alam.
Puas menyerap energi mentari pagi, Ia kemudian berkeliling memeriksa area di sekitar tempatnya berada.
Tempat ini cukup menarik menurut Ye Chen, mungkin lebih tepatnya aneh.
Area yang bisa dibilang bukit ini dikarena letaknya yang agak tinggi.
Jika berdiri di sini maka kita dapat melihat jelas daerah sekitar yang agak jauh.
Puncaknya sendiri cukup luas dan datar ditumbuhi rerumputan yang menghijau.
Yang membuatnya merasa aneh adalah tak ada satupun hewan yang hidup di sini.
Tapi jika melihat ke bawah, hewan-hewan ini dapat terlihat dengan jelas.
Tak ada satupun yang masuk ke area perbukitan.
Bukit ini seperti memiliki dunia sendiri, pikirnya.
Berpikir untuk menetap di sini, Ye Chen dengan susah payah hanya mengandalkan sebuah belati kecil, Ye Chen mengumpulkan batang-batang pohon, rencananya Ia akan membangun pondok sederhana.
Tempat tidur, dapur dan sebuah ruangan yang akan dia pakai untuk menaruh barang-barangnya, asalkan tidak kehujanan juga sudah cukup.
Setelah dirasa cukup, Ye Chen kemudian mulai mengumpulkan kembali segala macam tanaman herbal dan menata bukit tempatnya tinggal.
Ini dilakukan Ye Chen sampai usianya sebelas tahun, ini berarti sudah satu tahun Ia pergi dari rumahnya dan hampir setengah tahun Ia berada di bukit ini.
Suatu malam Ia berfikir untuk menjelajahi area Selatan bukit ini, ada satu hal yang menarik perhatiannya, yakni sepasang batu yang berdiri berjajar seperti sebuah gerbang.
Kalau diperhatikan lagi, di batu itu tertulis simbol-simbol yang sangat Ye Chen pahami sebagiannya, simbol formasi.
Tapi fungsinya untuk apa, Ye Chen belum tau, simbol-simbol ini adalah simbol kuno, begitulah menurut pemahamannya.
Keesokan harinya Ia bersiap memeriksa batujajar ini, begitulah Ye Chen menyebutnya.
"Aakh! sebetulnya ini apa, apakah sebuah artefak...?" Ye Chen merasa kesal, berulang kali Ia berteriak-teriak tidak jelas.
Tanpa sengaja Ye Chen tergelincir di tanah melewati batujajar.
"Eh..? dimana ini?" Ia merasa asing dan aneh, hutan di sini lebih lebat, energinya juga lebih padat dibanding bukit tempatnya tinggal.
Hanya satu kesamaan dengan bukitnya, hewan-hewan buas di sini juga tak ada yang mau masuk, seolah ada tembok yang menghalangi mereka untuk masuk.
" Mungkinkah aku berteleportasi? batinnya sambil mencari-cari sesuatu.
"Ah ini dia, sepertinya memang betul batujajar merupakan gerbang teleportasi. Mungkin tidak sempat di hancurkan di masa perang, atau mungkinkah tidak terlihat..?" gumam Ye Chen sambil terus mengamati batujajar yang memang sama persis dengan yang ada di bukit.
Lama berpikir, akhirnya Ia memutuskan untuk berkeliling memuaskan rasa penasarannya, toh di sini tak ada yang harus Ia khawatirkan.
Pernah sekali Ia ingin memastikan kumpulan hewan di luar tembok yang menurut pengamatannya, sering berganti.
Ada sekumpulan Serigala, kemudian jenis ular bertanduk dan masih banyak lagi jenis yang lain, dari yang kecil sampai yang berukuran besar seperti kelabang hitam yang panjangnya tidak kurang dari tiga meter.
Seolah menunggu sesuatu, mereka datang dan pergi, duduk diam kemudian pergi.
"hehe.. yang ini saja, coba kita lihat apa betul mereka tidak bisa masuk."
Ye Chen tertawa kecil melihat seekor kera berbulu putih yang duduk diam.
Ia lalu mengambil ranting pohon lalu menusuk-nusuk si kera putih.
Dia harus memastikan ini, bisa gawat kalo ternyata hewan-hewan ini bisa masuk ke sini.
Tak satupun hewan-hewan ini yang sanggup Ia kalahkan.
Merasa terganggu, Kera putih membuka matanya mencari sumber masalah.
"Manusia sialaaan..! apa yang kau lakukan..? apa kau cari mati..!" Kera putih melotot ke arah Ye Chen.
Kera putih setinggi empat meter ini mempunyai kulit tebal, senjata biasa aja tidak akan mampu melukai kulitnya.
Ye Chen yang cerdas juga tau hal ini, oleh karena itu rantingnya sengaja Ia tajamkan ujungnya dan Ia menusuk secara terus-menerus di tempat yang sama.
Mustahil Kera putih tidak merasakan ini. Jika dalam keadaan biasa, gangguan ini sama sekali tidak berarti.
Sayangnya saat ini Ia sedang berkonsentrasi menyerap energi alam, keadaan inilah yang membuat daya tahan tubuhnya menurun.
Meskipun tidak berbahaya namun perbuatan Ye Chen ini sangat mengganggu.
Melihat reaksi Kera putih, Ye Chen yang sempat ketakutan akhirnya bisa tenang saat menyadari Kera putih tak bisa berbuat apa-apa terhadapnya.
Tembok transparan membuatnya tak bisa menyentuh Ye Chen, seolah ada daya tolak yang sangat halus setiap ada hewan yang mendekat.
Pemahaman Ye Chen yang dalam ditambah kegemarannya membaca membuatnya menarik kesimpulan bahwa ada sesuatu di tempat ini.
Hewan-hewan ini tak bisa masuk bukan karena tak mau, jalan satu-satunya untuk ke sini sepertinya hanya bisa lewat portal batu jajar pikirnya.
Mereka hanya bisa menyerap energi dari luar.
Yang Ye Chen tidak habis pikir adalah, kenapa mereka ini seolah akur-akur saja tidak ada pertempuran yang biasa terjadi.
Memang sangat mengherankan melihat fenomena ini, dunia ini adalah dunia dimana yang kuat yang berkuasa.
Menindas yang lemah adalah hal yang biasa terjadi.
Bila diselidiki lebih jauh, fenomena di tempat ini sangat berkaitan dengan kepadatan energi yang keluar dari dalam tempat Ye Chen.
Ada beberapa titik yang menjadi tempat terbaik untuk menyerap energi.
Dan di titik inilah semua hewan berkumpul.
Ye Chen hanya tertawa kecil melihat tingkah si Kera putih, tapi tidak segera pergi.
Ia masih berniat melakukan beberapa kali percobaan lagi tapi dia urungkan karena melihat tatapan tidak senang beberapa pasang mata di depannya.
Beberapa pasang mata ini bahkan terlihat mau menelannya.
Tanpa disadari, kelakuan Ye Chen ini membuat yang lain menghentikan aktifitas mereka.
Mereka kuatir Ye Chen juga akan menganggu mereka karena masih memegang ranting.
...
Hari berlalu sejak Ye Chen menggangu Kera putih, Ia kemudian memutuskan untuk tinggal di sini dan mulai belajar membuka kekuatan jiwanya.
Sesekali Ia akan kembali ke bukitnya untuk membawa tanaman-tanaman herbal yang Ia kumpulkan untuk di jemur.
Suasana di tempat ini sangat berbeda, tidak ada malam ataupun siang yang terik.
Di sini terasa seperti pagi hari, dengan langit biru. Ia perlu kembali ke bukitnya untuk menyerap energi mentari pagi di sana.
Waktu berlalu, saat ini Ye Chen sudah bisa membuka kekuatan jiwanya, walaupun hanya di tingkat dasar tapi ini sudah cukup untuk membuka dan menyimpan sesuatu dalam cincin penyimpanannya.
Cincin pemberian Lu Pin berisi beberapa koin emas, perak beberapa potong pakaian dan sejumlah tanaman herbal.
Sedangkan cincin warisan ayahnya belum bisa Ia buka karena dikunci dengan segel formasi.
Harus belajar formasi untuk membuka cincin ini.
Ia juga terus melatih gerakan jurus-jurus dari kitab yang di hafalnya.
Ini Ia lakukan dalam dimensi portal batu jajar, jadi setelah menyerap energi mentari, Ia akan kesini untuk berlatih.
Tidak ada Qi tidak membuatnya malas berlatih, untuk apa menghafal ribuann jurus kalo tidak dilatih? pikirnya, dan lagi, latihan ini bisa meningkatkan kesehatan tubuh.
...
Suatu hari entah kenapa Ye Chen merasakan sesuatu terjadi di ruang dimensi portal batu jajar, bumi sedikit bergetar. Hewan-hewan yang berada di luar portal juga tampak gelisah seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
Yang paling terasa adalah berkurangnya kepadatan energi di tempat ini.
Keadaannya kini hanya sedikit lebih padat dibandingkan benua Tengah, bukit tempatnya tinggal.
Perasaan ini pernah Ia alami tak lama setelah memasuki dimensi ini.
Saat itu, saat Ia mencari tanaman herbal, secara tak sengaja Ia menemukan sebuah pohon yang diselimuti cahaya tapi tidak menyilaukan mata.
Tumbuh melayang di atas kolam berair sangat jernih.
Setiap helai daun yang gugur, begitu menyentuh air kolam, tiba-tiba lenyap begitu saja, bersatu dengan air kolam.
Daun ini masih berwarna hijau bukan kuning seperti umumnya.
Daun-daun yang berguguran inilah yang menyebabkan fenomena ini, fenomena seperti kehilangan sesuatu.
Waktu itu Ye Chen melihat pohon ini mempunyai satu buah yang berwarna keemasan.
Pernah sekali waktu Ia mencoba mengambil air kolam dan melihat pohon ajaib ini dari dekat. Tapi begitu menyentuh air, jiwanya seolah melayang.
Tak ingin mengambil resiko, Iapun mengabaikannya.
Mengingat ini, Ye Chen segera berlari ke arah pohon ajaib.
Ia terkejut menemukan pohon ajaib telah mati, dan kolam berair jernih bertambah luas beberapa kali dan airnya terlihat tidak sejernih dulu terutama di bagian dasar kolam.
Lalu Ia melihat buah berwarna hijau pekat yang memiliki garis-garis keemasan.
Buah yang seukuran telapak tangan ini tampak melayang di atas kolam.
Kembali Ia memeriksa sekitar kolam, Ia takut sesuatu terjadi yang akan membahayakan dirinya, lalu tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah retakan yang muncul di gundukan tanah.
"Gua..? heh rupanya ada gua disini." Gumamnya.
Segera Ia memasuki gua dan memeriksanya, tak ada apapun di sana selain kerangka manusia yang tampak berserakan di belakang sebuah meja kecil.
Merasa tak enak, Ye Chen kemudian membungkukkan badannya dengan hormat. "Senior, maafkan kelancangan junior yang masuk tanpa ijin." Ucap Ye Chen.
"eh.. tulisan apa ini?" Posisi yang membungkuk membuatnya bisa melihat tulisan-tulisan kecil seperti guratan di atas meja.
Ye Chen kini duduk sedikit menunduk untuk melihat tulisan ini, posisi ini kalau diperhatikan akan tampak seperti murid yang mendapat pengajaran dari seorang guru.
Bukalah, saat engkau membaca ini berarti saat ini juga engkau resmi menjadi muridku.
"Apa yang dibuka..? semua yang ada di sini terbuat dari batu, tak mungkin aku bisa menghancurkannya." batin Ye Chen sambil mengusap-usap, meraba-meraba meja kecil yang terbuat dari batu di depannya.
Merasa putus asa, Ye Chen kemudian memutuskan mengangkat yang membuat tulisan ini sebagai gurunya.
Bukan karena terlalu ingin mengambil guru, menurutnya tidak ada salahnya menjadi murid seseorang.
Dia hanya berpikir sederhana, mengubur kerangka di depannya dan memberinya penghormatan terakhir. Penghormatan dari seorang murid mungkin membuatnya lebih tenang di alam sana.
"Guru.. terimalah hormat muridmu, meskipun aku tidak tau siapa engkau tapi yakinlah aku akan menjadi murid yang baik." terdiam beberapa saat, Ye Chen kemudian menambahkan lagi.
"Oh ya guru, aku tidak akan mau menurutimu jika itu bertentangan dengan hatiku."
Selesai mengucap janji murid, Ia kemudian bersujud, membenturkan kepalanya di lantai layaknya seorang murid kepada gurunya.
"Rasanya ada yang kurang, um.. oh iya teh penghormatan. Guru tunggu di sini, aku akan mengambilnya."
Tanpa Ye Chen sadari, sebuah retakan muncul tepat di tempat Ia bersujud membenturkan kepalanya.
Tak lama kemudian Ye Chen tampak masuk kembali membawa daun berisi air kolam. Sejak matinya pohon di atas kolam, Ia bisa dengan mudah menyentuhnya.
"Guru aku kembali, maaf menunggu lama dan maaf sekali lagi, tidak ada teh di sini, pakai air ini saja yah guru..."
Ye Chen kemudian menuangkan air di atas retakan yang tak Ia sadari.
Krakkk..!
"eh suara apa itu.?" melihat ke bawah, ternyata di sana terdapat lubang kecil, samar-samar ada cahaya kehijauan dari dalam lubang.
Ye Chen kemudian mengambilnya dan ternyata sebuah cincin berwarna hijau.
"Lagi-lagi formasi, hah apakah orang-orang di dunia ini gila formasi?" Ye Chen hanya bisa pasrah karena tak bisa melihat isi di dalam cincin.
Setelah menguburkan tulang belulang dan berdoa untuk ketenangan gurunya, Ye Chen duduk di kursi tempat kerangka sebelumnya berada.
Pemandangan dari sini memang beda pikirnya. "Hei kamu! baca yang keras, jangan seperti orang tidak makan berhari-hari." Ye Chen membayangkan dirinya adalah seorang guru kemudian tertawa keras.
Tiba-tiba matanya tertuju pada lingkaran di meja di depannya, dari sini memang terlihat jelas. orang yang berada di depan tak mungkin bisa melihat ini.
Lingkaran ini seolah tercetak pada meja batu kecil di depannya. Seolah mengerti, Ye Chen mengambil cincin hijau lalu memasukkannya dalam.
Klak..
meja kecil di depannya tiba-tiba terbuka, Ye Chen kemudian mengambil sebuah kitab yang terletak di dalamnya.
"Bukalah, oh rupanya inilah yang dimaksud tulisan itu." batinnya.
Tak ada sampul yang menerangkan ini kitab apa tapi dari tulisannya Ye Chen tau, ini adalah tulisan kuno.
Ini bukan masalah buat Ye Chen.
Mungkin bagi orang lain, kitab ini tidak akan berguna tapi tidak untuknya.
Dengan mudah Ia dapat membaca seluruhnya.
Merasa tak ada apa-apa lagi di dalam gua, Ye Chen memutuskan untuk keluar.
Ia sangat penasaran dengan isi buku ditangannya.
Mengambil tempat di dekat kolam, Ye Chen lalu membuka sampul pertama.
Catatan Perjalanan, begitulah tulisan dari bab pertama kitab ini.
Kitab ini terlihat sangat tua sangat rapuh, beberapa bagian bahkan ada yang sudah hancur menjadi bubuk.
Begitu halaman pertama di balik untuk melihat halaman selanjutnya, halaman pertama tadi hancur begitu saja, berubah menjadi bubuk.
Resapilah jika engkau merasakannya.
Halaman keduapun hancur menjadi bubuk setelah di balik.
Berjalan menembus waktu
Melangkah sampai batas atas
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!