Masuk dunia halu. Ini cerita yang Nara buat. Terima alurnya dan percayakan dengan authornya.
🌹🌹🌹
Gemerlap lampu, gadis cantik meliuk di bawah lampu disco memanjakan mata. Seorang pria mengawasi sosok seorang wanita yang sedang asyik menikmati hitamnya malam.
"Sudah terlalu malam mbak. Nanti Bapak marah" kata Bang Ori. Lingkungan kerjanya saat ini mengenalnya dengan nama Orion.
"Kalau kamu nggak bilang apa-apa sama Papa tentu Papa nggak akan marah" gadis itu bersikap nakal dan manja di hadapan Bang Ori.
"Saya hanya menjalankan perintah. Kalau mbak Netta nggak mau pulang, akan sangat berbahaya"
"Lalu apa gunanya kamu jadi pengawalku?? Aku akan memberimu 'upah tutup mulut' tapi jangan adu kan aku sama Papa" Netta menaikan rok mininya memperlihatkan paha mulus penguji nyali Bang Ori.
"Juuuurr.. tembelek kicek. Tak sikat aku mati, nggak di sikat kok ngiler. Kalau bukan karena pekerjaan sudah kulipat habis nih bocah. Bisa-bisanya aku di kerjai bocah belasan tahun"
"Kenapa?? Kamu nggak berani?" tanya Netta terdengar menantang menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang pria.
"Kita pulang mbak..!!" Ajak Bang Ori.
"Munafik.. Kalau mau bilang mau..!! Jangan sok tidak suka. Aku tau pikiranmu para pria, hanya sekelumit paha dan dada saja" ledek Netta semakin menjadi.
Bang Ori mulai habis kesabaran, ia memanggul Netta keluar dari ruangan.
"Turunkan aku.. turunkan aku..!! Kau tuli ya..!!" Netta terus berteriak tanpa henti memekakan telinga.
Bang Ori membanting Netta di rerumputan dengan kasar.
"Saya memang pengawalmu. Tapi saya jauh lebih tua dari kamu bocah ingusan. Bocah sak kencur wae kakehan polah" bentak Bang Ori.
"Kamu berani membentak ku??? Aku akan lapor Papa biar kamu di pecat. Om-om norak" teriak Netta.
Bang Ori sudah hampir melayangkan tangannya melihat bibir Netta yang meledeknya tapi rekannya masih sempat mencegahnya.
"Jangan Bang..!!"
"Kalau kau bukan anak tuan besar.. sudah ku hajar kau habis-habisan"
"Dasar tiang listrik"
"Kau saja yang pendek. Tinggi hanya semeter kotor saja kau banggakan. Dasar kecebong" umpat Bang Ori.
"Kyaaaaa....... dasar beruk"
Bang Ori tak peduli dan langsung meninggalkan Netta yang masih berteriak tak karuan.
...
"Kenapa baru sampai rumah??" Tuan besar menegur Bang Ori karena baru membawa putrinya pulang lewat jam dua belas malam.
"Mohon maaf Tuan......"
"Netta kerja kelompok pa, tadi buat tugas kuliah sama Anya" kata Netta bergelayut manja di lengan Papanya.
"Oohh.. ya sudah. Lain kali kabari Papa" Papa Netta mencium kening putrinya lalu meninggalkan Netta dan Bang Ori.
Netta pun melenggang melewati Bang Ori.
"Tidak adakah terima kasih? Aku menyelamatkan nyawamu"
"Aku tidak butuh bantuanmu nona manja"
"Kau akan membutuhkan bantuan ku" kata Netta dengan sombongnya.
"Kita lihat, siapa yang butuh siapa" jawab Bang Ori.
:
"Aaahh.. ****.. Kenapa gadis ingusan itu selalu mengganggu pikiranku???"
Seorang pria menghampiri Bang Ori di ruang karyawan.
"Jangan pikir perempuan itu lagi. Perempuan hanya bisa bikin masalah dalam hidup kita. Apalagi Netta itu anak junjungan kita"
"Saya nggak pikir perempuan Bang, apalagi bocah itu. Gemas saya lihatnya" jawab Bang Ori.
"Asal jangan jatuh cinta saja kau Ri" kata rekan Bang Ori.
***
"Saya masih waras Bang, nggak akan jatuh cinta sama bocah macam begitu. Mungkin saat saya kelas enam SD dia masih baru masuk playgroup"
"Jangan sesumbar kamu Yud. Saat dia menggodamu di club malam, Kamu tidak bisa berbuat apapun.
"Masa harus saya sambar, dia anak 'majikan' saya Bang" jawab Bang Yudha yang menggunakan nama asli dalam kehidupan sehari-hari.
"Tugasmu untuk menarik hati anak mafia itu untuk mencari informasinya, hanya untuk menarik informasi dan tidak boleh jatuh cinta sama Netta"
"Saya nggak akan jatuh cinta sama bocah bayi itu Bang" ucap jelas Bang Yudha.
"Baiklah kalau begitu. Informasi itu Abang tunggu segera. Markas besar sudah menunggu hasil kerja ini." Perintah Bang Catur.
"Siap Abang"
...
Bang Yudha melepas seragamnya usai sholat isya dari masjid kantor lalu menggantungnya di dinding. Ia menghubungi kekasihnya Tania. Sudah dua minggu ini kekasihnya itu sulit di hubungi. Ia pun membuka pesan singkat dari sahabatnya.
Lusa, Tania akan menikah dengan Ghani.
"Tania??? Nikah??"
****
Netta melihat Bang Ori menutup ponselnya dengan kesal usai meluapkan emosinya. Tak pernah di lihatnya pria itu begitu frustasi sampai menenggak minuman keras di ruang kerja khusus karyawan yang sepi.
"Om-om seperti dia bisa patah hati????" gumam Netta yang sebenarnya juga sedang mengalami patah hati.
"Jelas saja, siapa wanita yang akan tahan bersanding dengan beruk satu itu. Tak pernah senyum, wajah datar.. mungkin hanya wanita khilaf saja yang mau jadi pacarnya"
"Hei.. om kaku" sapa Netta sembari menyambar minuman keras milik Bang Ori.
"Ini khusus pria dewasa, kadar alkoholnya tinggi. Kamu jangan minum..!!" cegah Bang Ori.
Malang tak dapat di cegah, Netta ikut menenggak minuman keras itu. Mereka berdua meracau bersama dan saling curhat perasaan masing-masing.
:
"Jadi pacarmu menikah besok?" tanya Netta pada pria berusia dua puluh enam tahun itu.
"Iya, padahal aku menghadiahi dia mobil meskipun tidak mahal" jawab Bang Ori.
"Aku juga, pacarku mengkhianati aku. Padahal aku sudah menyerahkan keperawanan ku"
"Kenapa kamu nggak minta tanggung jawabnya?"
"Aku nggak mau, dia tentara. Papa nggak suka tentara, makanya aku nggak pernah bilang" jawab Netta.
"Bagaimana kalau ternyata jodohmu tentara?" tanya Bang Ori yang sudah mulai melayang.
"Aku akan membunuhnya, tentara hanya akan merusak bisnis keluargaku"
Bang Ori tersenyum penuh arti.
"Aku pun juga akan membinasakan mu..!!"
Netta merangkul Bang Ori.
"Bisakah kamu menghamili ku? Aku ingin memberi pelajaran berharga untuk pacarku"
"Aku tidak menghamili anak-anak" Bang Ori mulai terpancing.
"Kau ini sebenarnya bisa atau tidak???"
"Apa sebenarnya maumu, kamu meremehkan ku?"
.
.
.
.
Ambil pelajaran, jangan hanya mengambil cerita buruknya.
🌹🌹🌹
"Kamu mau di mana cantik??" tantang Bang Ori yang sudah kehilangan akal karena pengaruh minuman haram meskipun ia masih dalam keadaan sadar tapi jelas sekali akalnya sudah mulai goyah.
"Up to you beib..!!"
...
"Astagfirullah hal adzim.. apa yang sudah kulakukan?" Bang Yudha ( Ori ) berusaha sadar dan menarik diri dari tubuh mulus wanita cantik yang sedang ia gagahi.
Baru saja mengangkat tubuh kekarnya, ia tak kuasa lagi menahan pelepasan tak sengaja, tubuhnya menolak menjauh dari Netta. Entah bisikan mana yang membuatnya malah mendekap erat Netta dan mencurahkan seluruh perasaannya yang salah.
"Eghm.." terdengar rintih kecil saat Bang Yudha menekan tubuhnya. Terlalu lelah menikmati pengalaman pertamanya, Bang Yudha pun tertidur. Air matanya menetes mengingat sosok sang ibu.
...
"Hwaaaaaa....!!!!!" pekik suara Netta mengagetkan Bang Yudha hingga pria itu tersentak dari tidurnya.
"Kencang sekali suaramu..!! Kamu mau satu kampung grebeg kita???" tegur Bang Yudha.
"Aaawwhh.. sakit sekali, kamu apakan aku? Kemana pakaianku?" tanya Netta cemas. Ia memercing merasakan nyeri pada pangkal pahanya. Ia sedikit mengintip ada apakah hingga ia merasakan sakit.
"Noda apa ini??" tanyanya lagi dengan wajah polos.
Bang Yudha memperhatikan raut wajah polos Arnetta hingga membuat perasaannya tak tega.
"Maaf.. maafin Abang ya dek" ucapnya semakin menutup tubuh Netta meskipun perasaannya antara ikhlas dan tidak.
Lebih terkejut lagi batin Bang Yudha saat ia juga melihat tanda palang dari Netta.
"Lailaha Illallah.." ucapnya lirih.
Ya Allah Tuhan, minuman itu membuat aku melakukan hal hina seperti ini. Aku menyadari tapi tak mampu menolaknya.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan? Kalau Papa tau.. Papa akan marah sekali karena tidak ada yang boleh melihat tubuhku kecuali Mama" kata Netta sampai sesenggukan.
"Bisakah kamu memanggil orang yang lebih tua dengan panggilan yang sopan..!!!" Tegur Bang Yudha.
"Kita sudah melakukan kesalahan besar. Sepulangnya dari sini, Abang akan bilang ke Papa mu"
"Jangan.. kamu.. maksudku.. Abang bisa mati di tembak Papa" Netta mulai ketakutan tak seperti pribadi yang biasa Bang Yudha kenal.
"Abang memang pantas mati dek. Laki-laki macam apa Abang ini.. nggak bisa menjagamu, malah merusakmu. Abang nggak akan lari, Abang akan tanggung semua perbuatan Abang"
"Nggak Bang, tolong rahasiakan ini. Netta malu. Abangnya netta pasti juga akan mencincang Netta hidup-hidup" Netta memegangi lengan Bang Yudha.
"Abang akan melindungimu dan nggak akan membiarkan kamu menanggung semua beban ini sendirian"
...
Bang Yudha memasukan Netta diam-diam ke dalam rumah tanpa ada seorang pun yang tau. Hari masih menunjukan pukul setengah tiga lagi dan rata-rata pekerja di rumah megah itu masih terlelap dalam tidur.
"Masuklah, Abang kembali ke ruangan"
Netta mengangguk dan masuk ke kamarnya. Langkahnya berjinjit tertatih. Bang Yudha sampai ikut meringis melihat langkah Netta.
"Langsung tidur..!! Jangan bertingkah..!!"
***
Bang Yudha bersujud dan menangis di atas sajadah. Hatinya bergulat hebat. Entah sholatnya itu di terima atau tidak, yang jelas ia ingin bersujud mencurahkan kekalutan batinnya. Kini pikirannya hanya terfokus pada Netta sampai melupakan Tania yang besok akan menikah dengan pria lain.
Nada dering telepon terdengar. Bang Yudha duduk kemudian melirik ponselnya. Ada nama Tania disana tapi Bang Yudha tak ingin menggubrisnya. Selain soal pernikahan Tania, orang tua Tania pun tak pernah merestui hubungan di antara mereka bahkan apapun yang sudah ia lakukan dan berikan pada keluarga Tania tak pernah di hargai.
Ponsel Bang Yudha berhenti berdering. Ia mengingat perkataan orang tua Tania yang begitu menyakitkan hati.
flashback on..
"Setinggi apapun pangkatmu dalam militer, gajimu tak akan pernah bisa menyamai pengusaha. Putriku harus mendapat pria berkelas, aku tak mau putriku di rendahkan hanya karena kemana-mana harus menaiki bus kota atau berpeluh di angkutan kota. Pacaran dengan putriku harus punya mobil" kata Ibu Tania.
"Akan saya penuhi Bu"
"Kalau kamu beli mobil, putriku mau makan apa? Gajimu pasti akan habis untuk mencicil mobil. Rongsokan murah saja kau tak mampu beli"
"Jika hanya mobil second saja saya masih mampu Bu" ucap Bang Yudha merendah kala itu.
"Second???? Aku mendidik putriku sekolah tinggi dan membuatnya hidup enak. Lalu hidup bersamamu akan jatuh miskin dan susah?? Jangan mimpi kamu Yudha. Sekarang lebih baik kamu keluar dari rumah ini. Pasangan yang cocok untuk Tania akan segera datang. Jangan sampai dia melihatmu yang gosong terbakar matahari..!!" usir Ibu Tania.
"Maa.. jangan begitu. Kasihan Mas Yudha" cegah Tania.
"Kalau kamu pengen jadi gelandangan menikah sama tentara yang gajinya kecil.. silakan kamu ikut dia dan jangan anggap Mama Papamu ini ada Tania..!!!!!!!" bentak Mama.
"Baiklah Bu, saya pamit pergi. Tapi jujur saya masih berharap bisa meminang Tania. Saya tulus mencintainya" kata Bang Yudha.
"Cinta tidak akan membuat putriku kenyang. Cepat pergi..!!" usir Mama Tania.
flashback off..
"Ya Allah Tuhan, hatiku sakit sekali mengingatnya" ucapnya mengusap dadanya yang terasa sesak.
Bang Yudha mengingat wajah Netta, hatinya lebih tertusuk nyeri mengingat gadis yang masih belasan tahun itu.
"Kesalahanku pada Netta teramat fatal. Aku sudah berzina dan menggauli Netta tanpa ikatan pernikahan. Aku harus bilang Papanya. Ini sudah resiko dari perbuatanku"
...
"Ori.. kamu jemput Mbak Netta di kampus. Mbak Netta pingsan, sedangkan bos besar berangkat ke Singapura tadi pagi dan Tuan muda sedang berada di Medan" kata Rekan Bang Yudha di rumah besar.
"Pingsan?? Apa sakit?" tanya Bang Yudha.
"Nggak tau, kamu kesana saja..!!"
"Baik Pak, saya berangkat sekarang..!!"
:
"Kamu sudah dapat info apa?" tanya Komandan Markas.
"Ijin Komandan.. baru sebagian informasi. Putri bandit bertopeng sedang sakit" jawab Bang Yudha.
"Saya nggak peduli itu, saya hanya mau kamu dapat info secepatnya. Kalau perlu kamu pacari dia lalu tinggalkan tanpa jejak. Ini taktik Yudha..!!!"
Bang Yudha terdiam, tak mungkin ia meninggalkan gadis yang sudah renggut kehormatannya dan yang utama paling ia takutkan adalah bisa saja gadis itu mengandung benihnya.
"Siap.. akan saya usahakan komandan. Tapi bagaimanapun kerasnya pekerjaan saya, saya tidak ingin ada yang tersakiti" jawab Bang Yudha.
:
Bang Yudha langsung menuju ruang kesehatan kampus dan melihat seorang gadis menemani Netta.
"Apa Mbak Netta belum sadar?" tanya Bang Yudha.
"Belum. Om siapa ya?" Baru kali ini Anya sahabat Netta melihat sosok Bang Yudha.
"Saya anak buah Papanya Netta dan di tugaskan khusus untuk mengawal putri Tuan besar" jawab Bang Yudha masih menjaga kerahasian.
"Oohh.. Iya. Saya Anya sahabatnya Netta. Netta demam, lebih baik di bawa ke ke klinik untuk di periksa kesehatannya"
"Baik Mbak Anya.. saya akan bawa Mbak Netta ke rumah sakit"
...
"Bapak baru menikah? suaminya Bu Netta?" tanya seorang dokter.
"Haaa.. Hmm.. memangnya ada masalah apa dok?"
"Ada pesan dari bagian kebidanan. Saya tidak bisa menerka, mungkin karena bapak dan ibu adalah pengantin baru.. ada bekas trauma di tubuh Bu Netta. Jadi untuk sementara bapak bisa mengurangi aktivitas ranjang sampai istri bapak bisa beradaptasi" Jawab dokter.
Mata Bang Yudha membulat besar. Tangannya menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal.
Merasakan nyaman saja masih mengambang. Semalam bahkan aku masih mabuk berat. Aku mana ingat betul semalam pakai gaya apa sampai buat Netta KO.
.
.
.
.
Banyak assisten Netta yang membantu gadis itu di rumah sakit, juga dua orang penjaga khusus untuk Netta dan dua orang pengawal tambahan, tapi Bang Yudha tak meninggalkan rumah sakit sedikitpun. Sebagai pria yang masih punya kewarasan penuh, ia tidak akan meninggalkan Netta sendirian yang sedang sakit karena ulahnya.
"Bagaimana Netta??" tanya istri ke tiga Papa Netta pada Bang Yudha. Istri ketiga Papa Netta hanya berumur dua tahun lebih tua dari usia Bang Yudha.
"Sedang tidur di dalam Bu" jawab Bang Yudha.
"Apa sakitnya parah?"
"Tidak Bu, hanya kurang istirahat saja" Bang Wira tetap menjawab pertanyaan Ibu tiri Netta dengan sopan meskipun ibu tiri Netta sangat culas.
"Bawakan tas saya..!!" perintahnya.
Saat tangan Bang Yudha akan menerima tas itu, Ibu Elena menjatuhkan tasnya sampai Bang Yudha harus membungkuk untuk mengambilnya.
Saat Bang Yudha menengadah, Ibu Elena sengaja menggoyangkan kaki memamerkan paha mulus di hadapan wajah Bang Yudha hingga terlihat sesuatu yang bersifat rahasia dari balik belahan rok wanita muda itu.
Bang Yudha memejamkan mata, tak ingin lagi melihat 'yang lain'. Saat ini baginya cukup ia menyentuh Netta dan itu menutup petualangan batinnya untuk penasaran dengan sosok wanita lain.
"Mari saya antar..!!" ucap Bang Yudha dengan sopan ibarat jongos dan majikan.
"Badan besar nggak doyan perempuan? Homo??" ledek Ibu Elena.
Bang Yudha tak peduli itu, tugasnya hanya mengantar istri ketiga Tuan besar.
~
"Butuh apa? Biar Mama belikan?" tanya Bu Elena tapi dengan nada yang culas.
"Nggak ada" jawab Netta.
"Baiklah, Mama pulang. Kamu cepat sembuh biar Mama nggak setiap hari kesini untuk lapor keadaanmu sama Papa." kata ibu Elena.
"Katakan Netta baik-baik saja. Itu sudah cukup"
...
Siang hari.
Rombongan kakak kandung Arnetta tiba. Betapa terkejutnya Bang Yudha melihat sosok yang datang ke rumah sakit. Tak berbeda dengan Bang Yudha pria itu juga melihat pria di hadapannya dengan rasa terkejut yang tidak dapat di hindari.
"Nona muda ada di dalam." Bang Yudha sedikit menunduk dan memberi hormat pada 'tuan muda'.
"Kamu ikut saya dulu..!!" perintah tuan muda mengajak Bang Yudha ke taman.
:
"Sekarang kau sudah tau alasanku. Aku menjadi tentara karena itu cita-cita ku. Aku berusaha keras mendapatkan seragam loreng itu dengan caraku"
"Tapi Win..!!!"
"Ingat, disini namaku Alex Adiazta, bukan Evan Winata." tegur Bang Winata.
"Oke.. Alex dan kamu juga harus paham kalau aku disini bekerja untuk negara. Papamu mafia kelas berat. Aku disini menjadi pengawal pribadi Arnetta" jawab Bang Yudha.
"Aku tau."
"Dalam kesatuan kita adalah litting. Tapi di luar itu, kita musuh. Aku ingatkan.. jangan pernah kau dekati adik semata wayangku. Dia nyawaku pot"
Tangan Bang Yudha mengepal kuat, hatinya berantakan mengingat semalam sudah menodai adik dari litting nya itu.
"Bagaimana kalau aku ada rasa?"
"Langkahi dulu mayat Abangnya..!!!" jawab Bang Winata.
"Dia dibesarkan dalam kerasnya dunia mafia. Tapi aku dan Papa sungguh menjaga berlian kesayangan kami itu. Dia sepolos kain sutra putih. Liar.. tapi buta 'arah', dan kau.. playboy cap garong. Jaga mata dan cobra mu yang celamitan itu" pesan Bang Winata yang tau betul bagaimana kelakuan littingnya.
Bang Winata meninggalkan Bang Yudha yang masih terbengong bingung.
:
"Tapi.. kenapa kamu bisa sampai disini?" tanya Bang Winata sembari membelai rambut panjang Netta.
"Ada pria mengganggumu?"
Bang Yudha berdiri di sudut layaknya seorang pengawal yang sedang berjaga.
Netta mengangguk.
"Siapa orangnya? beraninya mengganggu adik kecil Abang sampai seperti ini?" wajah Bang Winata sudah terlihat kilat marah.
"Beruk bodoh celamitan" jawab Netta.
"Di apakan kamu sama dia???" bentak Bang Winata.
"Netta sudah mengatasinya Bang"
"Benarkah itu? Kalau kamu nggak bisa selesaikan biar Abang yang cincang dia..!!" kata Bang Winata masih begitu marah.
"Heehh kamu.. kamu tau siapa b*****n yang membuat adikku seperti ini??" tegur Bang Winata melihat tajam ke arah Bang Yudha.
"Iya.. saya tau tuan muda" jawab Bang Yudha dengan jantan.
"Siapa?? Beraninya dia buat adik saya jadi seperti ini..!!"
"Saya.. saya orangnya yang sudah buat Netta sakit"
"Apa maksudmu?? Kamu apakan adikku ini?????" bentak Bang Winata sembari mengangkat tinggi kerah pakaian Bang Yudha.
"Jangan salah paham Bang. Waktu aku bertengkar sama pacarku, pengawalmu ini terlambat datang, itu pun karena aku mematikan GPS di ponselku. Jadi dia menungguku di kampus sedangkan aku kabur ke cafe" alasan Netta.
"Kamu itu cerita yang betul Netta, jangan sampai Abang salah hantam orang karena ceritamu yang hanya sepotong" Bang Winata menghempas kerah baju Bang Yudha dengan kasar.
Bang Yudha menatap mata Netta tak sepaham dengan jawaban gadis itu. Ia pahami gadis itu pasti takut setengah mati jika Abang atau papanya marah saat tau gadis itu sudah ia nodai. Netta pun menatap mata Bang Yudha, ada raut wajah penuh permohonan disana.
...
Bang Winata telah pergi. Bang Yudha masuk dalam kamar rawat Netta.
"Kenapa kamu cegah Abang katakan sama Abangmu??"
"Abang nggak tau bagaimana kalau Bang Alex sedang marah. Kau bisa mati hancur lebur Bang" jawab Netta.
"Abang nggak takut Netta. Abang sudah bilang akan menanggung semua perbuatan Abang, meskipun nyawa Abang taruhannya" ucap tegas Bang Yudha.
"Lalu apa yang akan Abang lakukan kalau Netta di usir dari keluarga ini??? Netta nggak cinta sama Abang" teriakan Netta membuat Bang Yudha terdiam sejenak.
"Dalam agama.. kita harus mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita. Apalagi kita sudah melakukan kesalahan besar Netta"
"Kalau Abang memang paham tentang semua ini, kenapa Abang berani buka baju Netta. Abang tau itu tidak boleh" teguran telak Netta begitu menusuk hati Bang Yudha.
"Orang tua Netta selalu mengajarkan agar Netta bisa menghargai diri sendiri, tidak ada yang boleh menyentuh tubuh ini kecuali Mama. Tapi ternyata Netta tak bisa menjaganya"
"Biarkan Abang bertemu orang tuamu. Abang janji semua akan baik-baik saja Netta"
"Apa Abang mau menemui Mama di makam???"
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!