Andini Purnama Sari. Anak tunggal dari Sinta Permata dan Zidan Brahmana. Yang saat ini sedang menyelesaikan kuliahnya di Aussie / Australia. Andini sekarang sedang menekuni bidang Modelling sebagai jurusan kuliahnya.
yang saat ini Sudah memasuki semester 4. 2 semester lagi ia akan kembali ke Indonesia untuk mempraktekkan ilmunya disini. Di sana ia menjadi mahasiswa teladan. Selain berprestasi ia dikenal sangat tekun dan ulet dalam belajar. Semuanya merasa kagum akan dirinya. wanita cantik yang menjadi idola di kampusnya dan menjari rebutan sekaligus ter favorit disana. Selain pintar dan cerdas Andini memiliki sikap rendah hati dan baik hatinya namun sedikit keras kepala.
Meskipun demikian Andini kuliah ke Australia itu dengan jurusan Modelling bukanlah harapan sesungguhnya bagi Mamanya itu bernama Sinta. Karena sang Mama ingin anaknya tidak mengenal dunia entertainment tersebut. Model. Itu bukanlah suatu ilmu ataupun kerja yang bermanfaat nantinya. Selain menampakkan hal yang terlarang juga akan banyak mudharatnya.
Sering kali Mamanya menjelaskan namun Andini yang selalu ingin menggapai cita-citanya. Andini yang terlahir dari keluarga yang termasuk memprioritaskan tentang ilmu agama dan akidah tersebut, namun usaha mereka sejak Andini kecil mengenalkan dengan dunia yang benar ternyata semuanya belum berhasil ketika Andini sudah beranjak dewasa seperti saat sekarang ini. Zidan Ayahnya yang terus menerus menasehati bahkan memerintahkan untuk berhenti dengan dunianya itu, namun Andini lebih berkeras kepala ingin melanjutkan khayalannya tersebut. Sinta dan Zidan hanya bisa berdoa dan berharap nanti sang anak akan kembali ke jalan yang benar.
"Assalamualaikum Rina." Panggil Sinta.
"Waalaikumussalam Sinta." Jawab Rina di telvon.
"Malam nanti kita ada pengajian sambungan di Mushola Assalam Sinta. Jangan lupa datang."
"In Syaa Allah. Aku pasti ingat dan datang."
Rina dan Sinta adalah teman sejak lama. Mereka begitu akrab. Apalagi saat sekarang ini mereka sama - sama menjadi anggota jamaah dalam satu visi dan misi. Mengejar akhirat. Lebih tepatnya memperdalam untuk mempersiapkan bekal ke akhirat.
Rina dan Sinta selain teman diwaktu sekolah dulu mereka selalu akrab sampai saat ini.
Mushola Assalam
Setelah dilaksanakannya sholat isya berjamaah disambung pengajian dari Ustad yang sudah di jadwalkan mengisi acara malam ini. Suasana yang hikmat selain membuat hati dan pikiran menjadi tenang dan lebih nyaman berada dalam jamaah ini mampu menjadi obat bagi hati.
Selesai pengajian mereka sama-sama dengan kesibukan masing masing. Ada yang melanjutkan tadarusan dan menghafal ayat Al Quran ada juga yang duduk manis di pojok ruangan ada pula yang sudah beranjak pergi dari tempat tersebut. Begitu juga antara Rina dan Sinta. Mereka memilih untuk saling bercerita tentang anak anak mereka. Selain menjadi teman yang akrab se iman se muslim Rina dan Sinta saling bertukar cerita karena sudah merasa aman dan nyaman untuk saling curhat mencurahkan kegundahan hati mereka masing masing.
Sinta yang kadang putus asa dengan sifat anaknya Andini. Dan Rina yang Selalu memberi motifasi dan dukungan hangat kepada Sinta. selaku teman bagi Rina, Sinta sudah menjadi sahabat bahkan bagian dari keluarganya sendiri.
"Jadi sekarang bagaimana kabarnya Andini Sin?"
"Sama seperti biasanya. Saya takut Rin kalau anak saya nantinya terlalu jauh menempuh jalan yang sesat."
"Berdoalah selalu untuk anakmu Sin. Sabarlah menghadapi. Sesuatu yang Allah timpakan kepada hambanya melainkan itu adalah kesanggupan baginya. Allah bersama orang yang sabar. Jadilah orang tua penyabar yang selalu siap siaga mengingatkan anaknya kala dalam kesesatan. Suatu saat akan datang hidayah bagi anakmu Sin. Doa orang tua makbul In Syaa Allah."
"Iya Rin. Aamiin. Semoga Allah memberikan hidayahnya kepada Andini agar ia bisa berubah dan bertobat."
"Aamiin."
"Rasya sekarang bagaimana kuliahnya di Mesir."
"Alhamdulillah Sin. Semuanya sejauh ini lancar dan beberapa hari lagi wisuda bidangnya. Dalam bulan depan in syaa allah anak saya akan kembali ke Indonesia untuk melanjutkan pendidikannya mengajar di pondok Pesantren mendiang ayahnya."
"Masya Allah. saya kagum dengan putramu Rin. yang mempunyai jiwa besar untuk selalu menjalankan perintah Allah dan berjihad di jalan yang benar".
Rasya yang sudah 6 tahun belajar di Al Azhar Mesir. Memperdalam syariat islam memperteguh keimanan dan memperkuat ketaqwaan. Selama ini pula ia tak pernah sehari pun pulang ke Indonesia.
Disana ia selain belajar di kampusnya beriringan dengan berjihad di jalan Allah mensyiarkan agama islam bagi mereka yang kurang paham atau bahkan belum tau tentang Islam. Disana awalnya memang sendiri namun karena keimanannya yang lebih menonjol dari yang lain Rasya diangkat menjadi Alim Ulama di Mesir.
Masya Allah. Sungguh penghargaan yang begitu luar biasa yang ia pernah terima semasa hidupnya.
"Mau kah kamu kita jodohkan putra dan putri kita Sin. Seperti ucapan dan janji ketika kita masih sekolah SMP dulu? Maukah kamu sekarang kita laksanakan janji itu. Mereka sudah sama-sama dewasa."
"Akankah bisa anakmu menerima anakku yang modelnya seperti itu Rin. Perempuan yang gagal akan agamanya sendiri. Perempuan yang jauh dari kata sholehah."
"Saya akan coba bicara dengan anak saya."
"Baiklah Rina."
"Semoga juga bisa menjadi ladang ibadah untuk Rasya dan jalan Istiqomah bagi Andini." Ucap Rina lagi.
"Aamiin." Mereka mengaminkan secara bersama.
***
"Assalamualaikum nak."
"Iya Ma." Jawab Andini singkat.
"Kenapa salam Mama nggak di jawab nak."
"Maaf Ma aku lagi sibuk nanti telvon lagi." Ucap Andini lagi.
"Mama rindu nak. Tidakkah ada waktumu untuk Mama."
"Iya Ma. Aku rindu juga." Jawab Andini yang sedikit bersalah karena mengabaikan mamanya tadi.
"Bagaimana kabar kamu disana nak."
"Baik Ma. Mama bagaimana?"
"Alhamdulillah nak. Mama ada sesuatu yang Mama mau omongin."
"Apa Ma?"
"Mama akan menjodohkan kamu dengan anak teman Mama. Dia lelaki yang sholeh dan berpendidikan. Agamanya bagus dan etikanya baik."
"Maaf Ma aku belum bisa bahas itu. Kan sudah aku jelasin berkali kali Ma. Aku punya pacar. Aku sayang padanya. Jika menikah aku akan menikah dengannya nanti."
"Apakah laki-laki itu baik nak."
"Sangat baik Ma."
"Tidak. Karena sesungguhnya lelaki yang baik-baik ia tidak akan berarti memacari seseorang. Lelaki yang baik itu datang untuk menghalalkan bukan memacari nak. Haram baginya untuk bersenggol atau bersentuhan dengan yang bukan halal baginya. Lelaki yang baik tau betul kehormatan wanita. Memacari itu karena nafsu dan syahwat sesaat, menikah adalah menghalalkan yang senyuman saja bisa menjadi ibadah. Ibadah yang terpanjang dan terindah." Ucap Mama panjang lebar.
"Aku sudah mengenalnya lama Ma. Aku sayang pada nya."
"Sayang atau kagum beda tipis nak. Kamu yang rasakan saat ini itu kagum bukan sayang."
"Jangan bahas lagi Ma. Aku capek. Aku nggak bisa untuk Mama atur tentang perasaan ku. Karena aku punya pilihan sendiri." Ucap Andini mengakhiri teleponnya.
"Assalamualaikum Bu. ini aku udah mau lepas landas Bu. Nanti aku kabari kalau sudah di bandara Soekarno Bu." Pesan singkat itu baru terbaca oleh Rina setelah jadwal pengirimannya 15 menit yang lalu.
Rina lansung bersiap untuk menjemput anaknya itu ke bandara tanpa membalasnya terlebih dahulu. karena ia yakin anaknya sudah terbang kesini.
Setibanya di bandara.
Rina bergegas masuk dari lobi Rina yang terburu buru menyambut kedatangan putra kesayangannya itu di bandara. Ditelusurinya satu persatu melihat dengan seksama apakah putranya di salah satu antara mereka. Namun sudah beberapa saat menerawang Rina yang belum melihat putranya. Kemudian datanglah seseorang dari belakang yang sengaja melingkarkan tangannya ke perut Rina.
"Ibuku sayang. Assalamualaikum." Memberikan pelukan hangat buat ibunya karena sudah begitu merindukan.
"Rasya putraku. Waalaikumussalam Nak." Mengeratkan pelukan di tubuh anaknya.
Sambil meneteskan air mata Rina tak hentinya memeluk putranya itu. mengungkapkan perasaan rindunya yang begitu sangat dalam karena memang sudah bertahun tahun tak pernah berjumpa.
"Kenapa ibu menangis? Aku sudah disini Bu. Berdiri lurus untuk Ibuku tersayang." Ucap Rasya menenangkan ibundanya itu.
"Ibu senang Nak. Akhirnya kamu kembali ke pelukan Ibu. Ibu sangat merindukanmu."
"Aku juga selalu merindukan Ibu. Bagaimana kabar Ibu disini."
"Alhamdulillah Nak. Ibu masih bisa berdiri sehat menunggu mu datang kesini sayang."
"Alhamdulillah. Mari kita pulang Bu. Aku merindukan masakan Ibu favoritku dan juga kamar yang ku tinggalkan 6 tahun belakangan ini Bu."
"Mari Nak. Ibu juga sudah mempersiapkan makanan kesukaan kamu semuanya Nak."
"Aku percaya itu Bu. Bahkan sangat percaya lagi rasanya pasti sama seperti dulu Bu. Sangat enak dan yang paling enak pernah ku nikmati Bu."
"Kamu bisa saja memuji Ibu Nak."
Jawab Rina tersipu malu.
Setelah sampai dirumah
"Makanlah Nak!"
"Mari kita makan sama-sama Bu. Rafki mana Bu?" Tanya Rasya menanyakan adik semata wayangnya itu.
"Adikmu akan terlambat datang Nak. Dia sedang ujian hari ini. Dia juga sudah menitipkan pesan untukmu salam sayang dari Adikmu Nak." Jawab Rina menjelaskan.
"Ham Adikku Rafki. Baiklah. Mari kita makan Ibu. Ini pasti enak sekali." Sambil merekahnya seulas senyuman dari bibirnya kemudian mengambil makanan yang sudah tersedia di meja makan.
"Habiskan Nak!"
"Aku akan merasa senang Ibu."
"Terima kasih telah menjadi Ibu terhebat di dunia ini Bu." Ucapnya lagi memberi kecupan hangat di punggung tangan ibu Rina.
"Ibu bangga mempunyai anak sholeh, dan penuh sayang kepada Ibu sepertimu Nak."
Jawab Rina sambil memeluk anaknya itu.
**
"Kakak." Panggil Rafki lansung memeluk dan menepuk punggung kakaknya.
"Hei boy. Bagaimana kabarmu Dik?"
"Alhamdulillah baik Kak. Kakak bagaimana? maafkan aku nggak bisa datang jemput Kakak ke bandara tadi siang."
"Tidak mengapa Dik. Bagaimana ujian mu hari ini?"
"Alhamdulillah Kak. Lumayan susah tapi bisa ku kendalikan. Doakan semoga nantinya nilai aku bagus Kak."
"Aamiin. Pasti itu Dik. Ya sudah kamu makan dulu sana! pasti lapar." Ucap Rasya kepada Rafki.
"Baiklah Kak. Kakak sama Ibu sudah makan?"
"Sudah Nak. Kami makan tadi terlebih dahulu. Kasian Kakak kamu sudah kelaparan naik pesawat terbang." Ucap Rina membuat tawa diantara mereka terpecah kegirangan.
***
"Nak." Panggil Rina mendekati kamar Rasya.
"Iya Ibu. Masuklah!" Jawab Rasya dari dalam kamarnya.
"Kamu sudah tidur?"
"Belum Ibu. Kenapa?"
Rasya yang sedang membaca al qur'an menghentikannya karena Ibunya sudah duduk di atas kasurnya.
"Kenapa berhenti Nak?" Tanya nya lagi.
"Sudah Bu. Sudah lumayan banyak dari tadi alhamdulillah." Timpalnya.
"Ya sudah Nak. Kamu tidak sibuk kan? Ada yang mau Ibu bicarakan Nak."
"Bicaralah Bu. Ada apa?"
"Rasya, Nak. Sekarang usiamu sudah cukup dewasa untuk mengikat janji setia dalam ikrar pernikahan nak. Apakah kamu sudah siap untuk menikah?" Tanya Rina kepada anaknya berharap mendapatkan jawaban positif dari anaknya itu.
"Kenapa Ibu menanyakan itu saat ini Bu?" Rasya kembali bertanya diliputi tanda tanya yang besar kenapa tiba-tiba ibunya menanyakan hal yang sakral itu
"Jika Ibu boleh meminta Ibu ingin kamu menikahi gadis anak dari teman Ibu. Memang dia bukanlah wanita yang paham ilmu agama. Ia butuh dukungan, ia butuh sosok pendamping yang bisa meluruskan jalannya kembali Nak." Rina meluruskan ucapannya.
"Menikah bukan tentang siapa dengan siapa Bu. Bukan tentang yang sholeh dengan yang sholehah Bu. Namun yang pasti Allah akan selalu hadirkan pria baik untuk wanita baik. Jika Allah perkenankan aku menikah dengan gadis itu Bu. Maka akan ku jalani sepenuh hati. Semoga bisa menjadi ladang ibadah juga bagiku Bu."
"Iya Nak. Ibu juga mengharapkan hal yang sama. Meskipun akan banyak perjuangan dan pengorbanan demi Allah kamu akan mendapatkan istri yang mampu membuat iman dan ketakwaan kamu bertambah Nak."
"In Syaa Allah Bu."
Rina terlihat gembira mendapatkan respon positif dari anaknya itu. Setiap yang Rina minta dan harapkan selalu Rasya akan mengikutinya. karena dari dulunya memang seperti itu. Tiada kata tidak untuk ibundanya itu. begitu sangat menyayangi ibunya Rasya. Rasya terdidik menjadi anak yang patuh untuk orang tuanya. apalagi semenjak ayahnya tiada Rasya lah yang akan siap siaga untuk hadir memberikan kebahagian buat ibundanya.
Pembicaraan mereka terhenti karena tiba - tiba televon genggam milik Rina berdering.
"Hallo assalamualaikum." Sapa Sinta.
"Waalaikumussalam Sinta."
"Bagaimana kabarnya? Lagi sibuk tidak?"
"Baik alhamdulillah. Tidak. Ada apa Sinta?"
"Aku mau bertemu boleh Rin. Aku mau cerita tentang putriku."
"Mari Sinta, boleh. Sekarang kamu bisa kerumah aku. Alhamdulillah putraku yang sering aku ceritakan itu sudah pulang dari Mesir. Tiba disini tadi pagi Sin."
"Alhamdulillah. Baiklah Rina. Sampai ketemu."
Tak lama kemudian Sinta yang telah datang dirumah Rina membawakan sedikit buah tangan. Rumah mereka tidak begitu jauh.
"Mari duduk Sinta." Ucap Rina mempersilakan Sinta duduk.
"Nak kemari lah. Ada tamu ibu mau ketemu kamu." Ucap Rina lagi memanggil anaknya.
"Assalamualaikum Bu." Sapa Rasya menghormati Sinta yang sudah duduk di sofa.
"Waalaikumussalam Nak. Ternyata ini yang namanya Rasya. Masya Allah kamu ganteng sekali Nak."
"Ibu bisa saja. Tidak Bu. Aku hanya mempunyai wajah seperti apa yang seharusnya Bu." Jawab Rasya tersenyum.
"Ibu jadi tidak yakin kamu mau dengan putri Ibu." Ucap Sinta lesu karena sudah melihat Rasya dengan begitu sempurnanya. Selain sholeh juga tampan dan sopan baik hati lagi. Sungguh lelaki yang sempurna untuk dijadikan menantu.
"Kita serahkan ke Allah Ibu. Semuanya tergantung kepada kuasa Nya Bu. In syaa allah apa yang terjadi pastilah yang terbaik." Ucap Rasya menenangkan.
"Ibu kagum denganmu Nak."
"Bukan saya yang harusnya Ibu kagum kan. Saya hanya lah manusia biasa yang berusaha mengejar ridho Nya Bu."
"Semoga Andini bisa berjodoh dengan lelaki sholeh seperti kamu Nak. Ibu akan lebih bahagia jika itu benar kamu Nak Rasya."
Tanpa jawaban apapun Rasya hanya bisa tersenyum sendiri yang ia usahakan untuk menyembunyikannya.
Di resto Andini yang berjalan di depan pelayan resepsionis akan memesan Kopi kesukaannya.
"Andini." Panggil Kevin.
"Iya Kev."
"Aku mau bicara. Bisa ikut aku sekarang."
"Baiklah. Mau bicara apa?" Tanya Andini setelah sampai di pojok resto.
"Aku dengar dari sahabat kamu Linda, kamu di jodohkan sama anak temen lama mama kamu ya?"
"Maafkan aku Kev. Aku belum sempat cerita ke kamu."
"Jadi benar?"
"Iya. Tapi aku tolak."
"Kenapa?"
"Karena aku sudah jatuh cinta dengan mu."
"Aku takut kehilangan kamu Andini." Jawab Kevin memegang erat jemarinya Andini.
"Aku akan terus meyakinkan mama untuk menerima kamu." Ucap Andini meyakinkan Kevin akan cinta mereka akan terus berlanjut.
"Apa kamu yakin?"
"Yakin. Aku sayang sama kamu."
"Aku juga lebih sayang sama kamu Andini. Kita pacaran udah 3 tahun. Tidak mungkin rasanya akan hilang begitu saja bagi ku."
"Terima kasih sudah memperjuangkan aku Andini."
"Iya Kev. Tetaplah jadi kekasih hati ku."
***
...Hari ini setelah semuanya usai, wisuda jabatan. Aku dengan gelar ku saat ini. Gelar yang dari dahulunya aku impikan....
...Model?...
...Ya itulah impianku. Dan sebentar lagi engkau akan ku dapatkan....
***
Setelah pemesanan tiket pesawat terbang dan kini akan lepas landas Andini yang terus berkomunikasi dengan Mama dan Papanya dirumah. sesekali ia mengirimkan pesan pesan singkat untuk Kevin kekasih hatinya.
setibanya di bandara dan sudah dijemput oleh Mama dan Papa Andini. kini ia lansung pergi untuk menuju rumah kediaman keluarganya.
beberapa saat berikutnya sampailah Andini di rumahnya dengan sangat kelelahan setelah bercengkerama pelepas rindu Andini yang lansung masuk menuju kamarnya dan berbaring di atas kasur yang baginya sesuatu yang ia rindukan bisa kembali berbaring disini lagi.
sambil berbaring teringat Kevin sampai dimanakah dia saat ini.
"Aku sudah dirumah Kev. Kamu sudah dirumah juga?" Tanya Andini kiriman pesan singkatnya.
"Aku baru mau ke rumah. Tadi mampir dirumah nenek."Jawab Kevin
"Oh baiklah."
Koper dan tas jinjing yang Andini bawa kini telah berada di kamarnya namun ia belum merapikannya hanya menaruhnya di samping lemarinya. Kamar yang selama 3 tahun ini ia tinggalkan demi kuliahnya. Kamar yang ia rindukan kehangatannya. Andini yang tengah membaringkan badannya sebelah ke atas kasur sambil menerawang menghitung titik bintik di loteng atap kamarnya.
Tiba - tiba dikagetkan dengan suara Ayah nya.
"Andini. Kemari lah nak! Makan dulu!" Ucap Ayah di depan pintu kamar.
"Sebentar Yah. Aku akan kebawah."
Andini yang duduk dari baringan nya kemudian bersiap dan turun ke bawah.
Setelah berada di meja makan disana ada Ayah Mama dan Andini.
"Bagaimana kuliahmu nak? Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Tanya mama selesai menyuap makanan terakhir di piringnya.
"Gelar yang ku impikan sudah ku dapatkan Ma. Aku ingin lansung terjun ke lapangan menjadi Model Ma."
"Nak. Selama ini kamu selalu di dalam pendirian mu. Tanpa bisa kami sebagai orang tuamu membantah kepribadianmu. Boleh lah untuk sekali ini saja. Kamu ikut Ayah mengajar di Pondok Pesantren kita. Kamulah yang nantinya akan menjadi penerus Pondok kita nak." Ucap Ayah memohon.
"Maaf Ayah. 3 tahun aku berjuang haruskah aku sia-siakan begitu saja demi Pondok Ayah itu?"
"Nak. Bekerjalah di jalan yang halal. Model? Model itu akan menjerumuskan kamu ke azab yang pedih nak. Itu bukanlah suatu pekerjaan yang diridhoi Allah nak. menjadi model terkenal sekalipun, menampakkan wajah bahkan aurat mu ke media bukan suatu kebanggaan bagi kami dan juga kami seharusnya." Ucap Mama melanjutkan.
"Pokoknya aku nggak bisa Ma Yah. Aku sudah mendaftarkan diri di tempat yang akan menjadikan aku Model terkenal." Ucap Andini dan lansung pergi dengan raut wajah yang kecewa meninggalkan makanannya yang belum habis.
"Ayah, bagaimana ini anak kita. Aku takut ia nanti menyesal." Sinta yang sudah mengeluarkan air matanya di depan suaminya itu.
"Kita akan terus lunak kan hatinya ma. Tenang lah ada Allah bersama kita. Sekeras apapun hatinya akan tetap luluh jika Allah sudah berkehendak." Ucap Zidan Suami Sinta.
Di dalam kamar.
"Maafkan Mama dan Ayah mu tadi siang nak."
"Sudahlah ma. Mama keluar saja kalau hanya ingin memaksaku untuk mengajar di Pondok."
"Tidak nak. Mama tidak akan memaksamu."
"Mama hanya ingin tau kebenarannya nak. Tentang perjodohan mama. Ayahmu sudah sangat setuju dan sudah merestui untuk kalian segera menikah."
Andini kaget dengan pembicaraan Mamanya.
"Kenapa Mama dan Ayah selalu memaksakan kehendak pada ku? Aku punya pilihan sendiri ma. Aku sudah dewasa. Tau yang baik dan yang tidak ma."
"Ini demi kebaikanmu sayang. Menikahlah dengan orang yang kami pilihkan. In syaa allah kamu akan menjadi bahagia dunia dan akhirat."
"Aku tetap pada pilihan ku ma. Dia juga lelaki yang baik-baik. Dari kalangan yang selaras dengan kita. Dia seorang Dokter nantinya ma. Karena dia juga mengambil jurusan Kedokteran dan akan membuka klinik sendiri ma. Dan yang pastinya aku sangat sayang padanya. Kami pacaran sudah 3 tahun ma. Tidak mudah meninggalkannya dengan menikah dengan orang yang tanpa aku kenali apalagi aku sayangi."
"Dulu sebelum kalian pacaran apakah kalian saling mengenal lansung? Apakah kalian lansung sayang dan cinta tanpa perlu mengenal dulu? Apakah rasa itu datang sebelum kalian saling mengenal?"
"Tidak nak. Kalian harus mengenal dulu maka akan tumbuh rasa sayang. Dan mengungkapkan sekalipun menguji rasa sayang yang baik itu adalah dengan menikah. Menikah akan membawa kepada semua hal kebaikan. Selain itu akan menjadi tabungan pahala maka itu akan menjadi rasa yang abadi. Setiap detiknya akan membuahkan pahala bahkan surga nak. Tinggalkan orang yang tidak benar menyayangimu itu karena Allah. Karena rasa sayang hanya atas nama Allah nak. Kamu akan menyesal dengan pilihanmu itu. Percayalah. Kami orang tua mu tidak akan pernah menjerumuskan dan memasukkan anaknya kepala lubang dan liang yang salah." lanjutnya.
"Dia akan menikahi ku juga ma. Setelah dia memiliki pekerjaan sendiri dan membuka klinik sendiri."
"Itu tandanya dia bukan laki laki yang baik. Mengumbar janji dan mengobar kata sayang sebelum waktunya. Tidak berniat untuk serius dan sungguh sungguh."
"Besok pria yang mama jodohkan akan bertamu ke sini nak. Bersikaplah sopan padanya!" Lanjut Sinta lagi.
Dengan nafas yang berat Andini merasakan kecewa yang teramat dalam. akankah ia harus meninggalkan kekasihnya demi orang yang dijodohkan dengannya. tidak. rasanya tidak mungkin ia lakukan.
rasa itu sudah terlalu dalam.
Suka duka bahkan segala macam penderitaan hidup telah mereka rasakan bersama.
akankah harus berakhir dengan sia-sia.
Andini yang merasakan frustasi sedih yang berlipat ganda karena orang tuanya selalu memaksakan kehendaknya. Andini yang sama sekali tidak menyadari bahwa yang dikatakan bahkan lakukan orang tuanya itu adalah untuk kebaikannya sendiri.
haruskah Andini kehilangan impian juga kekasih hatinya itu?
ini berat. sungguh berat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!