NovelToon NovelToon

Berjodoh Sama Mantan

1. Berjodoh sama Mantan?!

...Ketika sang mantan datang dan menjadi jodohmu di masa depan, meresahkan bund! ...

...•°•🦋•°•...

Brak!!

SUARA dentuman keras dari pintu kayu yang dibanting kuat oleh Yaya. Yaya berjalan dengan wajah kesal menuju kasurnya dan langsung menjatuhkan dirinya di kasur dengan posisi telentang.

"Kenapa gue jomblo?!" Yaya nampak seperti menggila dengan keadaannya sekarang.

Beberapa hari yang lalu Yaya mendengar pembicaraan kedua orang tuanya bahwa Yaya akan dijodohkan. Dan hari ini keputusannya sudah ditentukan. Yaya akan menikah dalam dua bulan lagi.

"Yaya masih pengen bebas!!" Teriak Yaya dengan lantang agar kekesalan dalam dirinya mereda sedikit.

Perkenalkan dulu. Olivia Audina Rasti, yang lebih akrab disapa Yaya. Wanita berusia 26 tahun, lulusan S1 Sastra, pengangguran, jomblo, dan yang paling penting anak manja.

Walau usianya sudah terbilang dewasa, tapi sikap Yaya malah sebaliknya. Masih seperti gadis SMA yang labil tentang apapun. Dan hari ini adalah hari terburuk karena Yaya telah resmi dijodohkan. Mana belum tahu muka sang jodoh! Gimana kalau modelan bapak-bapak yang perut buncit kepala botak kayak badut. Rasa-rasanya Yaya menyesal belum juga mencari pacar.

"Yaya. Cepat kebawah nak, kita bicarakan lagi masalah tadi," Suara sang ibu yang sedikit terdengar dari lantai bawah membuat Yaya menutupi wajahnya memakai bantal karena frustasi akan perjodohannya.

Lama tak ada respon dari Yaya. Sang ibu yang bernama Audy Clarisa menghampiri sang anak. Perlahan Audy membuka pintu kamar Yaya namun saat membuka sedikit, teriakan kencang membuat ia begitu kaget.

"YAYA ENGGAK MAU KAWIN!!!" teriak frustasi Yaya.

Mengelus dada untuk menetralkan detak jantung. Audy masuk dan menatap Yaya.

"Bukan kawin, Ya. Tapi nikah, beda artian namanya." Beritahu Audy dengan suara halus bernada lembut, ia berjalan menghampiri Yaya dan mendudukkan bokongnya dipinggiran kasur Yaya, di samping Yaya yang juga terduduk.

"Bodo amat. Intinya Yaya gak mau nikah bu! Yaya ini masih terbilang belum matang." Yaya membela dirinya demi tak ingin dijodohkan.

Audy menekuk kedua alisnya, mendengar penuturan sang anak; mengernyit tidak suka.

"Kamu tahu gak? Kamu itu jadi bahan gosip dikampung ini. Usia kamu itu udah termasuk tua lho Ya. Kamu bahkan dikenal dengan sebutan perawan tua dikampung ini. Masih mau ngeles soal umur?"

Yaya mendengus kesal mendengar perkataan ibunya. Ia tak menatap kearah ibunya melainkan kearah jari-jari yang bertautan. Ia menunduk, karena perkataan ibunya memang benar adanya.

"Nurut ya, Yaya. Kamu tahu 'kan apa yang menjadi keputusan orang tua berarti itu yang terbaik, ibu dan ayah menjodohkan kamu karena memang untuk kebaikanmu Ya." jelas Audy berupaya membujuk.

"Tapi... Yaya takut bu, Yaya gak kenal siapa calon suami Yaya. Gimana kalo aki-aki bangkotan?! Yaya ogah!!"

Audy terbahak mendengar penuturan sang anak yang sangat berlebihan itu. "Ya, kamu apaan sih! Suka ngada-ngada gak jelas."

"Bisa aja 'kan bu," Yaya menggantungkan kalimatnya.

"Demi uang." tandasnya.

"Ish, kamu pikir ibu ayahmu miskin? Kalau kamu emang harus ketemu dulu sama caon suamimu bisa malem ini kok!"

Yaya menoleh mendengar hal itu,"bukan aki-aki??"

"Ya, ibu udah gila kali jodohin anak cantik ibu sama aki-aki. Udah kebawah dulu, nanti malam apa kapan kamu mau ketemuannya?" tanya Audy.

Yaya kembali bingung dan dilema. Bukannya tak mau dan ingin membangkang tapi Yaya memang belum siap dari segi manapun tentang nikah.

"Euy, ditanya kok malah diem." teguran halus sang ibu membuat nyawa Yaya yang sempat melayang terkumpul lagi.

"Iya. Nanti malam aja. Tapi kalau Yaya gak suka Yaya gak papakan gak jadi nikah?" tanya Yaya penuh harap.

"Iya gak bisa gitulah, Ya. Kamu liat aja dulu, terus saling mengenal selama dua bulan, baru deh nikah." jelas Audy secara perlahan berharap Yaya mengerti.

"Kalau gak cocok?" tanya Yaya ragu.

Menghela nafas dalam, Audy tersenyum pada Yaya yang nampak khawatir. Ia mengambil tangan Yaya lalu ditaruh di pahanya, mengelus punggung tangan Yaya.

"Coba dulu, kamu pasti suka. Tahu gak, Ya? Calon kamu tuh gak kalah ganteng sama siapa Jahe?"

Yaya terkekeh mendengarkan ibunya."Jaehyun bu."

"Pokoknya ganteng banget. Kriteria kamu. Ganteng, mukanya asia kebarat-baratan gitu, maunya kamu 'kan?" pancing Audy berharap Yaya penasaran akan sosok calon suaminya.

"Awas ya kalau ibu bohongin aku!" Audy tersenyum mendengar ancaman anaknya. Itu tandanya Yaya penasaran dengan calon suaminya. Tak sia-sia melebihkan kegantengannya walau memang sudah terlampau ganteng.

_oOo_

Malam ini, malam yang cukup menegangkan untuk Yaya. Wanita itu sedang bercermin melihat penampilannya. Memoles bibir sedikit dengan lipstik lalu mengecap-ngecapkan bibir agar rata.

Terdiam melihat wajahnya sendiri. Yaya membuat wajah bingung. Buat apa gue dandan cantik? Gue gak berharap calon gue ini suka sama gue dihari pertama ketemu 'kan? Ada apa ama gue njir?!

Yaya menggeleng kepala secara refleks karena pikiran anehnya. Ia kembali menghapus lipstik yang menurutnya terlalu tebal dan mencolok.

"Yaya udah belum? Calon mu udah dari tadi lho nungguin. Gak usah cantik-cantik, Ya. Anak ibu 'kan udah cantik dari lahir."

Suara ibunya yang seperti menggoda dirinya membuat Yaya merasa sedikit tidak Pede memakai polesan make up tipis.

"Gue berlebihan gak sih?" gumam Yaya pelan.

Ceklek

Yaya menoleh ke arah pintu kamarnya. Terlihat ibunya tengah tersenyum menatap Yaya.

"Ayok, Ya. Ditunggu sama calon suami." seru Audy dengan senyum yang selalu mengembang. Yaya menjadi gugup luar biasa karena pernyataan ibunya.

"Bu, kok jantung Yaya berdetak cepet yah? Kayaknya Yaya jantungan deh. Ketemuannya nan-"

"Ssssttt alasan gak masuk akal. Udah cepetan!" sela Audy cepat.

Yaya mendengus karena sang ibu memotong pembicaraannya. Ia berjalan mengikuti ibunya dari belakang.

Yaya masih mode menunduk, jujur dirinya sangat gugup seperti ingin bertemu presiden negara. Ia menggigit pipi dalamnya gugup, mendongkak sedikit untuk menatap pria berpakaian kasual itu.

Jdarrr!

Sebuah petir menggelegar dalam jantung Yaya. Sepertinya jantungnya tidak berfungsi lagi untuk kali ini. Pria yang ada di hapadapannya adalah Sang mantan terindah. Garis bawahi Mantan terindah, ralat mantan terbangsat!. Mimpi apa dirinya semalam? Yaya harap ini hanya mimpi, ia menutup matanya.

Puk.

Suara tepukan pelan dipundaknya ulah sang ibu. Membuat Yaya membuka kelopak matanya dan manik mata mantan pacarnya itu menatap Yaya dengan tajam. Risih sebetulnya. Ingin rasanya Yaya melotot kayak suzana ke arah mantannya itu.

"Ya, gimana ganteng 'kan?" bisik sang ibu.

Yaya menoleh pada ibunya. Dirinya menampilkan raut tak suka dengan kepala yang menggeleng pelan. Pertanda dirinya menolak perjodohan itu, tapi sang ibu malah tak memperdulikannya.

"Eh, iya. Nak Alvin mau duduk ngobrol dulu apa langsung ngajak jalan Yaya? Maksud ibu Rizkya." Suara lembut Audy terdengar dengan bibir terangkat; tersenyum penuh.

"Mau langsung aja, nih bu. Gak papa 'kan? Soalnya takut kemalaman." sahut Alvin bernada sopan.

"Takut kemalaman apa takut waktu sama calon istri sedikit?" goda ayah Yaya pada menantunya.

"Om Farhan, tahu aja." ujarnya dengan nada bercanda.

Oh god! Sejak kapan sang mantan bisa bercanda seperti itu? Waktu semasa pacaran dengan Yaya, Alvin itu seperti kanebo kering, sangat kaku sekali. Apalagi wajahnya yang tanpa ekspresi. Tapi entah kenapa Yaya nyaman dan sulit sekali melupakan Alvin, bahkan sekarang pun hatinya masih merasakan hal aneh.

"Yaudah berangkat gih. Biar bisa berduaan. Tapi jangan kelewat batas yah Vin. Belum sah, nanti aja udah sah yah, mau baku hantam seharian pun gak masalah." ucap ayah Yaya dengan terkekeh geli.

Sedangkan Yaya, mendengus kesal dengan candaan ayahnya. Tanpa ia sadar dirinya menatap tak suka Alvin; mantan terindahnya. Oke! Hilangkan mantan terindahnya itu. Ganti menjadi mantan terbangsat, karena sudah mengkhianati Yaya. Juga membuat Yaya sulit move on. Bukan kah bangsat laki-laki seperti itu? Itulah Alvin, mantan terbangsat Yaya.

"Ayok, Ya. Perlu aku gandeng?" tanya Alvin dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Entah itu tatapan suka ataupun tidak suka, karena terlihat lempeng-lempeng saja.

"Gak usah!" jawab Yaya ketus.

"Sshh," ringisan kecil Yaya keluar karena pinggangnya dicubit oleh ibunya sendiri.

"Ibu, apaan sih!" bisik Yaya kesal.

"Yang baik kalau sama calon suami itu!" beritahu ibunya pelan.

Lagi-lagi Yaya mendengus kesal tingkah ibunya. Ia menatap sekilas Alvin, tapi tunggu! Alvin tersenyum? Tapi mengapa hanya sudut bibirnya saja yang terangkat? Atau ia menyeringai, atau tersenyum meledek? Oh god! Alvin memang sesuatu!! Semoga Yaya bisa menghadapinya malam ini.

Yaya berjalan keluar rumah memasuki mobil mewah berwarna merah milik Alvin.

"Kapan kita jalan?" tanya Yaya bingung. Karena sudah beberapa menit menunggu Alvin tak kunjung menyalakan mobil.

Alvin menoleh menatap dalam Yaya yang mulai salah tingkah ditatap seintens itu oleh Alvin.

"Kamu tetap sama yah." Suara low bass khas seorang Alvin membuyarkan pikiran aneh Yaya.

"Maksudnya?" tanya Yaya bingung.

Lagi-lagi senyum itu terpatri indah bibirnya. Senyum yang merupakan seringai penuh arti, membuat Yaya gugup setengah mampus.

"Ma-mau apa lo?!" tanya Yaya cepat. Ia bahkan menatap was-was Alvin yang mulai mendekat.

"Jangan macem-macem yah Vin?!" ancam Yaya tak main-main namun dibuat main-main oleh Alvin.

"Gak macem-macem kok, cuman satu macem." ucapnya dalam. Sorot matanya tersirat sesuatu yang sulit diartikan yang mungkin hanya dia seorang yang tahu.

"Alvin!!" panggil Yaya kesal. Pasalnya Alvin terus mendekatkan wajahnya pada Yaya, ia bahkan mencondongkan tubuhnya dari duduknya.

Clik.

Suara seat belt yang terpasang itu terdengar tanpa dosa. Wajah Yaya memerah layaknya bunglon berganti warna merah.

"Kamu mikir apa?" tanya Alvin lebih tepatnya menggoda Yaya, dan posisinya telah kembali pada semula.

Yaya memalingkan wajah, enggan melihatkan semburan merah diwajahnya.

"Dari dulu gak pernah berubah." ucap Alvin pelan, lalu melajukan mobilnya.

Yaya menatap marah Alvin.

"Kenapa?" tanya Alvin, menyadari tatapan marah Yaya.

"Gak usah bawa-bawa dulu! Lo sama gue gak pernah kenal!" ucap Yaya penuh penekanan, dan kembali memalingkan wajahnya.

"Iya. Dulu sama sekarang beda, dulu aku mantan kamu sekarang aku calon suami kamu. Bukan begitu, Ya?"

Yaya lagi-lagi tersulut emosi. Ia menatap nyalang Alvin yang tanpa dosanya tersenyum. Dan ia benar-benar tersenyum, bukan seringai lagi.

"Lo nyebelin, Avin!!!" sentak Yaya kesal ia menutup wajahnya dengan tas gandeng yang dipakainya.

"Avin? Ternyata lo masih ingin panggilan sayang kita yah."gumam Alvin dengan senyum yang mengembang lebar. Suasana hatinya membaik hanya karena Yaya. Yaya memang sesuatu. Hanya dia yang bisa mengembalikan senyum tampan Alvin.

2. Berjodoh sama Mantan?!

...Luka lama terbuka kembali karena Sang mantan :') ...

...•°•🦋•°•...

YAYA menatap jendela Kafetaria yang ia kunjungi hari ini. Tatapannya kosong, seolah tengah menerawang jauh.

"Yaya, sorry banget kita telat." suara cempreng ala Tata membuyarkan lamunan Yaya.

"Napa muka lo, Ya?" tanya Arsen, dan mendudukkan diri di kursi yang berhadapan langsung dengan Yaya.

"Gue pernah cerita gak kalau gue bakal dinikahin?" tanya Yaya, sesekali ia mengaduk jus mangga yang di pesannya tadi.

Tata yang baru saja selesai memesan minuman menggeleng bersama Arsen, pertanda Yaya belum pernah memberi tahukan hal itu.

Yaya menghelas nafas dalam. Menyadari masalah Yaya, Tata menepuk pundak Yaya untuk sekedar memberi semangat.

"Lagian Ya, lo udah saatnya nikah. Usia lo udah terbilang tua lho," ujar Tata, tangannya mengambil alih pesanan yang baru saja diberikan padanya.

"Emang cowoknya om-om pedo, Ya?" tanya Arsen, bermaksud mencairkan suasana.

"Lebih dari itu! Gue juga kesel. Kenapa takdir seakan mempermainkan gue sih?!" seru Yaya berapi-api.

"Seburuk itu calon suami lo? Udah pernah ketemu?" tanya Tata sedikit tak percaya. Masa sih? Tante Audy tega nikahin anak imutnya sama om-om pedo? Oh gak mungkin! Pasti Yaya hanya berlebihan, pikir Tata.

"Udah. Dan calon suami gue itu cowok terbangsat yang pernah gue kenal!" jelas Yaya berapi-api. Seakan dirinya benar-benar tersulut emosi jika membahas calon suaminya.

"Kok gitu, Ya? Emang lo udah pernah di apa-apain sama dia?" tanya Arsen bingung.

"Udah pernah dibuat patah hati sampe mau mampus rasanya!" jawab Yaya penuh kekesalan.

"Patah hati?" tanya Tata bingung.

"Calon suami gue itu mantan gue! Gue kesel banget, sekarang gue harus gimana?" tanya Yaya frustasi.

"Tunggu-tunggu, mantan lo?" tanya Tata tak percaya.

"Mantan yang mana nih, Ya? Secara lo 'kan banyak mantannya." ujar Arsen.

"Mantan jaman kuliah." jawab Yaya malas.

"Alvin? Beneran Alvin Si kanebo kering?? Hah?" tanya Tata heboh.

"Iya Alvin." jawab Yaya.

"Asli pengen ngakak sebetulnya. Tapi ketawain orang yang lagi kena musibah dosa hehe."ujar Arsen sembil terkekeh.

"Kok musibah sih, Ar?" tanya Tata heran.

"Iyalah musibah buat si Yaya. Secara, dia pasti benci banget sama Alvin. Iyakan, Ya?" tanya Arsen.

"Ketauan banget yah, gue benci Alvin?" tanya Yaya.

"Keliatan sih. Tadi aja lo berapi-api banget seakan lo gak terima sama takdir." sahut Tata.

Yaya lagi-lagi menghela nafas dalam, mulai menyeruput jus mangga miliknya sampai tandas. Ia kesal jika sudah menyangkut soal Alvin.

Bagaimana Yaya tidak benci dengan Alvin. Kalau Alvin sendiri dimasa lalu memang sangat brengsek. Alvin itu terkenal karena sikap dinginnya dan kegantengannya sudah gitu orang kaya pula. Banyak gadis yang rela antre atau bahkan menjatuhkan harga diri demi dilirik Alvin.

Yaya memang wanita beruntung karena dicintai Alvin. Tapi tidak dengan keluarga Alvin, keluarga Alvin sangat membenci Yaya karena alasan Yaya bukan cewek baik-baik. Tapi Yaya masih bisa bersabar akan sikap orang tua Alvin kepadanya termasuk sikap adiknya Alvin yang kelewat laknat.

Kala itu, Alvin berjanji akan menikahi Yaya setelah lulus kuliah. Namun harus tandas karena kejadian dimana Alvin ternyata telah lama bertunangan. Memang gila! Alvin tidak mengatakan apapun tentang ia dijodohkan bahkan telah bertunangan dengan orang lain. Itu tandanya Alvin berkhianat bukan?

Alvin berusaha memberi penjelasan kepada Yaya saat kepergok jalan dengan tunangannya. Alvin bersikeras bahwa ia tak bersalah dan tak merasa berkhianat. Alasannya karena memang Alvin telah bertunangan sebelum berpacaran dengan Yaya. Gila bukan? Ya. Alvin memang laki-laki brengsek dengan caranya. Bukan bermain wanita ataupun poyah-poyah. Tapi menyakiti satu wanita sampai ia merasa puas.

"Yaya. Ngelamun mulu, ngeri gue liatnya." ucap Tata, menyadarkan Yaya akan pikiran masa lalunya.

"Gak usah dipikirin, Ya. Jalani aja dulu." ucap Arsen tanpa dosa.

"Enak lo ngomong, Ar. Coba lo diposisi gue! Lebih baik gue nikah sama monyet dibanding nikah ma dia." sahut Yaya menggebu-gebu. Dadanya naik turun karena emosi ngebeludak.

"Iya bener banget, Ya! Lo lebih cocok sama monyet, goblok banget kalau ngomong. Omongan itu doa loh!" Arsen terbahak mendengar penuturan Yaya. Kesal sih boleh, tapi menikah dengan monyet terdengar bodoh sekali.

Tata ikut tertawa. Ada-ada saja perkataan Yaya. "Kalau ngomong suka salah deh. Kalau menurut gue, bener kata Arsen. Jalani aja dulu, Ya. Lagi pula kalau udah takdir gak bakal bisa diubah." Opini Tata, sambil memakan kentang goreng yang tadi dipesannya.

"Siapa tahu bisa?. Siapa tahu aja takdir yang bisa diubah!" Ujar  Yaya asal.

"Lulus Sd gak sih lu, Ya?!. Dimana-mana jodoh itu takdir yang gak bisa diubah!" sembur Arsen tak santai.

"B aja dong, muncrat tahu gak lo!" sahut Tata kesal, mengusap kasar wajahnya yang terkena hujan badai dari mulut Arsen.

"Tahu ah. Makin badmood gue."

Arsen melirik Tata yang juga menatap Arsen. Mereka seperti orang yang berbicara dari tatapan.

"Shopping yok! Arsen yang traktir katanya." Arsen mendelik kesal saat mulut tak bermoral Tata membawa-bawa namanya.

"Ayok! Gue langsung seneng nih." sahut Yaya semangat.

"Giliran nyusahin orang lu seneng! Yaudah lah ayok. Gue juga mau cuci mata, di mall banyak cewek bening." Arsen langsung beranjak dari duduk dan langsung keluar kafetaria itu.

"Punya temen anak konglomerat kenapa gak digunain? Haha" Tata dan Yaya ketawa jahat bersama. Lalu menyusul kepergian Arsen.

Perkenalkan dulu. Arsen Abimanyu, ganteng kebarat-baratan gitu mukanya. Umur 26 tahun. Anaknya loyal plus humoris. Temen Sd Yaya ampe sekarang. Jomblo seribu mantan. Kuliah S2 jurusan tekniksi. Anak tunggal dan pewaris dari pengusaha terkenal. Masa depannya cerah udah kayak lampu neon.

Kalau Thalia Queensha lebih akrab di sapa Tata. Anaknya cantik, sedikit pecicilan dan kang gosip. Wanita karir, status bini orang. Iya, Tata ini udah berumah tangga, tapi belum dikaruniai anak karena emang baru aja nikah 1 tahun lalu. Temen dari SMP Yaya.

Okey selesai. Yaya dengan Tata mengunjungi toko baju yang bagus-bagus banget bikin jiwa wanita Yaya muncul seketika. Sedangkan Arsen menunggu di Kafe kecil di dalam Mal. Malas sekali mengikuti perempuan yang lagi shopping, pikirnya.

"Yaya, yang ini cocok gak sama gue?" tanya Tata, dengan baju kaos yang sedang tren di sosial media bermerek gucci. Ia memposisikan baju itu didepan badannya.

Yaya meneliti dengan sangat serius. "Kayaknya kegedean, Ta."

Tata menekuk alisnya, "bagus dong, Ya. Nanti 'kan style korea gitu."

Yaya menggeleng pelan, dan mengambil baju yang sama namun ukuran tidak terlalu besar.

"Yang ini lebih cocok. Lo gak keliatan krempeng banget," ujar Yaya dengan entengnya.

"Enak aja! Badan gue ideal gini," sahut Tata sewot.

"Bukan ideal itu mah! Ideal itu kayak gue, gak terlalu cungkring gak terlalu gemuk." balas Yaya bernada sombong.

Malas berdebat, Tata memilih mendelik kesal saja dan mencari lagi baju yang cocok untuknya.

"Yaya, Tata!" panggil Arsen.

Yaya dan Tata menoleh kesumber suara, melihat Arsen yang sepertinya berlari kearahnya.

"Kenapa dah si Arsen?" tanya Tata bingung, Yaya hanya mengangkat bahu acuh.

"Yaya, pulang!" titah Arsen cepat.

Yaya menatap tanya Arsen begitupun Tata.

"Kita pulang, kalau gak pindah Mal aja." Arsen menarik Yaya untuk pergi begitupun Tata yang mengikuti Arsen.

"Apaan sih Ar?!" berontak Yaya.

"Tahu, Ar. Gak jelas banget." timpal Tata yang langsung diberi tatapan tajam Arsen. Tata mah bodo amatan aja, emang dia belum ngerti dengan situasinya kok.

"Ah, Anjing. Kita ke sono aja!" Arsen langsung memutar balik badannya dan Yaya pun mau tak mau yah harus mau, karena tubuhnya juga sedang ditarik Arsen.

"Yaya," Suara low bass khas Alvin terdengar begitu saja oleh indra pendengar Yaya begitupun kedua temannya.

Arsen terpaksa menoleh begitupun Yaya. Yaya terdiam saat Alvin terlihat dengan seorang wanita berpakaian kantoran.

"Kamu itu calon istri aku, gak baik jalan sama cowok lain Olivia!"

Arsen menggenggam erat pegangan tangannya pada Yaya. Ia hanya berusaha menguatkan, karena takut Yaya akan mengingat masa lalu yang menyedihkan sekaligus menyakitinya.

Flashback on.

*Arsen, Tata dan Yaya berencana pergi ke mall untuk merayakan hari jadian Tata dengan pacarnya.

Saat Yaya memilih baju yang cocok untuknya, Yaya menangkap sosok Alvin; pacarnya, sedang melihat-lihat baju dengan seorang wanita.

Mereka tampak serasi, dan itu membuat Yaya penasaran. Yaya menghampiri Alvin.

"Avin," panggilnya.

Alvin menoleh begitupun wanita yang bersamanya itu.

"Yaya, sama siapa kesini?" tanya Alvin berbasa-basi.

"Itu gak penting! Dia siapa?" tanya Yaya marah.

"Dia..."

"Hai, kamu temen kuliahnya Alvin yah? Kenalin aku tunangannya Alvin." Suara lembut menyapa indra pendengarannya namun juga merusak hatinya.

Yaya benar-benar hancur saat ini. Pria yang diidamkannya mempunyai tunangan tanpa diketahui olehnya.

"Yaya aku bisa jelasin!" ucap Alvin cepat.

"Gak perlu, semuanya udah jelas Vin. Thanks buat semuanya." Yaya berbalik namun menabrak seseorang.

"Lo kenapa, Ya?" tanya Arsen khawatir. Yaya langsung berhamburan memeluk Arsen.

"Kamu sendiri jalan sama cowok, Ya." ujar Alvin sinis.

Yaya melepas pelukannya, menatap nyalang Alvin.

"Arsen temen aku! Kamu juga kenal dia, Vin. Jangan belagak jadi korban, Vin. Menjijikan tahu gak!" ucap Yaya sinis.

"Ini sebenernya ada apa sih?" tanya wanita yang bersama Alvin.

"Tanya aja sama tunangan lo!" Sarkas Yaya, ia hendak pergi saja perasaannya terlalu hancur. Namun cekalan tangan Alvin membuatnya menoleh lagi.

"Aku bisa jelasin. Ikut aku!" Alvin menarik paksa tangan Yaya, Arsen geram melihatnya. Ingin menonjok tapi diberhentikan oleh Tata, yang menyuruh untuk diam dan jangan memperkeruh keadaan karena mereka sedang ada ditempat umum.

"Lepas! Gak ada yang perlu dijelasin, Vin. Semuanya udah jelas, jelas banget malah." Kalimat akhir Yaya terdengar pelan, ia seolah merasa miris karena selama ini dikhianati oleh orang yang amat ia cintai.

"Kamu salah paham." Hanya kata itu yang keluar dari Alvin dengan sikap tenangnya.

"Salah paham gimana? Jelas dia tunangan kamu kok. Kamu berkhianat Vin." Kalimat Yaya melirih saat detik-detik terakhir. Dirinya menahan diri untuk tak menangis namun tidak bisa. Rasanya sakitnya terlalu sakit.

"Aku gak berkhianat."

Yaya tak habis pikir dengan perkataan Alvin. Sudah gitu bawaannya tenang selalu, seakan tak perduli bahwa hubungannya akan kandas, apa Alvin memang tak pernah cinta padanya? Pikir Yaya.

"Maksud lo? Gue yang berkhianat? Gak masuk akal tahu gak! Jelas-jelas lo yang berkhianat masih aja ngeles kayak bajay." Yaya mendelik kesal.

"Aku sama Intan emang udah tunangan dari lama sebelum kita pacaran." ujar Alvin. Wajahnya tetap tenang dan tanpa ekspresi.

"Terus maksud lo gue plakor antara lo sama si Intan gitu? Lo emang brengsek yah, Vin. Nyesel gue pernah muja lo, bucin lo, yang nyatanya lebih brengsek dari pada cowok yang mainnya sama ******!" Murka Yaya. Ia benar-benar benci dan sakit hati dan faktornya hanya satu karena Alvin, Si pria terbangsat sedunia untuk Yaya.

"Bukan gitu juga. Aku bisa jelasin tapi gak disini. Kamu gak malu? Kita sedang jadi sorotan orang," ucap Alvin menenangkan.

Plak!

Tamparan keras berhasil mendarat di pipi tirus Alvin. Ulah siapa lagi kalau bukan, Yaya.

"Gue gak perduli! Gue mau kita udahan, kita akhiri hubungan menyesatkan itu. Gue mau kita putus! Hari ini, detik ini, gue ngelepas lo. Alvino Abraham." ucap Yaya penuh penekanan disetiap katanya.

"Aku udah janji bakal nikahin kamu, Ya. Gak boleh ada kata putus diantara kita!" Alvin egois! Ya memang, begitulah Alvin. Pengajaran besar bertemu seorang Alvin bagi Yaya.

"Lo egois!!"

"Iya, jika memang harus begitu. Aku gak akan ngelepas kamu dengan sia-sia, Ya. Aku cinta sama kamu." ucap Alvin tulus.

"Gue benci lo! Pokoknya kita putus!" Yaya marah! Ingin rasanya iya mencabik-cabik wajah Sang mantan. Iya. Alvin sudah menjadi mantannya mulai detik ini.

"Gak. Gak boleh ada kata putus diantara kita." ucap Alvin bernada dingin.

Yaya nenatap tak percaya Alvin, yang sifatnya kelewat egois.

"Terserah, lo bakal masuk daftar mantan terbangsat dibuku mantan gue!" ucap Yaya remeh.

"Olivia!" sentak Alvin kesal.

"Byee mantan." Yaya tak perduli Alvin, ia berlari pergi dari kerumunan. Dalam dirinya ia menahan malu, kesal, sakit, semua bercampur aduk layaknya es campur dan Yaya akan membeli itu untuk mengutarakan unek-uneknya.

Arsen dan Tata langsung mengejar Yaya.

"Apa yang udah aku janjiin gak akan pernah aku ingkar, Ya. Aku akan nikahi kamu suatu hari nanti, dan kamu akan merasakan betapa besar rasa cinta aku." Alvin hanya menatap diam Yaya yang sudah tak terlihat lagi karena ditelan kerumunan.

"Ceweknya gak tahu malu banget."

"Plakor mainnya sok jadi korban yah, kasian tunangannya."

"Plakor udah beda lagi cara mainnya, harus hati-hati."

"Udah ketauan jadi plakor masih aja belagak jadi korban"

"Kasian cowok tadi, pernah ketemu cewek gak tahu diri kayak orang tadi."

Begitulah kira-kira perkataan dari mulut ke mulut orang-orang yang tak mengerti keadaan.

"Urus hidup kalian sendiri!!" bentak Arsen.

"Bisanya nyirnyir doang, gak tahu seluk beluknya juga!" kesal Tata.

Semua yang membicarakan Yaya menjadi hening dan menatap sinis Tata juga Arsen*.

Flashback off.

"Pulang!" perintah Alvin dengan tegas. Wajahnya tanpa ekspresi, namun tak mengurangi ketampanan yang dimilikinya.

"Lo siapa?" tanya Arsen sinis.

"Calon suami Olivia Audina Rasti, bisa tolong lepaskan tangan calon istri saya?" tanya Alvin sarkas.

"Baru calon aja lo belagunya gak ke tulung!" cibir Arsen.

Alvin tak memperdulikan cibiran Arsen, ia menarik tangan Yaya agar mendekat ke arahnya.

"Lo apaan-apaan sih, Anjing?!" kesal Arsen. Ia tak suka Yaya di perlakukan kasar oleh Alvin. Tarikan Alvin tidak main-main, sampai-sampai Yaya terhuyung dan menabrak dada bidang Alvin.

Tata kembali menenangkan Arsen yang siap menjotos habis wajah tampan Alvin.

"Kita pergi!" Putus Alvin dan langsung berbalik pergi, sambil terus mencekal tangan  Yaya. Dan mau tak mau Yaya harus melangkah mengikuti.

"Arsen, kita cuman temen. Inget, Ar. Gue yakin Yaya bakal baik-baik aja. Alvin gak mungkin setega itu." ucap Tata seakan tahu apa yang tengah dipikirkan Arsen.

3. Berjodoh sama Mantan?!

...Kenangan mantan terbuka kembali hanya karena Sang mantan datang dan menghancurkan pendirian dengan sekali senyum manisnya....

...•°•🦋•°•...

"Lepas Alvin!" Yaya memberontak tak mau.

"Masuk!" Perintahnya mutlak. Alvin nampak serius, wajah datar dengan tatapan tajam menambah kesan dingin di wajahnya. Bukan hanya perilakunya yang terkesan dingin tak mau diperintah.

"Gak mau! Gue datang sama teman-teman gue, yah pulang juga harus sama mereka. Minggir lo!" Yaya mendorong pelan Alvin, ia hendak berusaha pergi, namun Alvin tentu saja tak membiarkan hal itu terjadi.

Alvin dengan cekatan membopong Yaya layaknya karung beras, menjatuhkan Yaya di kursi penumpang samping kursi pengemudi.

"Aw!. Alvin lo gak ada akhlak sialan!" Pekik Yaya kesal.

Alvin masuk kedalam mobilnya, di bagian pengemudi.

"Pake sabuk pengamannya." Titah Alvin, dan wajahnya tak pernah berekspresi. Datar macam kanebo kering.

Yaya menahan kesal yang membeludak didalam tubuhnya. Ia menarik sabuk pengamannya, namun jujur dirinya tidak pernah bisa memakai sabuk pengaman dari jaman Sd ampe berkepala dua.

"Kalau gak bisa bilang." ucap Alvin, mencondongkan tubuhnya untuk memakaikan sabuk pengaman milik Yaya.

Dengan jarak yang hanya beberapa inci saja, mampu membuat Yaya mencium aroma parfum Alvin yang sangat maskulin. Bahkan Yaya rela memejamkan mata demi menghirup parfum Alvin yang memabukkan.

Tak.

"Akh..." Yaya mengaduh saat jentikkan jari pada dahinya menimbulkan suara dan itu sangat menyakiti dahinya.

"Kamu mau apa maju-maju gitu, sambil merem pula." goda Alvin dengan tersenyum geli mengingat kejadian bodoh beberapa menit lalu.

Yaya tak berani menatap, ia memalingkan wajah pada kaca jendela mobil. Menutupi semburan merah, merutuki kebodohan dan menahan rasa malu. Sungguh tadi hanya refleks belaka karena aroma parfum Alvin sangat menenangkannya.

Beberapa jam diperjalanan akhirnya sampai pada kampung rumah Yaya. Kampungnya memang jauh dari ibu kota. Tapi masih termasuk wilayah ibu kota jakarta.

"Yaya, tunggu!" panggil Alvin yang baru saja keluar dari mobilnya. Melangkah mendekat pada Yaya yang tadinya hendak langsung masuk kedalam rumahnya. Ia menyodorkan punggung tangannya.

"Cium tangan, simulasi jadi istri yang baik."

Yaya menjadi patung selama beberapa menit. Bahkan mata Yaya tidak berkedip selama ia menjadi patung.

"Yaya?"

Yaya mengerjapkan matanya bingung. Ia refleks mencium punggung tangan Alvin.

Alvin tersenyum dibuatnya. "Aku pulang dulu ya." ucapnya lebih ke bisikan lembut di indra pendengar Yaya.

"Yaya. Kamu kenapa disitu mulu? Bukannya masuk!" ucap Ibu Yaya heran. Ibu Yaya baru saja pulang belanja dari tukang sayur yang tak jauh dari rumahnya.

Yaya mengerjapkan mata berkali-kali sebelum akhirnya menyadari. Dan berlari pergi kedalam rumahnya.

...-oOo-...

Yaya menghempaskan tubuhnya kasar ke kasur miliknya. Lelah dan malu sekali meladeni sikap Alvin yang sangat aneh.

"Yaya. Kamu kenapa sih? Datang-datang muka ditekuk." tanya Audy yang berdiri diambang pintu kamar Yaya, melihat Yaya yang nampak lelah sekali.

"Ibu, bisa kali Yaya batalin perjodohan ini?" tanya Yaya bernada merengek.

"Gak bisa atuh Ya, 'kan udah sepakat. Kamu teh gimana sih!"

Yaya menghela nafas kasar, kembali merebahkan diri dengan posisi tengkurap.

"Emang kamu kenapa, Ya? Yang anterin kamu pulang si Alvin, kamu jalan ama Alvin?" tanya Ibu Yaya dengan raut wajah penasaran.

"Yaya benci Alvin, bu! Yaya benci banget, benci benci banci!" seru Yaya penuh ambisi.

"Salah ngomong kamu tuh. Benci bukan banci." Beritahu Ibu Yaya sembari tertawa renyah ulah anak sendiri.

"Ah Ibu mah koreksi perkataan Yaya terus!" cibir Yaya kesal.

"Atuh kalau salah mah harus ditegur, Yaya."

Bibir Yaya mencibik kesal, bahkan ia meremas bantal yang dipangkunya. Yaya sudah mengganti posisi menjadi duduk sejak Ibunya menanyakan Alvin.

"Yaudah, atuh. Ibu masak dulu. Kamu mau makan apa?" tanya Ibu Yaya.

"Balado jengkol sama sambal pete." ucap Yaya senang.  Karena yang ia sebutkan adalah makanan kesukaan dirinya.

"Eh jangan! Kalau si Alvin main kamu bau jengkol 'kan gak lucu. Udah ibu masuk sop ayam." Tolak sang Ibu mentah-mentah. Padahal dia yang bertanya, membuat Yaya kesal saja. Yah gak usah nanya dong kalau ujungnya ngambil keputusan sendiri.

"Ih ibu! Udah lama Yaya gak makan balado jengkol bu, sekali aja bu." Bujuk Yaya. Jujur balado jengkol itu seperti makanan terenak didunia untuk Yaya. Tak ada yang menandingi kenikmatan rasanya.

"No, no, no. Gak boleh! Ibu masak dulu ah." Sang ibu melongos pergi dari kamar Yaya, membuat Yaya mau tak mau menahan kesal kepada Ibunya sendiri.

Selang beberapa jam, Yaya terbangun dari tidur siangnya. Tidak sadar bahwa ada orang selain dirinya dikamar Yaya. Yaya terduduk dengan mata yang masih menyipit untuk menetralkan rasa peningnya.

"Udah bangun?" Suara low bass milik Alvin terdengar begitu saja tanpa terlihat orangnya.

Yaya mengerjapkan mata berkali-kali, dan menepuk pipinya takut-takut dirinya bermimpi.

"Ini calon suami kamu benaran, Ya." ujarnya. Ia mendekat pada kasur Yaya, dan Yaya berhasil menangkap sosok Alvin dengan pakaian lengkap ala kantoran.

"Nga-ngapain lo dikamar gue?!"tanya Yaya marah.

Hanya senyuman tipis yang mampu membuat Yaya bungkam, Alvin berjalan menjauhi kasur Yaya. Berdiri di ambang pintu kamar Yaya.

"Aku tunggu diluar." ucapnya terlampau datar.

Yaya menekuk alis bingung. Alvin menunggu siapa diluar? Dirinya kah? Tapi untuk apa? Oh god hanya Alvin yang bisa membuat Yaya berfikir keras selain menyelesaikan soal Mtk.

"Tunggu! Nunggu siapa lo diluar?" tanya Yaya polos. Lebih tepatnya bodoh, atau mungkin efek baru bangun jadi Yaya terlihat sangat konyol.

"Ya nunggu kamu lah, masa iya nunggu Mang Ucup." ucap Alvin bernada candaan.

Yaya menggeplak kepalanya sendiri karena merasa bodoh.

"Yaya, jangan nyakitin diri kamu sendiri!" beritahu Alvin mengambil alih tangan Yaya yang sedang memukul pelan kepalanya sendiri.

"Jauh-jauh lo!" seru Yaya kesal, mendorong tubuh Alvin sampai Alvin mundur dua langkah.

"Cuci muka, atau mandi dulu sana. Aku tunggu diluar." ucapnya lagi-lagi tak bernada dengan wajah tak berekspresi.

"Gue gak mau jalan sama lo!" ucap Yaya dengan penuh percaya diri.

"Aku gak ngajak jalan kamu. Lagi pula kita suruh jaga rumah, karena ibu ayah lagi kondangan." jelasnya.

DEG!

Malunya udah sampai pucuk teratas. Rasanya Yaya ingin sekali menenggelamkan wajahnya di sungai Han, dan menjalin kisah dengan Jung Jaehyun tanpa bertemu Alvin lagi untuk selamanya. Oke fiks Yaya terlalu berhalu!

"Dari dulu gak pernah berubah, gemesin mulu." ucap Alvin dan uniknya ia mengatakan hal itu tanpa ekspresi apapun. Itulah keunikan Alvin. Berucap gemes tapi aslinya gak gemes. Atau mungkin udah bawaan oroknya gak punya ekspresi. Mungkin juga Alvin gak pernah nangis pas bayi mukanya lempeng aja.

Yaya diam saja saat Alvin berkata seperti itu. Ia terlalu malu untuk meladeni Alvin.

"Aku tunggu diluar yah." pamitnya.

Setelah melihat Alvin keluar, Yaya menonjok-nonjok bantalnya untuk mengutarakan kekesalan dan kebodohan dirinya.

Ceklek.

"Mau ngambil Hp." ucap Alvin tanpa dosa. Mengambil Hpnya dinakas dekat kasur Yaya.

Alvin tersenyum dan menurut Yaya senyumnya aneh, karena hanya sudut bibirnya saja yang terangkat ibaratnya senyum miring. Hell sepertinya Yaya tahu mengapa dia tersenyum seperti itu. Sudah tentu mengejek Yaya yang bertingkah konyol.

"Lanjutin, Ya. Bantalnya biar empuk yah Yaya. Aku tunggu diluar." Alvin menutup pintu kamar Yaya, dan disitu pula Yaya berteriak malu.

...🦋°•Berjodoh sama Mantan•°🦋...

Di malam hari, akhirnya Yaya bisa tenang. Alvin sepertinya sibuk dan tak bisa mengajak jalan Yaya. Itu bagus untuk Yaya dan juga kesehatan jantung Yaya.

Sejujurnya jantung Yaya itu suka berdetak lebih cepat dari biasanya jika dekat dengan Alvin. Tapi ia selalu menimang-nimang apa benar dirinya akan menikah dengan Alvin. Atau dia memang sedang dipermaikan oleh takdir.

Jika memang hanya dipermainkan tolonglah jangan buat Yaya baper. Tapi itu mustahil apa yang sudah ditakdirkan-Nya mana mungkin diubah-ubah, apalagi sampai dipermainkan seperti itu. Tuhan gabut sekali jika memainkan takdir umatnya.

"Yaya. Ada Tata sama Arsen dibawah." beritahu Ibunya Yaya.

Yaya tersenyum senang mendengar kedua temannya datang. Ia berlarian dari kamar kelantai bawah.

"Tata!!"panggil Yaya senang. Ia memeluk Tata erat.

"Ke gue enggak nih?" tanya Arsen, dan langsung mendapat pelototan dari kedua orang tua Yaya.

"Bercanda Om, Tante!" ucap Arsen cepat.

"Kalian harus denger cerita gue! Pokoknya ini gila dan bencana banget buat gue. Ayok kekamar!" Yaya menarik Tata dan Arsen untuk kekamarnya tapi tangan Arsen dicekal oleh sang ayah.

"Ayah mau ngomong sama Arsen." ucap Ayahnya Yaya.

Arsen menelan ludah dengan kasar. Damagenya bukan main! Kumis tebal ayah Yaya membuatnya merinding apalagi tatapan intimidasinya itu.

"Apaan sih, ayah! Arsen harus ikut Yaya biar tahu kekesalan Yaya." bantah Yaya, dan menarik paksa Arsen.

"Kamu itu, Ya. Udah dewasa tapi kelakuan kayak anak kecil." cibir Ibunya Yaya, sambil menaruh kopi Ayah Yaya dimeja dekat sofa yang diduduki ayah Yaya.

"Biarin sih! Pokoknya jangan ganggu." Yaya menarik kedua sahabatnya menuju kamar.

Dikamar bukannya menceritakan unek-unek Yaya. Mereka malah mabar mobile legend.

"Ah! Lu mah Ya, bukan lawan malah kabur!" seru Arsen jengkel.

"Ntar kalau gue mati kain kafinin yah ama lo!" sahut Yaya kesal juga.

"Lucu lu Ya!" ujar Tata sedikit tertawa, namun kembali serius.

Ceklek.

"Usia kalian berapa sih? Udah dewasa juga, masih aja kayak bocah. Nih, makan cemilannya jangan lupa. Awas kalau gak abis!" ucap Ibu Yaya.

Yaya, Arsen maupun Tata tak menjawab. Asik bermain game online.

Ibu Yaya menghela nafas dalam, dan menaruh cemilan yang berisi kue kering pada nakas dekat kasur Yaya dan gemas melihat pantat Arsen yang menungging.

"Aw aduh-duh. Tante kok cubit pantat Arsen sih?!" seru Arsen kesal, mana gamenya kalah karena cubitan ibu Yaya.

"Lagian main game kok nungging-nungging." ucap Ibu Yaya sambil terkekeh geli.

"Itu namanya strategi main game online Tan," jelas Arsen dengan wajah sombongnya.

"Alah taik kupret lo! Bilang aja lagi nahan boker, tadi aja lo kentut mulu!" cibir Tata tanpa dosa.

"Heh, patut ini kamar Yaya wanginya beda!" ucap ibu Yaya, berkacak pinggang.

"Maaf, Tante kelepasan." ujar Arsen tak enak hati.

Tata dan Yaya hanya tertawa renyah melihat wajah was-was Arsen.

"Bercanda Tante. Nih makan, harus abis yah." Setelah mengatakan itu ibu Yaya keluar dari kamar Yaya.

Arsen menatap tajam kedua sahabat laknat itu.

"Ngakak, Ar." ucap Tata masih dengan tawanya.

"Nih, makan ngakak!" Arsen memasuki Tata keketiaknya membuat Tata memberontak, sedangkan Yaya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah absurd kedua sahabatnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!