Hasan Alfatar
Nama yang singkat namun penuh makna, Hasan sendiri berarti baik dan indah. Sedangkan Alfatar berarti percaya diri dan suka berpetualang.
Hasan anak yang baik dan ceria, dia selalu membuat orang tuanya tersenyum bangga karna perilakunya yang baik dan juga pandai disekolah, namun itu sebelum kejadian yang sangat memilukan terjadi.
Hasan sebelumnya tinggal bersama kedua orangtuanya, namun na'as waktu itu tak lama, karna dirinya harus mendapati kedua orangtuanya meninggalkannya untuk selamanya karna kecelakaan yang dialamai kedua orangtuanya.
Kala itu Siang menjelang sore Hasan kecil menangis tersedu-sedu diantara pusara kedua orang tuanya "Ibu, bangun Bu, Hasan disini Bu, ayo kita pulang Bu!" Hasan memeluk pusara sang Ibu.
"Ayah... ayo bangun Ayah! Hasan sendirian Ayah!" Hasan berpindah memeluk pusara sang Ayah sambil menangis tersedu-sedu.
Orang-orang yang melihat Hasan kecil menangis dipusara kedua orangtuanya merasa iba bahkan diantara mereka ikut menitikkan airmatanya sedih melihat pemandangan yang ada didepannya.
Bagaimana tidak anak yang baru berumur 10tahun harus merasakan kehilangan kedua orangtuanya sekaligus dalam waktu yang bersamaan, tentu Hasan kecil akan menangis meratapi kepergian mereka.
"Ayah,Ibu, ayo bangun kita pulang! Ayah,Ibu. Hasan takut Bu sendirian dirumah," Hasan kecil masih setia memeluk pusara kedua orangtuanya sambil menangis tersedu-sedu.
"Hasan sama siapa Ayah? kalau Ayah ninggalin Hasan!" airmata terus mengalir dipipi Hasan kecil.
Sunyi hanya airmata yang berbicara, mereka masih setia berdiri melihat Hasan menangis, bahkan airmata mereka pun menjadi saksi betapa pilunya melihat seorang anak kecil yang sedang menangis dan memeluk pusara orantuanya. kita yang dewasa saja terkadang belum siap untuk menerima kepergian kedua orangtua kita, Apalagi Hasan yang masih kecil? bahkan segala sesuatunya masih harus diurusi kedua orantuanya, namun kini Hasan harus siap mengurusi dirinya sendiri.
"A-yah.....Ib-u......" Hasan tersedu-sedu memanggil kedua orantuanya berharap bahwa mereka akan segera kembali hidup bersama-sama lagi. Namun takdir seakan tak mendengar rengekan Hasan, mereka masih setia dengan alam barunya.
Orang-orang yang peduli dengan Hasan satu-persatu membujuk Hasan agar dia mau pulang, namun diantara mereka tak ada satupun yang berhasil membujuk Hasan untuk pulang. Membuat mereka semakin pilu melihatnya.
"Aku masih pingin bersama Ayah dan Ibuku," jawaban Hasan kepada orang yang membujuknya untuk pulang membuat semuanya bungkam dan mengalirkan airmata.
"Lebih baik, kalian pulang lah, biar aku disini yang temani Hasan sampai saudara dari kedua orangtua Hasan tiba kesini," ucap lelaki paruh baya, dia adalah tetangga Hasan dan kedua orangtuanya yang bernama Pak Arman.
Pak Arman merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Hasan, karna dirinya juga ditinggalkan kedua orantuanya saat masih kecil, namun Pak Arman beruntung ada yang mau mengasuhnya dan merawatnya dengan baik, mereka yang kini menjadi kedua orangtua angkat Pak Arman sampai sekarang. Itulah sebabnya Pak Arman setia berada dipemakaman menemani Hasan yang setia menangis dan memeluk pusara orangtuanya, Karna Pak Arman pun pernah melakukannya dulu.
"Baik lah Pak Arman, tolong temani Hasan dan bujuk dia untuk pulang nanti Pak," ucap salah satu dari mereka.
Pak Arman menganggukan kepalanya "Insya Allah." Pak Arman tersenyum, mencoba membuat mereka tenang.
Mereka pun akhirnya pergi meninggalkan Hasan dan Pak Arman, Pak Arman membiarkan Hasan menangis dan hanya melihatnya "Paman sangat mengerti perasaanmu San, karna Paman juga pernah berada diposisimu dulu" Pak Arman menitikkan airmata tatkala mengenang masa lalunya.
^
Ayu, suami beserta anak-anaknya tiba dikediaman orangtua Hasan setelah menempuh perjalanan selama 2jam dari kediamannya. Ayu adalah kakak dari Ibu Hasan (Fatimah), Ibu Hasan hanya memliki satu saudara yaitu Ayu.
Ayu mendapatkan kabar duka ini dari tetangga orangtua Hasan yaitu Pak Arman. Setelah mendapat kabar duka tersebut Ayu segera menghubungi suaminya (Panji) yang sedang bekerja untuk menyuruhnya pulang dan pergi kerumah Hasan, Panji segera bersiap-siap pulang setelah mendengar kabar duka dari sang istri.
Saat tiba dikediaman orangtua Hasan, Ayu melihat keadaannya sudah sangat sepi "Maaf Pak, apa saudara saya sudah dimakamkan?" Ayu mencoba bertanya kepada Bapak-bapak yang sedang membereskan halaman rumah orangtuan Hasan.
"Oh sudah bu, sekitar setengah jam yang lalu bu, karna jenazah sudah dimandikan dirumah sakit jadi saat pulang tinggal dishalati dan dimakamkan," Ayu segera pergi kepemakaman setelah berpamitan kepada Bapak tadi.
"Kita kepemakaman Pah, katanya sudah dimakamkan!" ucap Ayu setelah masuk kedalam mobil.
"Baik Mah," Panji segera menjalankan mesin mobil dan melajukan mobil meninggalkan rumah orangtua Hasan.
Ayu terlihat sangat sedih karna kabar duka tersebut sangat mendadak, Ayu memikirkan nasib Hasan yang masih kecil, Panji mengerti keadaan istrinya saat ini "Yang sabar yah Mah, semoga Hasan bisa kuat dan sabar," Panji mengusap kepala Ayu dengan penuh kasih sayang.
Airmata Ayu semakin deras mendengar nama Hasan, tak bisa ia bayangkan bagaimana perasaan Hasan saat ini. Ayu memandang kebelakang dimana anak-anaknya tengah tertidur lelap, Ayu membayangkan bagaimana jika posisi Hasan itu menimpa kedua anaknya, airmata Ayu semakin deras memikirkan ketakutan-ketakutannya. Ayu kembali melihat jalanan untuk mengusir pikiran-pikiran negatifnya.
Tak butuh waktu lama mobil Ayu tiba dipemakaman, Ayu wmembangunkan kedua anaknya yang masih tidur, Zaki dan Putra (anak-anak Ayu) bangun, mereka mengucek matanya dan menguap, namun mereka kaget ketika keluar dari mobil karna mereka kini berada dipemakaman "Mah, kok kita kesini Mah, hiiii Putra takut Mah," Putra menggelayut pada Ayu.
Ayu tersenyum melihat kelakuan anak bungsunya itu "Gak usah takut Nak, kan ada Mamah,Papah juga Kak Zaki," Ayu mengusap-usap punggung Putra dengan kasih sayang.
"Ayo Mah!" Ayu tersadar dan segera menggandeng kedua anaknya untuk mengikutinya, Zaki dan Putra pun mengikuti kedua orangtuanya, Putra yang takut dengan tempat itu menggandeng tangan Ayu sangat erat, membuat Zaki sang Kakak merasa geli dengan kelakuan adiknya. Bagaimana tidak Putra yang terkenal nakal disekolah takut dengan tempat pemakaman seperti ini.
Panji berhenti setelah sampai ditempat dimana Hasan tengah memeluk pusara Ayahnya saat itu, Ayu dan kedua anaknya ikut berhenti. Ayu tak kuasa menahan tangisnya melihat Hasan yang memeluk pusara Ayahnya sambil menangis tersedu-sedu. Zaki dan Putra pun kaget melihat saudara sepupunya tengah menangis dan memeluk pusara. Zaki ingin bertanya kepada orangtuanya namun Ayu terlebih dulu berjalan mendekati Hasan sehingga Zaki mengurungkan niatnya untuk bertanya dan dia hanya diam berdiri dibelakang Papahnya.
Ayu menyapa tetangga yaitu Pak Arman orangtua Hasan yang masih menemani Hasan dipemakaman "Terimakasih sudah menemani keponakan saya Pak, maaf saya lama," Ayu berucap dengan airmata yang terus mengalir membasahi pipinya.
Pak Arman melihat kearah Ayu lalu beralih kearah Panji dan kedua anaknya "Tidak apa-apa Bu," Pak Arman mempersilahkan Ayu untuk mendekati Hasan, Pak Arman juga meminta Ayu dan sekeluarga bisa membujuk Hasan untuk pulang karna sedari tadi Hasan tak mau mendengarkan siapapun. Ayu semakin sedih mendengar cerita Pak Arman, airmatanya semakin deras mengalir dari pelupuk matanya.
Ayu berjalan mendekati Hasan, Ayu berjongkok didekat Hasan lalu Ayu mengusap-usap kepala Hasan dengan lembut "Hasan..." Ayu berucap dengan suara serak menahan tangisnya.
^
^
^
#selamat membaca semoga bisa menghibur kalian semua 😊😊😊
Ayu berjongkok didekat Hasan "Hasan..." Ayu mengusap-usap kepala Hasan yang sedang menangis dipusara Ayahnya.
Hasan kecil tak bergeming ia masih setia memeluk dan menangis dipusara Ayahnya. Ayu memeluk Hasan "Sayang...jangan seperti ini, orangtua Hasan sudah bahagia sama Allah Nak, Hasan harus kuat dan ikhlas sayang," tutur Ayu berharap Hasan mau mendengarnya.
Ayu kembali berjongkok ketika Hasan mau melepas pelukannya dari pusara sang Ayah "Apa benar orangtuaku sudah bahagia bersama Allah Bibi?" Hasan kecil bertanya dengan lugu.
Ayu menganggukan kepalanya "Pasti sayang, Hasan harus tetap melanjutkan hidup dan menjadi anak yang baik, agar mereka bahagia melihat Hasan berhasil didunia ini," tutur Ayu.
"Apa Hasan tidak bisa ikut bersama mereka Bibi?" pertanyaan Hasan membuat Ayu terkesiap, seketika Ayu memeluk Hasan yang sudah berdiri, Ayu menangis tanpa suara "Boleh, tapi nanti kalau Allah sudah suruh Hasan buat kembali pada-Nya, dan selama itu Hasan harus selalu berdoa buat orangtua Hasan dan jadilah anak yang membuat mereka bangga, setelah itu Allah pasti pertemukan Hasan dengan orangtua Hasan disurga-Nya Allah," Ayu berkata dengan suara serak karna menangis.
Hasan membalas pelukan Bibinya dan Hasanpun menangis dipelukan sang Bibi "Kalau Ayah dan Ibu meninggalkanku, lalu bagaimana dengan Hasan Bi, Hasan sama siapa Bi?" Hasan berkata dengan menangis.
Ayu menangkup kedua pipi Hasan dengan tangannya "Masih ada Paman dan Bibi sayang, kamu jangan khawatir, Bibi akan selalu bersamamu," Ayu memberikan senyuman dan menghapus airmata Hasan dengan ibu jarinya.
"Apa tidak apa-apa Bi?, Hasan tidak mau merepotkan Bibi?" tanya Hasan.
Ayu tersenyum mendengar pertanyaan Hasan "Gak apa-apa sayang, Hasan sekarang adalah tanggung jawab Bibi dan Paman, jadi sekarang kita pulang ya? kita beresin barang-barang Hasan untuk tinggal dirumah Bibi," bujuk Ayu yang berharap Hasan mau menerima bujukannya.
Hasan berdiam diri lalu menoleh kemakam Ayah dan Ibunya lalu kembali menghadap Bibinya, Ayu tersenyum dan menganggukkan kepalanya "Mau ya Nak, nanti disana Hasan kan jadi ada temen yaitu Zaki dan putra anak Bibi," Ayu berusaha untuk meyakinkan Hasan.
Setelah Hasan berfikir akhirnya Hasan menganggukan kepalanya "Baiklah Bi, Hasan akan ikut Bibi pulang," jawaban Hasan membuat Ayu berucap syukur kepada sang Pencipta, Pak Arman juga melakukan hal yang sama seperti Ayu.
^
Zaki yang semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan saudara sepupunya itu mencoba bertanya kepada Ayahnya yang masih setia melihat Istri dan keponakannya "Pah...sebenarnya ini ada apa sih Pah, kok Hasan bisa ada disini dan dia menangis pula, memang siapa yang Hasan tangisi Pah?" Zaki membuka suara.
Panji menoleh kepada anak sulungnya yang kini sudah bersekolah SMP di sekolah Favorit ditempatnya "Orangtua Hasan meninggal Nak," jawaban Papahnya membuat Zaki terkejut tak percaya begitu pula dengan Putra yang dari tadi menggelayut lengan Kakaknya.
"Papah lagi gak bercanda kan Pah?" Zaki masih tak percaya.
Panji mengusap kepala anak sulungnya tersebut "Untuk apa Papah bercanda dalam urusan seperti ini sayang," tegas Panji.
"Innalillahiwainnalillahi roji'un, kasihan Hasan Pah, Pasti Hasan sangat sedih," ucap Zaki dengan tulus.
"Itu pasti Nak, tidak ada anak yang tak sedih bila ditinggal kedua orangtuanya Zak," Panji membenarkan perkataan anaknya.
"Lalu sekarang Hasan gimana Pah? siapa yang bakal urusin dia?" tanya Zaki.
"Ya sama kita lah sayang, kan orangtua Hasan cuman punya saudara Ibu kamu aja, ya kita yang harus gantiin posisi orangtua buat Hasan sampai Hasan bisa mengurus hidupnya sendiri nanti," tutur Panji kepada anak sulungnya.
Zaki menganggukan kepalanya mendengar tuturan Papahnya yang sangat bijak itu.
Zaki merasa iba kepada Hasan, dia berjanji akan menyayangi Hasan seperti adiknya sendiri.
Terlihat Ayu dan Hasan berjalan menghampiri Panji,Zaki dan Putra, setelah berdrama akhirnya kini Hasan bisa mengerti dan mau diajak kembali kerumahnya untuk menyiapkan barang-barang yang akan dibawa kerumah Bibinya.
"Assalmualaikum, Paman.." Hasan memberi salam kepada Pamannya saat sudah berada didepannya.
"Wa'alaikumsalam," Panji memberikan senyuman dan tepukan dibahu Hasan "Keponakan Paman harus kuat ya!" Panji memberikan semangat kepada Hasan agar tidak putus asa.
Hasan mengangguk "Insya Allah Paman," jawaban Hasan membuat Ayu dan yang lain tersenyum bangga.
Mereka pun akhirnya pergi dari makam tersebut, Pak Arman pun kembali kerumahnya dan sebelum Pak Arman kembali dia berpesan kepada Ayu dan Panji untuk menjaga Hasan dengan baik, Ayu dan Panji pun mengiyakan pesan tetangga Hasan tersebut.
Semua sudah memasuki mobil, Panji segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang dan meninggalkan tempat pemakaman itu. Hasan duduk dipinggir saat mobil mulai melaju Hasan hanya diam dan memandang keluar jendela mobil, Hasan termenung dengan pikiran-pikirannya "Do'akan aku Ayah Ibu, agar aku bisa menjadi anak yang kalian harapkan" batin Hasan.
Sampai dirumah Hasan
Hasan turun beserta dengan yang lain, Hasan berjalan dengan tidak semangat memasuki rumah yang dimana banyak kenangan bersama kedua orangtuanya membuat Hasan meneteskan airmatanya namun segera Hasan menghapusnya tidak mau saudara-saudaranya tau bahwa Hasan masih bersedih.
Rumah orangtua Hasan tak sebesar rumah Bibinya, namun disini Hasan diajarkan banyak hal oleh kedua orangtuanya, mereka memberikan kasih sayang yang cukup untuk Hasan, memberika apa yang Hasan butuhkan bukan apa yang Hasan mau.
Hasan selalu diajarkan sederhan walau sebenarnya mereka memiliki cukup harta untuk berpamer dunia, namun tidak dengan keluarga ini, mereka hidup sederhana walau sebenernya mereka memiliki kuasa untuk bergaya. bahkan tidak ada yang tau jika sebenernya orangtua Hasan adalah orang yang kaya mampu memperkerjakan orang ribuan dipabrik usahanya, namun orangtua Hasan tidak tamak akan kehidupan dunia.
Hasan masuk kedalam kamar dan mempersiapkan barang-barangnya yang ingin dia bawa "Apa semua sudah siap Nak?" tanya Bi Ayu yang tiba-tiba berada didepan kamar Hasan.
Hasan menoleh kearah Bibinya "Insya Allah sudah Bi!" Hasan mamakai tasnya dikedua punggungnya.
Sebelum meninggalkan rumahnya, Hasan berpamitan dengan tetangga-tetangga Hasan, Tetangga Hasan begitu terharu dengan kepergian Hasan, diantara mereka ada yang memberikan kenang-kenangan kepada Hasan, Hasan pun menerima pemberian dari tetangga Hasan dan mamasukkannya didalam tas yang dia bawa.
Pak Arman yang begitu tidak rela melihat Hasan pergi, karna dia lah yang tau keluarga Hasan dari dalam dan luar, sebelum Hasan pergi Pak Arman memeluk Hasan "Sekolah yang pandai ya San, agar bisa menjadi orang yang hebat seperti Ayahmu," tutur Pak Arman dan diangguki oleh Hasan "Terimakasih Paman, kalau ada waktu mainlah ketempat Bibiku Paman," Pak Arman tersenyum dan mengangguk mengiyakan ajakan Hasan.
Setelah berpamitan Hasan dan yang lainnya masuk kedalam mobil, Panji pun segera melajukan mobilnya meninggalkan rumah Hasan, Hasan melambaikan tangannya kepada para tetangganya, tetanggapun antusias melambaikan tangannya kepada Hasan, hingga mobil yang ditumpangi Hasan sudah tidak terlihat lagi " Kamu akan menjadi pewaris tunggal Ayahmu San!" Pak Arman tersenyum dan masuk kedalam rumahnya.
#jangan lupa dukung author dengan cara like dan vot ya kaka 😊😊 terimakasih sudah membaca novel author yang receh ini 😊😊
Hasan sampai dirumah Bibi Ayu, Hasan melihat sekeliling rumah Bibinya "Rumah Bibi besar ya" Hasan memuji rumah sang Bibi.
Ayu menyuruh Hasan masuk kedalam rumahnya "Ayo Nak, Bibi antarkan Hasan ke kamar Hasan," ajak Ayu, Hasan menuruti Bibinya dia berjalan dibelakang Bibinya.
"Hasan.. ini kamar kamu, kebetulan masih ada kamar kosong dirumah Bibi, maaf kalau kamarnya tidak bagus dan tidak selera Hasan," Ayu duduk disisi ranjang tempat tidur yang nanti akan ditempati Keponakannya.
"Makasih Bibi, Ini aja lebih besar dari kamarku waktu bersama Ayah dan Ibu Bi," Hasan duduk disamping Bibinya.
Ayu mengusap kepala Hasan "Jangan bersedih lagi ya Nak, doakan mereka dari sini agar mereka bahagia disisi Allah," Ayu memberikan semangat kepada Hasan "Kamu harus menjadi anak yang hebat agar mereka bahagia disana," lanjutnya lagi.
Hasan ingin menangis mendengar kata-kata diucapkan oleh Bibinya namun sekuat tenaga Hasan berusaha untuk menahannya"Insya Allah Bi," Hasan menunduk.
"Ya sudah sekarang kamu taruh barang-barang yang kamu bawa tadi ya, Bibi akan memasak dulu buat kita makan malam nanti, nanti kalau sudah selesai kebawah ya Nak?" pinta Ayu, Hasan mengangguk.
^
Ayu memasak didapur bersama Bi Siti Asisten rumah tangganya, suami Ayu sedang berada diruang keluarga memantau pekerjaannya, sedangkan Zaki dan Putra sedang main PS dikamar Zaki.
"Ka..jadi sekarang Hasan tinggal disini?" tanya Putra.
"Mungkin!" jawab Zaki tak melepaskan pandangannya dari PS nya.
"Kenapa harus tinggal disini Ka?" tanya Putra lagi.
"Kan orangtua Hasan dah meninggal semua De, jadi mungkin Mamah sama Papah kasihan sama Hasan, masa Hasan suruh tinggal sendirian dirumah, kan dia masih kecil De!" Zaki memberikan pengertian kepada adiknya.
"Oh...nanti dia juga bakal sekolah sama kita Ka,"
"Ya bareng kamu De! kan Kakak SMP," ledek Zaki.
^
Setelah menaruh barang-barang pada tempatnya, Hasan masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah membersihkan diri Hasan menuaikan Shalat magrhib didalam kamarnya, saat Shalat airmata Hasan tak henti-hentinya mengalir mengingat kepergian kedua orangtuanya "Ya Allah..bahagiakan Ayah dan Ibuku, masukan mereka kedalam Surga-Mu Ya Allah" Hasan berdoa sambil menangis mengenang Ayah dan Ibunya.
Setelah melakukan kewajibannya sebagai umat Muslim, Hasan turun kebawah untuk makan malam bersama keluarga Bibinya "Bibi...." panggil Hasan ketika melihat Bibinya yang sedang menata makanan diatas meja makan.
"Eh Hasan, sini duduk Nak, kebetulan Bibi sudah selesai memasak makanan untuk kita makan bersama nanti," Ayu mempersilahkan Hasan untuk duduk dikursi yang sudah Ayu siapkan.
"Terimakasih Bibi," ucap Hasan kemudian dia duduk dikursi yang tadi Ayu siapkan.
"Bibi mau panggil suami dan anak-anak Bibi dulu ya San!" Ayu meninggalkan Hasan untu memanggil suami dan anak-anaknya.
Tak lama Ayu dan yang lainnya turun dari atas, mereka duduk dikursi yang biasa mereka duduki saat makan.
"San, besok kamu pindah sekolah ya? nanti Bibi masukin kamu kesekolah yang sama kaya Putra ya?" ijin Ayu.
"Iya Bibi," ucap Hasan.
"Wah ntar kamu ada temennya Put," ucap Zaki dengan semangat.
Putra hanya diam tak merespon perkataan Kakaknya, dia hanya melirik sang kakak lalu kembali makan.
Mereka makan dengan pikiran-pikiran masing-masing. Setelah makan mereka istirahat dikamar masing-masing.
Putra masuk kedalam kamar Hasan tanpa mengetuk pintu, Hasan yang sedang mengaji menghentikan bacaannya "Putra?" Hasan berucap lirih.
Putra melewati Hasan yang sedang memandangnya heran, Putra rebahan dikasur kamar Hasan "Wah enak ya kamu bisa tinggal dirumahku yang besar ini, padahal dulu kamu tinggal dirumah kecil," sindir Putra.
Degggg Hasan merasa bahwa Putra tidak bisa menerima dirinya didalam rumah itu Hasan berdiri menghampiri Putra "Maksud kamu apa?" tanya Hasan.
Putra langsung duduk ketika mendengar sautan dari Hasan "Kenapa? tersinggung? kamu kan memang orang miskin dan sekarang kamu bisa kaya karna Mamah dan Papahku!" Putra meninggikan nada bicaranya.
Putra berdiri tepat dihadapan Hasan "Jangan cari perhatian sama Papah dan Mamahku!" Putra mendorong Hasan hingga Hasan terjatuh. Putra tanpa merasa bersalah tertawa melihat Hasan terjatuh lalu dirinya keluar dari kamar Hasan dengan gaya sombongnya anak kecil.
Hasan tertunduk tangannya memeluk kedua kakinya, Hasan menangis merindukan kehadiran kedua orangtuanya "Kenapa Putra membenciku Ya Allah" Hasan berucap lirih.
Setelah lelah menangis Hasan tertidur, dia tertidur diatas sajadah yang belum sempat dia lipat karna kedatangan Putra semalam.
^
Keesokan harinya Hasan sudah bersiap dengan pakain seragam sekolahnya, karna hari ini dia akan mulai bersekolah, Hasan turun kebawah untuk menemui sang Bibi "Bibi..." Hasan memanggil Ayu yang sedang menyiapkan sarapan diatas meja.
"Wah...keponakan Bibi rajin sekali, jam segini sudah siap-siap," Ayu menghampiri Hasan dan membenarkan baju Hasan agar terlihat rapi.
Hasan hanya tersenyum, Hasan tidak berniat mengadu kepada Bibinya tersebut tentang kedatangan Putra tadi malam. Mungkin Putra belum siap menerima dirinya seperti yang lain, dam suatu saat nanti Putra pasti menerimanya. Pikir Hasan
"Bibi panggil mereka dulu ya Nak, kamu duduk dulu ya!" Ayu pergi keatas untuk menyuruh suami dan anak-anaknya sarapan.
"Ya Allah...kalian belum mandi juga!" Ayu langsung marah ketika melihat anaknya belum juga beranjak dari tempat tidurnya.
Ayu mematikan AC lalu membuka selimut Zaki dan Putra "Kakak...Putra ayo dong bangun, kalian lihat tuh Hasan jam segini sudah bersiap-siap, tidak seperti kalian susah sekali dibangunin! ayo bangun! kalau tidak gak usah sekolah sekalian!" ancam Ayu membuat Zaki dan Putra segera bangun, mereka berebut kamar mandi dan tak ada yang mengalah satu sama lain membuat wajah Ayu merah karna menahan marah.
"Stoppppppp!" Ayu akhirnya mengakhiri perdebatan dua anak kecil yang sedang berebut kamar mandi.
"Putra... biar Kakak Zaki yang mandi duluan, dia kan SMP, kalian sih bangun nunggu Mamah bangunin, dan kalau bangunin susahnya minta ampun, kalau sudah bangun berebut kamar mandi, pusing lama-lama kepala Mamah Put!" marah Ayu.
"Kalau sudah siap kalian segera sarapan ya,Mamah mau ke Papah dulu," ucap Ayu setelah menyiapkan seragam sekolah anak-anaknya.
"Iya Mah," ucap Putra lesu.
"Jangan lama-lama sayang," Ayu mengusap kepala anaknya sebelum keluar dari kamar anak-anaknya.
"Sudah siap Pah!" ucap Ayu ketika memasuki kamar.
"Sebentar lagi sayang, bantu aku memakai dasi ini," Panji menyodorkan dasi yang ingin dia pakai kepada istrinya, istrinya mengambil dasi yang suaminya berikan dan memakaikanya.
"Apa anak-anak sudah pada bangun?" tanya Panji.
"Sudah!" Ayu menjawab dengan cemberut.
"Sudah ko mukanya cemberut begitu?".
"Gimana gak cemeberut Pah! mereka dah dibangunin tadi tapi setelah aku kekamar lagi mereka tidur lagi, kan sebel Pah!" kesal Ayu.
Panji tersenyum lalu mencium bibir dan kening sang istri "Jangan sebel-sebel pagi-pagi ntar cepet tua loh," ledek Panji.
"Ih Papah nih," seketika wajah Ayu bersemu merah karna perlakuan sang suami.
^
"Nih bawa tas aku!" Putra melempar tasnya kepada Hasan saat sudah sampai digerbang sekolah.
Hasan menangkap tas yang dilempar Putra dengan baik, Hasan hanya menurut kepada Putra walaupun sebenarnya Hasan tidak mau diperlakukan seperti itu, tetapi Hasan hanya diam.
"Awas ya kalau kamu berani mengadu pada Papah dan Mamahku!" ancam Putra. Hasan hanya mengangguk.
Mereka berjalan masuk kekelas6, selama berjalan Hasan berjalan dibelakang Putra, jika Hasan berjalan mendahuluinya Putra pasti akan marah kepada Hasan.
"Taro tasku dikursi itu!" Putra menunjuk kursi yang kosong.
Hasan tanpa membantah menaruh tas dikursi yang tunjuk oleh Putra, Putra sangat senang bisa menyuruh Hasan sekarang dia tersenyum sinis memandang Hasan.
^
#Jangan lupa dukung author lewat Like dan Vot novel author yang receh ini ya kaka-kaka 😊😊😊😊😄😄😄😄
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!