NovelToon NovelToon

Touch My Body

Wanita Berpakaian Seksi

Mobil Mercedez Benz G550 berwarna hitam dengan garis keemasan mendadak berhenti di depan Club malam Ibukota.

Pria berkacamata blue dark turun dari dalam dengan wajah kesal, menggerutu dan melontarkan umpatan-umpatan bahasa asing.

Tidak tahu apa penyebabnya mobil yang jauh-jauh dia bawa dari Jerman, mogok di tempat yang hari ini tidak ingin dia kunjungi karena masih sibuk dengan pekerjaannya yang tidak ada habisnya.

Dari dalam celana jeans HW, dia merogoh benda pipih berlambang buah dengan kamera empatnya dibelakang, mencari nomor siapa saja yang bisa dia hubungi.

"Taii...! Tau gini gue nggak bawa Lo kesini Beny!" makinya pada mobil yang dinamainya Beny.

"Kenapa pada nggak aktif, sih?!" Pria itu makin kesal mendapati dua nomor yang dia hubungi tidak ada satupun yang mengangkat panggilannya.

Mana mungkin dia membiarkan mobil kesayangannya terparkir begitu saja disini. Sumpah demi apapun Beny-nya harus tetap ikut dengannya kemanapun dia pergi.

Pria itu sangat menggilai mobil keluaran terbaru tahun ini yang memberikan kepuasan pada pengemudinya. Selain bodynya yang besar, mobil itu juga dapat menguasai segala medan dengan ban besar dan bempernya yang tinggi.

Pusing memikirkan kelangsungan hidup mobilnya. Pria dengan garis wajah luar negeri itu dibuat kaget dengan kehadiran wanita berpakaian seksi yang datang mendekatinya dengan wajah ketakutan dan panik.

"Pak, tolongin saya, Pak." ucapnya memohon memegang lengan pria itu.

"Eh, mau apa Lo?!" tepisnya kasar.

"To-tolongin saya, Pak. Saya diculik dan mau dijual di club itu, Pak. Tolongin saya, Pak...," ucapnya masih memohon.

Pria yang dimintai tolong membuka kacamatanya, mengedarkan pandangannya ke sekitar mereka. Tidak jauh dari mobilnya yang mogok, beberapa pria berjas hitam terlihat baru saja keluar dari club dan seperti sedang mencari sesuatu.

"Pak, tolongin saya, Pak. Saya bakal ngelakuin apa aja asal Bapak mau nolong saya," ucap wanita itu semakin ketakutan melihat pria-pria di depan sana mulai menyebar mencarinya.

Sedikit berpikir, akhirnya pria yang punya hidung mancung dengan tubuh atletisnya mengangguk dan membuka pintu depan mobilnya.

"Sana masuk! Inget kata-kata Lo barusan!"

"Iya, Pak. Makasih, Pak." Wanita yang memakai terusan pendek dan ketat itu masuk dengan cepat ke dalam mobil mewah pria asing yang baru ditemuinya.

Pria itu sempat memalingkan wajah saat tidak sengaja melihat isi di dalam sana yang dia yakini berwarna putih, layaknya paha dalamnya yang berwarna senada.

Astaga ... apa yang gue pikirin?! Dasar otak nggak bener! Gumamnya membuang jauh-jauh pikiran tentang kehangatan wanita.

Kembali bersikap biasa, pria itu kembali memakai kacamatanya menghubungi dua nomor yang tadi dia hubungi sebelumnya.

Pria-pria berjas yang dia lihat keluar dari dalam club, sudah berada di dekat mobilnya, menatap curiga ke arahnya dan mendekatinya.

"Selamat malam, Pak. Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang pria yang sepertinya adalah pemimpin mereka.

Di samping kanannya tergantung papan nama bertuliskan Deno. Pria itu menatap dengan seksama pria yang dia yakini berumur tidak jauh darinya.

"Mobil saya mogok. Saya sedang menghubungi pihak derek untuk menderek mobil saya," jawab pria yang menolong wanita tadi.

"Bagaimana kalau kami membantu Bapak? Kebetulan club kami punya mobil derek sendiri," tanya Deno lagi menawarkan bantuan.

Anak buahnya terlihat mengamati isi dalam mobil mewah itu dengan seksama mencari sesuatu. Mobil kaca yang gelap membuat batas penglihatan mereka terbatas. Di balik kacamatanya pria penolong itu memperhatikan sikap anak-anak buah Deno.

"Baiklah, saya sangat berterima kasih atas bantuan Bapak. Saya akan menggunakan mobil derek dari club Bapak saja kalau begitu." Deno mengangguk, tersenyum diplomatis menatap pria di depannya.

"Kalau begitu biar anak buah saya yang membantu Bapak. Saya permisi," ucap Deno memberi perintah pada dua anak buahnya dan sedikit berbisik pada mereka.

Pria yang membantu wanita tadi tersenyum, kembali masuk ke dalam mobilnya dengan santai.

"Gimana?" tanya wanita yang dia tolong.

"Beres. Lo tenang aja, Lo aman sama gue." Wanita itu mengangguk, sedikit bisa bernafas lega.

Posisi wanita muda dengan rambut coklat keemasannya itu sedang bersembunyi di bawah tempat duduk depan samping kursi kemudi.

Terusan pendek dan ketat dengan dada yang menyembul membuat pandangan mata pria itu teralihkan. Dia yakin benda padat dan kenyal itu berukuran di atas rata-rata seperti kesukaannya.

Secara tidak sadar pria itu menelan salivanya kasar dengan rasa yang mulai sesak dibawah sana. Sialan, jangan menggila biji! Gumam pria itu kesal sendiri dalam hati.

Lima menit yang terasa seabad baginya menunggu mobil derek pihak club datang, akhirnya bisa membuat dirinya bernafas lega.

Mobil kesayangannya di derek, dibawa ke apartemennya dengan dia berada di dalam sana bersama wanita itu.

"Lo mau disitu terus?" tanya pria itu mulai tidak tenang.

"Iya, saya disini aja, Pak. Saya takut orang-orang tadi ngikutin mobil Bapak." Pria yang menolongnya mengangguk pasrah.

Mungkin dia masih harus menyaksikan pemandangan bukit yang membuat jiwa kelelakiannya tersiksa.

"Nama Bapak, siapa?" tanya wanita itu ingin tahu.

"Gue, Rama. Lo?"

"Saya Mulan...."

"Mulan? Bukannya nama Mulan tahu kungfu, yah?" canda Rama mencoba mencairkan suasana yang mulai terasa panas.

"Harusnya ... sayangnya papi saya cuma suka nama itu tapi nggak mau ngikutin saya les kungfu," sahut Mulan tersenyum pahit.

Wajahnya mendadak sendu dengan nafas yang terasa berat. Rama memperhatikan itu, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan wanita ini, pikirnya.

Mau bertanya tapi rasanya tidak pantas membahas masalah pribadi dengan seseorang yang baru dikenal. Rama memilih diam, hingga mereka tiba di basment apartemennya.

"Lo tunggu sini, jangan kemana-mana. Jangan keluar kalo gue nggak nyuruh, bisa aja mereka masih ngawasin gue sekarang!" Mulan mengangguk patuh, menatap Rama turun dari mobilnya.

Setengah jam menunggu sendirian di dalam, Rama akhirnya membuka pintu mobil di mana Mulan bersembunyi. Pria itu melemparkan jaketnya menutupi tubuh Mulan yang ternyata sangat seksi di bawah lampu terang basement apartemen.

Lekukan tubuh wanita itu dengan dada yang menyembul membuat Mulan tampak sempurna di matanya.

Rama bergegas membawa Mulan masuk ke dalam lift menuju kamarnya sebelum pikiran-pikiran gila akan tubuh Mulan semakin merasukinya.

Baru melangkah melewati pintu lift yang terbuka, kaki Mulan tidak sengaja menyambar karpet lantai lift dan membuat tubuhnya oleng ke depan menyambar tubuh Rama yang spontan menangkapnya.

Kedua orang itu jatuh menyentuh lantai dengan bibir yang saling menempel satu sama lain, dengan Mulan berada di atas tubuh Rama.

Desiran dan detak jantung yang menggila menjadi tanda ada sesuatu yang tidak biasa. Rama ternyata tidak sengaja menyentuh bokong Mulan, dan refleks meremasnyaa gemas.

Enak, batin Rama dengan mata yang membola menginginkan lebih.

.

.

.

.

.

.

Hai, hai, hai...

Sekuel Touch Me Slowly akhirnya meluncur juga hari ini...

Maafin author karena tanggalnya gak sesuai dengan yang dijanjiin author, yah...

Author sempat sakit dan sibuk ngurusin anak yang ikut sakit juga...

Semoga cerita kelima author di platform ini juga bisa se sukses karya yang sebelumnya...

Terima kasih 🌹

Keusilan

"Dasar cowok nggak sopan!" pekik Mulan mengangkat lututnya mengenai pangkal paha dalam Rama.

"Aduh...," ringis Rama melepaskan rangkulan tangannya di bokongg Mulan.

Benda intinya sontak terasa cenat cenut di dalam sana. Rama yakin benda itu pasti lecet sekarang.

Mulan bangkit dari atas tubuh Rama dengan mulut yang tidak berhenti mengoceh. Ternyata pria yang sempat dia anggap malaikat penolongnya tidak lebih baik dengan pria-pria hidung belang di dalam club tadi.

"Lo apa-apaan, sih?! Ngapain Lo tendang biji gue, hah?!" sentak Rama dengan wajah menahan sakit.

"Dasar cowok munafik! Tadi aja Lo sok-sokan baek sama gue, giliran liat tempat sepi tetep aja nyari-nyari kesempatan! Dasar kadal buntung!" sinis Mulan cepat-cepat menekan tombol lift agar bisa keluar dari dalam sana.

"Bangkee! Mestinya gue biarin aja Lo tadi dibawa sama mereka!" Susah payah Rama bangun, menyandarkan tubuhnya ke dinding lift.

Tidak peduli dengan Rama yang meringis di dekatnya, Mulan terus menekan tombol lift memaksanya agar cepat terbuka. Dia harus segera pergi, lari dari pria yang mungkin sebentar lagi akan memakannya hidup-hidup.

Meski tampan, tapi Mulan tidak mau memberikan keperawanannya secara cuma-cuma pada pria asing yang baru saja dia kenal malam ini.

"Mau kemana Lo, hah?!" Rama menahan tangan Mulan sebelum dia sempat keluar dari dalam lift yang terbuka.

"Lepasin gue! Gue bakal teriak kalo Lo macem-macem sama gue!" berontak Mulan mencoba melepaskan cengkraman tangan Rama darinya.

"Dasar betina nggak tahu terima kasih! Sini Lo, ikut gue!" Rama kembali menekan tombol lift hingga pintunya tertutup, membawa Mulan ke lantai kamar apartemennya.

Dia kesal malah diperlakukan begitu oleh Mulan, mungkin sedikit memberi pelajaran pada wanita ini bisa membuatnya jinak, pikir Rama.

"Lepasin gue, tolong...!" teriak Mulan memberontak.

"Nggak bakal ada yang dengerin Lo teriak disini Mulan ... udah nggak usah berisik!" Rama terkekeh kecil merapatkan tubuhnya ke dekat Mulan yang seketika terdiam.

Aroma nafas mint dengan hidung yang saling bersentuhan, membuat Mulan membeku. Jantungnya seakan mau lepas dari tempatnya merasakan hembusan nafas Rama di wajahnya.

Pria itu berpindah, mendekati telinga Mulan dan berbisik. "Tadi Lo bilang bakal ngelakuin apa aja, kan kalo gue bantuin elo? Sekarang waktu yang tepat buat Lo ngelakuin itu buat gue!" sambung Rama penuh arti.

Mulan menelan salivanya kasar, merasa tubuhnya menegang dengan sendirinya. Dia merutuki kebodohannya yang dengan gamblangnya berbicara begitu pada Rama. Dasar bego, kenapa juga gue mesti ngomong begitu sama cowok mesumm ini?!

Rama menyeret Mulan begitu pintu lift terbuka, membawanya ke kamar apartemennya.

"Tolong, Pak. Saya masih kecil, Pak. Tolong jangan apa-apain saya, Pak...." Mulan bersuara dengan wajah memelas.

Hidupnya bisa hancur dalam satu malam jika dia mengikuti pria bertubuh atletis itu ke dalam sana, pikirnya.

"Saya? Tadi aja Lo ngomong gue elo sama gue. Kenapa sekarang kayak kucing nggak ada ekor begitu Lo?!" cibir Rama menekan kode password pintu apartemennya dengan satu tangan masih menahan Mulan agar tidak kabur.

"Yaudah, gue bakal ngelakuin apa aja buat Lo. Tapi tolong jangan minta gue buat yang satu itu, Ra...," pinta Mulan dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.

"Udah diem, mulai sekarang hidup Lo hanya bergantung sama gue! Ayo masuk!" Rama kembali menyeret Mulan, membawanya ke kamar apartemen.

Begitu masuk di sana, Rama mendorong Mulan ke atas ranjang menindihnya dengan dua tangan berada di samping kepala Mulan.

Dada yang menyembul di balik terusan ketat yang Mulan pakai membuat naluri kelelakian Rama bergejolak. Sial, hanya ingin mempermainkan wanita ini dia malah seakan dipermainkan oleh Mulan, pikirnya.

"Lo mau apa...?" ucap Mulan dengan suara bergetar.

Manik mata abu-abunya tengah menatap Rama ketakutan, berharap Rama tidak akan berbuat hal yang lebih padanya.

"Kenapa? Bukannya Lo mau ngelakuin apa aja buat gue?! Ini salah satu yang bisa Lo lakuin buat gue!" sahut Rama tersenyum smirk.

"Ta-tapi, Ra—"

"Udah nggak usah berisik, nikmatin aja apa yang bakal gue lakuin sama Lo!" potong Rama mendekati wajah Mulan yang mulai menangis.

Tubuh wanita itu ikut bergetar saking ketakutannya dia akan apa yang akan dilakukan Rama padanya.

Pria dengan hidung mancung itu berdecak, merasa keusilannya tidak akan berjalan lancar malam ini. Mulan benar-benar masih polos, pikirnya.

"Dasar payah! Sana tidur! Malam ini Lo boleh tidur disini! Besok Lo mulai kerja jadi babu gue!" kesal Rama berjalan keluar dari kamarnya.

Bunyi bel di pintu depan apartemen mewah Rama berbunyi nyaring. Pria berbadan atletis dengan rambut yang sedikit lebat berwarna hitam, menyeret kakinya bangkit dari atas sofa hanya menggunakan boxer pendek.

Rama berdecak kesal, tidur paginya diganggu sepagi ini oleh orang tidak dikenal. Sambil mengucek kedua matanya, Rama menarik handel pintu membukanya lebar.

"Siapa, sih?!" bentak Rama dengan suaranya yang serak.

"Ya ampun Rama ... kamu baru bangun?" tanya seorang wanita tua dengan tongkat ditangannya.

"Jam berapa ini Rama?" tanya seorang wanita paruh baya lain berdiri di samping wanita tua tadi.

"Grandma, Mommy? Pada ngapain, sih kesini? Ganggu aku aja!" protes Rama berbalik masuk ke dalam apartemennya.

"Ganggu apaan? Kemarin katanya kamu mau ngajakin Mommy sama Grandma makan siang? Hari ini kamu free (bebas), kan?" sahut Amanda, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan muda dengan terusan peach yang dia pakai.

"Emang iya?" tanya Rama masih setengah sadar.

"Iya, Ra. Kamu yang telpon Mommy, kan kemarin sore. Lagian kamu kenapa nggak pulang kerumah aja, sih? Udah tahu hari ini free, masih aja ke apartemen." Langkah kaki Rama sontak terhenti, mencoba mengingat-ingat apa yang semalam dia kerjakan sampai pulang kesini.

"Astaga...!" Cepat-cepat pria berkening lebat itu berlari masuk ke dalam kamarnya, mencari seseorang yang semalam ikut berada disini bersamanya.

"Rama...! Kamu kenapa?!" pekik Amanda mengikuti anak laki-lakinya dari belakang.

Bermaksud ingin menyembunyikan wanita berkulit putih yang semalam sempat ketakutan karena ulahnya dari dua orang wanita berharga dihidup dia, Rama malah menduduki tubuh Mulan yang masih tertidur di atas ranjangnya.

"Kamu kenapa, sih?!" tanya Amanda merasa ada yang aneh dengan gerak gerik Rama.

"Ng-nggak ada apa-apa, Mom. Mommy sama Grandma tunggu aku diluar aja. Aku mau siap-siap dulu," jawab Rama gugup.

Amanda mengernyitkan dahi berjalan mendekati Rama di atas ranjang. "Bener kamu nggak apa-apa?"

"I-iya, Mom. Udah Mommy keluar dulu sama Grandma."

Baik Amanda maupun Tari merasa ada yang tengah disembunyikan Rama dari mereka. Mata keduanya tidak sengaja mendapati kaki seseorang dibalik selimut putih tebal yang tengah Rama duduki dengan sengaja.

"Ya ampun Rama...!" teriak Amanda dan Tari bersamaan, kaget mendapati pemandangan di depan mereka.

She's Not My Girlfriend

Terkejut dengan suara teriakan yang memenuhi indera pendengarannya, Mulan refleks mendorong tubuh Rama yang sengaja menindihnya hingga pria itu jatuh terjerembab ke lantai kamar.

"Astaga...!" pekik dua wanita berbeda umur itu lagi menutup mata.

"Siapa dia Rama?!" tanya Amanda dengan suara meninggi.

Buru-buru Rama bangkit, mendekati ibu dan omanya yang langsung menatapnya tajam.

"Bu-bukan siapa-siapa, Mom. Aku bisa jelasin," sahut Rama mulai panik.

"Jelasin apa? Kamu tidur sama dia dikamar ini?! Pantesan aja kamu nggak mau pulang ke rumah dan malah tidur disini! Jadi ini alasan kamu...?!" cecar Amanda kesal.

"Enggak, Mom. Bukan itu, aku cuma—"

"Udah, nggak usah berantem!" potong Tari menengahi perdebatan keduanya. "Bilang sama pacar kamu siap-siap dulu, Grandma sama Mommy tunggu diluar!" sambung wanita yang tidak lagi muda itu, berjalan lebih dulu meninggalkan menantu dan cucu laki-lakinya.

"Pacar? No, Grandma. She's not my girlfriend!" (Tidak, Oma. Dia bukan pacarku), sahut Rama tidak terima.

"Udah diem, kamu juga pake baju sana. Mommy mau bicara sama kamu!" sela Amanda ikut pergi mengikuti ibu mertuanya.

Rama tidak bisa membela diri lagi dia pasrah, mengusap wajahnya frustasi dan duduk di tepi ranjang.

"Kenapa, sih? Berisik banget daritadi!" Mulan yang masih setengah sadar bersuara.

Wanita yang masih memakai baju ketat dan seksinya kemarin duduk dengan rambut berantakan dan mata yang bengkak.

Semalaman Mulan tidak bisa tidur nyenyak mengingat perbuatan Rama yang hampir memperkosa dia.

Mulan dibuat takut dan parno sendiri mengingat Rama yang bisa kapan saja masuk ke dalam kamar.

"Masih hidup Lo?! Bangun sana, Lo musti jelasin yang sebenernya sama nyokap dan Grandma gue. Bilang ke mereka kalo Lo bukan pacar gue!" kesal Rama.

"Pacar? Sejak kapan kita jadian?" sahut Mulan berusaha mengumpulkan kesadarannya.

"Udah nggak usah bawel, cepet sana bersih-bersih. Gue tunggu Lo disini!" perintah Rama, bangkit dari duduknya.

Belum juga mengerti dengan apa yang sedang terjadi, Mulan masih saja duduk di atas ranjang hingga suara berat Rama meneriakinya.

"Mulan...!"

"I-iya." Mulan langsung melompat, berlari masuk ke dalam kamar mandi.

Butuh setidaknya lima belas menit bagi Mulan untuk mandi dan bersiap. Wanita itu lupa dia tidak memilik pakaian ganti dan juga dalaman.

Alhasil Mulan keluar hanya menggunakan bathrobe yang cukup pendek sampai di batas pahanya.

"Lama amat Lo!" Duduk membelakangi Mulan, Rama tersentak mendapati pemandangan memanjakan matanya.

Paha mulus, rambut setengah basah terurai dengan wajah polos yang segar, membuat jiwa kelelakiannya bergetar.

"Gue nggak punya baju ganti," ucap Mulan malu-malu.

"Ehem...." Rama berdehem, mencoba menutupi rasa tidak nyamannya di bawah sana.

"Pake kemeja gue aja, Lo ambil sendiri di lemari!" tunjuk Rama sembari berjalan melewati Mulan yang wangi aroma sabunnya.

Astaga ... kenapa dia bisa secantik itu, sih pagi-pagi begini? Bikin biji gue nggak tenang aja, gerutu Rama dalam hati.

Mulan asal menarik kemeja milik Rama di dalam lemari. Pria itu sudah lebih dulu keluar, duduk menunggu Mulan sampai dia keluar dari kamar apartemen menggunakan kemeja putihnya.

Semua mata sontak mengarah pada wanita berambut panjang berwarna hitam yang tersenyum kikuk di depan mereka.

"Maaf aku lama...," ucap Mulan berjalan mendekati kursi sofa.

Manik mata coklat tua Rama tidak berhenti menatap Mulan yang justru terlihat makin seksi dengan kemeja miliknya. Entah kenapa pagi ini imannya seakan dipermainkan oleh Mulan.

"Udah nggak usah diliatin begitu, nggak puas-puas kamu ngeliatin pacar kamu dari semalem?" Tari bersuara, menggoda Rama yang sontak salah tingkah.

"Apa, sih Grandma."

"Jadi sekarang kapan kalian mau nikah?" tanya Amanda tanpa basa basi.

"Hah? Nikah?!" sahut Rama dan Mulan kompak.

"Siapa yang mau nikah, sih, Mom? Mulan ini bukan pacar aku, Mom...," protes Rama lebih dulu.

"Oh namanya Mulan ... cantik kayak orangnya, yah?" sela Tari malah memuji wanita yang tidak tahu apa-apa itu.

Rama berdecak. "Ish, Grandma juga nambah-nambah. Mulan ini bukan pacar aku, dia cuma cewek yang nggak sengaja ketemu sama aku tadi malem...," terang Rama mulai menjelaskan siapa sebenarnya Mulan.

"Nggak usah bohong Rama! Mommy nggak pernah ngajarin kamu bohong, yah. Pokoknya secepatnya kamu harus nikah sama Mulan!" tegas Amanda.

"Mommy apa-apaan, sih? Siapa juga yang boong, Mulan emang bener bukan pacar aku, kok. Tanya aja sendiri sama dia!" protes Rama lagi menunjuk Mulan yang duduk berhadapan dengannya.

Mulan yang ditunjuk hanya mengangguk tanpa berani bersuara. Pasalnya keadaan di dalam ruang tamu apartemen itu terasa sangat panas. Melihat wajah Amanda yang seperti akan memakannya membuat nyali Mulan menciut.

"Kamu pasti ngancem pacar kamu biar ikut bohongin Mommy, kan? Udah, pokoknya nanti kita ketemu orang tuanya dan ngelamar Mulan. Nggak ada bantahan lagi ato Mommy laporin kamu ke Daddy bawa cewek kesini!" ancam Amanda tidak main-main.

Dia tahu Rama tidak akan berani membantahnya jika sudah mengenai Richard. Pria blasteran itu tidak suka anaknya mengotori tempat kenangan mereka dulu dengan wanita lain.

"Mommy kenapa bawa-bawa Daddy, sih. Aku nggak boong, Mom. Mulan emang bukan pacar aku...," lirih Rama terdengar putus asa.

Dia jadi kesal melihat Mulan hanya diam tidak ikut membela dirinya. Rama sampai melempari kursi bantal ke arah Mulan yang menatap dia tidak bersalah.

"Rama!" tegur Amanda dan Tari bersamaan.

Sadar dia harus berani bersuara, Mulan akhirnya angkat bicara. "Maaf Tante, Oma ... Rama bener. Aku emang bukan pacar dia. Semalem aku ditolong dan dibawa Rama kesini, kami—"

"Apa? Kamu dibawa Rama kesini? Kamu diapain sama dia Mulan? Kamu dipegang-pegang gak sama dia? Dicium-cium juga nggak?" cerocos Tari sebelum Mulan sempat menyelesaikan ucapannya.

"Pegang-pegang apa, sih Grandma...," sela Rama tidak terima.

"Diem kamu! Grandma tanya sama Mulan bukan sama kamu!" sentak Tari menatap tajam cucunya.

"Jujur sama Grandma, Mulan. Kamu diapain sama Rama?" tanya Tari lagi beralih menatap wanita berhidung mancung itu.

Mulan yang diminta jujur pun bersuara. "Aku, aku dipegang bokongnyaa Grandma, sama sempet diremass juga."

"Astaga...." Tari dan Amanda bersuara dengan wajah memerah.

Sontak wanita yang melahirkan Rama itu berdiri, memukuli Rama yang berteriak pasrah menerima kemarahan ibunya.

"Aduh, Mom. Sakit, Mom," keluh Rama mengusap tubuhnya yang nyeri.

"Dasar anak nakal, udah dibilangin jangan macem-macem sama anak gadis disini. Kamu pikir ini di Jerman, pokoknya secepatnya kamu harus nikah sama Mulan!" ucap Amanda terus memukuli anaknya.

Melihat menantu dan cucunya bertengkar di depan matanya, Tari jadi teringat dengan kejadian bertahun-tahun lalu.

Seperti sedang menonton dirinya yang memukuli Richard karena kepergok bersama Amanda di apartemen, Tari merasa Rama benar-benar mirip dengan ayahnya. Apartemen ini sepertinya punya kutukannya sendiri, pikir Tari.

.

.

.

.

.

Up, sehari sekali, yah guys

Jangan lupa jejak cinta kalian 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!