Seorang gadis belia menyandarkan tubuhnya di tembok dan mengangkat sebelah kakinya. Pandangan matanya tertuju pada seorang anak laki-laki yang sedang di kerjai oleh temannya. Sebagai murid baru di sekolah itu Izumi belum mengenal murid-murid yang ada di sana.
Melihat orang-orang semakin keterlaluan mengerjai anak laki-laki itu, tangannya menjadi gatal untuk menghajar segerombolan murid badung yang suka main keroyokan itu. Izumi tidak peduli jika harus dikeluarkan dan pindah sekolah lagi untuk kesekian kalinya. Emosinya tidak terkendali ketika melihat penindasan di depan matanya.
"Dasar sekumpulan semut beraninya main keroyokan!" ejek Izumi dengan senyum sinisnya.
"Ohhoo! Besar juga nyalimu? Kamu siapa sih?" Seorang anak laki-laki berjalan mendekati Izumi.
Sejak tadi anak laki-laki itu hanya melihat sambil memerintah temannya. Wajahnya lumayan tampan hanya penampilannya sedikit berantakan layaknya seorang bad boy.
"Aku Dewi Kematian yang sedang mengincar nyawamu!" tanpa rasa takut Izumi melangkah maju hingga wajah mereka hampir bersentuhan.
"Menarik! Baru kali ini seorang gadis berani menantangku. Sebelum kamu menyesal aku peringatkan padamu sekali lagi, kamu tidak sayang dengan wajah cantikmu ini?" ujung jari pria itu menyentuh pipi Izumi.
Izumi membiarkan pria badung itu menyentuh pipinya untuk sesaat.
Kemudian, dia menangkap tangan itu dan memelintirnya ke samping. Pria itu tidak mau kalah dia menggerakkan kakinya untuk menjegal kaki Izumi.
Dengan cepat Izumi mundur, sambil menarik pergelangan tangannya, hingga pria itu condong kedepan.
Dengan cepat Izumi menghindari gerakan kaki pria itu dan balik menyerang dengan mengunci pergerakan atasnya terlebih dahulu. Secepat kilat Izumi menekan lututnya di belakang lutut pria itu.
Buggg!
Tubuh Izumi menimpa tubuh pria badung itu. Sepertinya pria itu tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Mungkin dia awalnya meremehkan kemampuan Izumi.
"Keren! Baiklah aku menyerah! Namaku Sora!" ucap pria itu.
"Lepaskan dia dulu baru aku akan melepaskanmu!" ucap Izumi melirik ke arah anak laki-laki korban perundungan mereka.
"Lepaskan dia!" perintah Sora kepada anak buahnya.
"Terimakasih Nona!" anak laki-laki itu segera berlari dari hadapan mereka.
Izumi melepaskan Sora dan segera bangkit dari atas tubuhnya. Sora merasa terpukau dengan keberanian dan kemampuan bela diri Izumi. Menurutnya ini adalah hal yang langka.
Teknik yang dipergunakan oleh Izumi adalah beladiri silat merpati putih, teknik kuncian dengan serangan cepat dan membalikkan serangan lawan.
Sora mengejar Izumi yang berjalan meninggalkannya sambil menepuk-nepuk bajunya yang kotor.
"Jangan mengikutiku! Urusan kita sudah selesai!" ujar Izumi tanpa menoleh ke belakang.
"Aku menyukaimu!"
Ucapan Sora membuat Izumi menghentikan langkahnya.
"Kamu sadar dengan perkataanmu?!" nada bicara Izumi sedikit meninggi. Dia berbalik menatap Sora dan menekan tubuh Sora ke tembok. Izumi mendekatkan wajahnya hingga berjarak kurang dari satu centimeter dari wajah Sora. Tidak ingin membuang kesempatan Sora menarik tengkuk Izumi dan menciumnya secara paksa.
Anak buah Sora memutar badan dan melihat ke arah lain karena tidak ingin melihat adegan 18+ di hadapannya.
Mendapat serangan mendadak seperti itu membuat Izumi susah untuk menghindar. Izumi berusaha melepaskan diri namun sia-sia. Tenaga Sora lebih kuat darinya.
Muncul ide gila di otak Izumi.
Dushh!
Lutut Izumi menendang ayam jantan milik Sora.
"Aargghh!" teriak Sora saat merasakan sakit yang luar biasa di pangkal pahanya.
Tangannya reflek melepaskan Izumi. Namun saat melihat Izumi akan pergi, Sora tiba-tiba menarik kembali tubuh Izumi sambil menahan rasa sakitnya. Karena tidak siap Izumi limbung dan jatuh terjerembab.
Sora melihat di bawah Izumi ada sebuah batu runcing, dengan gerakan yang cepat Sora merubah posisi. Dia membalik tubuh Izumi agar berada di atas tubuhnya dan memeluknya dengan erat.
"Aaarrrhhh!" jerit Sora.
Sakit luar biasa kembali mendera tubuh Sora. Melihat Sora kesakitan Izumi segera bangun dari atas tubuh Sora dan duduk di sampingnya. Saat Sora memiringkan tubuhnya terlihat darah segar mengalir dari luka di punggungnya.
Sora tak kuasa lagi berdiri. Keempat anak buahnya segera mengangkat tubuhnya dan membawanya pergi dari sana untuk diobati. Tidak ingin sendirian di tempat itu, Izumi bangkit dan berjalan ke kelasnya karena bel masuk akan segera berbunyi.
'Sial! Cowok brengsek itu sudah mengambil ciuman pertamaku!' Izumi mengumpat dalam hati sambil terus berjalan.
Izumi Sakura. Putri Lentera dan Wisnu yang diadopsi oleh Hiro dan Ryuki. Saat ini dia tinggal di Jepang bersama orang tua angkatnya.
Gadis pembuat onar yang sering sekali dikeluarkan dari sekolah karena suka berkelahi. Hampir sembilan puluh persen sifat Tera diwariskan padanya. Otaknya sangat cerdas namun kenakalanya juga seiring dengan itu.
Saat ini Izumi mengenyam pendidikan yang setara dengan kelas 2 SMA. Berbeda dengan Izumi, kembarannya Bora Ryan sedikit lebih kalem. Ryan tumbuh menjadi pria dingin yang digandrungi oleh banyak wanita. Dia juga menguasai beberapa jenis ilmu bela diri seperti halnya Izumi namun dia tidak sembarangan berkelahi apalagi di sekolah. Ryan berada satu tingkat di atas Izumi karena dia belajar dengan baik dan tidak pernah tinggal kelas.
Sifat Ryan mirip dengan Wisnu hanya saja dia sedikit lebih dingin dan susah bergaul dengan lawan jenisnya.
"Ryan! Ke kantin, yuk!" ajak Celine. Teman sekelas Ryan.
Bel istirahat baru saja berbunyi, teman sekelas Ryan sudah berhamburan keluar. Di dalam kelas hanya tinggal Ryan, Awang dan Celine. Awang adalah cowok cupu yang menjadi teman dekat Ryan.
"Celine! Udah... kamu nyerah aja! Buruan, yuk!" panggil Della. Sahabat Celine yang sedang menunggunya di depan pintu.
"Pergi sana! Aku tidak ingin ke kantin!" seru Ryan sambil terus membaca komik di tangannya.
Celine merasa sebal karena tidak berhasil mengajak Ryan ke kantin. Kakinya menghentak-hentak ketika berjalan meninggalkan Ryan dan Awang.
"Boss! Kita kemana?" tanya Awang sambil membetulkan kacamata yang sudah betul posisinya.
"Kita ke taman belakang saja!" mata Ryan tidak beralih dari komik di tangannya.
Setelah mengingat nomor halamannya, Ryan menutup komik itu dan menyabet tasnya. "Ayo!"
Awang mengikutinya di belakang Ryan dan berjalan meninggalkan kelas. Sesampainya di taman belakang mereka mencari-cari bangku kosong untuk mereka duduki. Tidak ada. Semua bangku sudah diduduki oleh murid-murid di sekolah itu.
"Kita ke sana saja!" tunjuk Ryan pada sebuah pohon besar yang rindang.
"Baik, Boss!" Awang kembali mengikuti Ryan di belakangnya.
Ketika mereka sampai di bawah pohon itu, lagi-lagi sudah ada orang lain di sana. Seorang gadis berambut lurus panjang sedang membaca buku di sana. Wajahnya tidak terlihat karena dia duduk dengan posisi membelakangi Ryan.
"Ehhemm!" Ryan berdehem setelah duduk di atas akar pohon yang cukup besar.
Gadis rambut panjang itu menoleh ke arah Ryan sebentar dan kembali membaca.
'Cantik!' gumam Ryan dalam hati. 'Tidak... tidak.... Aku tidak boleh menyukai gadis sombong seperti dia. Sudah tahu ada cowok tertampan di sekolah ini, dia malah bersikap cuek.' Ryan kembali bermonolog dalam hati dengan sikap narsisnya.
Merasa di perhatikan oleh Ryan, gadis itu menggeser tubuhnya sedikit menjauh. Sekarang mereka terhalang oleh batang pohon besar dengan posisi saling memunggungi.
'Dasar orang kaya! Cowok setampan dia pasti suka mempermainkan para gadis. Dia kan Ryan, cowok yang sangat famous di sekolah ini. Sombong amat! Datang belakangan tapi tidak mau menyapa orang yang lebih dulu duduk di sini.' gadis yang di kenal dengan nama Dea itu menilai sikap Ryan yang menurutnya tidak sopan.
****
Bersambung...
Di sekolahnya, identitas Ryan tidak diungkapkan dengan jelas. Para siswa tidak ada yang tahu jika dia adalah putra dari seorang pengusaha besar seperti Rafael Xu alias Wisnu. Di Indonesia nama Tera juga seolah tenggelam namun Tera sesekali masih beraksi bersama Hiro di dunia gelap.
"Awang!" panggil Ryan.
"Iya Boss!" Awang meletakkan buku yang dia baca di pahanya.
Ryan ingin menggoda siswi yang bernama Dea itu. Gadis itu kelihatannya tidak punya teman dan suka menyendiri. Ide jahil Ryan sudah berputar-putar di kepalanya.
"Tumben, ya, cuaca panas gini tidak ada ular? Biasanya kan banyak ular yang berkeliaran di atas pohon untuk berteduh." ucapan Ryan memancing rasa ingin tau Dea.
'Masa iya, sih, ular suka muncul di bawah pohon rindang? Ada-ada saja nih anak.' Dea bermonolog dalam hati.
"Mungkin mereka belum siap untuk bertemu sama kamu boss. Boss kan jago karate," imbuh Awang.
"Hahaha! Kamu lucu, Wang! Mana mungkin ularnya tahu!" tawa Ryan di sambut oleh Awang yang juga ikut tertawa.
Tanpa mereka duga, candaan yang mereka lontarkan untuk menggoda Dea jadi kenyataan. Seekor ular hijau jatuh dari atas pohon dan mendarat di atas buku milik Dea. Ular itu memang berukuran kecil tetapi kelihatannya ular itu berbisa.
"Aaaaa! Tolong... tolong!" teriak Dea. Saking paniknya, Dea melemparkan buku bersama ular itu dan langsung berdiri menempel di pohon.
Ryan dan Awang berdiri. Mereka segera menghampiri Dea yang sedang ketakutan.
"Ada apa?" tanya Ryan tidak memperhatikan ular hijau yang berjalan ke arahnya.
Mungkin ular itu merasa terancam setelah tubuhnya terlempar. Lidahnya menjulur-julur sambil berjalan lambat ke arah kaki Ryan.
"Awas! Di bawah kamu!" pekik Dea sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Ryan segera melihat ke bawah. Seekor ular hijau mencoba bermain-main dengannya. Saat menghadapi ular tidak boleh melakukan gerakan mendadak karena ular yang merasa terancam akan lebih agresif. Untuk mengecoh ular itu, Ryan menunduk dan mengulurkan komiknya agar ular itu mengira komik itu sebagai mangsanya.
Komik yang digerak-gerakan oleh Ryan berhasil memancing sang ular memutar haluan dari kaki Ryan ke arah komik. Melihat dari ciri-ciri tubuh ular itu, dia termasuk ular berbisa dan memiliki lilitan yang kuat. Merasa ular itu agak lengah, Ryan mengangkat kakinya dan menginjak kepala ular kecil itu.
Sepatu Ryan menggilas kepala ular itu kuat-kuat membuat tubuh dan ekornya menggeliat dan terus bergerak. Setelah tidak ada pergerakan lagi, Ryan mengangkat kakinya dan menginjaknya sekali lagi untuk memastikan bahwa ular itu sudah mati.
"Terimakasih! Namaku Dea!" Dea mengulurkan tangannya.
'Gadis ini menarik juga. Dia tidak mengejarku seperti yang lainnya. Boleh juga aku jadikan teman.' batin Ryan sambil terus memandangi Dea dari atas ke bawah.
"Hei! Apa kamu juga menganggapku aneh seperti yang lainnya?" tanya Dea kecewa karena Ryan tidak kunjung menerima uluran tangannya.
"Eh, iya! Aku Ryan! Kamu tidak aneh kog," jawab Ryan cepat.
"Dan kamu?" Dea kembali mengulurkan tangannya pada Awang.
"Aku Awang. Temannya Ryan."
"Sepertinya di sini tidak aman. Ayo kita cari tempat lain saja!" ajak Ryan.
"Kalian pergi duluan saja!" seru Dea sambil menunduk. Dia merasa tidak percaya diri jika harus berjalan bersama Ryan yang merupakan idola para siswi di sekolah itu.
"Apa aku begitu menakutkan?" tanya Ryan dingin.
"Ah, tidak... tidak! Bukan begitu! Aku hanya takut melihat tatapan para penggemarmu." Tidak ingin Ryan salah paham Dea mengungkapkan alasannya.
"Aku tidak ada urusan sama mereka. Ayo!" Tangan Ryan menyambar tangan Dea dan membawanya pergi dari tempat itu.
Dea terpaksa mengikuti Ryan dengan langkah yang lambat dan terseret-seret. Benar saja, saat ini mereka menjadi pusat perhatian di sana. Mendapat tatapan tidak suka dari para siswi membuat nyali Dea menciut.
"Kenapa jalanmu seperti siput, sih?" gerutu Ryan.
"Kakimu itu yang terlalu panjang!" sahut Dea.
"Jadi kakimu pendek seperti bebek, ya?" ejek Ryan.
"Sebenarnya kamu ini teman apa musuh, sih?" Dea merasa kesal pada teman barunya itu.
"Teman, lah! Sensi amat, Buk!" seru Ryan.
"Aku tidak pernah melahirkanmu. Jangan panggil, Bu!"
Ryan tersenyum senang mendengar jawaban Dea. Baru kali ini dia banyak bicara. Menurutnya Dea gadis yang cukup menyenangkan meskipun awalnya dia tidak suka dengan sikap acuhnya.
"Hahaha! Maaf Nona Manis. Oh, iya, kamu di kelas apa?" tanya Ryan.
"12 IPA 2. Sebelah kelas kamu."
Ryan terkejut mendengar jawaban Dea. 'Apa mungkin Dea sudah mengenalku, ya?' Ryan bertanya-tanya dalam hati.
"Tidak usah GR! Aku tanpa sengaja sering melihatmu keluar dari kelas IPA 1." jelas Dea menjelaskan hal yang tidak perlu untuk di jelaskan. Sebenarnya selama ini Dea juga diam-diam mengagumi sosok pendiam seperti Ryan.
Dari kejauhan terlihat Celine dan Della berlari ke arah Ryan.
"Ngapain, sih, ulat bulu itu pakai datang ke sini?" ucap Ryan lirih.
Mendengar ucapan Ryan, Dea dan Awang menahan tawa. Mereka tahu jika Ryan sangat tidak menyukai Celine, gadis yang tidak mau menyerah untuk mengejarnya meskipun jelas-jelas Ryan tidak menyukainya.
Ryan membawa Dea berputar arah dan berjalan menuju ke sebuah bangku kosong. Mereka duduk bertiga dengan posisi Ryan berada di tengah diapit oleh Awang dan Dea. Dea diam saja ketika Ryan merangkul bahunya, dia tahu saat ini Ryan membutuhkan bantuannya untuk menyingkirkan Celine.
"Ryan! Siapa wanita jelek ini?" Celine menunjuk wajah Dea dan kukunya yang panjang hampir saja mengenai kening Dea.
"Singkirkan tanganmu!" ucap Ryan dingin.
"Jawab dulu! Apa hubungan kalian?" suara Celine manja dan terkesan merajuk.
"Bukan urusan kamu!" ingin sekali Ryan mengatakan jika Dea adalah pacarnya walaupun cuma pura-pura tapi dia tidak berani. Dia tidak ingin Dea berpikir yang tidak-tidak tentangnya.
"Sayang! Antar aku ke kelas, yuk!" tanpa di duga Dea memanggil Ryan dengan kalimat yang sangat mesra. Tidak hanya itu, Dea juga bersikap manis dengan membetulkan anak rambut Ryan yang sedikit berantakan.
Awalnya Ryan sedikit terkejut. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya mendapatkan perlakuan mendadak dari Dea. Mengagumkan. Tidak sia-sia dia menjadikan Dea sebagai temannya, dia sangat tanggap situasi dan aktingnya sangat memukau.
Tidak ingin mengacaukan sandiwara Dea, Ryan pun berpura-pura bersikap manis. Dia menatap Dea dengan mesra dan menggenggam tangannya.
"Ayo!" Ryan berdiri dengan pandangan yang tidak beralih dari wajah Dea.
"Jadi... jadi... kalian.... Aaarrrgghhh!" teriak Celine tidak terima.
Tangannya ingin menarik rambut Dea namun Ryan memutar tubuh Dea dengan gerakan yang sangat cepat. Gerakan Ryan memadukan kekuatan kaki dan kecepatan menghindar. Tubuh Dea terdorong namun pegangan tangan Ryan mampu menahannya agar tidak terjatuh meskipun ujung rambut Dea telah menyentuh lantai. Tangan Ryan yang lain memberi pukulan pada tangan Celine yang membuatnya meringis kesakitan.
"Auuhh! Awas kalian!" merasa tidak ada celah, Celine pergi dari sana diikuti oleh Della yang baru saja sampai di sana.
Posisi Dea masih rawan terjatuh. Tangan Ryan menariknya dengan kuat dan membantunya berdiri tegak. Dea kehilangan keseimbangan saat kakinya berusaha berdiri dengan benar, Ryan kembali menarik tubuhnya dan meletakkan tangan yang lain di pinggang Dea untuk menopang tubuhnya.
"Terimakasih!" wajah Dea bersemu merah. Berada dalam jarak yang begitu dekat dengan Ryan membuatnya sangat malu. Begitu juga dengan Ryan, dia juga terlihat malu-malu.
"Sama-sama!" jawab Ryan masih dalam posisi semula.
"Eehheemm!" Awang berdehem melihat Ryan dan Dea tidak kunjung melepaskan pelukannya.
Mendengar deheman Awang mereka baru sadar dengan apa yang terjadi pada mereka. Selain Awang, banyak sekali murid-murid yang melihat ke arah mereka dan saling berbisik membicarakan keduanya. Ryan dan Dea melepaskan pelukannya dan berdiri saling memunggungi untuk menyembunyikan kegugupannya.
****
Bersambung...
Di Jepang
Izumi berdiri di depan gerbang menanti jemputan dari pengawalnya. Tangannya memutar-mutar ponselnya untuk mengusir kejenuhan. Dari arah parkiran terlihat Sora mengendarai motornya dan berhenti di depan Izumi.
"Come on, Baby!" Sora membuka kaca helmnya.
"No! Please, don't disturb me!" ketus Izumi.
Tidak ada kapok-kapoknya, Sora malah menepikan motornya dan berjalan menghampiri Izumi.
"Ayolah! Aku ingin mengenalmu lebih dekat." Sora memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan berdiri tepat di hadapan Izumi.
"Aku tidak ingin mengenalmu!" ketus Izumi tanpa melihat wajah Sora. Dia membuang muka ke arah lain.
Seorang siswi dengan pakaian seragam dibuat seksi dan super ketat datang menghampiri Sora. Dua kancing baju teratasnya sengaja di buka hingga menampakkan belahan dadanya. Dandanannya pun bukan seperti seorang siswi SMA.
"Hai, Honey! Aku pulang bareng kamu, ya?" Aiko memeluk lengan Sora.
"Hissh! Cicak!" ucap Izumi sambil melirik jijik Aiko yang menempel pada Sora seperti cicak.
Izumi berjalan meninggalkan mereka namun tangannya di pegang oleh Sora. Dengan sekali hempas pegangan Sora terlepas. Sora ingin mengejar Izumi namun Aiko menghalanginya.
Baru beberapa langkah berjalan, mobil jemputan Izumi datang dan berhenti di depan gerbang. Dia segera masuk ke dalam mobil pergi meninggalkan Sora dan Aiko yang masih terbengong menatap kepergiannya.
"Lepasin!" hardik Sora sambil menatap tajam ke arah Aiko.
Keberadaan Aiko tidak dihiraukan oleh Sora. Dia berjalan meninggalkannya dan menaiki motornya.
"Sora! Siapa, sih, gadis culas itu? Apa menariknya dia? Cantikan juga aku!" teriak Aiko tak terima Sora mengacuhkannya.
Tidak ada jawaban dari Sora. Dia hanya melirik Aiko sebentar lalu memakai helmnya. Aiko memegang bahu Sora ingin membonceng di belakang namun Sora menepis tangannya dan melajukan motornya tanpa bicara apa-apa.
"Cewek sialan! Hati-hati saja kamu! Aku akan membuat perhitungan denganmu!" Aiko berjalan ke halte bus sambil terus mengumpat.
Di halte bus dia bertemu dengan gengnya Sora. Yutaka, Daiki, dan Ryuu sedang menunggu bus sambil berkelakar. Tawa mereka terhenti ketika melihat Aiko datang mendekat.
"Hai, Guys!" sapa Aiko setelah berdiri di hadapan geng Sora.
"Hai!" jawab Yutaka singkat.
"Boleh aku duduk?" tangan Aiko mengibas, meminta murid lain bergeser untuk memberinya tempat duduk.
"Hmm." angguk Ryu yang duduk berada paling tepi.
"To the point saja Aiko, ada apa kamu mendekati kami?" tanya Yukata.
Mereka bertiga tahu jika sudah sejak lama Aiko mengejar-ngejar Sora. Sudah bisa di tebak jika kedatangannya pasti juga tidak jauh dari itu. Tidak mungkin Aiko datang mendekati mereka tanpa tujuan.
"Kamu tahu jika Sora mendekati anak baru?" tanya Aiko.
"Sudah ku duga. Kamu pasti akan menanyakannya." Yutaka tersenyum kecut.
"You kalau ngomong suka bener, Yuka!" ucap Ryuu yang di sambut tawa kedua temannya.
"Ah, kalian sama saja!" Aiko mendelik kesal.
"Kamu mau tahu tentang apa? Kami juga belum mengenalnya," jujur Yukata.
"Sepertinya Sora sangat perhatian padanya. Cantikan juga aku!" Aiko mengibaskan rambutnya.
"Heh! Ngacanya yang bener. Kemana-mana juga cantikan Izumi!" ledek Ryu.
"Oh, jadi namanya Izumi. Dari namanya saja sudah terdengar kampungan!" balas Aiko.
"Otak kamu agak geser, ya! Pantas Sora ogah deket-deket sama kamu." Daiki tidak terima idola mereka di bilang kampungan.
Kedatangan Izumi membuat mereka terpukau dengan pesonanya. Baru sehari dia di sana sudah mampu mencuri perhatian banyak mata. Bukan hanya wajahnya yang menawan tapi keberaniannya melawan Sora membuat mereka terpikat.
"Aku pengen tahu sehebat apa dia sampai-sampai Geng Naga bertekuk lutut padanya," ujar Aiko.
Geng Naga adalah geng yang dipimpin oleh Sora. Sebenarnya anggotanya bukan hanya empat orang, banyak anggota lain namun tidak sedekat mereka bertiga. Anggota lain hanya bersama Sora di waktu-waktu tertentu saja.
"Coba saja! Aku pastikan kamu akan menyesal sudah berani menantangnya." Yukata tidak mau ambil pusing dengan apa yang akan dilakukan oleh Aiko.
...
"Jiro! Ren! Langsung ke markas saja!" seru Izumi.
"Baik, Nona!"
Izumi menutup pembatas mobil bagian depan dengan belakang. Kedua pengawalnya biasa duduk di bagian depan karena mereka tahu jika Izumi suka berganti baju di dalam mobil seusai pulang sekolah. Tidak mungkin Izumi pergi ke markas Goritzma memakai pakaian seragam sekolah.
Penampilan Izumi yang kasual tidak menampakkan dirinya sebagai Princess Goritzma. Penampilannya yang cantik dan menarik membuatnya begitu mudah mengecoh lawannya. Hampir semua misinya selalu berhasil dengan cepat dan rapi.
Satu kelemahan Izumi, dia sangat ceroboh dan kurang perhitungan. Izumi terlalu buru-buru dalam menyelesaikan misi. Beruntung nasib baik selalu berpihak padanya.
"Jiro! Aku lapar!" seru Izumi setelah membuka pembatas mobilnya.
"Nona mau makan apa? Saya pesankan sekarang," ucap Jiro sambil membuka aplikasi di ponselnya.
"Tidak! Kita pergi ke rumah makan biasanya saja!" Izumi sudah merasa sangat kelaparan.
"Ren! Ke rumah makan biasa!" Jiro meminta Ren memutar haluannya.
"Siap!" Ren menurut saja.
Meskipun masih belia, Izumi tidak kira-kira jika memberi hukuman. Pernah suatu ketika Ren terlambat datang untuk mengantarnya ke pesta ulang tahun temannya, Izumi sangat marah. Sepulang dari pesta Izumi mengikat kakinya di atas dan mencambuknya seratus kali. Benar-benar kejam.
Itu tidak seberapa, pernah suatu ketika Jiro salah saat membelikan makanan kucing kesayangannya. Izumi memintanya untuk menghabiskan makanan itu hingga habis saat itu juga. Bisa di bayangkan betapa mual dan jijiknya Jiro memakan makanan itu. Setelah itu Jiro di rawat di rumah sakit selama beberapa hari.
Hiro selalu memanjakan Izumi dan tidak pernah menentangnya melakukan apa yang dia mau. Berbeda dengan Hiro, Ryuki ingin putrinya sedikit lembut dan feminim seperti dirinya. Tidak ingin mengecewakan maminya, Izumi sering memakai dress di rumah agar maminya merasa senang.
Mobil Izumi berhenti di sebuah restoran langganannya. Sebelum turun Izumi memakai kacamata hitamnya dan mengikat rambutnya. Celana jeans panjang sobek dengan kaos gombrong berwarna silver membuat penampilan kasualnya terkesan santai. Tidak lupa dia juga memakai jaket kulit berwarna hitam yang berisi beberapa macam senjata rahasianya.
Kedua pengawalnya selalu mengikutinya kemanapun dia pergi. Selain Jiro dan Ren, ada beberapa pengawal bayangan yang selalu mengikuti dan mengawasinya dari jauh. Izumi tidak tahu menahu tentang itu. Hiro benar-benar memperhatikan keselamatan Izumi layaknya seperti putri kandungnya sendiri.
"Ren! Jiro! Kalian pesan makanan yang kalian suka! Aku pesan ini saja!" Izumi memberikan secarik kertas dan kartu debit pada Ren.
Seperti biasa, Izumi memilih tempat duduk yang berada di pojok ruangan dan dekat dengan pintu keluar. Tujuannya untuk memantau seluruh ruangan dan mengantisipasi bahaya. Sebagai seorang putri mafia bahaya selalu mengancamnya dimanapun dia berada.
****
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!