NovelToon NovelToon

Widia Oh Widia

CH 01

Widia mengelap peluh yang membanjiri dahinya, perjalanan pulang dari kampus ke rumah kakaknya cukup jauh dan dia rela berjalan kaki demi menghemat uang sakunya.

Mahasiswi fakultas keguruan dan ilmu pendidikan jurusan ekonomi itu hanya bisa mengeluh dalam hati. Dia tidak membawa payung pink kesayangannya sehingga harus kepanasan di siang hari yang cerah.

Blouse merahnya sudah basah di bagian punggung, sementara rok span di bawah lutut dan sepatu pantofel hak pendek yang dipakainya terasa sangat menyiksa. Widya bahkan yakin kakinya pasti sudah lecet karena mulai terasa sakit dan tidak nyaman saat digunakan untuk berjalan.

"Assalamualaikum …," salam Widia tidak ada yang menyahut, mungkin karena kakaknya sedang ada di dapur dan tidak mendengarnya. Dia berjalan menuju bagian belakang rumah dan menyapa kakaknya yang sedang menggoreng ikan, "Kak, aku pulang."

"Oh sorry, Kak Nita nggak denger kamu datang. Ini baru goreng lauknya, kamu udah keburu laper ya?" Tanya kakak perempuan Widia bersimpati.

Widia menggeleng ringan, "Mau mandi dulu, gerah banget."

"Oke, sekalian nunggu Mas Malik pulang biar bisa makan sama-sama. Sudah di jalan kok katanya."

Widya hanya bergumam mengiyakan seraya mengambil handuk di jemuran belakang dan masuk kamar mandi. Suara air bercampur dengan senandung sendu terdengar dari tempat Widia membersihkan diri.

"Tumben Mas Malik pulang siang?" Tanya Widia sesaat setelah selesai mandi.

"Nggak ada kelas, ngeluh nggak enak badan juga. Mungkin mau flu."

Widia menyisir rambutnya yang sedikit basah dan mendekati kakaknya, "Ohya, kalau Kak Nita jadi kontrak di tempat baru, aku kos dekat kampus aja ya biar nggak kejauhan?"

"Ibu nggak bakal bolehin, lagian lebih aman kamu tinggal sama Kak Nita kan? Lebih hemat juga karena Ibu nggak harus keluar biaya makan. Katanya kamu lagi nabung buat beli laptop," jawab perempuan yang lebih tua delapan tahun dari Widia.

"Tapi aku sungkan sama Mas Malik, aku nambahi beban. Kak Nita juga belum punya rumah sendiri."

Anita menghembuskan nafas berat, "Namanya juga pengantin baru, Wid. Tapi Kak Nita sama Mas Malik nggak keberatan ada kamu kok, biar gaji jadi guru honorer nggak besar tapi Kak Nita masih punya penghasilan tambahan dari anak-anak yang les privat."

Obrolan mengalir ringan sampai kakak ipar Widia datang dan mereka makan bersama. Masih membicarakan rencana Widia untuk tidak lagi tinggal bersama mereka.

Malamnya Widia menghubungi ibunya dan mengungkapkan semua alasannya untuk memisahkan diri dari kehidupan kakaknya. Alasan yang sangat masuk akal hingga Ibunya memberikan izin pada Widia untuk kos di dekat kampus.

Widia menempati kos barunya bersamaan dengan berakhirnya masa kontrak rumah kakaknya. Mereka pindah ke kontrakan baru yang jauh dari kampus Widia tapi lebih dekat dengan tempat kakak dan suaminya mengajar.

Merapikan tempat tinggalnya yang baru, Widia dibantu oleh pacarnya Ivan. Cowok jangkung dengan wajah manis itu baru dua bulan menjadi pacar Widia. Itu juga jadi salah satu alasan Widia kos di sana, karena dia ingin selalu dekat dengan Ivan.

Kos-kosan tempatnya tinggal cukup besar, terdiri dari dua bangunan terpisah tapi masih dimiliki orang yang sama. Bangunan sebelah kanan khusus untuk putra, sementara bangunan kiri untuk putri dengan gerbang terpisah sekitar 20 meter. Ivan menempati salah satu kamar di bangunan besar sebelah kanan sementara Widia di sebelah kiri.

"Cerminnya mau dipasang sebelah mana, Beib?" Ivan memeluk lembut Widia dari belakang dan mencium leher di bawah telinganya.

Widia meremang dan mendesah lirih, menunjuk dinding dekat pintu kamar mandi. “Di sana bagus nggak?”

Ivan bergumam dengan mulut menyusuri bahu Widia, “Aku seneng banget kamu kos di sini.”

***

CH 02

Gadis cantik berkulit putih itu merasa gerah dengan kelakuan pacarnya. Dia berusaha melepaskan diri pelukan Ivan karena tidak enak jika sampai ada penghuni kos yang lain lewat depan kamarnya yang tidak tertutup.

"Van … jangan gini dong," rajuknya dengan manja.

Ivan menghentikan kegiatannya, "Apanya?"

"Beres-beresnya belum selesai ini loh," jawab Widia merenggangkan tangan Ivan yang melingkari pinggangnya.

Widia dengan lembut berbalik dan mengecup pipi pacarnya. Kecupan singkat yang berbalas lama, Ivan langsung menarik Widia masuk ke dalam pelukannya. Memberikan ciuman dalam pada bibir Widia.

"Iya nanti dilanjutin lagi, sekarang istirahat dulu, capek dari siang belum berhenti." Ivan menjeda ciumannya sebentar saat berbisik mesra.

Widia menjauhkan bibirnya yang siap dimainkan Ivan lagi, "Biar cepet selesai, kalau nggak rapi nanti aku tidur dimana coba?"

Ivan pura-pura tidak mendengar kekasih cantiknya itu, dia kembali merapatkan tubuhnya dan menahan tengkuk Widia agar tak lari dari ciumannya.

Tangan kanannya mengusap punggung Widia dengan halus, mengelus perlahan hingga berubah menjadi pijatan yang membuat darah Widia menghangat.

Sensasi berulang itu membuat Widia makin mabuk dan terpedaya, melupakan sedang berada dimana mereka sekarang.

Dengan kasar Ivan melepas ciumannya karena mendengar suara langkah kaki mendekat, dia merapikan rambut Widia dan mendesah kecewa.

Untuk meredam pikirannya yang terlanjur kalut, Ivan menyibukkan diri memasang cermin sesuai posisi yang diinginkan pacar cantiknya.

Ivan tak percaya bisa melepas Widia begitu saja, selama berhari-hari dia menunggu saat ini.

Dia sudah menghayalkan yang indah-indah di hari pertama Widia akan tinggal di satu komplek kos-kosan dengannya, Ivan tak ingin merasa gagal di awal.

Ivan akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk bersama Widia hari ini, hari dimana dia bisa mencium Widia sepuasnya.

Sebelumnya Ivan bukan tak pernah berhayal, tapi dia tidak pernah punya kesempatan untuk melakukannya. Widia cukup sulit untuk sekedar diajak mampir ke kosnya, sementara di rumah kakak Widia mereka tidak pernah punya waktu untuk sekedar kissing.

Selama dua bulan Ivan hanya bisa menyentuh tangan Widia, menggandengnya saat jalan-jalan untuk sekedar makan bersama.

Tapi itu tidak menghentikan Ivan untuk menginginkan Widia. Dia selalu memimpikan bisa menyentuh bibir Widia dan menghisapnya dengan lembut. Dan Ivan benci dia dibangunkan oleh langkah kaki penghuni lain saat baru saja memulai mimpinya agar menjadi nyata.

Hasratnya yang tertunda itu membuat Ivan sedikit uring-uringan, "Beib, makan dulu aja yuk! Aku lapar, ini dilanjut nanti lagi ya?"

Widia tersenyum manis, mengusap keringat di dahi dia berkata, "Baiklah, aku mandi sebentar ya!"

Ivan hanya mengangguk galau, dalam pikirannya dia melihat Widia yang sedang mandi telan*jang. Rasanya Ivan ingin sekali menyusul ke dalam kamar mandi dan mencium gadis yang sedang bersenandung itu sampai lupa diri.

Bukan hanya mencium, tapi menyentuh seluruh tubuh Widia dari puncak tertinggi hingga yang terdalam. Ivan sudah membayangkan akan melakukannya dengan lembut di awal dan sedikit liar di pertengahan permainan hingga akhir.

Ivan akan memuja gadisnya, akan melakukan apapun untuk menyenangkan Widia. Dia ingin Widia mendesahkan namanya dan merintih nikmat bersamanya. Ivan ingin melakukan banyak hal dalam mimpi lelakinya.

Tangan Ivan meraba bagian bawahnya, gairahnya menegang hanya karena menunggu Widia mandi dan mendengar suaranya sedang bernyanyi. Dia mengumpat dalam hati dan merutuki otaknya yang begitu liar saat memikirkan tubuh polos Widia, Ivan ingin menjamahnya, Ivan ingin meniduri pacar cantiknya.

Mungkin nanti setelah makan atau saat hari sudah malam.

***

...Peringatan eh Pengumuman...

...Widia Oh Widia (WOW) Genre-nya roman mistis, bacaan khusus dewasa. Hanya untuk 21 tahun keatas atau sudah menikah. Termasuk bacaan musim hujan karena agak basah, jadi BOCIL n' JONES minggir dulu biar saya gak merasa bersalah menuliskan kisah ini. Slow update ya teman-teman!...

...Cium jauh ~ Al...

CH 03

Widia mandi dengan pikiran berkabut, dia mengerti sekali Ivan sedang merasa tak nyaman dengan situasi yang barusan terjadi. Pacarnya itu merasa terganggu suara langkah kaki hingga harus mendorongnya kasar saat menyudahi ciumannya yang mulai panas.

Ada rasa takut menelusup dalam hati Widia, keputusannya untuk kos sendiri dan tidak lagi tinggal bersama kakaknya terasa kurang benar sekarang. Dia mendapatkan kebebasan yang sebenarnya membuatnya bimbang.

Tinggal dekat dengan Ivan membuatnya senang tapi apa yang barusan Ivan lakukan padanya bisa jadi sebuah awal dari bencana. Widia yakin bahwa dia tidak akan bisa menjaga dirinya tetap perawan jika terus disentuh Ivan seperti itu.

Bukan karena Widia tidak bisa menghindar, tapi karena dia pasti terbawa suasana. Darah mudanya mudah bergejolak hanya dengan mendengar suara Ivan berbicara manis dan merayunya.

Apalagi akhir-akhir ini sahabatnya yang bernama Citra itu mengumbar romantisme pacaran mereka. Citra selalu blak-blakan dengannya saat bercerita, mulai dari ciuman panas sampai aktivitas ranjangnya.

Bahkan pernah satu kali Widia disuguhi video Citra yang sedang menunggangi pacarnya dengan gaya lady on top. Ingatan Widia terpusat pada obrolan mereka waktu itu.

"Aku kalau pakai gaya ini nggak kuat lama, Wid. Bisa multi enak deh pokoknya …," tutur Citra seraya tergelak.

Widia hanya batuk perlahan dan menelan ludahnya, perutnya mulas dan dia sedikit terpengaruh dengan cerita sahabatnya itu. Dia membayangkan sedang duduk di perut bagian bawah Ivan dan bergerak bebas di sana.

"Kamu nggak takut hamil, Cit?"

"Minum ini, Wid." Citra membuka tasnya dan mengambil obat anti hamil yang biasa dikonsumsinya.

Widia menatap skeptis sahabatnya yang cengengesan tanpa merasa bersalah itu.

Untuk menghilangkan beban otak dan hormon tubuhnya, Widia bernyanyi kecil dan membasuh seluruh tubuhnya. Menggosok kulitnya yang tadi penuh keringat dengan perlahan hingga terasa bersih dan meninggalkan bau wangi sabun.

Widia sengaja membawa baju gantinya ke kamar mandi karena tidak ingin dilihat Ivan pada saat berpakaian. Dia tidak ingin memancing Ivan yang sedang dilanda bir*ahi tinggi.

Keluar kamar mandi, Widia menyisir rambut dan memulas bedak tipis juga lip gloss pink pada bibir sensualnya.

Ivan sudah menunggunya di luar kamar, jadi begitu Widia siap mereka pergi ke warung makan Padang yang memang tidak jauh dari kos mereka.

Pulangnya mereka membawa satu kantong plastik belanjaan berisi cadangan makanan seperti mie instan dan camilan.

Waktu berlalu dengan cepat, Widia dan Ivan masih sibuk berbenah dan menata kamar agar terlihat rapi dan siap ditinggali.

Terakhir Widia memasang sprei baru pada kasurnya dan menggantung pewangi ruangan di dekat lemari bajunya.

Dia lalu duduk di karpet dan menyalakan televisi milik Ivan yang dipindahkan ke kamarnya karena Sang Kekasih itu merasa iba Widia tidak punya hiburan. Bukan hanya televisi, tapi juga dengan home theater mininya.

Widia begitu lelah dan mengantuk meskipun waktu baru menunjukkan pukul sembilan malam. Kegiatannya pindahan hari ini menguras tenaganya. Dia mengambil bantal dan merebahkan diri di karpet di samping Ivan yang masih bermain game di ponselnya.

Entah sudah berapa lama Widia terlelap, matanya berat untuk dibuka meskipun telinganya mendengar gumaman yang sangat lirih. Bunyi itu benar-benar menggelitik pendengarannya karena mirip suara aktivitas dua orang yang sedang bercinta.

Otak Widia berjalan lambat, pikirannya menanyakan apa Ivan sedang menonton video dewasa?

Baru saja ingin tersadar sepenuhnya, Widia merasakan pelukan erat seseorang dari belakang dan usapan lembut pada lengannya. Usapan yang membuat Widia meremang karena diikuti dengan benda kenyal basah yang menempel pada leher belakangnya.

Ivan sedang memulai fantasi yang selalu ada di kepalanya bersama Widia.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!