Brak.
Lea menatap berkas yang di lempar oleh Alana di atas meja, lalu membuka dan membaca isi di dalamnya.
"Namanya Adrian, dia dokter gigi yang bekerja di rumah sakit internasional. Dia tampan, tinggi kurang lebih seratus tujuh puluh centimeter, keturunan Indonesia asli lebih tepatnya campuran Jawa dan Sunda, dan yang terpenting dari semuanya dia tidak sedang menjalin hubungan dengan wanita manapun alias single." Alana menerangkan dengan panjang kali lebar sosok yang akan dikenalkannya pada Lea Richard.
Lea sendiri menghela napasnya dengan kasar, setelah membaca dan mendengar semua penjelasan dari Alana.
"Aku sudah tidak bersemangat untuk melakukan kencan buta lagi." Ucap Lea.
"What? Aku tidak salah dengar?" Alana pun duduk di samping Lea, di samping sepupunya yang kini tinggal di apartemennya setelah keluar dari mansion utama. "Apa kau masih belum bisa move on dari si brengsek itu?" tanya Alana dengan sinis.
"Ck, bukan karena dia." Lea menyandarkan tubuhnya di sofa saat teringat kejadian yang sudah-sudah. "Alana kau lupa? Sudah lebih dari dua puluh kali aku melakukan kencan buta, tapi tidak ada satupun yang berhasil."
Alana mengerutkan keningnya sambil mengingat-ingat sudah berapa banyak pria yang ia kenalkan pada Lea, dan setelah menyadarinya Alana pun tertawa tanpa sadar.
"Oh God dia malah tertawa." Lea yang kesal melempar bantal sofa kearah Alana.
Namun dengan sigap Alana menangkap bantal tersebut sebelum mengenai wajahnya. "Maaf aku hanya merasa terkejut, ternyata sudah banyak pria yang aku kenalkan padamu." Alana berusaha menahan tawanya. "Tapi kenapa semuanya gagal?" tanyanya dengan bingung.
"Kau bertanya padaku, lalu aku harus bertanya pada siapa?" Lea lagi-lagi menghela napasnya.
"Em.. apakah kau menolak semua pria-pria itu?" Alana kini berbicara dengan raut wajah yang serius.
"Aku tidak ada waktu untuk menolak mereka, karena setelah pertemuan kami keesokan harinya semua pria itu tidak ada kabar sama sekali." Keluh Lea dengan wajah yang ditekuk.
"Aneh sekali." Alana mengerutkan keningnya. "Wait! Tadi kau bilang semua pria itu tidak ada kabar setelah kalian bertemu?"
Lea menganggukkan kepalanya dengan lemah.
"Apa jangan-jangan ada seseorang yang membuat mereka semua mundur? Maksudku aneh sekali semua pria yang kau kencani, tidak ada satu pun yang menghubungimu kembali. Padahal kau cantik, kaya, dan pintar. Sangat tidak masuk diakal jika semua pria itu tidak ada satu pun yang tertarik padamu." Ucap Alana panjang lebar.
"Aku juga sempat berpikiran sepertimu, dan satu-satunya orang yang bisa melakukannya hanyalah Lou dan Lio. Tapi aku sudah menghubungi mereka, dan keduanya bersumpah tidak melakukan hal tersebut. Bahkan keduanya kini marah, karena aku sudah berani melakukan kencan buta. Dan kau tahu imbas dari semua itu?"
"Apa?" tanya Alana tak sabaran.
"Aku mendapatkan pengawasan selama satu Minggu oleh Alex dan anak buahnya, atas suruhan Lio dan Lou." Keluh Lea.
"What? Kau serius?" Alana tak percaya dengan yang dikatakan oleh Lea.
"Kau tidak lihat apa? Di depan pintu apartemen ada dua anggota tim Delta yang berjaga."
"Ya aku lihat, tapi aku tidak menyangka mereka ada disini karena sedang bertugas mengawasimu." Sahut Alana dengan raut wajah penuh kekaguman. "Tapi saudara kembarmu itu memang patut di acungi jempol sebagai kakak terbaik."
"Ya Lou dan Lio memang kakak terbaik, tapi sifat posesif mereka kadang tidak masuk diakal. Sudah ah aku pusing jika membahas Lio dan Lou." Lea berdiri dari duduknya hendak masuk ke dalam kamar.
"Eh tunggu dulu!" Alana menarik tangan Lea untuk kembali duduk di atas sofa. "Bagaimana dengan Adrian?" Alana mengangkat berkas yang tadi diberikannya.
"Adrian untuk kau saja, aku sudah tidak berminat." Ucap Lea dengan asal.
"Yakin kau tidak mau?" Alana menaik turunkan kedua alisnya.
Membuat Lea bingung dengan sikap sepupunya itu.
"Kau masih tidak mengerti juga?" Alana menghela napasnya saat melihat Lea yang bingung. "Dengar! Adrian itu teman kerjaku, dan melalui dia kita bisa tahu semua jawaban dari pertanyaan tadi."
"Pertanyaan yang mana?" Lea tidak mengerti dengan arah pembicaraan sepupunya itu.
"Ya ampun Lea Richard," Alana menepuk bahu sepupunya dengan kasar. "Pertanyaan kenapa semua pria itu menghilang? Dan tak ada kabar sama sekali setelah pertemuan pertama kalian." Terang Alana dengan sedikit gemas.
Lea yang sempat bingung, kini tersenyum penuh arti setelah tahu maksud dari sepupunya itu.
"Kau benar Al. Kalau begitu kau atur pertemuannya! Tapi ingat setelah masa pengawasan ku selesai."
"Ya aku tahu itu, kau tenang saja aku akan atur pertemuan kalian." Alana mengerlingkan satu matanya sembari berjalan masuk ke dalam kamar.
Sementara itu Lea yang masih duduk di ruangan tersebut, tampak menarik satu sudut bibirnya. "Sebentar lagi aku akan tahu apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Lea dalam hati.
*
*
Satu Minggu pun telah berlalu, dan Lea sudah terbebas dari pengawalan anggota Tim Delta yang diminta khusus oleh Lio dan Lou untuk mengawasi dirinya. Dan hari ini sesuai dengan rencana yang sudah disusun oleh dirinya dan Alana, Lea datang ke sebuah restoran mewah untuk menemui dokter Adrian.
Dan disinilah Lea berada, duduk di salah satu meja yang sudah dipesan oleh dokter Andrian. Menunggu pria itu yang sampai detik ini belum menampakkan batang hidungnya.
"Lama sekali." Gerutu Lea sembari menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, karena pria yang ditunggunya itu sudah terlambat lima belas menit.
"Maaf aku terlambat."
Lea mengalihkan tatapan matanya pada pria yang yang baru saja datang di tempatnya.
"Kenalkan aku Andrian." Ia mengulurkan tangannya.
"Lea." ucapnya sembari berdiri dan menerima uluran tangan tersebut.
Setelah mengenalkan nama masing-masing, mereka berdua pun duduk saling berhadapan.
"Sekali lagi maaf aku datang terlambat." Ucap Adrian dengan tidak enak hati, karena sudah membuat seorang wanita menunggu di saat pertemuan pertama mereka.
"Tidak apa-apa," Lea tersenyum kaku, menatap pria yang ada dihadapannya dengan intens. Jika dilihat dari dekat pria itu sangat tampan, dan yang membuat Lea tertarik adalah rahang pria itu yang sangat mirip dengan seseorang. "Bara Klopper." Gumam Lea dalam hati.
"Kau sudah memesan makanan?" tanya Andrian saat menyadari di atas meja belum ada apa pun.
Lea menggelengkan kepala. "Rasanya tidak enak memesan sebelum kau datang."
Adrian menautkan kedua alisnya dan semakin merasa tidak enak hati pada wanita yang duduk dihadapannya.
"Baiklah kita pesan sekarang." Adrian baru saja ingin memanggil pelayan restoran, namun tidak jadi saat melihat seorang pria mendekati meja mereka.
"Lea Richard..."
"Damian?" Lea terkejut saat melihat pria itu, pria yang selama ini menemani dirinya saat memutuskan untuk tinggal di Jakarta. "Kau ada di sini?" tanya Lea tak percaya.
"Ya, kebetulan aku ada pertemuan di sini. Tapi sayangnya klien ku tidak jadi datang dan saat ingin pergi aku melihatmu." Ucap Damian lalu menatap pria yang duduk dihadapan Lea. "Maaf apa aku mengganggu kalian?" tanya Damian tidak enak hati.
"Tidak sama sekali." Ucap Adrian dengan tersenyum.
Lea yang melihat interaksi keduanya langsung memperkenalkan satu dan lainnya. "Oh ya kenalkan ini Adrian, dan Adrian ini Damian temanku." Lea menatap ke-duanya.
"Damian Matinez," ucapnya memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya.
"Adrian." Ia menjabat uluran tangan tersebut.
"Boleh aku bergabung." Damian menatap Lea dan Adrian bergantian.
Membuat pria dan wanita itu saling menatap dengan bingung, karena terlalu aneh jika dipertemuan pertama mereka ada orang lain yang ikut bergabung.
"Tentu saja," ucap Adrian pada akhirnya karena merasa tidak enak jika menolak teman dari wanita yang ingin dikenalnya.
Sementara itu Lea hanya bisa tersenyum kaku saat melihat Damian yang duduk di samping kursinya. Bukan karena Lea tidak suka Damian ikut bergabung bersamanya, hanya saja ia merasa tidak enak jika harus pendekatan dengan pria lain dihadapan Damian, dihadapan pria yang mencintai dirinya dan sudah ia tolak berulang kali.
Ya, sejak pertama kali Damian mengutarakan rasa cintanya saat Lea masih tinggal di Paris. Ia sudah menolak secara halus keinginan pria itu, dan alasan Lea menolak cinta Damian bukan hanya karena tidak mencintai pria itu. Tapi juga karena Lea tidak ingin hubungan pertemanan mereka hancur, hanya karena menjadikan Damian sebagai pelarian atas rasa patah hatinya.
"Bisa gagal rencanaku ini." Gumam Lea dalam hati sembari menghela napasnya dengan kasar, saat melihat Adrian dan Damian yang sedang berbicara dengan sangat akrab.
Dua jam sudah mereka bertiga menikmati acara makan malam tersebut, atau kata yang lebih tepat hanya Damian dan Adrian yang menikmati makan malam tersebut, karena dirinya lebih banyak diam dan hanya menjadi pendengar diantara keduanya. Karena Damian sama sekali tidak memberikan kesempatan pada dirinya dan Adrian untuk berbicara.
"Kau yakin tidak mau aku antar pulang?" tanya Adrian pada Lea, saat mereka sudah berada ditempat parkir mobil.
"Tidak terima kasih, kebetulan aku bawa mobil." Tolak Lea dengan sopan.
"Baiklah kalau begitu aku pulang dulu." Adrian masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi dari tempat tersebut.
Sementara Lea hanya bisa melambaikan tangannya dengan lemah saat melihat kepergian mobil Adrian, karena sudah dapat dipastikan kencannya kali ini pun pasti gagal. Dan yang lebih parahnya lagi rencana dirinya dengan Alana, yang ingin tahu ada apa dibalik menghilangnya para pria-pria itu tanpa kabar kemungkinan besar akan ikut gagal.
"Tunggu Lea!" Damian menarik tangan Lea saat melihat wanita itu hendak pergi dari tempat tersebut.
"Ada apa Damian? Aku harus segera pulang karena Alana sudah menungguku." Bohong Lea, karena yang sebenarnya ia tidak ingin berlama-lama berdua saja dengan Damian, karena ujung-ujungnya pria itu akan kembali meminta Lea untuk jadi kekasihnya.
"Kenapa Lea? Kenapa kau terus melakukan kencan buta dengan pria diluaran sana? Sedangkan aku yang jelas-jelas mengatakan cinta dan ingin menjadi kekasihmu, tapi kau menolaknya." Tanya Damian, saat tahu pria bernama Adrian tadi adalah teman kencan Lea.
"Damian bukankah sudah aku katakan dengan jelas apa alasanku menolakmu." Lea menghela napasnya dengan kasar karena pria itu tidak juga mengerti.
"Tapi alasanmu itu tidak masuk diakal Lea Richard! Kau memberikan kesempatan pada pria lain, sedangkan padaku tidak." Ucap Damian dengan sangat frustasi, karena wanita yang sejak dulu ia cintai tidak mau memberikan kesempatan sedikitpun padanya.
"Tidak masuk diakal?" Lea menggelengkan kepalanya dengan tatapan tak percaya. "Damian aku tidak ingin merusak pertemanan kita hanya karena sebuah status yang bertuliskan kata kekasih, karena aku sangat menyayangimu sebagai teman. Dan aku memberikan kesempatan pada pria lain, karena mereka hanya akan aku jadikan pelarian saja, kenapa kau tidak mengerti juga?" Lea menjadi kesal sendiri karena sudah berulangkali di jelaskan, tapi Damian tetap tidak mau mengerti.
"Kenapa harus mencari pelarian? Kenapa kau tidak mau membuka hatimu dan belajar mencintai orang lain? Apa karena kau masih mencintai Bara?" tanya Damian dengan penuh emosi.
"Ya! Aku masih mencintainya, bahkan aku baru sadar kalau aku sangat mencintai Bara Klopper. Apa kau puas?" teriak Lea dengan penuh emosi dan air mata yang mengalir dari kedua sudut matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!