NovelToon NovelToon

Salty Memories III

Awal Mula

Rangkasbitung, tahun 2052

Akira menghempaskan badannya ke kasur. "Aarrgghh..." erangnya, kemudian ia tersenyum. Teringat kejadian tadi siang, Ghina, salah satu siswi idola disekolahnya kini menjadi pacarnya. Meskipun memang sebelumnya teman-temannya sudah memberitahukan padanya kalau Ghina memang menyukai dirinya, Akira masih tidak menyangka hal itu benar-benar terjadi.

Siang tadi, sepulang sekolah, Akira mengungkapkan perasaannya kepada Ghina. Ghina pun menerima perasaannya, dan merekapun resmi pacaran. Kalau mengingat momen itu, Akira jadi tersenyum-senyum sendiri. Ia sudah tidak jomblo lagi sekarang. Predikat "jomblo abadi" yang sering dilontarkan teman-temannya sejak dahulu pun sudah berakhir mulai hari ini.

Tok..tok..tok.. Bunyi pintu kamar Akira diketuk dari luar. "Akiraaa..? kamu sudah pulang? Makanlah dulu". Ternyata yang mengetuk ibunya Akira. "Iyaaa maah...", sahut Akira. Akira pun segera membuyarkan lamunannya dan beranjak dari kasurnya. Sejenak ia menatap keluar jendela kamarnya dan melihat awan cumulus berbentuk hati. Akira tersenyum melihatnya. "Sepertinya sore ini akan indah", gumamnya.

Di tempat lain.

Bofu sedang berlari-lari kecil mengejar Meylin sambil tertawa-tawa. Terlihat mereka sangat gembira. Teman-temannya yang lain cuma bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka berdua. "Hoii.. pacaran sih pacaran! Tapi jangan kaya film india gitu donk! Bikin sakit mata ngeliatnya!" Elvin yang sudah tidak tahan melihat mereka berdua pun berteriak. Bofu dan Meylin mendadak berhenti berlari sambil saling menatap, kemudian menoleh kepada Elvin dengan bersamaan, kemudian tertawa lagi. "Sirik nih yeee... makanya jangan jadi jomblo.. hahhaaha.." Bofu dan Meylin bahkan mengucapkannya berbarengan. Elvin cuma bisa menghela nafas kasar. Ingin protes lagi, tapi memang sudah kenyataannya dia jomblo.

Elvin menatap langit sore yang begitu cerah di atasnya sambil menggumam, "langit cerah tapi gue kok gini amat yah".

Sementara Bofu dan Meylin sudah berhenti berkejar-kejaran dan sekarang sedang duduk di kursi taman menghadap ke arah barat untuk melihat sunset. "Langit yang indah, sebentar lagi sunsetnya pasti indah. Lihat! Bahkan ada awan berbentuk hati disana", kata Meylin. “Ah, masih lebih indah bola matamu, sayang”, ucap Bofu sambil tersenyum-senyum. “Apasiihh…! Gombal!”, seru Meylin, lalu mereka tertawa berbarengan.

Keesokan harinya. Seperti biasa Akira terbangun pukul 5.00 pagi. Tiba-tiba gawainya berbunyi. (gawai\=handphone). Akira mengambil gawainya, ada nama Ghina disana. "Halo", Akira mengangkatnya. "Akira... hiks.. tolong.. hiks.. hiks.. orangtuaku.. hiks..", suara Ghina terdengar sedang menangis. Akira sedikit terkejut, tapi langsung tanggap dan berkata, "oke Ghina, kamu di rumah kan? tunggu aku segera kesana". Akira segera turun dari kamarnya yang di lantai dua, berlari keluar rumah menuju ke rumah Ghina. Kebetulan rumah Ghina hanya berjarak 3 blok dari rumahnya, jadi ia bisa secepatnya pergi kesana.

Akira pun sampai di depan rumah Ghina. Dengan tergesa ia segera memasuki rumahnya. Di dalam rumah, ia mendapati Ghina masih menangis terduduk di kursi. Akira segera menghampirinya. Ghina mengangkat kepalanya ke atas, saat matanya melihat Akira, ia segera bangkit sedikit berlari untuk memeluk Akira. Dalam pelukan Akira, Ghina masih sesenggukan. "Sudah tenang dulu ya sayang. Tenang ya...", bujuk Akira sambil mengelus rambut Ghina. Akira sebenarnya ingin bertanya ada apa, tapi ia lebih memilih kekasihnya itu tenang dulu.

Setelah Ghina mulai sedikit tenang, Ghina pun mulai bercerita. "Orangtuaku meninggal, Kira. Hiks.. Mobil yang mereka gunakan untuk perjalanan dinas keluar kota ditabrak truk Pertamina, dan meledak... " sampai disitu Ghina kembali menangis. Akira sangat terkejut. Ia segera memeluk Ghina lebih erat. "Ya ampun, sayang... yang tabah yah sayang. Kamu kuat.. kamu kuat.." bisik Akira pelan sambil mengusap-usap rambut dan punggung Ghina. Akira menyadari, kehilangan kedua orangtua secara tiba-tiba pasti berat sekali.

Proses pemakaman orangtua Ghina berlangsung khidmat. Setelah jasadnya dikebumikan, satu persatu kerabat, tetangga, dan orang yang hadir mulai meninggalkan tempat itu.

"Ghina sayang, yang tabah ya nak. Kalau butuh apa-apa, bilang sama kita. Kamu tinggal bareng di rumah kita juga tidak apa-apa sayang. Kami sudah mengganggapmu seperti anak kami sendiri", kata ibu Akira kepada Ghina.

"iya, mah. Terimakasih.." jawab Ghina. "Kami duluan yah, nak Ghina." Kata ibu Akira lagi. Ghina menganggukan kepalanya. Ia terlihat masih sangat sedih. Kini hanya tersisa Akira, Ghina, Bofu dan Meylin di situ. Mereka semua hanya diam, tapi seolah seperti sudah saling mengerti satu sama lain. Betapa sedih hati Ghina, Akira dan yang lainnya seolah merasakan perasaan yang sama. Tanpa bicara, Akira memeluk pinggang Ghina dari samping, lalu mereka kemudian meninggalkan tempat itu juga.

Selama perjalanan pulang hanya kebisuan yang ada di antara mereka. Baik Akira, Ghina, Bofu dan Meylin masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi. Bagaimanapun mereka semua cukup dekat dengan orangtua Ghina, jadi mereka juga merasakan kehilangan. Apalagi Ghina, tantu ia merasa sangat terpukul sendiri. Sampai akhirnya mereka tiba di persimpangan jalan untuk menuju rumah masing-masing. “Kita berpisah disini, Akira… Ghina.. Aku turut berduka cita..”, kata Bofu. “Aku juga Ghina.. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan-sungkan untuk menghubungiku ya, Ghina”, kata Meylin. Mereka kemudian berpamitan. Rumah Akira dan Ghina searah, jadi mereka berjalan berdua. Akira hanya bisa merapatkan tubuhnya dan memeluk pinggang Ghina dari samping sambil berjalan. Tanpa terasa, mereka sudah sampai di depan rumah Ghina. “Yang, apa kau mau menginap di rumahku saja?”, tanya Akira memulai percakapan setelah sebelumnya mereka hanya membisu saja. Lagipula ia masih khawatir kalau Ghina sendirian di rumahnya. “Tidak apa-apa. Aku sedang ingin sendiri dulu..”, kata Ghina. “Baiklah. Tapi sering-sering kabari aku, ya…”, kata Akira. Lalu Akira mengecup dahi Ghina dan berkata, “aku pulang dulu ya, sayang”. Kata Akira.

Beberapa hari kemudian Ghina mulai sekolah lagi. Ia sudah terlihat biasa saja, meski Akira tahu, hati Ghina masih sedih. Ghina hanya menutupinya saja.

Tanpa terasa sudah waktunya pulang sekolah. Bel pulang pun berbunyi. Akira dan Ghina pulang bersama-sama. Mereka berjalan perlahan-lahan. Setelah agak jauh dari sekolah, tiba-tiba, "Akira, kesini!!", Ghina terlihat panik dan segera menarik Akira untuk bersembunyi di balik pohon besar di pinggir jalan. "Ghina?? Apa yang..." belum sempat Akira bertanya, sebuah sinar yang cukup terang menyinari jalan tempat Akira dan Ghina sebelumnya berada dengan sangat cepat dan tempat itu meledak seketika.

Duaaarrrrrrr... !!!! Duaaarrrrr... !!!!! Duaaarrrr...!!! Tidak berhenti sampai disitu saja, di beberapa tempat disekitar situ, bahkan seluruh kota dihujani sinar terang dan ledakan terjadi dimana-mana. Akira hanya bisa diam mematung, tidak mengerti apa yang terjadi.

"Akira, sini..", Ghina kembali menarik Akira untuk pergi dari situ menuju ke sebuah rumah tua yang hampir rubuh.

Karena bingung, Akira menurut saja mengikuti Ghina. Ternyata di dalam rumah itu sudah ada Bofu dan Meylin yang juga sedang bersembunyi di bawah meja yang terlihat sudah reyot di sudut ruangan. "Akira! Ghina! Syukurlah kalian selamat. Di luar tadi sangat kacau, ledakan terjadi di mana-mana, banyak kendaraan hancur dan orang-orang yang terkena ledakan tidak ada yang selamat", tutur Bofu dengan wajah masih sedikit ketakutan. "Iyah, untunglah kita masih bisa menghindar dan bersembunyi disini", tambah Meylin. "Sebenarnya... Apa yang sedang terjadi ini...", gumam Bofu.

Ternyata...

Ghina memandang wajah sahabat-sahabatnya itu satu-persatu, seperti ada yang ingin diutarakannya. "Teman-teman, aku mau membuat pengakuan", tiba-tiba Ghina berbicara, wajahnya tampak serius. Bofu dan yang lainnya saling pandang tidak mengerti. "Maksud kamu apa sayang?", tanya Akira bingung. Tiba-tiba, mata Ghina yang sebelumnya berwarna coklat, menjadi berwarna biru muda dan bersinar. "Aku akan jelaskan", katanya sambil sedikit menunduk. “jelaskan apa?”, tanya Bofu tidak mengerti.

"Begini, pertama aku harap kalian bisa mengerti penjelasanku. Sebenarnya, aku bisa melihat potongan masa lalu atau masa depan. Kadang sedikit, kadang banyak, kadang dekat, kadang jauh, maksudnya jauh adalah masa yang lama sekali dari sekarang. Aku adalah orang dengan bakat fortune teller, penyihir Fortuna", Ghina berhenti sebentar menatap ketiga temannya yang menunggu penjelasan darinya.

"Aku, Ghina Atraides, adalah keturunan dari Simon Atraides yang hidup tiga ratus tahun yang lalu. Akira, sebenarnya, pertemuan kita sudah ditakdirkan. Kau adalah keturunan dari Classifian, salah satu penyihir besar di zamannya. Simon dan Classifian adalah 2 penyihir legendaris pada masa itu. Mereka berdua menyegel monster alien raksasa yang menyerang bumi pada saat itu."

"Saat ini, kita diserang oleh alien. Ini adalah serangan balas dendam atas apa yang terjadi di masa lalu. Segel 300 tahun tersebut akan hancur dalam beberapa hari, dan monster raksasa di dalamnya akan mengamuk. Kita harus bisa menghentikannya. Itulah yang diberitakan kepadaku". tutur Ghina.

Akira hanya melongo. Ia paham apa yang diucapkan Ghina, karena ia juga senang dengan kartun atau komik fiksi. Tapi, ia tidak tahu kalau itu semua bisa jadi nyata. Bahkan, ia mengemban tugas untuk mengalahkan monster raksasa karena ia adalah keturunan Clasifian. Siapa Clasifian saja ia tidak tahu.

“Tapi, kalau tiga ratus tahun yang lalu ada penyerangan alien, kenapa kita semua tidak ada yang tahu?”, tanya Akira. “Apa kau tahu, Akira? 300 tahun yang lalu, tepatnya di bulan September 1752, ada sebelas hari dalam kalender yang menghilang?”, kata Ghina sambil menatap Akira kekasihnya itu. “pada saat itu, tanggal 3 sampai 13 September dihapuskan dari kalender. Menurut sejarah, para astronom menemukan kesalahan perhitungan kalender masehi, yaitu memiliki kelebihan 10 hari antara 325 M dan 1582 M. Tapi, yang sebenarnya adalah monster raksasa yang menyerang bumi. Clasifian dan Simon menggunakan kekuatan sihir mereka untuk menghapus ingatan orang-orang tentang kejadian tersebut.”, jelas Ghina.

Akira masih tidak bisa menahan keterkejutannya. Wajahnya masih tampak kaget. Berbeda dengan Akira, Bofu hanya tersenyum kecil. Sejak dulu ia memang terkenal akan ke-chunibyo-nya. Mendengar hal ini, ia malah bersemangat. Sedangkan Meylin, ia menutup wajahnya dengan tangannya dan berteriak pelan tertahan sambil menghela nafas.

"Aku rasa, kalian berdua juga punya rahasia, Meylin, Bofu ?", tanya Ghina.

Bofu terkekeh. "Memang hebat Fortuna kita ini. Baiklah, sebenarnya, ayahku adalah ilmuwan robot. Tangan kananku ini pernah patah, kemudian oleh ayahku diganti dengan tangan robot, sehingga tangan ini sekeras baja dan lebih kuat daripada tangan normal. Terlihatnya seperti tangan biasa, bukan?", ucap Bofu dengan bangga.

Meylin menurunkan tangannya dari wajahnya. "Hufff.. Aku tidak tahu kalau bisa sampai seperti ini. Aku memang keturunan Ninja. Ayahku dari dulu ingin mendidikku menjadi kunoichi, tapi... aku lebih suka berdandan dan belanja..", ucap Meylin. Bofu dan Ghina hanya bisa geleng-geleng mendengarnya.

Sementara Akira.. "Lalu aku bagaimana? Aku samasekali tidak merasa punya kekuatan sihir. Bukankah aku hanya anak SMA biasa? Keturunan Clasifian, aku saja baru mendengar nama itu.", kata Akira bingung.

"Tenang saja, sayang. Apa kamu lupa, kalau kau berharap langit cerah, maka langit menjadi cerah? Atau kalau kau sedang sedih dan marah, hujan lebat langsung turun? Itu adalah kekuatanmu yang keluar tanpa kau sadari. Kau adalah, penyihir Cuaca!", jelas Ghina.

"Apa...? Masaa..? Eh, tapi, bagaimana kau bisa tahu itu karena aku, bukannya memang kebetulan saja?", tanya Akira.

"Aku kan Fortuna, ingat?", ucap Ghina sambil tersenyum.

"Sebenarnya, kematian kedua orangtuaku adalah akibat ulah alien juga. Pertama aku melihat kecelakaannya, dan sudah berusaha memberi tahu orangtuaku agar jangan pergi, tapi mereka tidak percaya. Kemudian aku mendapatkan penglihatan lagi kalau itu semua adalah ulah alien, tepat saat polisi mengabarkan kecelakaan tersebut.", kata Ghina.

Akira dan yang lainnya terkejut. Mereka samasekali tidak menyangka akan hal ini.

"Alien itu sungguh kejam! Tapi mengapa mereka mengincar orangtuamu?", tanya Bofu.

"Karena, mereka mengira orangtuaku lah pewaris Fortuna. Padahal, akulah pewaris sebenarnya.", ujar Ghina. "Mereka memasang penghalang keberuntungan pada orangtuaku, karena alien itu pikir jika orangtuaku adalah Fortuna, tentu orangtuaku bisa mengetahui kecelakaan itu. Tapi sayangnya, orangtuaku bukan fortuna, jadi memasang penghalang atau tidak, tidak ada pengaruhnya pada orangtuaku. Aku sebenarnya mengetahuinya, sudah kucoba memberitahu orangtuaku, tapi mereka tidak percaya...", Ghina tampak sedih lagi, tapi ia segera segera menepis perasaan itu. Yang penting sekarang adalah keselamatan mereka semua. "Jadi, sekarang bagaimana?", tanya Bofu. "Kita segera pulang ke rumah. Komplek perumahan kita dulunya adalah desa Clasifian. Dia telah memasang perisai kasat mata yang cukup kuat disitu. Bisa dibilang, saat ini itulah tempat yang paling aman", jawab Ghina.

"Kalau begitu, ayo kita segera kesana", kata Bofu lagi.

"Sebentar sebentar, lalu aku bagaimana? Bagaimana caranya cuaca bisa dipakai untuk bertarung?", Akira masih bingung dengan kemampuannya. "Sudahlah, kita pikirkan itu nanti, sekarang kita segera pulang dengan hati-hati saja", kata Bofu, diikuti oleh anggukan kepala Meylin dan Ghina. "Baiklah", pungkas Akira.

Dengan sedikit mengendap-endap, mereka keluar dari rumah tua tersebut. Jarak menuju komplek perumahan mereka sebenarnya tinggal 300 meter lagi. Tapi, dalam suasana sekacau ini, rasanya itu jauh sekali.

Tiba-tiba terdengar suara berdesing, mereka segera bersembunyi di balik ilalang. Ternyata suara itu adalah suara dari pesawat UFO yang lewat di atas mereka. Pesawat itulah yang menembakkan sinar penghancur yang menghancurkan seluruh kota. Dan pesawat itu ternyata berjumlah ratusan, bahkan mungkin lebih. "Kita harus berhati-hati, jangan sampai terlihat oleh pesawat itu", bisik Bofu. Lalu merekapun kembali berjalan diantara ilalang, kebetulan disitu ada kebun ilalang yang cukup tinggi.

Setelah ilalang itu, ada lapangan sekitar 50 meter di depan mereka. "Disini kita harus berlari menuju gedung itu dan bersembunyi dulu di dalam sana", kata Bofu. Namun Ghina tidak sependapat. "Gedung itu akan terkena sinar penghancur dalam 3 menit", kata Ghina. Kemampuan Fortunanya sangat bisa diandalkan. "Lebih baik kita segera berlari sejauh mungkin, karena dalam 3 menit ke depan, sekitar sini akan aman", lanjut Ghina. "Oke kalau begitu kita lari sekarang", Bofu langsung berlari setelah mengatakan hal itu. Ia tidak ingin membuang-buang waktu lagi karena 3 menit itu sebentar sekali. Ghina dan yang lainnya pun segera mengikuti Bofu dari belakang. Mereka berlari secepat mungkin.

Tak lama, gerbang perumahan mereka sudah terlihat. Mereka sangat senang dan terus berlari secepat mungkin, tapi... "Stooopp..", teriak Ghina. Benar saja dari kiri dan kanan di depan mereka tiba-tiba muncul alien. Kalau saja Ghina tidak menghentikan teman-temannya, mereka pasti sudah langsung dikeroyok oleh alien-alien itu. Alien itu berjumlah 10 orang. Perawakan alien itu mirip seperti orang pada umumnya, hanya saja pakaian mereka seperti pakaian penyelam ketat yang berwarna perak, memiliki 3 jari berukuran besar, dan kepala serta mata mereka lebih besar dari manusia normal.

"Huh, sepertinya kita harus menghadapi mereka dulu", kata Bofu sambil mengepalkan tangan kanannya.

Melawan Alien

Ghina mengambil tongkat besi tidak jauh dari tempatnya bediri, sedangkan Meylin entah dari mana mengeluarkan katana. Hanya Akira yang bengong karena tidak tahu harus berbuat apa.

Tanpa aba-aba, Bofu langsung maju menyerang. Ia ikut klub karate dan beladiri di sekolahnya, sehingga ia sudah terbiasa bertarung. Apalagi karena lawannya alien, ia bisa sesuka hati menghajar mereka dengan tangan kanannya tanpa harus menahan diri, karena pukulan aslinya sangat kuat melebihi manusia normal.

Buaaakk!! Salah satu alien yang di tonjok Bofu terlempar jauh menabrak dinding dan diam tak bergeming. Alien yang lain terkejut dan langsung bersikap hati-hati terhadap Bofu.

"Hiaatt", seru Ghina dan Meylin hampir bersamaan, dengan cekatan Meylin menebas beberapa alien dengan katananya. Katana ninja mengandung racun, sehingga 2 alien yang terkena sedikit tebasan Meylin langsung terkapar. Akira cuma bisa bergidik. Ia tidak tahu teman-temannya ternyata sekuat ini.

Sedangkan Ghina, ia tampak asal menyerang, tapi anehnya, semua serangan Ghina kena dengan telak pada alien-alien itu. Sebaliknya, serangan tinju dan tendangan alien tidak ada satupun yang bisa mengenai Ghina. Rupanya dengan menggunakan kemampuan fortunanya, Ghina bisa memprediksi semua gerakan lawan sehingga ia bisa dengan mudah menyerang dan menghindar saat bertarung dengan alien.

Akira hanya bisa diam dan menonton teman-temannya bertarung. Ia tidak jago beladiri, olahraga pun jarang, jadi ia bingung atas apa yang bisa dia lakukan, sehingga cuma bisa diam saja di tempatnya. Tiba-tiba salah satu alien bergerak menyerang Akira. Akira yang tidak siap pun terkena pukulan alien itu di perutnya dan langsung jatuh tersungkur. "Aarrgghh...", pekiknya. "Gawat!", Bofu yamg melihat Akira dipukul alien, segera bergerak hendak menolongnya.

Tetapi Bofu dihadang oleh 2 alien lain. Begitu pula Ghina dan Meylin, masing-masing dijaga oleh 2 alien sehingga mereka kesulitan untuk membantu Akira.

Alien itu kembali hendak menyerang Akira. Akira yang masih kesakitan hanya bisa pasrah.

"Doorrrr..", terdengan bunyi tembakan, dan kemudian Alien yang menyerang Akira seketika roboh. Akira bangkit bediri dengan susah payah. Alien tersebut ternyata sudah mati. Dari kejauhan terlihat ayah Akira memegang senapan laras panjang. Rupanya, ayah Akira lah yang barusan menembak alien tersebut.

Melihat Akira sudah selamat, Bofu dan yang lainnya pun menjadi tenang dan bisa fokus menghadapi alien yang tersisa. Dengan gesit, Bofu melancarkan tinjunya sekuat tenaga pada alien di hadapannya. Alien itu mencoba menghindar, tapi dengan cepat Bofu menendang rahang alien itu dengan kakinya, kemudian dilanjutkan dengan meninju wajahnya. Kepala alien itupun langsung hancur. Sementara alien yang satunya berusaha kabur, tapi.. sraattt! Meylin menebas alien itu dengan katana beracunnya. Alien itu pun langsung roboh. Rupanya, alien yan menghadang Ghina dan Meylin sudah lebih dulu dibereskan oleh mereka.

"Wah, cewek-cewek ini mengerikan sekali rupanya", celetuk Bofu. Merekapun tertawa berbarengan. Kemudian segera berjalan hendak masuk ke gerbang komplek mereka. Disana ada ayah Akira dan beberapa warga yang sudah menunggu kedatangan mereka.

Tapi, saat sudah semakin dekat dengan gerbang, tiba-tiba entah datang dari mana, seekor minotaur datang menghadang mereka. Akira dan teman-temannya terkejut. Ghina juga sama sekali tidak melihat prediksi akan hal ini. Sepertinya si minotaur memiliki penghalang fortuna.

Bofu segera maju untuk menghadapi minotaur tersebut. Dengan berani, ia melayangkan tinju tangan kanannya. Tapi, dengan mudah minotaur itu menangkap tangan Bofu. Kraaakkkk!!! Minotaur itu meremas tangan Bofu hingga hancur. Terjadi ledakan kecil, dan Bofu pun terdorong mundur.

Teman-temannya segera menghampirinya. "Bofu, kamu tidak apa-apa?", ucap Meylin cemas. "Aku tidak apa-apa. Yang hancur hanya tangan robotku, jadi aku tidak merasa sakit. Hanya saja, minotaur ini benar-benar kuat", kata Bofu.

Minotaur itu kemudian berjalan mendekati mereka, Ghina segera maju. Dengan menggunakan fortunanya, dia bermaksud menyerang minotaur tersebut. Akan tetapi, gerakan minotaur itu begitu kuat, sehingga fisik Ghina tidak bisa mengimbanginya walau fortunanya bisa melihatnya. "Aaawww...", seru Ghina saat minotaur itu menjatuhkannya. Meylin pun maju untuk menghadang minotaur itu, traaangggg... jirah minotaur itu terlalu keras. Katana Meylin pun langsung patah saat Meylin mencoba menebasnya. Bruukkkk.. Minotaur itu mengibaskan tangannya sehingga Meylin jatuh terduduk meski hanya terkena angin dari kibasan tangan minotaur.

Minotaur itu semakin mendekati Akira, sepertinya minotaur itu memang mengincar Akira. Akira mundur sedikit-sedikit. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa-apa. Rasa takut ada, tapi melihat teman-temannya kesakitan, Akira pun menjadi marah. Meskipun tidak bisa apa-apa, Akira memberanikan diri maju menghadapi minotaur itu dengan tatapan yang tajam. Minotaur itu kemudian melayangkan pukulannya. Wuussss... Begitu kuatnya, deru angin pun terdengar dari pukulan minotaur yang langsung mengarah ke tubuh Akira, tapi Akira tidak gentar sedikitpun.

Tiba-tiba semua menjadi gelap. Perlahan-lahan, Akira membuka mata. Ia berada di sebuah padang rumput yang luas. Suasana disitu begitu nyaman. Matahari bersinar hangat, angin bertiup sepoi-sepoi dingin tapi menyegarkan. Di depannya terdapat sebatang pohon yang tidak terlalu tinggi tapi cukup rindang. Di bawah pohon itu, duduk seseorang berpakaian kuno bernuansa merah terang dan coklat muda. Orang itu kemudian menoleh ke Akira, dan tersenyum.

"Selamat datang keturunanku, Akira Parma Sagala", ucap pria itu.

"Apakah... aku sudah mati?", tanya Akira. Hal yang terakhir dia ingat adalah ia akan terkena pukulan minotaur, lalu tiba-tiba ada disini. Pria itu tertawa. "Tidak, tentu saja tidak. Atau paling tidak untuk saat ini belum."

"Lalu anda siapa?", tanya Akira.

"Akulah Clasifian, cucuku", kata pria itu sambil tersenyum. "Jadi, anda penyihir legenda itu?", seru Akira. Clasifian tertawa. "Yah, banyak yang bilang begitu". Clasifian kemudian berdiri dan mendekati Akira.

"Akira, kita tidak bisa berlama-lama disini. Saat ini teman-temanmu dan juga dirimu dalam kesulitan. Karena itu, terimalah ini". Clasifian menempelkan telunjuknya di dahi Akira. Perlahan jari telunjuk itu bersinar. "Ini adalah seluruh pengetahuanku tentang sihir, dan juga energi sihirku. Semua kuwariskan padamu sebagai penerusku. Sejatinya aku adalah penyihir api, tapi aku banyak mempelajari berbagai jenis sihir, termasuk kelemahan dan kelebihan setiap sihir, sehingga banyak yang menganggap aku adalah ahli sihir terhebat. Ini akan berguna bagimu dalam menghadapi musuh-musuhmu. Dan, dengan energi sihirku, kau akan bisa mendorong sihir cuacamu sampai batas maksimal. Setiap pengguna sihir itu memiliki bakat sihir yang unik, meskipun ada beberapa yang bisa dipelajari, akan lebih kuat kalau kau memaksimalkan bakat yang ada pada dirimu alih-alih mencoba menggunakan sihir atau kemampuan yang lain".

"Dan juga, ini aku berikan ingatan apa yang terjadi di 300 tahun yang lalu agar kau mengerti apa yang sebenarnya terjadi", lanjut Clasifian.

Otak Akira langsung dibanjiri berbagai macam informasi mengenai sihir, teknik segel dan penyegelan, pengahalang, pengekang, dan lain-lain. Tapi, ia dengan mudah memahami semuanya, seolah ia memang sudah tahu akan semua hal itu. Kemudian, sinar di jari telunjuk itu pun meredup.

"Nah, Akira, sekarang kau sudah paham semua kan. Mungkin suatu saat kita bisa bertemu lagi. Untuk saat ini, sampai disini dulu", kata Clasifian. Akira hanya mengangguk. Perlahan semua pemandangan itu pun lenyap dari hadapannya.

Akira kini kembali berhadapan dengan minotaur. Jadi, sejenak tadi ia bertemu dengan Clasifian adalah di alam pikirannya. Semua orang berteriak tertahan melihat Akira yang akan segera terkena pukulan minotaur. Tapi dengan tenang, Akira mengangkat telapak tangan kanannya ke depan minotaur dan berkata "Polar Vortex!".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!