" Sahhhhhhh!!" Seruan itu mengema di ruangan yang sudah di hias sedemikian rupa.
Si wanita mendekati si Pria dan meraih tangan nya, Mereka terisak dalam tangis, Tidak ada kebahagiaan yang menyapa hati mereka, sepasang suami istri itu justru di penuhi kebimbangan dan rasa ragu untuk melangkah.
Beberapa bulan yang lalu mereka hanya sebatas ipar, sekarang status mereka berubah menjadi sepasang suami isteri
Memang tidak ada yang tahu rahasia tentang umur, tetapi yang pasti semua akan tetap pergi, hanya masalah waktu. Bahkan satu detik kedepan pun manusia tidak pernah tau.
Hari sudah gelap ketika mereka kembali bertemu di ruang yang sekarang bisa di sebut kamar mereka.
Tangis keduanya sama-sama pecah, begitu netra mereka bertubrukan, Saling menatap satu sama lain mengingatkan mereka pada pasangan masing- masing.
Rinjani Aqilla, wanita yang cantik dan lembut, hatinya, secantik fisiknya, dirinya menikah dengan Kaka pria yang kini menjadi suaminya tiga setengah tahun yang lalu, kebahagiaan memenuhi rumah tangganya bersama mendiang suaminya, pria yang bernama Nurry Al-Biru , tetapi siapa sangka kebahagiaan itu hanya sampai tiga setengah tahun sebelum semua terenggut paksa
Kecelakaan merenggut nyawa Nurry Al-Biru beserta kedua putra yang masih di dalam kandungan nya, tidak hanya Rinjani yang kehilangan, Pemuda yang kini menjadi suaminya itu juga kehilangan Istri yang juga tengah mengandung seorang janin perempuan.
Apa yang lebih menyakitkan dari pada semua itu?? Bahkan Ansel Al-Biru baru saja berbahagia saat penantiannya memiliki seorang anak baru saja akan terwujud, tetapi takdir kembali memporandakan hati keduanya.
Mau sekuat apapun, kehilangan Suami atau istri tetaplah bukan hal yang mudah, keduanya sama-sama sakit tak berdarah.
Rinjani bisa kuat karena masih memiliki Dua putra dan satu putri yang di tinggalkan oleh mendiang suaminya, sedangkan Ansel tidak ada satupun jejak yang di tinggalkan istrinya, mereka baru menikah bebera tahun , jauh lebih dulu Rinjani, bahkan mereka baru saja bergembira karena kabar akan hadirnya seorang anak di tengah-tengah mereka, tetapi ternyata semua terenggut dalam sekejap mata.
Ansel Al-Biru bukanlah seorang pria normal tanpa kecacatan apapun, dibalik badannya yang kekar, dirinya memiliki gangguan kecemasan, dulu dia adalah pria yang hanya besar fisik namun mental anak-anak, tetapi sejak kehadiran Kaka iparnya yang saat ini menjadi istrinya mentalnya mengalami perubahan drastis, bahkan Ansel dinyatakan sehat tanpa cela .
Dari situlah keluarga besar Al-Biru Tidak mau kehilangan wanita yang sangat istimewa seperti Rinjani, Ansel juga sangat menyayangi Ketiga keponakannya, ke hadiran Ansel bisa menjadi sosok Daddy yang sempurna untuk Ketiga anak mendiang Nurry.
Rinjani sempat menolak permintaan keluarga besar Al-Biru mengingat dia masih belum bisa begitu saja melepas bayangan suami tercinta nya, Nurry adalah sosok suami yang sangat luar biasa, Malaikat penolong bagi Rinjani, Rinjani menikah dengan Nurry setelah kegagalan pernikahan pertamanya.
Ya Rinjani adalah seorang janda dan menikah dengan Nurry yang juga merupakan seorang duda beranak satu
Kehadiran Nurry mampu menyembuhkan luka hati Rinjani yang saat itu terkoyak-koyak oleh perbuatan mantan suami pertamanya.
" Kenapa belum tidur??" Rinjani terperanjat saat mendengar suara pemuda yang kini menjadi suaminya itu terdengar.
Kini sudah tiga bulan mereka menikah, tetapi mereka masih tidur di kamar yang terpisah, alasannya mereka masih belum bisa move on dari masa lalu, tidak mudah bagi keduanya untuk tiba-tiba mengantikan sosok yang mereka cintai dengan sosok lain, meskipun mereka bukanlah orang asing
Rinjani sangat menyayangi Ansel, begitu juga sebaliknya, tetapi sayang mereka tak lebih Sayangnya seorang adik pada Kakanya, dan seorang Kaka pada adiknya, meskipun usia keduanya sama .
" Apa Ivan dan Ivander sudah tidur??" Rinjani tersenyum tipis
Interaksi mereka sama sekali tidak berubah seperti saat mereka masih bersetatus ipar, Bahkan mereka tidur terpisah, Ansel tidur bersama si kembar, kehadiran Ansel benar-benar membantu Rinjani mengurus dua putranya.
" Iya" jawab Ansel singkat, kemudian pemuda itu duduk di samping Kaka iparnya, yang sekarang jadi istri nya.
Rinjani memiringkan wajahnya menatap pemuda yang seperti akan mengatakan sesuatu.
" Aku akan ke Inggris, tapi kali ini sedikit lebih lama ada hal yang harus ku kerjakan" perkataan pemuda itu sedikit membuat Rinjani sedih, bukan Karena dirinya yang takut di tinggal tetapi Rinjani khawatir jika si kembar akan merindukan Ansel, bahkan karena alasan itulah Rinjani dan Ansel menikah, demi anak nya, karena Ansel adalah sosok Sempurna untuk mengantikan peran Nurry, hal yang sebenarnya paling tidak di inginkan Rinjani adalah menikahi adik mendiang suaminya, karena bagaimanapun sebelumnya dia juga di nikahi oleh pria yang pernah menjadi Kaka ipar nya sungguh perjalanan hidup yang sulit dan rumit.
Dan kini dirinya harus mau menjalani hubungan yang rumit itu, andai saja Nurry hanya meninggalkan kedua putranya mungkin Rinjani tak takut untuk menikah dengan pria lain nantinya, tetapi ada Rania, gadis kecil putri dari Nurry dan mendiang Kakanya, Rania sudah kehilangan Bunda nya , kini harus kembali kehilangan Daddynya dan jika Rinjani memilih pergi dari rumah bersama kedua putranya, keluarga Nurry tak mengizinkan Rinjani membawa Rania, sedangkan selama ini Rinjani teramat sangat menyayangi gadis itu, keluarga Nurry akan mengambil hak asuh Rania jika Rinjani menikah dengan pria lain selain dari keluarga Al-Biru, dan pria terlayak dan ter mampu merawat ketiga anaknya dengan tulus hanya Ansel seorang, sebelum ini kedekatan ketiga keponakan dan pamannya itu memang sudah sangat dekat.
Satu bulan paska kepergian Nurry, Rinjani sudah berusaha untuk menjalani rutinitas nya, tetapi tentu sangat sulit bagi Rinjani untuk merawat ketiga anaknya seorang diri, tidak ada lagi tangan hangat yang membantunya menjaga buah hatinya saat mereka rewel, tidak ada lagi senyum menawan pria yang selalu meredam lelah nya saat menjalani masa kehamilannya, Rinjani sangat kehilangan sosok suami nya.
Meskipun seberapa banyak pengasuh yang membantu mengurus anaknya tetapi tidak pernah bisa mengantikan peran seorang Ayah.
Dua bulan paska kehilangan Nurry, Rinjani mulai bisa untuk berjalan dengan kedua kakinya normal, yaa kecelakaan itu tidak hanya merenggut lima nyawa tetapi juga membuat Rinjani cidera pada kakinya, Rinjani sempat dua hari tak sadarkan diri paska operasi besar yang dilakukan untuk mengeluarkan dua janinnya yang sudah tak bernyawa dari perutnya
Berbagai cara Rinjani lakukan agar tak berkecimpung dengan kesedihan yang berlarut-larut, andai saja dia belum memiliki anak, dia ingin berdoa agar Tuhan juga mencabut nyawanya, Rinjani ingin ikut kemanapun sang suami pergi, tetapi Rinjani tidak bisa se egois itu, ada si kembar dan Rania yang masih membutuhkan nya.
" Kamu sudah berpamitan pada Ivan dan Ivander??" Tanya Rinjani menatap adik ipar yang kini sudah menjadi suaminya sejak tiga bulan yang lalu.
" Belum" Ucap Ansel membuang nafas
Ansel pemuda yang ceria dan sangat ramai, tetapi semenjak kejadian lima bulan yang lalu semua berubah, meskipun dirinya masih sangat ceria di hadapan ketiga keponakannya.
" Akan ku bantu menjelaskan"
" Bisa kita pergi bersama??" Tanya Ansel tiba-tiba
" Ha" Rinjani tak bisa menutupi rasa keterkejutan nya mendengar ucapan Ansel.
" Tentu saja aku akan bersedia ikut jika memang kau menginginkan nya" Jawab Rinjani, tanpa menoleh pada Ansel.
Ansel mengenggam tangan Rinjani, " Rinjani aku dan kamu bukan lagi anak kecil, kita sudah menjadi orang tua, kita menikah dengan tujuan baik, aku ingin bersama kalian, menemani kalian meskipun entah sampai kapan kita bisa saling menerima, tetapi kita punya tujuan mulia, aku harap ini menjadi awal perjuangan kita.
Tanpa sadar air mata Rinjani menetes, tentu saja yang di ucapkan Ansel benar adanya mereka menikah dengan tujuan baik dan insyaallah sesuatu yang baik akan berakhir baik pula
Ansel tau Rinjani adalah wanita hebat, dan mungkin kehadirannya tidak terlalu di butuhkan, tetapi keluarganya sangat membutuhkan Rinjani.
" Jangan terus menangis, percayalah kau jauh lebih beruntung dari ku, bahkan Kaka ku pergi dengan senyum indah, kau masih ingat bukan??"
Bagaimana Rinjani bisa melupakan momen terakhir bersama sang suami ketika bahkan dirinya tak mampu menggerakkan jari paska operasi, dirinya di sandingkan dengan tubuh Nurry yang di penuhi dengan berbagai alat , Nurry hanya mampu bertahan enam hari karena cidera kepala yang cukup parah.
Mengingat itu Rinjani mengigit kuat bibirnya yang bergetar.
Bayangan Nurry tak bisa dilupakan begitu saja, di tinggal suami yang begitu Rinjani cintai seolah sebagian nyawanya pun terenggut paksa
Hanya dengan menatap ranjang nya yang dingin di pagi hari saja membuat Rinjani terisak sesak
Saat terbangun di tengah malam tak ada tangan besar yang melingkari tubuhnya, tidak ada Nurry, lelakinya benar-benar tidak ada , tetapi untuk melupakan segala kasih dan cinta Nurry untuk Rinjani mungkin membutuhkan sepanjang umur wanita itu.
Tidak ada lagi pria tampan dengan mata Zamrut yang menatapnya culas, pelukan hangatnya, pria yang selalu mendampingi nya selama tiga setengah tahun yang begitu membahagiakan.
Tetapi benarkah Rinjani masih bisa di bilang beruntung?? bahkan Ibu dari Ivan dan Ivander itu hampir gila karena kehilangan, apa yang ada di Nurry setiap hari selalu terasa ada meski sudah berbulan-bulan pria itu pergi.
Tumpukan kenangan itu belum bisa hilang dari bayang-bayang Rinjani, Suara tawanya, wajah nya yang rupawan dan segala sifatnya yang selalu siaga untuk Rinjani.
Rinjani tak bisa melupakan seperti apa rasa suaminya, kehangatan pria itu, sapuan nafasnya yang hangat saat mereka bersama saling berbagi dan saling memberi, dada kokoh yang selalu siap menjadi tempat bersandar, Rinjani sudah berusaha mengiklaskan tetapi tetap tidak bisa___
Nurry sangat berarti bagi Rinjani kehilangan nurry Rinjani seperti bunga yang di potong akarnya, dia layu, dan harapan hidup sangat kecil.
Rinjani terhenyak saat Ansel menghapus air matanya yang sudah tak terhitung, entah sampaikan kesedihan di hati Rinjani akan berakhir.
" Aku kemar anak-anak" Pamit Ansel memberi ruang untuk Rinjani.
Begitu pintu tertutup tangis Rinjani langsung pecah.
" Kak aku sangat merindukanmu" Isak Rinjani dengan wajah yang basah oleh air mata
Kadangkala apapun yang Rinjani lakukan dirinya akan terburu-buru seolah ada sesuatu kegiatan yang lupa ia kerjakan, contohnya saat waktu makan siang, Rinjani bergegas kedapur untuk meracik makanan favorit Nurry dan menyediakan di atas meja, Rinjani akan sadar jika Nurry sudah tidak ada, saat menatap para maid menitihkan air mata, disitu hati Rinjani kembali hancur.
Setiap menatap kolam renang, adegan dimana Nurry menggendongnya itupun selalu hadir di pelupuk mata.
Setelah sedikit tenang Rinjani menguatkan hatinya pergi ke kamar si kembar, yang saat ini juga di tempati oleh Ansel.
Rinjani mengeser pelan Pitu kaca itu
Ansel langsung menoleh begitu mendengar suara pintu tergeser.
" Mana pakaian yang akan kau bawa, biar aku bantu mengemas nya". Tanya Rinjani menjatuhkan pantatnya di kursi samping tempat tidur, si kembar sudah tidur sangat pulas semua berkat Ansel, Rinjani tidak bisa menutup mata tentang peran Ansel yang sangat luar biasa untuk anak-anak nya.
Rinjani menarik nafas dengan mata yang menatap tidur damai putra-putranya.
" Terimakasih, kamu sudah menjaga mereka"
" Mereka sekarang anak-anak ku juga, eee__ kamu tidak perlu mengemas baju ku aku bisa melakukan sendiri"
" Biarkan aku membantu mu"
" Kamu masih butuh istirahat Rinjani"
" Aku dan kamu sama Ansel jadi berhenti untuk saling mendebat"
" Kamu yang jauh lebih banyak kehilangan Rinjani, suami, dua putra dan seorang sahabat, Kamu jauh banyak kehilangan tapi kamu justru begitu tegar"
" Aku tak setegar itu" Rinjani mendongak menatap langit-langit kamar, pembahasan seperti ini akan selalu menguras air matanya.
" Kamu tunjukkan saja mana yang perlu di bawa, sekalian aku kemas baju anak-anak"
Ansel sebenarnya hanya merasa tidak biasa ada yang mengurusi pakaiannya, meskipun dulu Bulan masih ada, Ansel tetap melakukannya seorang diri
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Hari keberangkatan mereka sudah tiba
Ansel dan Rinjani meminta restu pada Mama dan Papa Nurry untuk kembali ke Inggris bersama ketiga anak-anak nya.
Suasana rumah menjadi haru biru, bahkan Mama dan Papa Nurry tak bisa menghentikan air matanya saat kini anak nya yang tinggal satu-satunya akan pergi jauh membawa ketiga cucunya dan juga Rinjani.
" Ansel kami menunggu kabar gembira dari kalian"
Ansel dan Rinjani hanya saling lirik sebelum mencium tangan kedua orang tua itu sebelum benar-benar pergi.
Ansel melirik Rinjani yang berjalan di sampingnya sedangkan dirinya mendorong trolley yang tidak hanya di isi koper tetapi juga si kembar, sedangkan Rania jalan di sampingnya.
Bukankah dulu wanita yang di sampingnya selalu ceriwis ketika dirinya akan berpergian, tetapi kini malah ikut pergi bersamanya, hidup begitu misteri, dulu orang asing di paksa jadi ipar, kini jadi sepasang suami istri, astagaaaa sangat tak terfikikan.
Ansel sengaja memilih membeli tiket first class untuk menjamin kenyamanan istri dan ketiga Anaknya, meskipun harga yang di dapat sangat jauh berbeda dari kelas Ekonomi bekisar hingga 10 kali lipat, tetapi tidak masalah bagi Ansel, keluarga adalah utama.
Rinjani baru saja menyisir rambutnya di meja rias saat tiba-tiba Ansel datang dan memeluknya
Rinjani mendorong tubuh Ansel sekuat tenaga sebelum berteriak
" Aku benar-benar tidak bisa"
Pemuda itu segara berlari, menyambar apapun yang bisa di gunakan untuk menutup tubuhnya.
Sampai di kamar mandi Pemuda itu menguyur tubuh nya dengan air dingin.
Pemuda itu dapat mendengar ketika wanita itu terisak dan mengatakan rindu suaminya, membuat si pemuda semakin mencengkram kepalanya kuat.
" Ansel"
" Daddy Cel"
Mata Ansel mengerjab, bingung ketika ada Rinjani dan si kembar mengelilingi nya, bahkan Rania sampai membelai pipinya.
" Apa Daddy mimpi di gigit monster??" tanya Ivan cadel.
" Ha??" Bingung Ansel mulai mencerna apa yang terjadi, apa tadi itu hanya mimpi?? ahhh___ bodoh pasti mimpi' lah, kapan mereka tidur bersama, bahkan tadi Rinjani baru saja mandi, ada apa dengan Ansel?? mengapa dirinya bisa mimpi ingin meniduri Rinjani?? apakah ini karena ucapan Mama nya tadi, jelas Ansel tau apa maksudnya dari menunggu kabar bahagia.
Ansel meringis saat menyadari mereka masih di dalam pesawat, Rinjani juga mencemaskan Ansel karena pemuda itu sempat berteriak.
Ansel langsung merangkul Ivan dan Ivander yang sedang memperhatikan nya.
" Kita akan segera sampai, makanya kami membangunkan mu" Jelas Rinjani, meskipun sebenarnya mereka membangunkan Ansel juga karena pemuda itu gelisah di dalam tidurnya dan teriak tiba-tiba.
Rinjani turut memperhatikan Ansel yang masih berbaring di atas kursinya yang di setel mode tidur, bagaimana Rinjani bisa melupakan Nurry, jika tidak hanya Putra nya yang memiliki wajah mirip Daddy nya, bahkan Ansel, juga memiliki beberapa bagian kemiripan dengan Nurry.
Ini pertama kali Rinjani memerhatikan Ansel, setelah status mereka berubah, pemuda itu terlihat jauh lebih kurus, bagaimana tidak? Ansel menanggung beban yang sangat banyak setelah kepergian Nurry, kini tidak hanya pekerjaan Nurry yang dilimpahkan kepada Ansel, bahkan pemuda itu kini juga menanggung dirinya bahkan anak-anak nya, dikala mungkin perasaan pemuda itu juga masih berderai duka.
Mereka ini menjalin hubungan yang rumit, pun dengan perasaan yang juga tak kalah rumitnya.
Akhirnya mereka tiba di Bandar Udara Heathrow.
Mereka melanjutkan perjalanan ke Spitalfields, Rinjani menatap takjub sekitar yang dilalui mobil mereka berbagai bentuk bangunan menandakan bahwa banyak, Berbagai komunitas imigran hidup berdampingan di sana.
"French Huguenots mendirikan bangunan yang kini beralamat di Brick Lane nomor 59 itu pada 1743. Huguenots sebelumnya kabur dari persekusi berlatar agama yang dilakukan Raja Louis XIV." jelas Ansel yang membuat Rinjani mengamati bangunan yang di tunjuk Ansel.
"Bangunan itu sempat digunakan keturunan Yahudi dari Lituania dan belakangan difungsikan sebagai masjid untuk para pendatang dari Banglades. Bangunan itu kini menjadi simbol penerimaan masyarakat London terhadap para imigran." Jelas Ansel lagi yang membuat Rinjani terkagum-kagum, dengan pengetahuan Ansel.
" Semoga kamu betah menemani ku disini" Ucap Ansel mengenggam tangan Rinjani, anak-anak sudah terlelap semenjak mereka masuk mobil
" Kita mau kemana??" Tanya Rinjani melepas pelan tangan nya yang di genggam Ansel, bukan Apa Rinjani masih sedikit tak nyaman
" Kita ke perumahan di jalan Princelet, tak jauh dari daerah Brick Lane."
Rinjani menyerngit saat Ansel ternyata tidak tinggal di perumahan elit
Rinjani cukup terkejut, apakah ucapan Ansel benar??
Ternyata Ansel benar-benar tinggal di rumah sederhana yang hanya memiliki dua kamar tidur
"Ku rasa rumah ini terlalu kecil untuk kita"
Sebenarnya bukan kecilnya tetapi karena rumah ini hanya memiliki dua kamar itu adalah poin masalahnya, jelas salah satu kamar pasti di peruntukan untuk anak-anak mereka, dan tinggal satu kamar, haruskah mereka sekamar??
" Mommy apa Rania satu kamar sama Ade??" Rania datang dari arah kamar yang baru dirinya cek.
Rinjani menoleh pada Ansel.
" Jika Rania mau bisa tidur sama Mommy, nanti Ade biar sama Deddy" ucap Ansel yang membuat Rinjani tak bisa bersuara.
Sebenarnya jika mengingat selera Papa mertua dan Nurry sendiri Rinjani di buat heran dengan selera Ansel, mengapa pemuda ini jauh lebih sederhana? padahal dulu bukanlah pertemuan pertama mereka Ansel ini terlihat angkuh dan sombong? bahkan kemanapun bodyguard selalu menemaninya.
Kalaupun bersama Nurry, Rinjani akan diperlihatkan segala kemampuan Pria itu, segala sesuatu akan berbau mewah di manapun berada, tidak ada yang sederhana, semua akan perfeck dan terbilang mahal dan pastinya mewah, bahkan Nurry sendiri selalu tampil fashionable di manapun dan kapanpun.
" Daddy Aku bobo sama Kaka aja, Daddy aku sudah besal" Suara Ivan terdengar merengek dan memeluk Rania, Ivander juga memeluk tubuh Kaka nya ikut yang dilakukan Ivan.
Rinjani dan Ansel saling berpandangan.
Musim gugur kali ini memang terasa lebih dingin dari sebelumnya, Ansel membuka pintu balkon menikmati angin yang berhembus menerbangkan dedaunan yang menguning.
Ansel menyesal tak membeli rumah yang lebih besar sebelumnya, sehingga menempatkan Rinjani di posisi yang sulit seperti ini.
Percayalah bahkan mereka belum memiliki sofa, hanya karpet sebagai alas jika ada teman Ansel bertamu, dulunya dia disini untuk mengenyam pendidikan, hidup sendiri dan tidak memikirkan kenyamanan orang lain, tak jauh dari rumah yang di tempati nya sekarang ada rumahnya bersama dengan Bulan, dan rumah nya pun tak jauh beda dengan yang ini, Ansel sudah menjualnya dua bulan yang lalu.
" Ansel ini teh mu" Suara Rinjani membuat Ansel berpaling, tangan nya mengosok-ngosok lengan nya yang terasa dingin sebelum pemuda itu menutup pintu balkon.
" Kita cari rumah yang lebih layak besok, Maaf Rinjani aku disini tidak memiliki asisten ataupun siapapun yang bisa sembarang ku suruh dan lagian kita sudah bersama, akan lebih baik kamu yang memilih rumah yang cocok untuk kita"
Rinjani ikut duduk di kursi bundar di dalam kamar mereka.
" Ini sudah cukup, Hanya saja kita butuh renovasi sedikit, mungkin kita tambah satu kamar untuk Rania, biar bagaimanapun Rania tidak boleh tidur bersama adik nya, akan menjadi kebiasaan nanti, Rania sudah mulai tumbuh jadi seorang gadis"
Rinjani hendak menarik koper milik mereka tetapi Ansel menarik pergelangan tangan Rinjani.
" Istirahat dulu, kamu masih lelah Rinjani"
" Anak-anak sudah tidur lagi, sepertinya mereka kelelahan, mumpung mereka ngak rusuh Sel"
" Iya, gak cuma mereka yang lelah kamu juga, tidur lah"
Rinjani menatap Ansel sejenak sebelum menghembuskan nafasnya, sebenarnya dia memang sangat letih.
" Tidurlah, aku janji tidak akan melakukan sesuatu yang membuatmu tidak nyaman"
Rinjani bereaksi, seperti terkejut tapi tidak terlalu kentara. Hanya mulutnya yang sedikit terbuka
Akhirnya Rinjani benar-benar membawa tubuhnya untuk berbaring di ranjang yang saat ini di duduki oleh Ansel. Didalam hati Rinjani sebenarnya sangat gelisah, Rinjani takut tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Ansel, Rinjani masih sangat mencintai Nurry, entah sampai kapan hati dan pikirannya untuk pria itu, apakah mungkin selamanya?. Yang Rinjani tau dirinya tidak mungkin bisa sendirian mengurus ketiga anaknya, anak-anak se usia Rania dan si kembar masih sering sakit tiba-tiba, entah demam, batuk, pilek ataupun masuk angin Rinjani memang membutuhkan pendamping.
Rinjani terbangun saat perutnya terasa lapar, padahal dirinya terlelap belum sampai satu jam, Rinjani melihat Ansel yang tidur di sampingnya, Ansel memang sangat tampan, baik Nurry maupun Ansel memiliki ketampanan yang sempurna, Rinjani mengamati pemuda itu dengan seksama sama seperti saat di pesawat Beberapa jam yang lalu, Rinjani memang belum bisa menerima Ansel menjadi suaminya, tetapi Rinjani ingin memberikan perhatian lebih untuk Daddy sambung anak-anak nya itu, Ansel harus di urus dengan benar pemuda itu terlihat tirus dan begitu rapuh saat sedang tidur seperti ini, mata Hanzel nya terpejam karena tertutup lengan, cara tidur Ansel benar-benar mirip baby Ivan, mereka ini mirip membuat siapapun mengira mereka Ayah dan anak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!