"Selamat pagi, Bos? ada yang bisa kami bantu?" Dua orang Bodyguard, Berpakaian serba hitam menghadap atasannya yang bernama Richard. Si pemilik perusahaan ternama yaitu Sugondo Corporation .
"Bagaimana situasi diluar kantor ini? Apakah para wanita, masih menggila?" Celoteh Presdir, menjawab para Bodyguardnya.
"Keadaan sudah aman terkendali, Bos. Kami telah mengusir mereka dengan paksa. Namun, kami tidak bisa menjamin, Jika besok mereka tidak datang kembali kekantor ini." Jawab Dua Bodyguard tersebut.
"Apa kalian bilang? tidak bisa menjamin? Memangnya tidak ada rencana lain, agar mereka sudahi kegilaannya. Karena saya telah lelah menghadapinya." Dengan nada sedikit kesal dan raut wajah yang sudah tidak mengenakan lagi, Presdir itu mengajukan pertanyaan kembali.
"Bos...sepertinya sangat sulit untuk menghentikan mereka. Agar tidak mengejar pria yang mereka kagumi. Karena Dimata mereka, Bos bagaikan artis yang harus mereka dekati. yah...walau caranya salah membuat heboh satu kantor ini." Dengan menahan tawa, Dua Bodyguard itu mencoba memberi alasan.
"Sudahlah.. saya rasa kalian tidak dapat menyelesaikan pekerjaan ini. Lebih baik kalian kembali saja ketempat kalian berjaga." Masih dalam keadaan marah, Bos besar pun mengusir mereka.
"Laksanakan, Bos" Dua Bodyguard tersebut bergegas meninggalkan ruangan itu. sedangkan si Bos besar masih terlihat panik.
Ia pun berjalan perlahan, menuju jendela. Untuk melihat situasi diluar kantornya dan melalui kaca jendela yang sengaja didesign khusus dengan anti peluru. untuk menjaga keamanan di kantor itu.
*************
Kisah ini menceritakan tentang seorang pengusaha muda, yang sangat berambisi dalam mencari cinta sejatinya.
.
Perkenalkan, namanya adalah Richard Sugondo. Pria Indo keturunan Belanda,Jawa. Berkulit putih mulus, Berbadan sixpack, memiliki postur tubuh tinggi kekar, Berwajah tampan. Ia seorang pengusaha muda berumur 32 tahun. Lulusan dari Harvard University, Amerika serikat. Dengan nilai kelulusan tertinggi disana.
Richard juga memiliki aset diberbagai kota, bahkan diluar negeri. Karena memiliki banyak kemewahan. Jadi tak sedikit wanita mengidolakannya, bahkan tergila-gila kepadanya. Hanya untuk mendapatkan cinta bahkan hartanya.
Namun sayang, tidak ada satupun wanita yang dia pilih. Jangankan untuk dijadikan pendamping hidup, dijadikan kekasih saja tidak terlintas sedikitpun dibenaknya.
Padahal, para wanita itu rata-rata memiliki wajah Cantik, Putih, Bersih. Berpostur tubuh bak seorang peragawati dan lebih mengherankan lagi, ada sebagian wanita berasal dari keluarga konglomerat ternama. Namun, tetap saja tidak merubah pikirannya. yaitu mencari ketulusan sebuah cinta.
Kembali lagi kepada Richard. Yang masih dalam keadaan panik. Dengan segera ia mengambil ponselnya diatas meja.
Lalu menekan beberapa angka untuk menghubungi seseorang. Tak lama telepon pun terangkat dan Richard memulai pembicaraan.
"Hello Jef?" Salam pembuka Richard kepada Jefri asistennya.
"Hello too Rich, ada apa?" Jefri menjawabnya.
"Gua minta, sekarang juga, lu datang keruangan gua ya. Ingat enggak pakai lama." Pinta Richard pada Jefri.
"Siap Bos..laksanakan!" Dengan sedikit mengejek, Jefri menjawab Richard dan segera mematikan ponselnya. Tak lama Jefri pun datang keruangan Richard.
Jefri adalah sahabat Richard sedari kecil. Berumur 32 tahun. Hanya berbeda satu bulan kelahiran saja, dengan Richard.
Ia berkulit Putih. Berwajah tampan,Humoris, lulusan dari Stanford University Amerika serikat, karena kedekatannya Jef dijadikan Richard sebagai Asisten pribadinya.
"Ada apa sih Rich? Tumben banget masih sepagi ini, lu udah nyuruh gua menghadap. Emangnya, ada tugas penting yang mau lu kasih buat gua?"
"Bukan tugas Jef. Tapi gua mau minta solusi ke lu" keluh Richard kepada Jefri.
"Solusi untuk apa Bos?" Ucap Jefri.
"Gua bingung belakangan ini, banyak sekali para wanita menggila. Mereka mengejar gua bak artis idolanya. Sampai membuat kericuhan didepan kantor ini. Jujur gua malu Jef sama para karyawan disini" Jawab Rich.
"Kenapa harus bingung Rich? bukankah, seharusnya lu bangga bisa jadi idola kaum hawa, hahahaha." Celoteh Jefri sambil tertawa keras sekali.
"Jangan bercanda ya Jef, lu kan tahu siapa gua. Enggak sembarangan gua bisa menerima wanita. Buat gua jadikan pacar, apalagi istri. Karena kebanyakan wanita diluar sana. Kalau bukan harta yang dicari, paling juga ketenaran" Sahut Rich.
"Terus, mau lu apa?" Jawab Jefri mencoba menjadi pendengar terbaik bagi sahabatnya itu.
"Gua hanya ingin bisa menghentikan kegilaan para wanita diluar kantor ini dan gua juga heran Jef. Apa mereka tidak punya pekerjaan lain, ya? Sampai seharian mereka hanya berdiri, buat nunggu gua keluar dari kantor. huh.. lama-lama bisa gila hidup gua" Ucap Rich.
"So?" Jawab Jef.
"Ya...maunya sih bisa secepatnya menemukan pelabuhan terakhir gua. Masa sih gua harus jadi bujang lapuk, yang seumur hidup hanya berteman dengan laptop dan pena, untuk sekedar menoreh tintanya. Apalagi, cukup membosankan juga kalau yang dilihat itu lu lagi..lu lagi Jef, hahahaha" Richard mencoba tertawa, untuk sekedar menghibur hatinya yang mulai bosan.
"Yee...parah lu, Emang Lu yakin Rich mau mendengar saran dari gua. Biasanya juga selalu menentang apa yang gua rencanakan buat lu" Sahut Jefri.
"Gimana gua enggak menentang rencana lu, Jef. Yang kebanyakan selalu menyudutkan gua. Salah satunya rencana gila lu itu, yang mau mengajak Tina si cewek gembrot, buat menemani liburan kita. Dengan alasan lu yang enggak masuk akal waktu itu. Lu bilang, biar pas ban Mobil kita mogok, si Tina bisa dorong Mobil nya. Sumpah saat itu gua sempet kesal ama lu. Di kira gua gak mampu kali bayar orang, parah lu." Jawab Richard.
"Udahlah, enggak usah dibahas lagi soal itu. Lebih baik kita cari jalan keluar terbaik buat lu, ok?" Sahut Jef.
"Lalu sekarang apa rencana lu? Jef." Tanya Richard.
Jefri terdiam sesaat, seolah sibuk mencari jalan keluar, untuk sahabatnya itu. Tak lama Jefri berteriak lalu bicara,
"Tenang Bro, Akhirnya gua dapet titik terang nih."
"Apa itu Jef?"
"Gimana...kalau lu traveling aja Rich, keberbagai kota. Selain mencari cinta sejati lu. yah...hitung-hitung sekalian aja liburan gitu. Karena setahu gua udah lama juga-kan lu enggak traveling".
"Ide gila itu sih Jef." Richard terhentak kaget dengan rencana Jef.
"Kenapa gila?" Jef menjawab dengan nada heran.
"Iya jelas gila. lu enggak mikir ya, kalau gua banyak karyawan yang harus diberi makan. Nanti urusan kantor dan lainnya gimana?"
"hello Bos, sekarang kan udah jaman modern dan udah canggih juga lagi, lu bisa urus semuanya lewat ponsel ok?"
"Tapi Jef kalau traveling sama aja dong semua kaum hawa tahu. kalau gua itu seorang pengusaha. Bukannya gua pelit ya Jef. Yang gua pikirkan itu, gimana mau mendapatkan cinta sejati, kalau caranya seperti itu. Nanti malah yang ada gua di kelilingi wanita materialistis lagi. ngaco ah rencana lu."
"Haduh...lu ya Bos, gua belom selesai kasih sarannya udah dipotong aja. mirip calo lu, hahahaha," Ledek Jef.
"Hahaha, bisa aja lu Jef. Terus maksud lu apa barusan?" Ucap Rich.
"Maksud gua begini loh, lu itu traveling keberbagai kota. tapi jangan terlihat seperti orang kaya. Melainkan seperti seorang pemuda yang sedang mencari kerja dan lu harus bisa hidup apa adanya, gimana?" Tanya Jef.
Richard terdiam sesaat memikirkan saran dari Jef. apakah mampu dia menjalani semua itu? sedangkan sedari kecil dia sudah terbiasa hidup dengan kemewahan.
"Woy...kenapa lu jadi ngelamun sih? Bukannya jawab malah diam. Ya udah deh Rich, kalau lu merasa enggak sanggup, lebih baik enggak usah di lanjutin lagi. Karena cuma itu saran dari gua." Jefri menepuk pelan bahu Richard. Hingga Richard terhentak kaget dan menjawab Jef dengan terbata-bata.
"Oh... Ok lah kalau begitu, Jef dan setelah gua pikir-pikir, saran lu juga cukup bagus tuh. Benar juga kata lu, kalau mau nyari cinta sejati. yah minimal kita harus berkorban buat itu."
"Terus kapan lu mau jalani p rencananya?" Tanya Jef kembali pada Rich.
"Secepatnya dong dan gua mohon tolong lu bantu persiapkan semuanya oke?" Pinta Rich pada Jef.
"Iya, tenang aja lu kalau soal itu" Jawab Jef.
"Oh ya Jef, hampir aja gua lupa" Ujar Rich.
"Tentang apalagi sih?" Sahut Jef.
" Kalau lu enggak keberatan, boleh enggak nih gua minta tolong?" Pinta Rich.
"Maksudnya tolong apa nih? Jujur gagal paham gua."
"Gua minta, lu menemani selama mencari pelabuhan terakhir gua, gimana? karena gua pikir akan butuh seorang asisten nantinya." Sambil mengedipkan sebelah mata kanannya, Richard memohon pada Jef.
"Okelah kalau begitu, emang kata-kata itu yang gua tunggu sejak tadi, keluar dari mulut lu, hahahaha" jawab Jef sambil tertawa lebar.
"Ok...jawaban lu, gua anggap deal ya. Minggu besok kita mulai perjalanan pertama kita. mengenai tempatnya gua serahin ke lu aja."
"Siap Bos 86."
"Ya sudah, karena semua dirasa sudah cukup, gua anggap selesai nih. Jadi sekarang lu bisa balik ke ruangan. Karena gua mau siap-siap buat ketemu klien siang ini." perintah Richard pada Jefri. Tanpa pikir panjang. Jefri pun bangun dari duduknya dan berlalu meninggalkan Richard, yang sedari tadi berdiri tepat didepan kaca jendela ruangannya.
Waktunya telah tiba Rich dan Jef segera berangkat menuju kota pertamanya. Yaitu kota Bandung. Dimana disana terdapat para Mojang Priangan istilah dari para wanita cantik dan para pria tampan.
"Rich Ayo cepat kita berangkat? Karena waktu udah mulai sore nih. Nanti kita bisa kemalaman. Lagian lu itu-kan cowok dandan aja lama banget kaya cewek. Kalau lu, enggak bisa merubah tabiat lu itu, gua takut rencana kita akan gagal" Ucap Jef pada Rich.
"Lu tuh yang seperti cewek bawelnya enggak ketulungan. Lu pikir merubah tabiat seseorang bisa dalam hitungan jam, menit atau detik. Dari pada lu ngebacot terus, mending lu ambil sana kunci mobil gua diatas meja. Sekalian Tas gua yang isinya laptop buat bekal kita disana." jawab Rich pada Jef.
"What? kunci mobil? lu kira kita mau liburan. kita ini mau berpetualang buat dapetin cinta sejati lu. Jadi gua rasa dua barang itu enggak lu butuhkan disana. Udah pakai aja tuh sepatu yang gua beli di emperan toko, biar keliatan kita ini emang orang biasa aja."
"Lu udah gila kali Jef! masa pemilik Sugondo Corporation, harus pakai sepatu yang lu beli di emperan Toko. Apa nanti kata dunia? mana semua pakaian gua, lu beli Kodian lagi di tanah abang. Belum lagi kebutuhan gua yang lain, sebagian kan lu pinjem punya si Asep, OB di kantor kita. Hancur deh kalau begini reputasi gua." keluh Rich pada Jef.
"Hahahaha... Dasar Bos besar. Baru beberapa menit dirubah sedikit, udah ngeluh. Apalagi nanti kita itu bisa berbulan bulan lamanya. pastinya yang ada lu bisa mati mendadak Rich. Gua bilangin nih, kalau lu mau nyamar jadi orang susah, ya harus begitu. Kalau menurut lu enggak kuat, mending kita batalin aja deh. Gua enggak mau pusing nantinya dengan keluhan lu." jawab Jef dengan nada sedikit kesal.
"Hehehehe...Jangan dong Jef? baru begitu aja, kok lu udah marah sama gua. Pegang deh janji gua nantinya. Gua enggak akan buat lu pusing dan pastinya gua akan nurut semua perkataan lu ok?" rayu Rich sambil cengengesan.
"Ya udah, sebelum kemalaman ayo kita berangkat ke terminal." Ajak Jef.
"What? Ke terminal?".
"Iya ke terminal. Emangnya kenapa lagi, keberatan lu."
"Enggak Jef... Gua cuma nanya kok. Udah mau naik darah lagi aja lu."
"Habisnya gua kesel. lu tuh banyak komplainnya ketimbang nurut."
"Hehehehe, iya sorry Jef." jawab Rich sambil menggaruk rambutnya seolah merasa bersalah.
Setelah semua siap mereka pun berangkat menuju terminal. Sesampainya disana mereka menaiki bus eksekutif dan mengambil kursi dua, tepat dibelakang supir.
Didalam perjalanan Rich tidak bisa tenang. Ada saja tingkah konyolnya. Entah mengambil minuman, makanan, obat, bahkan lebih parahnya lagi dia beberapa kali berdiri, membuat rusuh didalam bus tersebut. Sampai membuat malu Jef, karena beberapa penumpang meneriakinya dengan nada kesal. ditambah kondektur bus menegur mereka untuk tenang.
Mau tidak mau Jef turun tangan untuk mencoba memberi pengertian kepadanya. Alhasil Rich pun bisa diam tanpa bertingkah lagi.
Hanya memakan waktu 3 jam mereka pun sampai di terminal Bandung. Sesuai rencana mereka dijemput oleh orang tua Asep. Sengaja Jef meminta Asep untuk membantunya, agar di kota Bandung mereka bisa menjalankan misinya. Ditambah ayahnya Asep adalah seorang pedagang gorengan di sana. Jadi Jef dan Rich tidak susah payah mencari tempat dan pekerjaan sementara.
Perkenalkan namanya adalah Pak Nandang. Dia adalah Bapaknya Asep, OB di kantor milik Richard. dia bekerja sebagai pedagang gorengan.
perkenalkan namanya adalah Bu Lilis. Dia adalah Ibunya Asep. sehari-hari nya hanya sebagai Ibu Rumah Tangga yang membantu Pak Nandang menyiapkan kebutuhan rumah dan dagangannya.
Setelah bertemu dan bersalaman kepada orang tua Asep. Mereka pun diboyong menuju kediaman orang tua Asep. Tepatnya di daerah Dago atas.
******Bandung******
Mereka akhirnya sampai dirumah Asep. Kedua orang tuanya mempersilahkan mereka masuk. Mereka pun melepas lelah dengan duduk dilantai berlapiskan Hambal.
Ibunya Asep pun pamit untuk ke dapur. disusul Ayahnya Asep, juga pamit untuk membawakan tas Jef dan Rich agar dibawa ke kamar milik Asep. dimana selama mereka tinggal dibandung, mereka akan menempati kamar Asep.
"Permisi pak, Bos. saya pamit sebentar untuk menaruh Tas dikamar si Asep" Ucap ayahnya Asep yang bernama pak Nandang.
"Iya silahkan pak" Jawab Rich.
Tiba-tiba Rich berteriak kesakitan, lantaran pahanya dicubit oleh Jef. hingga membuat pak Nandang menoleh kearah mereka.
"Aduh! Apaan sih lu Jef? kok malah cubit gua. Emangnya ada kata-kata gua yang salah." Sahut Rich. sambil berbisik Jef bicara pada Rich.
"Lu bisa sopan enggak sih sama orang tua, cara lu itu salah membiarkan bapaknya Asep membawakan tas kita, harusnya lu bilang engga usah pak biar kami saja yang bawa" ujar Jef.
"OPS sorry friend gua lupa" Rich menjawab.
Akhirnya mereka berdua menghalangi niat baik pak Nandang.
"Tidak usah pak biar kami saja yang bawa, biar bapak tunjukan kamarnya saja, nanti kami mengikuti dari belakang" ujar mereka berbarengan.
"Sudah pak Bos biar saya saja yang bawa, lebih baik kalian duduk saja dengan nyaman, sambil menunggu ibu si Asep membuatkan teh, lagipula kalian pasti sangat lelah dalam perjalanan tadi, sudah sepantasnya kami menjamu kalian sebagai tamu kehormatan".
Pak Nandang menolak permintaan mereka, justru mereka diperintahkan untuk duduk sambil melepas lelah. Dengan mengejek Jef Rich pun berkata.
"Apa gua bilang pak Nandang enggak mau kan kita bantu, lu nya aja sok ribet".
"Bisa aja lu kalau ngomong" Ujar Jef.
Tak lama ibunya Asep datang dengan membawa nampan yang berisi dua gelas kosong, beserta teko yang berisikan teh manis hangat, tak lupa ibunya Asep juga membawakan cemilan berupa pisang goreng buatannya.
"Silahkan diminum Pak Bos, maaf pak jika kami hanya mampu menyuguhkan ini, harap dimaklumi ya pak" ucap ibunya Asep.
"Tidak apa-apa Bu, kami justru bersyukur kalian mau menampung kami disini" balas Jef.
"Lebay (bahasa modernnya berlebihan) lu Jef, sebenarnya kita mampu tinggal di Hotel, karena rencana lu kita harus tinggal sementara disini" jawab Rich dengan penuh kesombongan.
Jef pun mengulang kembali mencubit paha rich karena kesal. lalu berbisik pada Rich.
"Susah ya Rich kasih tahu lu untuk sopan, kita disini itu numpang, harusnya lu bisa sedikit berterima kasih bukan malah sombong"
Rich pun hanya diam tanpa menjawab, karena dia sadar akan kesalahannya.
"Maafkan teman saya ini ya Bu, harap dimaklumi karena Baru kali ini dia belajar hidup apa adanya, biasanya dia hidup dengan kemewahan" Jef mewakili Rich untuk meminta maaf pada ibunya Asep. sedangkan Rich hanya menunduk malu karena telah berkata sombong.
"Tidak apa-apa pak Bos, sebelumnya Asep sudah cerita semuanya, justru saya yang malu tidak mampu menjamu kalian lebih dari ini"
"Saya minta maaf ya Bu, maklum saya begini ya baru kali ini, saya berjanji lain waktu tidak akan mengulang kembali kesalahan ini, terima kasih ya Bu sudah menerima kami dengan sangat baik" Rich terdorong hatinya untuk meminta maaf. Tak lama pak Nandang sudah datang kembali dan ikut berkumpul bersama mereka. sedangkan ibunya Asep yang bernama Bu Lilis pamit untuk tidur.
Mereka pun berbincang dengan hangatnya, sambil sesekali tertawa karena pak Nandang sering membuat lelucon. Baru kali ini Rich menemukan sebuah keluarga yang begitu baik walau dalam keadaan sederhana.
"Sungguh bahagia kamu Asep memiliki orang tua yang begitu peduli kepadamu bahkan dengan orang lain" suara isi hati Rich untuk Asep.
Sedangkan kehidupan Rich berbalik 180 derajat, Rich tidak pernah merasakan kehangatan akan sebuah arti keluarga, sedari kecil hidupnya hanya ditemani oleh seorang pengasuh, ditambah Rich merupakan anak tunggal keluarga Sugondo, wajar saja tidak ada yang mengajarkan Rich untuk berperilaku sopan.
Papinya Rich bernama Sugondo hanya sibuk mengelola bisnis, sedangkan Maminya yang bernama Sarah sibuk dengan urusannya sendiri sebagai wanita sosialita, yang menghabiskan uang hanya untuk kesenangan semata. Bagi Rich untuk apa bergelimang harta jika dia tidak memiliki kesenangan bathin.
Setelah lama berbincang-bincang akhirnya Rich dan Jef pamit untuk istirahat. mereka pun beranjak pergi menuju kamar Asep, untuk melepas lelah.
Keesokan paginya, Jef sudah bangun terlebih dulu. Sedangkan Rich, masih larut dalam mimpinya. Jef segera mengambil handuk dan bergegas keluar kamar.
Ketika hendak menuju kamar mandi, Bu Lilis menyapa Jef sambil membuatkan sarapan.
"Eh Pak Bos, sudah bangun?" Ucap Bu Lilis.
"Iya Bu, ini mau langsung mandi." Jawab Jef.
"Kalau begitu nanti langsung ke depan saja, ya? kita sarapan bersama." ucap Bu Lilis.
"Baik Bu, Nanti setelah selesai mandi saya langsung ke depan. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, karena kalian mau menerima kami sementara disini." sambil tersenyum Jef menjawab Bu Lilis. lalu berjalan menuju kamar mandi dan Bu Lilis melanjutkan pekerjaannya didapur.
Setelah selesai mandi, Jef masuk kembali kedalam kamar, Untuk mengganti pakaiannya. Tiba-tiba terdengar Rich berteriak memanggil pembantunya.
"Bi Parti.. Bi Parti"
Jef segera menghampiri Rich dan perlahan menutup mulutnya. lalu berbisik kepadanya.
"Hai Rich, kenapa lu harus teriak. Lu kira kita sedang dirumah, kita ini sekarang ada dirumah si Asep, tahu enggak sih lu."
"Oh no Im forget ,Jef. Sorry gua masih belum sadar betul." sahut Rich.
"Iya udah, mending lu sekarang mandi, terus kita keruang tamu untuk sarapan.Tuh Bu Lilis udah siapkan semuanya." Ucap Jef.
"Oke deh kalau begitu, gua mandi dulu, ya." Jawab Rich.
Rich pun segera beranjak dari kasur. Untuk bergegas ke kamar mandi. Setelah mandi dia segera menuju kamar untuk mengganti pakaiannya. Lalu menyusul Jef yang sedari tadi telah terlebih dulu menuju ruang tamu.
"Sini Pak Bos, kita sarapan bersama?" Ucap Pak Nandang.
"Baik pak, terima kasih." Jawab Rich, sambil melihat menu yang telah tersedia. Dengan penuh heran dia hanya duduk terdiam.
"Kenapa? lu malah diam bukannya langsung sarapan." sahut Jef.
"Iya Pak Bos, Silahkan ambil nasi gorengnya. Jangan lupa diminum teh hangatnya." ucap Bu Lilis.
Dengan berat hati, Rich terpaksa mengambil nasi goreng tersebut. Lalu memakannya secara perlahan. Baru suapan pertama masuk kedalam mulutnya. Ia malah melanjutkan suapan kedua, ketiga dan seterusnya dengan lahap. Hingga membuat Jef merasa keheranan. Jarang sekali Jef melihat Rich selahap itu. Setahu Jef, Rich jarang sekali menghabiskan sarapannya.
"Pak, Bu, kalau boleh saya ingin tambah nasi goreng ini. karena buatan Ibu sungguh lezat." Ucap Rich.
"Oh silahkan pak Bos, Dengan senang hati saya mempersilahkan. Justru saya malah bersyukur, jika Bapak menyukai masakan ini." Jawab Bu Lilis.
"Makanya, kalau makan itu jangan kelamaan mikir.Bisa jadi yang lu anggap biasa aja. Justru luar biasa, hahahaha." Canda Jef pada Rich.
"Hehehehe, ya Jef, lain kali gua gak bakalan pakai mikir lagi, tapi langsung gua lahap." Jawab Rich. Mereka pun tertawa bersama mendengar apa yang dikatakan Rich.
Setelah sarapan dan berbincang-bincang seadanya. Pak Nandang mohon pamit pada mereka, karena akan kepasar. Untuk belanja bahan dagangan yang akan dijual nanti siang. entah ada angin apa. Tiba-tiba Rich berkata kepada pak Nandang.
"Pak, kalau boleh saya mau ikut kepasar, ya. Agar tahu situasi ditempat ini."
"Pak Bos yakin mau ikut kepasar? nanti Pak Bos malah kecewa." sahut pak Nandang.
"Iya, tumben banget lu mau kepasar. biasanya jalan ke Mall kecil aja lu alergi, hahahaha." ledek Jef kepada Rich.
"Apaan sih lu Jef, gua serius mau ikut kepasar! bukannya main-main." ucap Rich.
"Iya, gua heran aja mendengar pemilik Sugondo Corporation mau masuk pasar." jawab Jef masih dalam candanya.
"Memang kecewa kenapa, Pak Nandang?" tanya Rich penuh penasaran.
"Dipasar itu pasti becek Pak Bos, karena akhir-akhir ini kan hujan turun terus. Saya takut, nanti kaki pak Bos yang bersih akan kotor" jawab pak Nandang.
"Tenang saja pak, sewaktu kecil saya sering diajak kepasar, oleh pengasuh saya. Jadi sedikit banyaknya, saya tahu keadaan dipasar itu seperti apa? itupun jika Bapak tidak keberatan mengajak saya"
"Wah.. saya justru senang Pak Bos mau ikut. masa saya harus keberatan ditemani oleh Bapak." Jawab pak Nandang.
"Oh iya pak! Kalau bisa, jangan panggil saya pak Bos lagi. Panggil saja, saya Richard atau Rich juga boleh. Agar terlihat akrab dan tidak ada jarak diantara kita." pinta Rich pada pak Nandang.
"Haduh.. saya tidak berani pak! Saya takut, Asep akan marah pada saya. Jika tahu saya memanggil Bos nya, Dengan namanya saja" jawab pak Asep dengan penuh ketakutan.
"Sudah.. tidak apa-apa pak! Nanti urusan Asep biar Jef yang memberi pengertian, iya kan Jef."
"Iya pak, tenang saja, nanti saya yang beritahu Asep. kalau bisa Bapak dan Ibu juga panggil saya Jef saja, ya. Agar apa yang kita rencanakan tidak berantakan. Bukankah Asep sudah memberitahu Bapak. kalau kami disini sebagai keponakan Bapak. Jadi kita mainkan peran itu dengan sungguh-sungguh. Agar terlihat alami dan tidak dibuat-buat." Jawab Jef, dengan sedikit memberi pengertian terhadap mereka.
"Baiklah, saya sih menurut saja. kalau begitu, hayu Pak Bos kita berangkat" ajak pak Nandang kepada Rich.
"Loh kok masih panggil Bapak!" Tegur Rich ke pak Nandang.
"Maaf saya lupa! Maksud saya Richard." Jawab pak Nandang sambil cengengesan.
"Nah gitu dong Pak-kan terdengar cukup akrab. Oh iya pak, sampai lupa nih. Agar tidak ketahuan orang disini. Saya panggil Bapak apa, ya?" Tanya Rich meminta kepastian.
"Panggil saja, saya mang Nandang dan ibu bisa juga dipanggil, Bibi Lilis."
"Emangnya Mang dan bibi itu apa disini? Setahu saya. Bibi itu di lingkungan kami, adalah panggilan terhadap seorang asisten rumah tangga, atau sama saja pembantu pak " Rich mengajukan pertanyaan kembali.
"Disini, orang memanggil adik ayah atau adik ibu dengan sebutan mamang, yang artinya adalah paman. Kalau bibi itu artinya Tante chard." pak Nandang mencoba memberi penjelasan kepada Richard.
"Oh begitu Pak. Baiklah, akhirnya saya jadi tahu dan mulai sekarang saya akan memanggil kalian dengan sebutan Mamang dan Bibi, ya." sahut Richard.
Setelah panjang lebar berbicara. Pak Nandang dan Rich-pun berangkat kepasar. Sedangkan Jef, menemani Bu Lilis membersihkan rumah.
Akhirnya mereka berdua berjalan kaki menyusuri gang. Pak Nandang-pun menghentikan sebuah angkot (Angkutan kota). Lalu mengajak Rich masuk untuk duduk.
Sepanjang perjalanan. Pak Nandang begitu bangga kepada Rich. Terlihat jelas, Rich tidak mengeluh sedikitpun. Padahal keringat di sekujur tubuhnya mulai bercucuran. Sehingga membuat pak Nandang tidak tega dibuatnya.
Tapi mau apalagi. Memang keadaannya demikian. Dari pada banyak bicara, takut membuat Rich jadi tidak enak hati. Lebih baik diam, ucap pak Nandang dalam hatinya.
Akhirnya mereka pun sampai dipasar dan hanya memakan waktu kurang lebih 15 menit saja. Pak Nandang mengajak Rich untuk Turun. Lalu mereka melanjutkan perjalanan kedalam pasar. Untuk belanja kebutuhan dagangannya.
Tempat demi tempat disambangi oleh mereka, Dirasa sudah komplit belanjaannya. Mereka-pun segera beranjak pulang.
Didalam angkot menuju arah pulang, mereka bertemu dengan tetangga pak Nandang. Yang bernama Bu Romlah. Ternyata Bu Romlah tidak sendiri, dia bersama Cicih anak perempuan nya.
Pak Nandang-pun mulai mengenalkan mereka satu sama lain. Pak Nandang bilang pada mereka. Jika Rich adalah keponakannya yang baru datang dari kampungnya, di Tasik Malaya sana.
Bu Romlah dan anaknya percaya dengan perkataan pak Nandang. Sampai anaknya yang bernama Cicih, selalu mencuri pandang kepada Rich.
Namun seperti biasa, Rich tidak menghiraukannya. Tapi untuk menghormati pak Nandang, Rich sedikitnya mau berbasa-basi mengajak mereka berbicara. Hingga tak terasa mereka telah sampai di gang, arah rumah Pak Nandang.
Merekapun turun semua dari angkot dan berjalan beriringan. ikarena rumah mereka kebetulan sekali satu arah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!