NovelToon NovelToon

Happy Ending Love Story

Salam dari Eva

Halo semuanya ini Eva. Salam dari Eva.

Pertama Eva mohon maaf karena hiatus sangat lama sekali, ada beberapa alasan yang jika Eva jelaskan bakal panjang lebar :). Alasan utamanya adalah Eva sedang studi lanjut dan ada sedikit masalah kesehatan :(. Tapi Eva sekarang sudah membaik dan studinya sudah sampai ke tugas akhir. Eva akan mulai pelan-pelan lagi untuk menulis, mohon dukungan untuk semuanya :3.

Kedua kalinya Eva juga mohon maaf tidak bisa melanjutkan novel Eva sebelumnya yang belum tamat T_T. Sebagai gantinya Eva akan menyelesaikannya dengan episode singkat di novel baru ini.

Untuk yang terakhir Eva mohon dukungan dari semuanya untuk novel baru Eva ini ya, "Happy Ending Love Story". Novel ini adalah bunga rampai atau kumpulan cerita singkat dengan berbagai tema menarik. Novel yang belum tamat akan Eva selesikan di Novel ini.

Terima kasih atas dukungannya. Eva sayang kalian semuanya.

Salam hangat,

Eva IM.

More Than Love, This Is Destiny #1

Theia membatu melihat rumahnya dilalap api. Dia berlindung dibelakang pohon tak jauh dari halaman belakang rumahnya. Itu rumahnya dulu, sekarang rumah itu telah lenyap bersama dengan api dan asap yang membumbung tinggi. Tangannya gemetar dan terkepal lemas. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan apa yang sedang terjadi. Beberapa menit sebelumnya dia kesulitan tidur, kemudian terdengar suara beberapa orang dari halaman depan rumahnya kemudian tiba-tiba asap tebal masuk melalui celah pintu kamarnya. Tanpa berpikir panjang dia langsung berlari keluar melalui pintu belakang rumahnya. Tak ada yang bisa diselamatkan, Theia tak sempat membawa barang-barang miliknya. Saat itu yang ada didalam otaknya adalah melarikan diri.

Melihat api yang semakin besar dan memakan habis rumahnya dalam hitungan menit, tubuh Theia ambruk. Matanya tak berkedip. Hidupnya ikut hancur bersama rumahnya yang kini jadi abu. Hanya tersisa puing-puing sedikit. Ketika api terakhir padam, air mata Theia tak bisa dibendung lagi. Pemandangan yang tak jauh darinya hanyalah hamparan abu dan sisa asap hitam tebal. Semuanya kembali sunyi. Theia menangis sejadi-jadinya. Kini dia tidak punya apa-apa. Malam semakin larut dan dia masih terduduk menatap rumahnya yang telah terbakar habis.

Matahari mulai menyingsing, keadaan sekitar awalnya gelap kini mulai terang oleh fajar. Theia bangkit, langkahnya gontai mendekati sisa-sisa rumahnya yang terbakar. Semuanya habis dan tidak ada apa-apa lagi yang bisa dia selamatkan selain pakaian yang saat ini dia kenakan dan selimut yang menutupinya saat tidur di malam hari. Tatapannya kosong. Tiba-tiba beberapa memori semalam melintas di kepala Theia.

“Ini perintah dari Duke, harus kita laksanakan dengan cepat.”

“Cepat berputar! Cepat!”

Suara hentakan kaki semakin keras dan saat itu mengejutkan Theia yang hendak tidur kembali setelah terjaga. Theia turun dari tempat tidur lagi dan segera mendekati pintu kamarnya namun dia dikejutkan oleh asap hitam. Dia bingung kemudian berlari ke jendela. Terlihat beberapa orang sedang menyulut api dan melemparkannya ke rumahnya. Wajah mereka tidak jelas tapi Theia ingat mereka menggunakan seragam yang sama.

“Cepat nyalakan apinya, cepat!”

Saat teriakan terakhir bergema, rasa takut menyelimuti Theia. Dia mengambil seribu langkah untuk menyelamatkan

dirinya. Berlari sejauh mungkin tidak mempedulikan apapun. Saat dia berbalik api besar menjadi pemandangannya. Orang-orang yang tadi telah pergi setelah pekerjaan mereka selesai, membakar rumah Theia. Mereka seperti tidak

mempedulikan didalamnya ada orang tinggal atau tidak.

Hari hampir siang saat Theia meninggalkan rumahnya yang telah terbakar. Dia harus bergerak, dia harus segera pergi dari sana. Mengingat suara semalam ‘Ini perintah dari Duke’, Theia bergidik ngeri. Saat ini hidupnya sedang tidak aman. Keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Theia Alexandria menjadi buronan dari salah satu orang yang sangat berpengaruh di Kekaisaran Bylona. Meskipun Theia tinggal sendirian ditengah hutan dan jauh dari pusat kota Cashlax, kekuatan orang itu sangat besar. Dia harus bersembunyi. Rasa getir mengikuti kepergiannya. Theia berjalan kedalam hutan, semakin masuk hingga tidak terlihat lagi. Dia tidak menoleh ke belakang. Theia harus bisa melupakan kenangannya disana, di rumahnya bersama orang itu. Matanya terpejam dan air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Hidupnya sehancur hatinya.

Setelah melakukan perjalanan kurang lebih tiga hari, Theia sampai di ujung hutan dan dia terus berjalan maju. Ada asap membumbung dan bau yang enak. Theia segera mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya mendekati deretan rumah yang terlihat dari jauh. Sebuah desa kecil yang tampaknya merupakan perbatasan utara Kekaisaran Bylona. Leinan, tercetak besar dipintu masuk. Penampilan Theia tidak begitu mengundang perhatian.

Sesuai dengan dugaannya, desa ini adalah perbatasan utara dengan wilayah luar Kekaisaraan Bylona yaitu Kekaisaran Amandas. Orang dari kedua kekaisaran bercampur. Leinan juga dihuni oleh orang dari dua kekaisaraan. Letaknya yang sangat jauh dari pusat kota wilayah utara yaitu Cashlax membuat desa ini sangat heterogen. Siapapun dan darimanapun diterima. Toleransi di desa ini juga sangat tinggi.

Para penduduk desa Leinan tidak membedakan perlakuannya dengan orang dari luar desa maupun luar kekaisaran. Theia mengela nafas kasar setelah melihat sekeliling untuk mengamati. Matanya memindai pasar yang menjadi pusat keramaian desa kemudian menemukan tempat yang dia cari. Langkah pertama yang harus dia lakukan adalah mendapatkan uang untuk bertahan hidup, bersembunyi lebih tepatnya.

Tiga bulan kemudian.

Theia kini tinggal di sebuah rumah kecil yang layak. Uang yang dia dapatkan setelah menjual barang yang sangat berharga untuknya tidak banyak. Dia hanya bisa membeli rumah kecil itupun letaknya ada diujung desa yang dekat dengan hutan. Lokasi yang tepat bagi Theia yang tidak suka keramaian. Dia beruntung mendapatkan rumah itu. Sisa uangnya dia gunakan untuk membeli beberapa potong pakaian dan keperluannya yang lain. Theia menyambung hidupnya dengan mengolah tanah di belakang rumahnya kemudian menjualnya ke pasar, seperti kentang dan sayuran lainnya. Theia hidup untuk hari ini dan besok untuk besok. Benar-benar kembali sendiri setelah kematian orang tuanya dan kepergian orang itu. Hari-harinya masih diisi dengan mengingat orang itu.

Leinan ternyata sangat moderat. Penduduknya menerima Theia dengan baik. Seorang wanita muda yang hidup sendiri. Keamanannya sangat baik meskipun tidak ada prajurit yang berjaga disana, semua penduduk saling menjaga bersama. Wajah Theia yang awalnya asing sekarang menjadi familiar setelah tiga bulan tinggal disana. Namun Theia tidak langsung bisa tenang, karena kapan saja bahaya bisa mengintainya. Dia tidak ingin ditemukan. Orang itu, yang mengincarnya, yang membakar rumahnya, merenggut semua miliknya, pasti masih mencarinya.

Theia tidak mengendurkan pengawasaannya sama sekali. Dia tidak menjalin hubungan begitu dalam dengan penduduk desa. Dia hanya ke luar saat butuh ke pasar dan penduduk desa tidak begitu mempedulikannya. Theia juga tidak memperkenalkan siapa dirinya dan siapa namanya, orang lainpun acuh. Mereka hanya menjalin hubungan karena urusan masing-masing dan itu membuat Theia lega. Paling tidak identitasnya tidak akan ketahuan.

Angin musim dingin mulai berhembus. Theia melihat keluar jendela. Pohon-pohon disekitar rumahnya merontokan daun-daunnya karena tertiup angin yang sangat kencang. Hawa dingin menerpa wajahnya. Sudah beberapa hari Theia tidak keluar rumah. Dia hanya ingin tinggal di rumahnya yang kecil namun nyaman untuknya. Semakin hari dia semakin malas dan mudah lelah. Mungkin karena hawa diluar dingin dan tidak banyak yang bisa dia lakukan dengan tanaman.

Theia sudah membuat persediaan untuk musim dinginnnya kedepan. Dapurnya telah dipenuhi dengan bahan makanan selama musim dingin, persediaan kayu aman, selimut dan pakaian tebal sudah dia miliki. Dia tekun dalam hidup. Menghemat sebanyak yang dia bisa. Bekerja keras seperti tidak ada hari esok. Selain untuk bertahan hidup, Theia juga perlu sibuk bekerja untuk melupakan orang itu. Siang dan malam tak kenal waktu. Theia hidup dengan gigih serta tekad yang kuat. Tegar meyakini jika tidak ada yang bisa dia harapkan lagi.

More Than Love, This Is Destiny #2 next..

More Than Love, This Is Destiny #2

“Hari semakin dingin, kapan salju pertama akan turun?” Gerutu Theia sambil menyesap tehnya. Matanya masih melihat keluar. Ada jalan setapak membentang didepannya. Jalanan yang biasanya dia lalui untuk ke pasar. Hari akan segera gelap. Daun yang berguguran menambah suram sore harinya. Cerah akan berganti gelap, sore akan berganti malam. Malam yang gelap tanpa ujung untuk Theia karena setiap malam orang itu selalu datang dimimpinya.

“Semuanya pasti akan baik-baik saja.” Ucap Theia pada dirinya sendiri. Dia kemudian bangkit kemudian berjalan ke arah jendela. Semua jendela dan pintu harus ditutup sebelum malam datang agar hawa dingin diluar tidak masuk ke dalam rumah. Hawa dingin jauh lebih terasa di malam hari ketimbang pagi hari.

Saat tangannya meraih salah satu sisi jendela, mata Theia menangkap sebuah bayangan tepat diujung jalan setapak halaman rumahnya. Namun saat dia berhenti untuk memperhatikannya sosok itu hilang. Seperti sebuah bayangan. Tidak pernah ada yang berkunjung ke rumahnya. Lalu siapa? Apa itu?. Theia langsung diliputi rasa takut. Ada yang mengintainya. Ada yang sedang mengawasinya. Tiba-tiba sebuah kenangan melintas.

“Arei! Arei!” Theia berteriak. Tubuhnya dihadang oleh dua pria tinggi dan tegap. Tingginya tak bisa melewati bahu mereka. Pandangannya diblokir sepenuhnya. Dari celah lengan kedua pria itu Theia bisa melihat punggung yang dia kenali. Itu adalah punggung Arei, suaminya.

“Urus sisanya dan segera menyusul.” Suara Arei terdengar.

“Arei apa yang sedang terjadi? Ada apa ini?” Theia terus berusaha untuk tahu apa yang terjadi di depan rumahnya. Tiba-tiba tubuhnya dihalangi oleh dua pria yang tidak dia kenal saat dia ingin mendekati Arei. Dua pria yang berseragam prajurit akan menghalanginya ketika dia meronta. Mereka tidak menyentuh Theia namun dua tubuh prajurit cukup menjadi penghalang untuk tahu apa yang terjadi dibalin punggung dua prajurit itu.

“Arei!” Theia kembali berteriak. Bukan jawaban yang dia dengar namun sebuah hentakan kaki kuda terdengar. Theia mencoba untuk mencari celah, ketika dia mendapatkannya, sebuah kenyataan menghantamnya.

Arei suaminya telah berubah menjadi orang lain. Arei yang biasanya tersenyum dengan pakaian sederhana kini menjadi orang dengan wajah yang serius. Bibirnya tergaris lurus dan matanya menatap tajam. Pakaian sederhananya telah musnah berganti dengan pakaian formal yang sangat bagus. Banyak sekali aksesoris yang menempel di dadanya. Arei duduk diatas kuda hitam yang tak kalah gagah. Dia menatap Theia yang berada di bawahnya seperti serangga kecil, acuh tak acuh. Tanpa sepatah kata, Arei memalingkan wajahnya. Tangannya menarik kendali kuda kemudian berjalan pergi.

“Kalian berdua segera menyusul.” Ucap Arei kemudian melesat dengan kudanya.

Dua orang prajurit yang tadi menghalangi pandangan Theia menunduk hormat kemudian menjawab, “Baik Yang Mulia.”

Suasana menjadi hening. Keramaian didepan rumahnya seperti tersapu angin badai. Theia berdiri seperti batu ditempatnya. Otaknya berusaha keras untuk memproses apa yang terjadi. Matanya menatap nanar punggung Arei yang bergerak-gerak di atas kudanya hingga tidak terlihat lagi. Setelah rombongan prajurit yang mengikuti Arei tidak terlihat, dua orang prajurit yang tetap tinggal segera berlari menuju kudanya kemudian segera pergi mengikuti arah Arei pergi. Theia ditinggalkan tanpa tahu apa yang terjadi.

Setelah beberapa hari kesana kemari mencari Arei, Theia mendengar rumor jika Duke Osbern, penguasa wilayah utara datang ke desanya. Tidak ada yang tahu kemana Duke itu pergi, tapi ada yang melihat rombongan mereka ke luar dari hutan. Arah hutan yang mereka bicarakan adalah arah rumahnya. Theia ambruk ke tanah. Arei suaminya adalah penguasa wilayah utara, dan Theia tidak tahu itu. Tapi dia ingat sesuatu, lambang bendera yang terjahit rapi di bendera yang dibawa oleh para prajurit itu adalah seekor beruang. Itu jelas lambang dari Osbern, milik Duke Osbern, bahkan anak kecilpun tahu siapa pemilik tanah yang mereka tinggali saat ini. Theia semakin tenggelam ke dalam kegelapan.

Api yang menyalak serta asap hitam tebal membumbung. Theia bangun dengan keringat dingin di dahinya dan nafas yang tidak teratur. Dia bermimpi. Mimpi buruk. Di dalam mimpi itu Theia melihat kembali rumahnya yang terbakar. Api yang marah itu memakan rumahnya hingga habis. Tubuh Theia bergetar. Air matanya mengalir tanpa bisa dikendalikan. Hidupnya yang sudah tenang tiga bulan ini terancam, akankah kali ini dia bisa selamat. Apalagi yang akan terjadi kali ini. Selama ini Theia bertanya-tanya dalam hatinya, apa alasan Duke Osbern mengincarnya. Dengan pikirannya yang polos Theia masih memikirkan alasannya hingga dia sampai pada kesimpulan bahwa ada banyak alasan, seperti Duke Osbern pasti merasa ditipu olehnya dan atau Duke berusaha untuk membalas orang yang telah menipunya.

Siapa yang tidak tahu penguasa wilayah utara, Duke Ares Knox Osbern. Ketua ksatria sekaligus bawahan setia Kaisar Bylona. Orang yang haus darah dan tak terkalahkan dalam perang melawan kekaisaran lain. Bylona selalu mendapat kemenangan dibawah pimpinan Duke. Duke berhati dingin dan belas kasih itu pasti ingin balas dendam pada Theia yang selama ini menipunya. Theia yang memanfaatkan keadaannya saat itu. Namun Theia sendiri tidak tahu asal usul Arei. Dia hanya membantunya kemudian mereka berdua saling jatuh cinta dan sepakat untuk menikah. Theia murni tidak pernah menipu Duke.

Theia benar-benar menutup rapat rumahnya, jendela yang biasanya dia buka kini tertutup rapat. Dia meringkuk di atas tempat tidurnya dengan lutut di dada mirip seperti bola. Tubuhnya menggigil. Ketakutan jelas menghantuinya. Wajah Arei yang melihatnya acuh tak acuh tiga bulan lalu terus terlihat saat dia memejamkan matanya. Theia tak bisa membedakan siang atau malam karen dia menutup rapat rumahnya. Tiga hari kemudian Theia memberanikan dirinya untuk keluar rumah, berjalan ke pasar untuk mendengarkan rumor. Tidak seperti biasanya. Biasanya dia ke pasar untuk menjual atau membeli sesuatu. Kali ini Theia keliling pasar untuk mendengarkan rumor. Siapa tahu dia bisa mendengar rumor tentang Duke Osbern atau para ksatrianya. Namun tidak ada apa-apa yang dia dengar kecuali rumor sepele. Theia sedikit tenang. Sosok bayangan yang dia lihat tiga hari lalu pasti hanya fatamorgana, bisa jadi itu hanya bayangan pohon.

Setelah tidak ada lagi yang ingin dia dengar, Theia segera kembali ke rumah. Saat perjalanan ke rumahnya cukup tenang. Dia menyusuri jalan setapak dengan penuh hati-hati. Hujan mengguyur Leinan semalam. Jalanan basah dan licin. Theia sangat memperhatikan langkahnya, dia tidak ingin jatuh karena ada sesuatu yang harus dia lindungi. Sesuatu yang lebih berharga dibandingkan nyawanya sendiri. Theia setiap hari selalu mempersiapkan pelarian dirinya. Dia telah membuat rute pelarian jika ada yang mengejarnya. Tentu saja rute yang aman. Dia tidak ingin mati. Dia ingin hidup lama karena beberapa bulan lagi dia akan mempunyai teman hidupn. Teman yang akan menjadi satu-satunya teman, belahan jiwanya, seluruh hidupnya, anaknya. Theia hamil. Dia mengandung anak suaminya, Arei.

More Than Love, This Is Destiny #3 Next..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!