Pagi-pagi sekali Serly sudah siap pada rutinitasnya yang seperti biasa.
Yah. Dia mempunyai sebuah usaha yang lumayanlah buat mencukupi kebutuhan keluarganya.
Sudah beberapa tahun dia menggeluti profesi tersebut, yang berkecimpung di dunia manis-kemanisan.
Dia membuka sebuah usaha sebagai penjual kue dan sejenisnya.
Tapi, baru setahun ini dia baru bisa mendirikan sebuah bangunan untuk mengembangkan usaha kecil-kecilannya itu.
***
Pagi ini, setelah semuanya siap dan sudah merasa rapi. Serly duduk bersantai di atas sebuah kursi kebesarannya yang lumayan empuk untuk dia duduki.
"Semoga aja hari ini ada pangeran yang akan menyemangatiku," gumamnya seraya tersenyum miring, merasa konyol sama ucapannya sendiri.
Sudah lama menjomblo, membuatnya menjadi seperti itu. Berharap, berharap dan berharap.
Hhhh….
Serly menghembuskan nafasnya kasar, dan menoleh ke arah jendela yang mengarah ke halaman depan toko.
"Waw...." Bibirnya membulat, dan seketika terkesiap, merasa heran juga takjub saat ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depan toko kecil miliknya.
Mobil tersebut berwarna merah menyala dan sangatlah mewah.
"Jarang-jarang ada pembeli yang datang pake mobil. Pernah ada juga bukan mobil mewah seperti ini." gumam Serly dengan senyum yang merekah dan siap-siap menyambutnya.
"Oh my god!"
Lagi-lagi Serly takjub dan tidak percaya sama apa yang ia lihat.
Seorang pemilik mobil tersebut keluar, dan menampilkan penampilannya keren.
"Apa aku tidak salah lihat?" batinnya tidak percaya. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya secara berulang.
Dia juga mengucek-nguceknya kasar. Bukan soal keren atau apalah itu.
Dia melihat orang pemilik mobil tersebut masih mengenakan seragam abu-abu yang melekat di tubuhnya.
Tatapan Serly turun ke bawah. Dimana… sepatu limited edition yang menutupi seluruh jari-jemari kakinya, yang Serly pikir itu sangatlah mulus.
Ck… ck… ck.
Serly menggeleng-gelengkan kepalanya saat kembali melihat wajahnya.
Kaca mata hitam mengait di kedua atas telinganya, tertempel di atas batang hidungnya yang mancung, dan sangat indah untuk dia pandangi.
Astaga!
Serly menggelengkan kepalanya kuat. Menyadarkan pikirannya dari khayalan yang yang mulai kemana-mana.
Dia kembali membetulkan duduknya, berusaha sesantai mungkin.
Bola matanya memutar, dan melihat bocah yang mulai berjalan ke arah pintu tokonya yang sudah ia gantungi tulisan OPEN.
Cklek.
Serly segera mengambil sebuah buku, yang entah buku apa itu. Karena ia tidak terlalu memperhatikan sampulnya saat dia mengambilnya.
Satu persatu lembaran buku tersebut Serly buka, berpura-pura membacanya.
Tap … tap … tap.
Terdengar langkah kakinya yang semakin mendekat dengan meja yang tengah Serly duduki.
Tap.
Dia berhenti tepat setelah berada di depan meja Serly.
Serly menghela nafas dan menutup buku tersebut dengan sedikit susah payah.
Kenapa?
Karena dia gugup. Gugup saat bisa melihat parasnya yang sangat tampan sedekat ini.
"Ya tuhan!" gumamnya dengan mulut menganga.
"Permisi Tante. Apa aku boleh numpang toilet sebentar?" tanyanya sambil membuka kaca mata yang sedari tadi menutupi matanya yang indah.
Eits….
"Tunggu-tunggu!" Serly mengerjapkan matanya. Khayalan yang semula indah, seketika buyar.
"Apa? Apa yang barusan dia bilang? Tante? Setua itukah wajahku sampai dia menyebutku Tante?" batinnya dengan ekspresi wajah merungut sedih.
Yang tadi berseri-seri dan terpesona, kini lemas. Merasa malu mendengar panggilannya barusan.
Tapi,
Serly menghela napas, berusaha seprofesional mungkin.
Dia segera menetralkan kembali suasana hatinya yang terasa terhempas jauh.
"Tan! Tante!" seru bocah tersebut sambil melambai-lambaikan tangannya.
"Eh iya! Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Serly sigap.
Bocah yang belum diketahui namanyanya itu, menepuk jidatnya pelan. "Hadeuhhhh," gumamnya.
Serly tersenyum sedikit malu menanggapinya.
"Maaf! Gak konsen," ucapnya sambil menggaruk tengkuknya pelan.
"Apa aku boleh numpang ke toilet?" tanyanya lagi.
Serly langsung berdiri dengan tergesa-gesa, sampai kursi yang sedang didudukinya terseret dan menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.
"Slow aja Tan! Aku masih kuat, kok, menahannya," ucapnya santai, membuat Serly semakin malu lagi dibuatnya, dan itu karena sikapnya sendiri.
"Hehehe…." Serly menampilkan semua deretan giginya yang putih juga rapi.
Entah kenapa, lagi-lagi Serly tergesa-gesa untuk menunjukan di mana letak toiletnya.
Dia melangkah, "kamu lurus, lalu tengok ke kanan … itu pintu yang berwarna pink adalah toilet," tuturnya dengan nada semanis mungkin.
Bocah tersebut mengangguk pelan, lalu pergi meninggalkan Serly disana.
Serly menghela nafas sambil menyandarkan punggungnya pada tembok yang berada di belakang tubuhnya.
"Coba aja pangeranku seperti itu. Aku tidak akan lama-lama melajang," gumamnya sambil tersenyum, sangat ingin memilikinya.
"Ternyata dia hanya numpang toilet doang," tambahnya seraya berjalan kembali mendekati kursi kebesarannya.
Tak lama, bocah tersebut pun keluar dengan rambut yang dibasahi.
Dia berjalan menghampiri Serly yang sedang melamun dengan segala hal ia pikirkan.
"Tante!" serunya begitu lembut, terdengar sangat indah di telinganya Serly.
Serly menoleh cepat dengan senyum yang mengembang.
"Makasih, Tan!" katanya sambil menaruh uang kertas, yang entah berapa itu... di atas meja Serly.
Serly yang tidak fokus sama tangannya, tersenyum manis menatap wajahnya yang polos nan menawan, membuat jantungnya sedikit berdebar-debar.
"Tan. Tante!" serunya sedikit keras. Ia melambai-lambaikan tangannya ke depan wajah Serly.
"Eh iya! Ada apa?" tanyanya seketika.
Bocah itu tersenyum tipis. Merasa lucu sama sikap Serly yang sedari awal dia masuk terus terbengong.
"Makasih atas tumpangan toiletnya, Tante. Saya mau berangkat sekolah. Permisi," ucapnya sangat manis, dan semakin membuat hati Serly semakin cenat-cenut.
Dia mengangguk pelan seraya tersenyum menanggapinya, dan memperhatikan punggung bocah tersebut yang mulai berbalik dan berlalu semakin jauh darinya.
Serly menghela napas sambil tersenyum-senyum sendiri, merasa gila sama pikirannya sendiri, yang terpesona sama bocah barusan.
Ini untuk pertama kalinya ia kembali terpukau sama yang namanya Laki-laki. Setelah ia putus bertahun-tahun lalu dengan sang mantan pacar yang ketahuan selingkuh.
💜💜💜💜
Mohon maaf atas kesalahan dan ketypo-an dalam setiap tulisanku.
InsyaAllah. Aku lagi proses revisi.
Mohon untuk menikmati seadanya dulu😁.
Sekian.
Terima cinta sebanyak-banyaknya🤭
Saranghaeyo💜
Siang ini cuaca begitu terik, dan Serly memutuskan untuk pergi ke warung yang berada di seberang tokonya guna untuk membeli minuman yang akan menyejukan dahaganya.
"Mas. Es kacang ijonya satu," ucap Serly lantang.
Dia mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja warung tersebut, menunggu si Mas penjaga warung tersebut yang tengah membuka sebuah kulkas yang berada di belakang tubuhnya.
"Nih Ay. Aku buatkan es spesial untukmu," ucapnya dengan begitu manis.
Serly tersipu mendengarnya. Tepatnya malu-maluin.
Bagaimana tidak. Dia langsung menerimanya begitu saja… tanpa berterimakasih atau mengatakan sesuatu padanya.
NO WAY
Serly tidak mau. Ini juga kalo tidak lagi kegerahan… dia tidak akan membelinya.
Ada satu hal yang membuatnya ingin membeli es tersebut di tempat barusan.
Dia lagi menderita penyakit kanker. Alias kantong kering.
Jahat bangetkan?
Tapi,
Ya, siapa juga yang mau digoda sama laki-laki beristri.
Yap. Dia selalu merayu dan menggoda Serly. Oleh karena itulah, Serly jadi tidak berminat sama semua laki-laki yang mendekati. Sebab mereka sudah berumur, juga laki orang.
Haduhhh.
Sedang enak-enaknya Serly menyeruput es tersebut dari ujung plastiknya. Ia harus dikagetkan oleh kedatangan ketiga sahabatnya, yang sering dia kata 'Trio BaJiGur'.. yang entah apa itu maksudnya.
Brakkk...
Mereka dengan tidak tahu sopan santunnya menggebrak meja yang berada di belakang tubuhnya Serly.
"Eh kucing! E kucing." ucap Serly refleks bicara begitu saja.
Mereka bertiga tertawa terbahak-bahak mendengar suara latahnya Serly.
"Dasar teman gak ada akhlak." tukas Serly merasa kesal.
"Ngapain kalian kesini? minta kue lagi? Sorry ... gue lagi gak ada gratisan!" ucapnya sengit, terlihat begitu kesal menatap mereka bertiga.
"Ih, siapa juga yang mau minta kue?" kata Winji sembari duduk di hadapannya.
"Jadi kalian mau beli?" tanya Serly sedikit bersemangat.
"Enggak juga." jawab Anggun sambil duduk tepat di samping Serly.
"Terusss?" Serly mengerutkan dahinya.
"Kita mau nyobain doang. Hahaha...." jawab mereka bersamaan.
"Dasar Trio Bajigur." ejeknya ketus, dan kembali menyeruput es kacang ijo yang masih di tangannya.
"Ck. Kali-kali jangan Bajigur mulu dong, Ser! Berasa murahan banget kita," kata Adiba yang tidak setuju dengan panggilnya.
Serly menatap mereka malas.
"Suka banget, ya, lo ma es itu?" tanya Winji sambil menunjuk es yang hanya tinggal plastiknya saja terus Serly sedot.
Serly yang baru sadar, musam-mesem merasa malu sendiri. Lalu, dia membuang plastik es tersebut ke sembarang tempat.
"Jangan buang sampah sembarang, Ay!" ucap seseorang yang muncul tiba-tiba di belakang Serly.
"A, cie... cie… yang diperhatiin," ledek teman-temannya semua.
Serly memutarkan bola matanya malas. Lalu, menyeret kursi yang didudukinya sedikit kebelakang, dan ia langsung berdiri, melangkah meninggalkan mereka semua yang terus menggodanya.
Di depan pintu, dia mendorongnya sedikit lemas tidak bersemangat.
"Gini amat hidup gue," gumamnya sedikit lesu.
Lalu dia meraba kantong baju kemejanya sedalam-dalam yang ia bisa, dan ia tarik pelan… sampai keluar semua isi-isinya.
Memprihatinkannya nasib Serly, ternyata yang keluar bukanlah uang. Melainkan debu halus dan benang-benang dari ujung jahitan kain tersebut.
Serly menarik nafas pelan,
Dengan sisa semangat yang ada, dia berhasil sampai ke kursi miliknya.
Lalu, ia menyandarkan punggungnya pelan seraya memejamkan matanya lembut.
"Cie... cie... yang di kasih es kacang sama Yayang. Cie." goda mereka bertiga yang ternyata mengikuti Serly sampai ke tokonya.
"Ngapain, sih, kalian kesini?" tanya Serly sedikit nge gas.
"Mbak E, jan ngegas dong. Kite-kite datang kesini dengan maksud yang baik," katanya menambah kekesalan Serly.
"Kalo kalian datang mau ngasih duit sama gue,.. itu baru baik." jawab Serly malas.
"Kamu kenapa, sih, Ser?" tanya Anggun bingung. Ia melihat wajah sahabatnya yang sedikit murung.
"Lagi M kayaknya," terka Winji.
"Sana, ah! Gue lagi galau," usir Serly sambil mengibas-ngibaskan tangannya lesu.
"Galau? Laganya… galau segala macem lo omongin. Pacar aja gak punya. Ya kan Diba?" ucap Winji meminta persetujuan dari sahabatnya itu.
Adiba mengangguk setuju.
"Bentar lagi gue juga akan punya pacar." jawab Serly dengan sangat percaya diri.
"Ciah, gaya lo, Ser! Dari dulu gitu. Buktiin dong!" tantang Adiba.
Serly yang moodnya lagi bener-bener lagi mumet, harga dirinya merasa dijatuhkan oleh mereka semua.
Ia meraih tas yang menggantung di ujung kursi. Lalu ia keluarkan sebuah handphone yang sudah sedikit kumuh dari dalamnya.
"Kalian mau bukti?" tanyanya begitu meyakinkan.
Mereka bertiga mengangguk.
Kemudian Serly menyalakan hp-nya dan di perlihatkan pada mereka semua, sebuah foto seorang lelaki yang baru beberapa jam telah mencuri perhatiannya.
Mereka semua yang sudah dengan jelas melihat foto tersebut, menutup mulutnya tidak percaya.
Entah apa yang sekarang tengah mereka pikirkan, yang penting ia sudah membuktikannya.
Serly tersenyum miring melihat ekspresi mereka semua.
"Seriusan ini, Ser?" tanya Winji bersuara.
Serly mengangguk yakin.
"Gak salah 'kan, lo Ser?" Kali ini Adiba yang bicara.
Serly mendesah sambil melipat kedua tangannya. "Emang dimana letak kesalahannya, Ba?" tanya Serly dengan wajah bangga bisa membuat mereka keheranan seperti percaya padanya.
"Lo suka sama bocah, Ser?" tanya Winji menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gak ada salahnya 'kan, gue suka sama bocah?" tanyanya, "yang penting dia laki-laki 'kan?" elaknya.
Mereka bertiga kompak menggelengkan kepalanya.
"Daripada gue sama yang udah beristri … lebih baik gue sama bocah," ucapnya lantang dan disetujui oleh mereka bertiga.
"Iya juga sih, Ser! Tapi, by the way, tuh anak keren ,deh. Kelihatan banget dari pakaiannya juga yang beken," kata Adiba terus menelisik setiap sudut dari foto anak tersebut.
Serly tersenyum miring.
"Iya, ya. Sepertinya dia anak orang kaya," timpal Winji kagum.
Serly yang mendengar hal itu semakin melebarkan senyumannya.
Ini giliran dirinya untuk memanas-manasi mereka bertiga.
Dia tersenyum dengan ide jahil berseliweran di pikirannya.
💜💜💜💜
**Jangan lupa tinggalkan jejak kalian.
Happy reading**....
Yang tadinya Serly mau memanas-manasi mereka, dia urungkan, dan akhirnya ia menceritakan semuanya dari awal bocah tersebut datang sampai dia pergi dari sana.
"Hahaha... jadi, dia kesini cuman numpang toilet doang?" tanya Winji ngakak.
Serly menganggukan kepalanya pelan.
Hahahahaha ....
Mereka semakin tertawa keras menertawakannya.
"Yaelah, sekalinya gue terpesona. Kenapa harus kek gini. Nasib... nasib..." batin Serly merasa sedih.
Dia menatap ketiga sahabatnya yang terus tertawa bahagia di atas semua penderitaannya.
"Udah ketawanya … gue mau tutup tokonya," ucapnya seraya berdiri menatap malas ke arah mereka semua.
"Loh, kok?" Anggun merungut bingung.
"Dah, ah. Sana pulang. Nanti suami kalian nyariin," ucapnya tidak mau membahas masalahnya lagi yang tidak jauh-jauh dari kejombloannya.
"Yaelah, Ser. Kita 'kan, baru nyampe,... masa lo tega gak menjamu kita, sih!" kata Adiba dengan muka memelas.
Nah ini dia yang tidak Serly suka dari sahabat-sahabatnya itu. Mereka kalo datang pasti ada maunya saja.
Serly menatap mereka cukup lama. "Tuh di pojokan ada sapu sama pel-an. Mau?" tawarnya ketus.
Mereka bertiga bergidik jijik.
"Masa kita malah dikasih gituan, sih!" Winji menggeleng-gelengkan kepalanya tidak suka.
"Itu mah nyuruh kita buat bekerja keles," timpal Adiba malas.
"Ya udah kalo gak mau," ucap Serly tidak mau kalah.
"Yaelah, Ser. Kita tuh dah lama gak ketemu. Sekali ketemu … masa lo malah gitu, sih!" ucap Anggun akhirnya bersua.
Serly mendesah. "Gue udah bilang dari tadi. Kalo gue lagi gak ada gratisan."
Mereka semua menatap Serly penuh kecurigaan.
"Lo kenapa, sih, Ser? Coba cerita sama kita. Kali aja kita bisa bantu," tawar Winji tulus.
Serly menggeleng kuat. "Gue gak papa, Ji!" jawabnya.
"Lah itu? Lo sensi bener kayak lagi M aja."
Serly yang sudah berdiri, duduk kembali karena sudah merasakan kakinya nyem-nyeman kesemutan.
"Kantong krempeng! Puas!" jawabnya lantang dan keras.
Mereka bertiga termesem sambil melempar pandangan, dan seketika kembali tertawa, menertawakan keadaan, Serly yang begitu mengkhawatirkan.
"Mangkanya. Lo buruan kawin!" titah Winji asal ceplos.
"Eh dodol! Salah itu!" timpal Anggun.
"Harusnya?" tanya Serly tidak paham.
"Nikah atuh! Kawin mah entar setelah Menikah." jawab Adiba, dan di angguki oleh Anggun.
"Oh! Jadi, salah ya?" tanya Winji dengan ekspresi so' polos tanpa dosa.
Pletak.
Satu jari telunjuk Serly berhasil mengenai kepalanya.
"Ahhh. Sakit tahu, Ser!" aduhnya dengan memegangi kepalanya.
"Makannya. Jangan salah kalo ngomong!" ucap Serly semangat juga senang, karena berhasil mendapatkan sedikit pelampiasan kekesalannya.
Winji terus mengelus-ngelus kepalanya yang sakit sambil merungut ngambek.
"Ser!" panggil Adiba.
"Hm." Serly menatapnya malas.
"Lo mau gak gue kenalin sama cowok?" tanyanya canggung.
"Gak, ah! Nanti kek sebelum-sebelumnya. Gak Aki-aki… lo pasti kenalin gue sama orang yang beristri." tolak Serly yang memang yang selalu seperti itu.
"Gak bakal deh! Kali ini pasti lo mau dan suka."
Winji sama Anggun hanya diam mendengarkan percakapan mereka berdua yang berubah serius.
"Entahlah, Ba! Gue lagi puyeng soalnya."
Serly langsung berdiri seraya meraih tas yang tergantung, lalu ia sampirkan di bahu kirinya.
Mereka bertiga menatap Serly yang mulai menghidupkan satu persatu lampu tokonya dan sesekali mengecek semuanya jendela supaya terkunci rapat.
"Yok, kita pulang aja. Gue nebeng sampai Halte depan," ucapnya seraya mengajak mereka untuk keluar dari toko.
Hari belum begitu sore, tapi Serly sudah menutup tokonya karena hari ini begitu sepi.
Kami pulang berempat dengan menggunakan satu mobil, yaitu milik Adiba.
"Kalian mah enak. Gak perlu susah-susah nyari duit. Tiap bulan ngalir terus," ucap Serly cemburu dengan kehidupan ketiga sahabatnya yang berada jauh di atasnya.
"Sabar, Ser. Lo juga tahu 'kan, kalo kita dulu juga sama kayak lo." ucap Anggun yang berada di sebelahnya.
"Apalagi Gue, Ser. Gue kalo gak jebak anak Konglomerat itu… entah bagaimana nasib gue sekarang," timpal Adiba yang memang itu adalah kebenarannya.
"Untung tuh cowok lajang dan juga gak marah-marah," ucap Serly tersenyum konyol mengingat kejadian pada hari itu.
"Ya, gak bakal dong, Ser. Kecuali kalo udah blong … pasti dia juga tidak akan mau tanggung jawab," ucap Adiba dengan lantangnya.
Serly dan dua sahabatnya hanya geleng-geleng kepala mengingat kekonyolan yang mereka lakukan dulu.
____ Flash back ____
Semasa masih kuliah, kami sudah berteman lama. Kemana-mana kami selalu bersama. Suka dan duka kami selalu berbagi.
Kami saling curhat dan saling memberi solusi setiap apa pun masalah yang tengah menimpa kami.
Ketika kami menginginkan sesuatu juga, kami pasti akan berusaha dan saling membantu untuk mendapatkannya.
Seperti halnya Adiba.
Dia naksir sama seorang lelaki dari kalangan atas.
Lelaki itu adalah pendonatur terbesar di kampus yang kami tempati untuk menimba ilmu.
Namanya lelaki tersebut adalah Kezio Alansyar Pradito, yang sering kami panggil Zio.
Dia adalah anak kedua dari 3 bersaudara, anak lelaki satu-satunya dari keluarga Alansyar.
Zio meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai pengusaha dan donatur-donatur untuk sekolahan yang membutuhkan.
*****
Segala cara Adiba lakukan untuk mendapatkannya. Tak luput, kami juga ikut andil besar dalam semua rencananya.
Suatu hari, kampus kami mengadakan ulang tahun--- memperingati ke 17 tahunnya kampus itu didirikan.
Itu kesempatan besar buat Adiba menjebak Zio.
Dia membuatkannya sebuah cake spesial, yang itu khusus buat Zio seorang, dan yang membuat cake tersebut tak lain tak bukan adalah bikinan Serly.
Adiba memasukan beberapa serbuk memabukan ke dalam cake tersebut.
Dengan semudah membalikan telapak tangan, Adiba berhasil memberikan cake tersebut kepada Zio.
Awalnya sih, Zio menolak, tapi tak lama dia tidak tega saat melihat wajah murung Adiba yang sangat memprihatinkan, dan Zio akhirnya menerima cake tersebut, lalu ia makan bersama dengan kawan-kawannya yang turut hadir di pesta tersebut.
Adiba yang mengetahui hal itu, bingung. Dia kelabakan memikirkan apa yang akan terjadi sama kawan-kawannya Zio.
"Gimana ini, Ser, Ji, Gun?" tanya Adiba dengan wajah cemas.
Adiba bolak-balik memikirkan apa yang harus ia lakukan.
Adiba akhirnya memutuskan untuk menyuruh kawan-kawan Zio untuk pulang terlebih dahulu sebelum obatnya bereaksi.
Tidak semudah itu, Adiba juga harus menjelaskan terlebih dahulu kenapa mereka kenapa disuruh pulang olehnya.
Tentu Adiba tidak mungkin untuk menjelaskan yang sebenarnya. Namun, ia akhirnya mengurungkan niat, lalu menjelaskan apa yang sebenarnya ia lakukan pada cake tersebut.
Semua teman-temannya Zio terkejut.
"Sorry," ucap Adiba sembari menangkupkan kedua tangannya di depan.
"Entar! kalo gak kuat … gedor aja pintu orang!" ucapnya sedikit berteriak pada teman-teman Zio yang sudah mulai pergi jauh.
Serly dan Winji menyenggol bahu Adiba secara bersamaan.
"Kalo ngomong jangan asal jeplak aja. Gimana kalo ketahuan?"
Adiba nyengir, memperlihatkan deretan giginya yang gingsul.
"Ba! Ba!" Anggun mendekatinya dengan nafas yang sedikit tersengal-sengal.
"Apa?"
"Zio, Ba. Zio. Dia udah keleyengan kayaknya."
Tidak pikir panjang lagi, Adiba langsung berlari dan menghampiri Zio yang sudah dikerumuni banyak Mahasiswa lainnya.
"Awas! Minggir! Minggir!"
Adiba menyusup di antara mereka sampai ke bagian paling depan.
Dengan tidak tahu malunya, Adiba langsung membopong tubuh Zio yang sudah lemas.
"Ba! Lo mau bawa kemana tuh anak orang?" tanya Winji terheran-heran saat Adiba malah membawa Zio keluar dari kampus tersebut.
Astaga.
Serly, Winji juga Anggun menatap Adiba tidak percaya. Dia bisa senekat itu demi seorang lelaki yang dia sukai.
Seminggu setelahnya,...
Adiba tidak masuk Kampus, kabar pun tidak ada. Dan hari ini… kami bertiga harus dikejutkan oleh sebuah kabar, yang ternyata itu menyangkut satu sahabatnya.
'Adiba akan segera menikah.'
Kami menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Desas-desus pun menyeruak pesat di kampus tersebut.
Dari hal pertama sampai yang di tambah-tambahin tersebar luas.
Kami tidak menyangka, ternyata Adiba berhasil memenangkan anak Konglomerat tersebut.
Segampang itu 'kah Adiba mendapatkan hati Zio?
_____ Flash back____
"Jika gue ingat itu. Serasa mau ikutin cara lo buat dapetin Laki-laki," ucap Serly.
"Tapi, gue juga ngeri bayangin lo kayak gitu." tambahnya sambil terus membayangkan masa-masa mereka kompak dulu.
"Kayak gampang banget hidup lo, Diba! Semudah kita membalikan telapak tangan," ucap Serly lagi.
Ada rasa iri di dalam hatinya ketika melihat keempat teman-temannya dengan begitu mudah mendapatkan pasangan.
Apalagi jika mereka sedang liburan bersama, atau enggak jalan-jalan di taman.
Itu membuat jiwa kosongnya terasa terbang ke ujung senja, ikut bersama matahari yang akan menenggelamkan keindahannya.
Dalam hati, ingin sekali dia merasakan bagaimana rasanya berpegangan tangan dengan lawan jenisnya, walau hanya untuk sehari saja.
Keinginan itu terpatahkan ketika mengingat statusnya yang terus jomblo.
Nasib. Kemana-mana harus tutup mata dan telinga, saat melihat orang yang tengah bermesraan dengan pasangannya.
💜💜💜💜💜
**Jangan lupa like juga komentarnya, ya!
Saranghaeyo😘**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!