"bersediakah kau menjadi istri dan ibu dari anak anakku kelak?" Raysha tersipu saat Alfin melamarnya dengan suasana romantis di sebuah restoran ternama di kotanya.
Yup, Alfin putra satu-satunya dari pemilik perusahaan jasa konstruksi yang di kenalkan oleh orang tuanya, kini duduk bersimpuh di atas kedua lutut menghadapnya dengan sebuah cincin berlian berwarna putih di tangannya.
Bagaimana tidak di antara puluhan wanita yang mendekati dan di dekatkan dengan Alfin, tapi justru ia lah yang di pilih untuk menjadi istrinya.
Walau awalnya ia menolak mentah-mentah permintaan orang tuanya untuk bertemu dengan Alfin.
"Apa sih ma, jaman sekarang tuh gak musim jodoh jodohan." tolaknya kala itu.
Sebab dirinya yang pernah tersakiti oleh cinta, tidak pernah percaya lagi pada yang namanya cinta. Hingga sang ibu memaksa untuk bertemu dengan putra sahabatnya.
"Kenalan aja Ray, mama yakin kamu gak bakal nolak." Raysha memutar bola matanya jengah.
Dan benar saja, pesona Alfin telah berhasil menumbuhkan kembali hatinya yang sudah mengering karena cinta. Tidak hanya memiliki pesona yang luar biasa, Alfin juga tipe laki-laki yang penyayang dan bertanggung jawab. Itulah yang membuat seorang Raysha mudah jatuh hati pada Alfin putra Yudistira.
Dua tahun menjalin hubungan dekat, semakin memantapkan hati keduanya untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.
cinta dan ketulusan Alfin, tidak perlu di ragukan lagi. justru masalahnya, ia harus punya kesabaran lebih untuk menghadapi jajaran para fans yang masih berharap bisa mendapatkan hati Alfin.
Raysha mengangguk sebagai jawaban atas persetujuan dari lamaran Alfin. Kemudian Alfin berdiri dan memasangkan cincin indah itu di jari manis Raysha sebelah kiri.
"Terimakasih,"
Raysha semakin tersipu saat Alfin mendekapnya kedalam pelukan lalu mengecup ujung kepalanya.
Kabar bahagia itu tentunya telah di sambut hangat oleh kedua pihak keluarga. Tapi justru malah menjadi huru hara di lingkungan kantor.
'Selama janur kuning belum melengkung masih bisa nikung,'
Raysha menggelengkan kepala saat melewati gerombolan para staf perempuan mulai dari meja resepsionis hingga lorong menuju ruangan Alfin.
Tok tok tok.
ia mengetuk pintu ruangan Alfin kemudian membukanya sedikit untuk melihat keberadaan penghuni ruangan itu. namun ia harus kecewa karena penghuni ruangan itu tidak berada di sana.
kemudian berjalan masuk kedalam ruangan itu dan duduk di kursi kebesaran milik Alfin sembari memutarnya ke kiri dan ke kanan dengan mata terpejam.
ia tersenyum dengan mata yang masih terpejam saat merasakan sapuan lembut bibir Alfin di keningnya.
"dari tadi?"
ia menggelengkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Alfin.
"tunggu sebentar ya, mau selesaikan ini dulu,"
ia mengangguk kemudian berjalan mengikut di belakang Alfin menuju sofa berbentuk L di depan meja kerja lalu duduk disebelahnya.
seperti yang telah di rencanakan oleh kedua wanita yang paling berkuasa di keluarga mereka, hari ini mereka berdua harus melakukan fitting baju untuk akad yang akan diadakan dua Minggu lagi.
Alfin melonggarkan simpul dasi dilehernya kemudian merengkuh bahu Raysha dengan sebelah tangannya.
"capek banget ya,"
"ada kamu, capeknya hilang," ucap Alfin dengan senyum menggoda.
"ih, gombal,"
Raysha mencubit pinggang Alfin hingga Alfin meringis kesakitan. kemudian Alfin menggenggam tangannya dan menatapnya.
"beneran, aku gak bohong,"
"iya deh percaya,"
"mau pesan sesuatu?" tanya Alfin bersama dengan suara dering dari handphone milik Raysha.
"kayaknya enggak deh," jawab Raysha sambil menggoyang handphone di depan Alfin yang menampilkan tulisan mama di layarnya.
"huft," Alfin menghela nafas panjang bersama dengan suara tawa dari Raysha.
"udah yuk, kita pergi," ucap Raysha dengan sisa tawanya berdiri dengan menarik tangan Alfin.
Bukanya Alfin ataupun Raysha yang sibuk mempersiapkan acara pernikahan mereka, melainkan para orang tua tepatnya kedua ibu komandan yang sibuk wara wiri dengan semua persiapan acara pernikahan.
kini mereka telah sampai di sebuah butik ternama di kotanya untuk fitting terakhir gaun yang akan dikenakan di pernikahan mereka. namun, yang mereka lakukan hanya duduk diam di atas kursi panjang sambil menyaksikan kehebohan dua wanita yang paling berkuasa membicarakan sesuatu yang tidak mereka ketahui.
"tau begini kita gak usah kesini," ucap Alfin sambil melingkarkan sebelah tangannya di bahu Raysha.
"he em, pergi yuk. gak di butuhkan juga kita disini, semua sudah beres di tangan mama sama bunda,"
"siapa bilang kalian gak di butuhkan!"
mama berteriak dengan melipat kedua tangannya di depan dada, membuat Alfin dan Raysha terjingkat dan menegakkan kepala sambil meringis.
"Ray sini, kamu coba dulu gaunnya,"
Raysha mengangguk kemudian berjalan mengikuti langkah mama masuk kedalam ruang ganti.
di bantu oleh mama dan desainer Raysha mencoba sebuah gaun berwarna putih yang sangat indah bak putri dalam dongeng. ia tersenyum menatap pantulan dirinya di depan cermin besar yang menempel di tembok lalu berputar ke kiri dan kanan.
"cantiknya anak mama,"
mama menangkup kedua pipi Raysha kemudian mencium keningnya.
"Tuh kan, mama bilang juga apa kamu gak bakalan nolak,"
"Iya, terimakasih mama,"
"tunggu disini sebentar, mama ambil baju untuk akad biar di coba sekalian,"
Raysha mengangguk, setelah mama keluar, ia kembali menatap pantulan dirinya di depan cermin dengan senyum yang masih terukir di bibir tipisnya.
"cantik,"
Raysha menoleh kebelakang, lalu mengerutkan dahi melihat Alfin bersandar di pintu ruang itu.
"sejak kapan di situ?"
"sejak kamu senyum senyum sendiri,"
Alfin berjalan mendekati Raysha kemudian meraih pinggang Raysha kedalam pelukannya.
Raysha yang terkejut dengan pergerakan Alfin, menahan kedua tangannya di dada Alfin kemudian tersenyum.
tatapan penuh cinta tergambar jelas dari mata keduanya. bagi Raysha Alfin memang bukanlah cinta pertamanya, namun baginya Alfin satu satunya orang yang perlakuan dirinya dengan penuh cinta.
hingga beberapa menit mereka masih saling menatap dan sibuk dengan pikiran masing-masing hingga suara batuk yang di sengaja menyadarkan mereka dan melepaskan rengkuhan tangan Alfin dari pinggang Raysha.
"puas puasin dah tatap tatapannya, mulai besok kalian gak bisa tatap tatapan lagi,"
ucap mama yang di angguki oleh bunda Kamelia di sampingnya.
"kenapa?" sahut Raysha dan Alfin bersamaan.
"karena mulai besok kalian sudah di pingit. jadi, sebelum akad di laksanakan kalian sama sekali tidak boleh bertemu," terang bunda dengan menatap keduanya.
Raysha dan Alfin menyatukan dahi mereka kemudian menghela nafas panjang.
"sudah gak usah pakai drama, Kamu juga harus cobain bajunya," ucap Kamelia dengan menarik Alfin keluar.
"gak bisa coba disini sekalian Bun,"
"enak aja, bisa hamil mantu bunda ,"
Raysha tertawa mendengar Alfin dan Kamelia yang beradu mulut. setelahnya hanya terdengar suara Alfin mengaduh kesakitan yang mulai menjauh.
"coba juga yang ini,"
Raysha menerima uluran gaun kedua yang harus ia coba dari mama. kemudian Mama keluar dari ruangan itu bersama dengan suara dering handphone Raysha.
"Jonathan?!"
dahinya berkerut dengan mata menyipit melihat nama di layar handphone miliknya.
.
.
.
selamat datang di hutan cinta Alfin dan Raysha ☺️.
jangan lupa like dan comennya 🙏😘
"Jonathan?!" dahi Raysha berkerut dengan mata menyipit, lalu mengulir gambar tombol berwarna merah. kemudian meletakkan kembali handpone di dalam tasnya dan kembali mencoba gaun kedua yang berikan mama padanya.
ia menghela nafas kesal karena handphonenya kembali berbunyi hingga beberapa kali dan beberapa notifikasi pesan masuk. namun ia tetap mengabaikan hingga pulang kerumah.
"CK,"
ia berdecak saat handphonenya kembali berbunyi. namun kali ini bukan panggilan telepon atau chat melainkan panggilan video.
kemudian ia berbaring terlentang di atas kasur sambil menatap layar handphone yang kembali menyala. lalu melemparnya kesembarang arah dan mengabaikan dering ponsel yang masih berbunyi hingga berhenti sendiri.
"aaarrggghhh," ia menenggelamkan kepala di bawah bantal lalu berteriak sekencang kencangnya.
bisa kalian bayangkan, kekasih yang sangat kalian cintai dan sangat mencintai kalian. tiba tiba saja berkencan dengan wanita lain di depan mata kepala kalian, sakit bukan?
dan parahnya lagi, itu tidak hanya terjadi sekali, bahkan sudah berulang kali. dasar brengsek.
"kamu mau aku gimana," seru Jonathan kala itu.
"kalau status kamu bukan pacar aku, it's ok aku gak akan ngelarang kamu jalan sama cewek lain. tapi kamu pacar aku, wajar dong kalau aku marah," sergah Raysha dengan aura kemarahan di wajahnya.
"jadi mau kamu gimana?"
"harusnya aku yang nanya, mau kamu gimana," ujar Raysha sambil mendorong dada Jonathan dengan telunjuknya kemudian pergi.
Namun setelahnya, Jonathan masih tidak memutuskan hubungan mereka. justru malah bersikap seolah olah tidak pernah ada pertengkaran di antara mereka.
pesan romantis, coklat dan setangkai bunga mawar merah masih sering Raysha dapatkan.
aneh bukan?
jika Jonathan masih memiliki rasa padanya kenapa dia berkencan dengan wanita lain?
"aaarrggghhh," Raysha kembali berteriak di bawah bantal dengan kaki menendang nendang di atas kasur.
lalu menggigit ujung selimut, sebagai respon kekesalan. sebab Jonathan meninggalkannya tanpa memutus hubungan diantara mereka dan tanpa penjelasan sedikit pun.
ia masih ingat betul betapa kecewanya ia saat itu. bagai kertas yang robek robek kemudian di terbangkan dari ketinggian. terbang melayang tanpa arah hingga membuat ia yang pernah menjadi budak cinta tak percaya lagi dengan nama cinta.
namun takdir berkata lain, saat ia sudah kembali percaya pada cinta, tiba tiba Jonathan kembali menghubunginya.
lima tahun menghilang tanpa kabar, tiba tiba kembali menghubunginya dan berhasil mengusik hatinya.
apa Jonathan kembali hanya untuk menghancurkan hatinya yang kedua kali?
"Ray, bangun tolongin mama," Raysha hanya bergumam saat mama menggoyang goyangkan badannya.
"minta tolong apa sih ma, malam malam begini,"
"sembarangan, coba melek matanya. matahari sudah tinggi begitu di bilang malam,"
kali ini mama membalikkan tubuhnya ke posisi terlentang. hingga membuat matanya yang terpejam semakin merapat karena sinar matahari.
"aku lagi di pingit kan, gak boleh keluar rumah,"
ucap Raysha dengan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"darurat ini, semua pada sibuk. ayolah tolongin mama, kasihan Rasya sudah nunggu dari tadi," ucap mama sambil menarik selimut Raysha.
"Rasya?!"
ia langsung terbangun dan duduk sambil menatap mama yang mengangguk padanya.
sepuluh tahun terpisah dengan saudara kembarnya membuatnya merasakan rindu yang teramat sangat.
sebab Rasya memilih tinggal bersama neneknya sejak masuk kelas satu SMP.
hingga mereka sama-sama sudah dewasa hanya beberapa kali saja bertemu, itupun harus di pertemukan di sebuah acara di kota asli mamanya.
Raysha langsung melompat dari kasur menuju kamar mandi dan bersiap untuk menjemput saudara kembarnya di bandara.
begitu sampai di parkiran, ia segera berlari menuju terminal kedatangan untuk menunggu Rasya.
ia tersenyum sambil melambaikan tangan tinggi tinggi saat melihat seseorang yang sangat mirip dengannya.
"kangeenn," ucap keduanya dengan pelukan rindu, kemudian tertawa bersama.
***
kini mereka telah sampai di rumah, setelah menuntaskan rindu dengan kedua orang tua, mereka masuk kedalam kamar.
"aku gak nyangka, kamu bakalan duluin aku,"
Raysha tersenyum bangga dengan mata terpejam sebab sapuan kuas masker Rasya diwajahnya.
ini yang paling ia rindukan dari saudara kembarnya, bergantian memasang masker wajah atau berebut sesuatu yang berakhir membuat mama ngomel ngomel.
"emang baik banget ya Alfin, sampai kamu bisa langsung jatuh cinta. padahal kamu dulu pernah bilang, gak bakal mau kenal lagi sama yang namanya cinta,"
Raysha mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Rasya.
"eh, handphone kamu bunyi tuh,"
ucap Rasya sambil menaruh mangkuk masker kemudian meraih handphone Raysha yang berbeda di sebelahnya.
"Alfin video call,"
tangan Raysha berisyarat agar Rasya mengangkat panggilan telepon dari Alfin.
"kamu gak malu, muka kamu kaya ondel-ondel begitu," Rasya menunjuk muka Raysha dengan dahi berkerut.
"kamu yang jawab," ucap Raysha dengan suara semakin tertahan karena masker benar benar mengering.
"mana bisa begitu,"
"dia gak bakalan tahu kalau itu bukan aku, Kitakan mirip," lanjut Raysha dengan suara yang masih tertahan.
"iya ya," Rasya sambil mengangguk. "bener nih, aku jawab yah,"
Raysha mengacungkan kedua jempol sebagai Jawaban.
namun ketika layar handphone menampilkan dengan penuh wajah tampan Alfin, jantungnya berdebar tidak karuan. sial.
bukankah ia sudah sering berhadapan dengan orang orang tampan sebelumnya?
"kok gugup gitu sih," Rasya meringis sebagai jawaban dari pertanyaan Alfin.
"kamu baik baik saja kan?" Rasya mengangguk.
"kok gak ngomong,"
"ngomong apa?" ucap Rasya dengan suara gugup.
"Ray, aku rindu,"
wajah Rasya merah karena malu. walau kata itu tidak tujukan padanya, namun Alfin berbicara dengan menatapnya.
jadi wajarkan jika Rasya merasa malu?
setelah beberapa menit bertatap muka dengan Alfin dan hanya menjawab pertanyaannya dengan iya dan tidak, akhirnya ia bisa bernafas lega karena Alfin sudah mengakhiri panggilan videonya.
"huft, gila bisa mati berdiri kalau gini," gumam Rasya sambil memegang dadanya.
"kena juga Lo, ama pesona laki gue,"
Raysha tertawa melihat kegugupan Rasya, sambil berjalan keluar kamar mandi dan duduk di sebelah Rasya.
Rasya mencibir kearah kembarannya dengan tangan masih memainkan handphone milik Raysha. kemudian berhenti di salah satu nomor yang dengan chat yang bertumpuk. dahinya berkerut lalu normal kembali setelah itu kembali berkerut.
"ini Jonathan yang yang dulu bukan sih?"
ia menoleh pada Raysha sebentar kemudian kembali fokus menatap handphone.
"kenapa Lo buka chatnya?!" sergah Raysha sebal, kemudian merebut handphonenya dari tangan Raysha.
"dia ngajak ketemuan di acara reuni SMA, ada yang mau di jelaskan katanya,"
Raysha menghela nafas, kemudian berbaring di atas tempat tidur.
apa lagi yang mau dijelaskan, bukankah kepergiannya sudah cukup untuk menjelaskan?
"dia bilang ada kesalah pahaman,"
Raysha masih berpura-pura memejamkan mata saat Rasya menceritakan semua chat yang di kirimkan Jonathan padanya.
jujur hingga saat ini dadanya masih bergetar jika mendengar nama Jonathan. ia tidak bisa terima begitu saja dengan penghianatan yang telah Jonathan lakukan padanya.
lantas apa yang akan ia lakukan jika Jonathan benar benar kembali?
Raysha berjalan mondar-mandir di balkon hotel dengan menempelkan handphone di depan mulutnya.
sejak pagi, ia dan keluarga besarnya sudah berada di hotel tempat dilangsungkannya akad.
ia mendesis sambil berkacak pinggang melihat angka jam digital di layar handphonenya.
'Ray, aku menunggumu,'
'aku yakin kamu pasti datang,'
'kau tidak akan pernah biarkan aku menunggu,'
'aku mencintaimu,'
lalu kembali menempelkan handphone di depan mulut setelah membaca pesan chat dari Jonathan.
iya, Jonathan. setelah Rasya membacakan chat dari Jonathan malam itu, ia semakin di buat penasaran kembali oleh seorang Jonathan. membuat jarinya tergerak untuk membalas setiap chat yang Jonathan kirim.
apa masih ada rasa yang tertinggal dihatinya? entahlah, ia pun tak tahu. namun hati kecilnya mengatakan harus datang pada reuni hari ini.
setengah sepuluh pagi akad nikahnya dengan Alfin di mulai. dan tepat pukul sepuluh pagi ia harus berkumpul di tempat yang sudah ditentukan oleh panitia reuni.
jika ia duduk sebagai mempelai, otomatis ia tidak akan datang ke acara reuni. tapi jika ia pergi ke acara reuni lantas bagaimana dengan pernikahannya?
klik.
ditengah kebimbangan hati, pintu kamar hotel terbuka. ia tersenyum bersama masuknya Rasya dengan membawa gaun yang bergantung di hanger.
setelah pintu tertutup kembali, ia segera berlari dan menarik tangan Rasya hingga kedepan meja rias.
"ada apa Ray?" tanya Rasya binggung sebab Raysha menariknya dengan berlari.
"Sya, Lo lihat muka kita samakan?"
Raysha menunjuk mukanya dan Rasya bergantian dengan menatap cermin di hadapannya. kemudian mendapat anggukan dari Rasya yang masih menatapnya bingung.
"gue harus pergi ke reuni itu,"
"maksud kamu,"
Rasya menoleh pada Raysha dengan dahi berkerut.
"tolong gantiin posisi gue di akad nikah nanti,"
"Ray!" bentak Rasya dengan menatap tajam pada Raysha.
"gue mohon bantuan Lo kali ini saja. gue benar-benar harus pergi. gue gak terima Jonathan ninggalin gue gitu aja. gue mau balas sakit hati gue," ujar Raysha dengan tatapan mengiba.
"jangan gila Ray, kalau ada yang tahu bagaimana?"
"Lo lihat kan? wajah kita sama. orang lain gak bakal tahu kita tukar tempat,"
Raysha memegang kedua bahu Rasya dari belakang dan menghadap kembali ke depan cermin.
Rasya menatap pantulan dirinya dan Raysha dari cermin. benar saja, orang lain tidak akan bisa membedakan dirinya dan Raysha jika tidak melihat tahi lalat di tengkuk Rasya.
"tapi bagaimana dengan mama? kita tidak akan bisa berbohong di depannya,"
"maka dari itu, usahakan jangan sampai mama tahu," ucap Raysha sambil mengangguk mantap.
tok tok tok.
mereka berdua menoleh kearah pintu yang di ketuk.
"sepertinya tukang makeup sudah datang," ucap Raysha sambil berjalan membuka pintu.
"mbak Raysha ya?"
"ada di dalam, silahkan masuk,"
mata Rasya melotot pada Raysha saat menunjuk dirinya. lalu Raysha tersenyum dan mengangguk padanya.
"wah, mbaknya kembar ya? bisa mirip begitu ya," kata salah satu dari perias itu dengan mengetuk ngetuk jari di dagunya. lalu menatap lekat pada Raysha dan Rasya.
"hus! namanya juga kembar. ya pasti mirip lah!" sahut teman perias itu dengan menyenggol lengan temannya hingga meringis.
"Sya, aku pergi dulu,"
Raysha melambaikan tangan dan segera pergi, sebelum Rasya berubah pikiran dan mengacaukan rencananya. dengan membawa gaun milik Rasya ia berjalan keluar dari kamar hotel dengan mengenakan masker untuk untuk menutupi sebagian wajahnya.
ia berlari saat melihat sebuah pintu lift yang terbuka kemudian masuk kedalamnya. namun, ia justru di hadapkan pada masalah yang sesungguhnya saat Alfin berada satu lift dengannya.
'ya Tuhan, kenapa bisa seperti ini,'
dadanya berdetak tidak karuan, saat menangkap bayangan dari dinding lift Alfin sedang menatapnya. namun ia harus pandai menyembunyikan wajahnya dengan berpura-pura menjadi orang lain dan sibuk memainkan handphone.
Ting.
ia bisa bernafas lega saat pintu lift terbuka, dan keluar dengan langkah setengah berlari.
***
Rasya menatap pantulan dirinya di depan cermin. seharusnya, mengenakan gaun indah di pernikahan adalah impian bagi setiap wanita. namun, tidak berlaku untuknya saat ini. sebab ia tidak sedang menikah, melainkan bermain-main dengan bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
ia berjalan tertunduk dengan lengan diapit oleh mama yang berjalan tepat di sebelah kanannya.
entah mengapa, mama yang biasanya ceriwis dan berkomentar ini itu kali ini menjadi pendiam. apa mungkin itu sebuah keberuntungan yang menguntungkan untuknya dan Raysha?
"Huft," ia menghela nafas panjang saat melihat punggung tegap Alfin yang duduk menghadap papa.
dadanya semakin berdebar, saat mama menuntunnya duduk di kursi sebelah Alfin yang sudah menunggunya untuk melangsungkan akad nikah.
ia bisa menangkap dari ekor matanya, Alfin menatapnya dengan senyum. namun ia justru semakin tertunduk di bawah siger yang terpasang indah menghiasi kepalanya.
matanya terpejam, dan setitik air mata berhasil lolos melewati pipi mulusnya, saat Alfin menjabat tangan papa dan mulai mengucapkan kalimat sakral yang seharusnya ia dengar dari orang yang ia cintai.
ia harus segera menghapus sudut matanya saat para saksi yang duduk si belah kanan dan kirinya meneriakkan kata sah.
tangannya gemetar dan mendadak terasa dingin, bahkan lebih dingin dari es saat mencium tangan Alfin yang telah sah menjadi suaminya. lalu matanya terpejam saat Alfin menangkup kepalanya dan mencium keningnya.
tidak hanya sampai disitu, ia harus kembali menyalakan bom waktu saat sungkem yang dilakukan kepada orang tua Alfin.
"selamat ya sayang, semoga kalian selalu bahagia," bunda Alfin memeluknya kemudian mencium keningnya.
begitu juga dengan ayah Alfin, walau tidak mengatakan apapun kebahagiaan terlihat jelas dari wajahnya.
kedua orang tua Alfin menerimanya dengan tangan terbuka. memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus. namun apa yang ia lakukan pada mereka? membohongi dan bahkan sangat mengecewakan mereka.
bagai tertusuk ribuan jarum, ia bisa merasakan betapa hancurnya saat mereka semua mengetahui perbuatannya dengan Raysha suatu saat nanti.
ia semakin tak berani mengangkat kepalanya saat di hadapan mama. namun, mama memberikan ciuman keningnya lalu memeluknya.
"mama tidak tahu apa yang sedang kalian rencanakan. tapi mama tahu apa yang kalian lakukan," mama menghapus sudah matanya yang berair.
" hentikan sebelum kalian menyesalinya,"
ia menatap mata mama dengan mulut bergetar.
apa mama tahu yang sebenarnya?
.
.
.
hayo, kira kira mama tahu gak nih?
aku tunggu jawabannya di kolam komentar ☺️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!