NovelToon NovelToon

IVANNA, Putri Sultan Milik CEO

Ayah Sakit

Ivanna Hanindya Dirgantara, gadis cantik Putri mahkota keluarga Dirgantara, Tumbuh dan besar menjelma menjadi perempuan dewasa yang begitu anggun, tagas dan di segani oleh banyak orang.

Gadis cantik yang memiliki segudang kepandaian yang tidak di miliki oleh gadis lain mulai dari bidang ilmiah, olah raga, bela diri, maupun otomotif. Kekayaan yang tiada batas, membuatnya bisa mendapatkan apapun yang ia inginkan.

Kini Ivanna kecil sudah berusia 21 tahun dengan sebidang prestasi yang sudah ia raih bersama dengan sang Abang yaitu Fajri. Mulai dari gelar sarjana yang ia dapatkan di tambah dengan gelar profesor karena menemukan hal baru dalam proses pembuatan roket pertama perusahaan Fajri.

Saat ini Ivanna berada di tempat latihan menembak, ia menikmati masa dimana ia masih bisa bebas melakukan apapun tanpa ada hambatan dan yang lainnya. Hingga ponsel Ivanna berdering, sang asisten pribadi Irfan menelfonnya.

"Nona, Tuan Irfan terkena serangan jantung, kini beliau tengah berada di ruangan ICU. Nyonya Fajira sudah dalam perjalanan kemari. Saya tidak bisa melakukan apapun karena dokter harus meminta izin kepada pihak keluarga, Nona!" ucap Pandu lirih.

Bagaikan tersengat listrik Ivanna menjatuhkan ponsel mahalnya karena mendapatkan panggilan itu. Ia segera pergi menuju rumah sakit ketika mendapatkan kabar yang sangat tidak ia inginkan. Beruntung suasana jalan tengah lengang dan ia bisa melajukan mobilnya dengan kencang menuju rumah sakit Dirgantara.

Ivanna bertemu dengan Fajri di loby rumah sakit, mereka berlarian menuju ruang ICU dimana Irfan tengah di rawat.

Bahkan Fajira pun bergegas dengan cepat untuk pergi kerumah sakit dan beruntung saat ini ia sudah berada di dalam ruangan itu.

Jantung Fajri dan Ivanna serasa ingin lepas, ketika mendengarkan kabar itu. Dengan cemas, mereka menunggu orang tuanya yang masih berada di dalam.

"Bang, Ayah gak apa-apa 'kan?" tanya Ivanna yang sudah menangis.

Tubuhnya gemetaran dengan wajah yang pucat, membuat Fajri segera memeluk gadis cantik itu. Ia mengelus kepala Ivanna dengan lembut.

"Kita harus banyak berdo'a, sayang!. Semoga, ayah baik-baik saja!" ucap Fajri dengan suara yang bergetar.

"Hiks, Dede takut, bang!" ucap Ivanna tersedu.

Abang juga takut, sayang! Sungguh, bahkan sangat takut!. Batin Fajri khawatir.

Ia berusaha agar selalu terlihat kuat di depan Ivanna dan keluarganya. Tidak ada yang bisa ia lakukan saat ini, selain berdo'a untuk keselamatan sang Ayah.

Hampir Setengah jam mereka berdiri di sana, hingga dua orang perawat keluar sambil mendorong brankar yang membawa Fajira yang sudah tidak sadarkan diri, dan masih memakai pakaian khusus.

"Bunda? Bunda!" pekik Fajri terkejut ketika melihat sang bidadari cantiknya tergeletak.

"Buna!" ucap Ivanna yang juga memekik.

Mereka segera mengikuti brankar itu menuju IGD yang berada tak jauh dari sana.

"Abang, kenapa bisa seperti ini?" ucap Ivanna menjambak rambutnya.

Tubuhnya lemas dan luruh ke lantai, di depan bilik Fajira. Fajri segera memeluk Ivanna yang sudah bersimpuh dan menenangkan adiknya.

"Sayang, jangan seperti ini! Jangan lemah, dek! Nanti, Abang sama siapa?" ucap Fajri membantu Ivanna untuk berdiri.

"Hisk, kenapa? kenapa ayah dan Bunda harus sakit?" teriak Ivanna menarik perhatian orang yang ada di sana.

"Dek, tenang, sayang! tenang, dek!" ucap Fajri memeluk Ivanna.

Ia tidak kuasa menahan laju air matanya. Mereka hanya bisa menangis di balik tirai itu, hingga dokter yang memeriksa Fajira keluar dari sana.

"Tuan, Fajri? Nyonya Fajira, sudah siuman!" ucap dokter itu.

Ivanna langgsung bangkit dan melihat keadaan Fajira yang terlihat lemah dan kelelahan.

"Buna? hiks, jangan sakit-sakit! siapa yang akan merawat ayah dan kami nanti?" ucap Ivanna menangis tersedu sambil memeluk Fajira.

"Ayah gak apa-apa, dek! Bunda hanya kelelahan dan panik!" ucap Fajira lirih sambil mengusap kepala Ivanna lembut.

"Hiks, Dede takut, Buna. Dede takut!" ucap Ivanna masih terisak di bahu Fajira.

Sementara Fajri berusaha untuk menenangkan dirinya, ia harus kuat saat ini. Ia menatap Ivanna dan Fajira lekat, mereka adalah tujuan hidupnya saya ini, dan juga Safira.

"Bang?" panggil Fajira.

Air mata Fajri kembali menetes tanpa bisa ia tahan sedikitpun. Ia mendekat ke arah Fajira dan ikut memeluk mereka sambil menangis.

"Hiks, ternyata Abang gak kuat, Bunda! Abang juga takut!" ucap Fajri tak kalah terisak.

"Sudah, sayang. Bunda, di sini. Semuanya baik-baik saja!" ucap Fajira menenangkan anak-anaknya.

"Jangan sakit-sakit!" ucap Fajri dan Ivanna bersamaan.

"Iya, nak. Bunda hanya kelelahan. Sekarang, coba lihat keadaan Ayah dulu!" ucap Fajira tersenyum.

"Dede, temani, Bunda di sini ya. Abang mau lihat Ayah dulu!" ucap Fajri Mengusap air matanya.

"Iya, bang. Kasih tau Dede, bagaimana keadaan, Ayah!" ucap Ivanna masih tersedu.

"Iya, sayang. Kamu berbaring aja di samping, Bunda!" ucap Fajri mengangkat tubuh lemah Ivanna untuk naik ke atas brankar.

"Abang pergi dulu, Bunda, Dede!" ucap Fajri mengecup kening mereka bergantian.

"Iya, nak!" ucap Fajira tersenyum.

Fajri segera melangkah menuju ruangan ICU dimana Irfan tengah di rawat. Beruntung ia berpapasan dengan Safira yang sedang berlari ke arahnya.

"Mas!" panggil Safira dan langsung memeluk Fajri.

"Sayang?" panggil Fajri tercekat.

"Keadaan Ayah sudah stabil, Mas! Tetapi Ayah belum sadar. Aku baru keluar dari ruang ICU!" ucap Safira memeluk Fajri erat.

Air mata pria tampan itu kembali menetes, dengan perasaan lega yang perlahan menghampirinya. Ia hanya memeluk Safira di lorong itu tanpa menghiraukan orang yang berlalu lalang.

"Kata perawat yang ada di sana, Bunda pingsan, Mas? bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Safira khawatir.

"Bunda sudah sadar, sayang. Sekarang sedang bersama Ivanna di ruang IGD," ucap Fajri lirih

"Kita harus kuat, Mas! Yuk kita lihat keadaan Ayah dulu!" Ajak Safira.

Mereka berjalan sambil bergandeng tangan. Fajri masih berusaha untuk menguasai diri dan emosinya, agar tidak menjadi pusat perhatian orang lain.

Kebetulan, ketika Fajri berada di depan pintu ruang ICU. Dokter yang menangani Irfan juga baru keluar, dan mereka berpapasan. Fajri segera memberondong dokter itu dengan berbagai macam pertanyaan.

"Tuan Irfan sudah melewati masa kritisnya. Kita hanya tinggal menunggu, kapan Tuan Irfan sadar! Anda beruntung, Nyonya Fajira begitu hebat dalam menangani kasus seperti ini!" ucap dokter laki-laki itu mengusap bahu Fajri.

"Syukurlah! apa saya boleh masuk ke dalam, dokter?" tanya Fajri penuh harap.

"Boleh, tapi hanya satu orang saja. Silahkan masuk, nanti akan ada suster yang membantu untuk mensterilkan, sebelum bertemu dengan pasien!" ucap dokter itu.

"Terima kasih, dokter!" ucap Fajri memaksakan senyumnya.

"Masuk lah, Mas! Aku akan menunggu di sini," ucap Safira mengelus punggung Fajri dengan lembut.

"Iya, sayang!" Ucap Fajri melangkah masuk ke dalam ruangan itu.

Ia harus mengikuti serangkaian protokol yang wajib untuk ditaati. Dengan memakai baju khusus, Fajri berjalan mendekat kearah Irfan yang terbaring lemah di atas brankar.

Ia menggenggam tangan sang Ayah dengan lembut dan mengecupnya. Air mata Fajri kembali menetes membasahi pipinya dan tangan Irfan.

"Ayah?" panggil Fajri tercekat.

"Ayah, kenapa bisa sakit? Bangun yuk! Kami semua membutuhkan, Ayah. Bunda juga sedang sakit, Ayah!" ucap Fajri terisak.

"Bangun, yuk! Ayah pasti kuat, Ayah pasti bisa melewati ini semua. Aji mohon! ternyata Aji tidak sekuat itu," ucap Fajri semakin terisak.

Sudah lama ia tidak menangis seperti ini. Tubuh kuatnya melemah ketika dihadapkan dengan berita yang sangat tidak ingin ia dengar.

Fajri terus mengajak ayahnya berbicara, hingga Irfan menunjukkan pergerakan sadar dari kritisnya.

"Ayah? Ayah bangun?" tanya Fajri terkejut dan berbinar sambil mengusap air matanya.

Ia segera memencet tombol emergensy agar dokter bisa datang dengan cepat.

"Syukurlah, Ayah sudah bangun! hiks,... Jangan sakit lagi! Aji gak mau kehilangan, Ayah!" ucap Fajri terisak dan memeluk Irfan.

"A-ayah, gak apa-apa nak!" ucap Irfan lirih dan terbata.

"Permisi! Maaf, Tuan Fajri, silahkan anda menunggu di luar. Biarkan saya memeriksa bagaimana keadaan, Tuan Irfan!" ucap dokter.

"Tolong Ayah saya, dokter!" ucap Fajri sebelum keluar dari ruangan itu.

Fajri segera melepas semua atributnya dan berjalan keluar menghampiri Safira yang masih berdiri di depan pintu dengan tangan yang gemetaran.

"Sayang?" panggil Fajri tersenyum dan langsung memeluk istrinya.

"Bagaimana keadaan, Ayah, sayang?" tanya Safira tidak sabar.

"Ayah, sudah siuman!. Sekarang kamu susul, Bunda. Biar aku yang menjaga ayah di sini!" ucap Fajri lega.

"Ah, syukurlah! aku melihat kondisi, Bunda dulu, Mas. Kamu yakin aku tinggal sendiri?" ucap Safira menangis haru dan memastikan keadaan Fajri.

"Iya, Aku gak apa-apa, sayang! Hati-hati, ya!" ucap Fajri tersenyum dan menghapus air mata Safira.

Ibu muda itu segera pergi ke tempat Ivanna dan Fajira untuk memberitahukan kabar baik ini. Ia berjalan cepat menuju bilik khusus di ruang IGD agar bisa pergi dengan mertuanya.

"Bunda?" panggil Safira ketika melihat Fajira masih terbangun, sambil mengusap kepala Ivanna yang sudah terlelap.

"Kak? bagaimana keadaan, ayah?" tanya Fajira lirih.

"Ayah sudah siuman, Bunda. Tadi lagi di periksa sama dokter," ucap Safira mengelus lembut kepala Fajira.

"Ah, syukurlah. Bunda, sangat takut jika terjadi sesuatu kepada, Ayah!" ucap Fajira bernafas lega.

"Semoga, semuanya baik-baik saja, Bunda!" ucap Safira.

"Aamiin. Sekarang satu hal yang bunda takutkan! Karena Ayah sakit, otomatis Ivanna akan menggantikan posisi, ayah! Bunda takut, Dede belum siap!" ucap Fajira menghela nafasnya.

"Aku yakin, Dede itu wanita yang kuat, Bunda. Kita harus mendukungnya apapun keputusan, dede nanti!" ucap Safira menguatkan mertuanya.

"Semoga, saja!" ucap Fajira tersenyum.

Mereka menunggu beberapa saat hingga Ivanna terbangun dari tidurnya dan Fajira sudah merasa lebih baik.

Dokter mengatakan, jika perkembangan Irfan cukup bagus, dan sebentar lagi bisa di pindahkan ke ruang rawat inap.

🌺🌺🌺

TO BE CONTINUE

Tinggalkan like ya gais 😍😍

Keputusan

Ivanna memilih untuk masuk ke dalam ruangan ICU dan bertemu dengan Irfan yang baru saja terbangun dari tidurnya.

"Ayah?" panggil Ivanna lirih di samping brankar Irfan.

"Iya, sayang! Ayah gak apa-apa!" ucap Irfan tersenyum dan meraih kepala Ivanna.

"Jangan sakit-sakit! Dede gak mau Ayah sakit!" ucap Ivanna terisak sambil memeluk Irfan.

"Ayah sudah lebih baik, sayang. Maafin ayah, karena gak bisa jaga kesehatan!" ucap Irfan tersenyum dengan maksud tertentu.

"Ayah, jangan ngomong seperti itu. Mulai sekarang biar Dede yang gantiin, Ayah kerja. Ayah, istirahat saja di rumah ya!" ucap Ivanna terisak.

"Dede, yakin mau gantiin, Ayah? Kerajaannya berat lo, nak!" ucap Irfan lirih dan terkekeh.

"Dede kuat, Ayah!. Yang penting Ayah sembuh dan kita terus bersama!" ucap Ivanna menatap Irfan lekat.

"Baiklah! Nanti biar abang yang mengurusnya, sayang!. Jangan nangis lagi, banyak-banyak berdo'a, biar ayah cepat sembuh! Ya?" ucap Irfan tersenyum.

"Iya, Ayah!" ucap Ivanna tersenyum.

Irfan masih berada di ruang ICU, karena dokter harus melakukan beberapa observasi lagi dan memastikan jika kondisinya memang benar-benar sudah lebih baik.

Mereka berbincang di sana hingga Irfan terlelap karena merasakan usapan lembut dari tangan Ivanna.

"Cepat sembuh, Ayah! Dede akan melakukan apapun untuk kesembuhan Ayah!" ucap Ivanna mengecup kening Irfan sebelum ia keluar dari ruangan itu.

Berjalan dengan langkah gontai, Ivanna segera memeluk Fajri ketika berada di luar.

"Abang!" Panggil Ivanna lirih.

"Iya, sayang? apa Ayah baik-baik saja?" tanya Fajri memeluk Ivanna dengan erat.

"Ayah, baik-baik saja, bang. Mungkin sebentar lagi akan keluar!" ucap Ivanna menyandarkan kepalanya di dada bidang Fajri.

"Hmm, apa abang bisa bantu, dede?" tanya Ivanna mengurai pelukannya dan menatap pria tampan itu.

"Bisa, sayang. Dede mau, apa?" tanya Fajri tersenyum.

"Dede, gak mau Ayah sakit lagi! Ayah, harus banyak istirahat, bang. Mulai besok Dirgantara CORP akan Dede ambil alih, apa Abang bisa membantuku?" ucap Ivanna penuh harap.

"Kamu sudah yakin, sayang?" tanya Fajri terkejut.

"Sudah, bang. Tapi Abang bimbing Dede, ya!" ucap Ivanna kembali memeluk Fajri dengan erat.

"Iya, sayang. Pasti, Abang bantu!" ucap Fajri menghela nafasnya dan mengusap kepala Ivanna lembut.

Fajira dan Safira hanya terdiam mendengarkan keputusan Ivanna yang akan mengambil alih perusahaan. Bukan karena meragukan kemampuan gadis itu, tetapi karena besarnya tanggung jawab yang akan di emban nanti.

"Sekarang, Dede sama Bunda pulang dulu. Gantian kita jagain ayah, biar Abang disini sama kakak!" ucap Fajri tersenyum.

"Iya, bang. Jangan lupa kabari Dede, nanti!" ucap Ivanna berat untuk meninggalkan Irfan.

Ia berjalan keluar dari rumah sakit bersama dengan sang ibunda. Wajah sendunya sangat terlihat dan tidak bersemangat.

"Sayang?" panggil Fajira lembut.

Ia begitu merasakan kegudahan di dalam hati Ivanna.

"Iya, Buna?" jawab Ivanna lirih.

"Dede yakin dengan keputusan besar itu?" tanya Fajira lembut.

"Yakin, Buna. Ada abang yang akan mendampingi, dede! Yang penting, Ayah sehat dan kita bisa berkumpul lagi, Buna!" ucap Ivanna dengan mata yang berkaca-kaca.

"Jangan di paksa, jika Dede belum sanggup, sayang!" ucap Fajira.

"Dede sanggup, buna! Dede pasti bisa!" ucap Ivanna sambil menghela nafasnya.

"Ya sudah, kalau memang itu keputusan dede, bunda akan mendukungnya. Tapi, jangan terlalu memaksa ya, sayang! Bunda gak mau, kalau dede ikutan sakit juga!" ucap Fajira tersenyum dan mengelus kepala Ivanna lembut.

"Iya, buna!" ucap Ivanna tersenyum.

Perlahan mobil berhenti di halaman rumah yang masih terlihat bagus, walaupun sudah di tinggal berpuluh tahun lamanya.

"Langsung istirahat, sayang! nanti malam kita ke rumah sakit lagi!" ucap Fajira mengecup kening Ivanna.

"Iya, Buna juga istirahat ya!" ucap Ivanna tersenyum dan mengecup pipi Fajira.

Mereka melangkah menuju kamar masing-masing. Ivanna berjalan lesu menuju kamarnya dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

Ceklek,...

Pintu terbuka, ia menatap ruangan yang sudah di huni selama 20 tahun lamanya, menjadi saksi tentang semua keinginan yang pernah ia sebutkan.

"Tuhan, apakah aku sanggup menggantikan, ayah?" ucap Ivanna bersandar di pintu kamarnya dengan air mata yang kembali menetes.

Sejenak Ivanna termenung, membulatkan tekat dengan pilihan yang ia ambil. Mata tajamnya menyala, dengan tangan yang mengepal.

"Ya, ini adalah keputusan yang tepat! Ini adalah takdirku, semuanya sudah disiapkan sesempurna mungkin! Aku harus bisa!" ucap Ivanna tegas.

Ia berdiri tegap, dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Setelah 15 menit, Ivanna keluar dengan tubuh yang lebih segar tak lupa dengan wajahnya yang datar. Menatap cermin besar yang ada di dalam kamar itu sambil menggunakan beberapa skin dan body care.

"Semangat, Ivanna! Demi Ayah dan keluarga!" ucap Ivanna tersenyum tipis.

Ia segera membaringkan tubuh lelahnya setelah menggunakan pakaian. Mata yang tertutup, namun fikirannya masih menerawang tentang semua keinginan yang sering ia ucapkan.

"Aku ingin mengalahkan diva dunia! Aku akan menjadi penyanyi yang sangat hebat ketika besar nanti!" teriak Ivanna setelah monton konser Celine Dion, Byonce dan yang lainnya melalui virtual.

"Aku mau menjadi ilmuan, menemukan banyak obat-obatan untuk penyakit yang belum ditemukan penawarnya!" ucap Ivanna ketika memilih jurusan fisika.

"Tuhan, bolehkah aku memilih untuk jadi orang biasa saja? Aku ingin berjalan-jalan tanpa di ganggu oleh orang lain, aku ingin menghabiskan waktu sendiri tanpa ada yang berteriak memanggil namaku!" ucap Ivanna kesal.

"Ah, akhirnya aku akan semakin terkenal di mana-mana, setelah menggantikan Ayah. Pasti semakin banyak buaya darat yang akan mendekatiku!" ucap Ivanna menghela nafasnya.

"Apa kabarnya mereka setelah lima tahun berlalu?" tanya Ivanna yang tidak mendapatkan info lagi

Tono dan Bryan, menghilang seperti di telan bumi. Selama lima tahun ini, mereka tidak menampakkan batang hidungnya di hadapan Ivanna. Entah mengapa, hanya ada satu fikiran Ivanna, yaitu ultimatum dari Fajri. Ia yakin, jika Abang tampannya itu telah memberikan mereka peringatan agar tidak mendekatinya.

"Aku tidak bisa membayangkan, jika mendapat suami possesif dan cemburuan seperti Abang dan Ayah! Pasti akan semakin melelahkan untuk menghadapi sikap mereka!" ucap Ivanna tersenyum dan menggeleng.

"Wanita karier, I'm coming!" ucap Ivanna sebelum terlelap.

🌺🌺

Setelah menjalani observasi, Irfan diperbolehkan untuk pindah ke ruang rawat inap. Fajri dan Safira dengan telaten mengurus sang Ayah. Beruntung, Safira sempat menitipkan si kembar ke rumah Mama Hersy, sehingga mereka tidak terlalu risau.

"Bang, Tolong kamu panggil pengacara kita!" ucap Irfan ketika sampai di ruang rawatnya.

"Ada masalah apa, Yah?" tanya Fajri mengernyit.

"Ayah akan mengalihkan semua saham Ayah untuk, Ivanna. Tolong kamu atur, agar Dede bisa jadi CEO di perusahaan!" ucap Irfan tersenyum.

"Ayah, lebih baik Ayah sembuh dulu. Baru kita bicarakan lagi hal ini!" ucap Fajri lembut.

"Gak apa-apa, bang. Ayah yakin para pemegang saham tengah ricuh karena Ayah sakit! Ayah tidak mau siapapun merebutnya!" ucap Irfan.

"Ayah!" tegas Fajri yang tidak suka ketika Irfan lebih memilih membahas perusahaan dari pada kesehatannya.

"Apa kamu mau perusahaan Ayah jatuh ke tangan yang salah?, Banyak yang bergantung hidup dengan kita, Bang! Hanya itu yang Ayah fikirkan. Ayah gak takut bangkrut, namun ada ratusan ribu karyawan yang akan kehilangan pekerjaan karena kelalaian kita!" terang Irfan membuat Fajri terdiam.

"Baiklah! Aji akan memanggil pengacara kita!" ucap Fajri pasrah.

🌺🌺

"Besok akan saya bacakan semua keputusan ini pada rapat pemegang saham. Saya mohon bantuan dari Tuan Fajri, sebagai pemilik saham nomor dua terbesar setelah Tuan Irfan!" ucap Pengacara Gilang Purnama.

"Itu pasti, pak! Saya akan membantu!" ucap Fajri tegas.

Semua orang sudah berkumpul di kamar inap Irfan. Termasuk Ivanna dan Fajira. Gadis itu hanya terdiam, namun otaknya berpikir dan mencerna apa yang di lakukan oleh sang Ayah.

Aku menjadi pemegang saham terbesar di sana. 60 persen, itu jumlah yang sangat besar!. Batin Ivanna.

"Apa, Ayah yakin, mau memberikan semua saham itu kepada, Dede?" tanya Ivanna ragu.

"Tentu, sayang. Kalau kamu tidak mempunyai saham sebanyak itu, akan susah untuk memimpin perusahaan! Bisa jadi mereka akan memilih Abang atau orang lain yang akan di angkat menjadi CEO!" terang Irfan lirih.

"Baiklah! Tapi Dede ada syarat!" ucap Ivanna menawar.

"Apa syaratnya, sayang?" tanya Irfan.

"Selagi syarat kamu masih bisa di cerna oleh akal sehat, Abang akan mengabulkannya!" ucap Fajri.

"Hmm,... Dede mau beli Moge. apa boleh?" cicit Ivanna.

Semua orang terkejut dengan permintaan gadis cantik ini.

"Gak boleh!" teriak Irfan dan Fajri bersamaan dan membuat semua orang yang ada di sana terlonjak kaget.

Wajah Ivanna langsung berubah cemberut dan terlihat seperti ingin menangis.

"Sayang, Kamu itu perempuan! Bagaimana kalau terjadi apa-apa nanti!" ucap Fajri lembut.

"Tapi, dede bisa membawanya, bang! Motornya juga udah Dede pesan, besok sudah datang!" ucap Ivanna cemberut.

"Astaga!" ucap mereka tidak menyangka.

"Keren kamu, dek! nanti ajarkan, kakak ya!" ucap Safira bertepuk tangan.

"Sayang!" ucap Fajri melotot.

"Ihh!" delik Safira.

Mereka hanya pasrah dengan permintaan Ivanna yang sangat berbahaya itu. Namun mereka tidak terlalu risau karena Ivanna memang memiliki hobi dalam otomotif juga.

Fajri dan Safira memilih untuk pulang dan bergantian dengan Ivanna dan Fajira untuk menjaga Irfan yang sudah terlelap di atas brankarnya.

🌺🌺🌺

TO BE CONTINUE

tinggalkan like nya gais 😍😍

CEO Baru Dirgantara CORP

Seorang gadis cantik yang tengah menggunakan blezer hitam dan membalut tubuh rampingnya dengan sempurna, tak lupa rok span selutut yang menambah kesan seorang wanita karir. Ivanna terlihat cantik dengan rambut panjangnya yang terurai dengan indah.

Hari ini adalah hari dimana ia akan mengemban sebuah tanggung jawab yang begitu besar, menggantikan sang Ayah untuk memimpin perusahaan yang semakin maju setiap harinya.

Huft,... Ayo, Ivanna! kamu pasti bisa melalui ini semua. Ini adalah hal yang mudah untuk di lakukan!. Batin Ivanna menyemangati dirinya.

Ia melangkah keluar dari kamar, dengan membawa tas kremes kesayangannya. Menemui seluruh anggota keluarga yang juga ikut pergi ke kantor untuk menghadiri acara peresmian ini.

Sudah satu minggu berlalu semenjak irfan jatuh sakit. Kini pria setengah abad yang masih terlihat tampan itu, harus menggunakan kursi roda untuk sementara waktu hingga kondisinya kembali pulih.

Benar saja, terjadi perebutan kekuasaan sementara di kalangan pemegang saham. Beruntung Fajri datang dan mengambil alih, hingga saham Irfan sudah resmi di alihkan atas nama Ivanna.

Para pemegang saham berdebat dan menentang keras keputusan Irfan dan Fajri yang mengangkat Ivanna sebagai CEO baru. Namun Fajri bisa membungkam semuanya orang, ketika mengancam akan membeli saham mereka atau hal yang lainnya.

Ivanna yang mendengarkan hal itu, membuat emosinya menggebu-gebu. Ia akan membuktikan kepada semua orang, jika ia bisa membawa Dirgantara Corp lebih maju lagi.

"Wah, cantiknya anak, ayah!" ucap Irfan tersenyum memuji Ivanna.

"Apa Ayah baru sadar, kalau dede itu cantik?" ucap Ivanna mengibaskan rambutnya.

"Hahaha, anak gadis Ayah ini selalu cantik setiap hari! sini cium dulu!" ucap Irfan merentangkan tangannya.

"Mau dong!" ucap Ivanna terkekeh dan memeluk Irfan setelah mendapatkan kecupan dari ayahnya.

"Jangan takut dengan siapapun, sayang! Kamu punya Ayah dan Abang yang akan melindungi kamu nanti!" ucap Irfan tersenyum sambil mengelus punggung Ivanna dengan lembut

"Iya, Ayah. Dede gak takut sama siapapun! Dede akan membuktikan kepada dunia, jika Dede bisa mengejar, Abang dengan memajukan perusahaan!" ucap Ivanna mengurai pelukannya sambil tersenyum dan menatap Irfan.

"Bagus, Anak gadis Ayah ini memang perempuan yang kuat dan hebat seperti, Bunda!" ucap Irfan tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.

"Karena itu, Dede berani mengambil tanggung jawab ini!" ucap Ivanna pasti.

"Yuk, kita berangkat!" Ajak Fajri sambil menggendong Nayla yang sudah terlihat cantik.

"Lala, kalau sudah besal mau sepelti, Nana!" ucap Nayla cadel sambil menatap kagum Ivanna.

"Kalau Lala mau seperti, Nana. harus rajin belajar, makan sayur yang banyak. Oke!" ucap Ivanna senang.

"Oke, Nana!" ucap Nayla mengacungkan jempolnya.

Mereka segera berangkat menuju Dirgantara CORP, untuk melaksanakan acara peresmian pengangkatan Ivanna sebagai CEO baru di perusahaan properti terbesar itu.

🌺🌺

"Dengan ini, saya mewakili para pemegang saham, mengangkat Prof.Ivanna Hanindya Dirgantara, S.Si, sebagai CEO Dirgantara CORP!" ucap Fajri lantang.

Ivanna berdiri dan menundukkan sedikit badannya. Semua karyawan yang ada di ruangan itu bertepuk tangan mengiringi langkah kaki Ivanna menuju podium.

"Selamat pagi, semuanya! Terima kasih sudah memberikan kepercayaan ini kepada saya, mohon kerja samanya. Kedepan, kita akan merambah berbagai macam bidang dengan inovasi dan kreatifitas yang bisa menerobos pasar dunia! Terima kasih." ucap Ivanna tegas.

Semua orang kembali bertepuk tangan melihat ketegasan dan keberanian Ivanna didepan banyak orang.

Apa lagi si gadis kecil, Nayla yang begitu mengagumi sosok Ivanna. Wajah cantiknya berbinar senang melihat bagaimana Ivanna berbicara tegas dan sangat berbeda ketika mereka sedang bermain.

"Oma, Nana hebat, ya! Waaah, Lala juga mau sepelti itu!" ucap Nayla berbinar di atas pangkuan Fajira.

"Aunty Nana memang hebat, sayang. Kalau, Lala mau seperti aunty, harus apa, nak?" tanya Fajira.

"Halus makan banyak dan belajal!" ucap Nayla mengangguk pasti.

"Pintar cucu, Oma!" ucap Fajira tersenyum sambil mengusap kepala Nayla.

"Oma, Naren juga mau seperti, Daddy!" ucap Naren tegas sambil mengangkat tangannya.

"Iya, nak? Kalau mau jadi seperti Daddy, harus apa?" tanya Fajira bersemangat.

"Harus rajin belajar dan banyak makan!" teriak Naren dan Nayla bersemangat.

Sontak mereka menjadi pusat perhatian semua orang. Mereka terlihat begitu mengemaskan bahkan pesona Ivanna pun tidak mampu untuk mengalahkan mereka.

Ketika menyadari tatapan semua orang mengarah kepada mereka, Dua bocil itu merona sambil menyembunyikan wajah mereka.

Acara berlangsung sekitar dua jam. Setelah berakhir, Ivanna mendapatkan begitu banyak ucapan selamat dari semua pemegang saham, investor dan rekan bisnis lainnya.

Setelah selesai, mereka segera pergi menuju ke ruangan Irfan yang sudah di rombak sedikit sesuai dengan keinginan Ivanna. Karena ruangan Irfan terlihat menyeramkan untuk seorang perempuan.

"Selamat, sayangnya abang!" ucap Fajri memeluk Ivanna ketika berada di ruangan.

"Terima kasih, bang! Bimbing Dede, ya!" ucap Ivanna membalas pelukan Fajri dengan erat.

Fajira, Safira dan Irfan juga mengucapkan selamat kepada Ivanna lagi, tak lupa juga si kembar yang mengemaskan.

Mereka berbincang sedikit di dalam ruangan itu. Bukan, mereka mendengarkan ocehan Nayla yang begitu cerewet, membicarakan apa saja yang ingin ia katakan. Sementara Naren memilih untuk duduk di dekat rak buku, dan membaca beberapa buku tentang bisnis di sana.

"Besok, Lala di antal siapa kalau Nana kelja?" tanya Nayla sedih.

Karena biasanya, ia dan Naren di antar oleh Ivanna dan Safira ke sekolah.

"Aduh, anak Nana ini. Tempat kerja Nana dan sekolah, Lala 'kan berdekatan! kita masih bisa pergi bersama!" ucap Ivanna memeluk gemas gadis kecil itu.

"Iya kah, Daddy?" tanya Nayla menatap Fajri penuh harap.

"Iya, sayang!" ucap Fajri tersenyum.

Setelah cukup lama berbincang di sana. Semua anggota keluarga Dirgantara memutuskan untuk pulang dan pergi ke tempat kerja masing-masing. Termasuk Naren dan Nayla, yang membawa beberapa buku dari ruangan itu.

Tinggal lah Ivanna sendiri di ruangannya, dengan status baru sebagai CEO baru di sana. Mata tajamnya menatap ke luar jendela sambil sesekali menghela nafas yang terasa lebih berat..

"Permisi, Nona!" ucap Fitry yang masih betah untuk bekerja di sana.

"Hmm?" deham Ivanna.

"Maaf mengganggu waktunya, Nona. Ini ada beberapa berkas yang sudah saya periksa, hanya tinggal anda tanda tangani saja!" ucap Fitry meletakkan berkas di atas meja.

"Terima kasih!" ucap Ivanna tanpa menoleh.

"Kalau begitu saya permisi terlebih dahulu, Nona!" ucap Fitry pamit

"Tolong panggilkan, Pandu ke ruangan saya, mbak!" ucap Ivanna.

"Baik, Nona! permisi!" ucap Fitry keluar dari ruangan itu.

Ivanna berjalan menuju kursi kebesarannya. Ia melihat semua berkas yang ada di sana dan memeriksanya satu persatu.

"Permisi, Nona!" ucap Pandu masuk ke dalam ruangan Ivanna.

"Silahkan duduk!" ucap Ivanna tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas itu.

Pandu dengan patuh duduk di kursi yang berada di hadapan Ivanna sambil menunggu gadis cantik itu bersuara.

"Bapak sudah lama bekerja dengan Ayah, saya?" tanya Ivanna menatap Pandu.

"Sudah, Nona. Semenjak perusahaan Tuan Fajri berdiri!" jawab Pandu menundukkan pandangannya.

"Hmm, begini. Bisa anda tolong carikan saya asisten perempuan?" tanya Ivanna.

Deg,...

Apa Nona akan memecatku?. Batin Pandu terkejut.

"Tenang saja, bapak tidak akan saya berhentikan. Hanya saja, kegiatan saya masih banyak yang harus di tuntaskan, bisakah kita berbagi pekerjaan?" tanya Ivanna hati-hati.

Huft,...

"Bisa, Nona. Nanti saya dan Fitry akan mengatur jadwal, anda dengan baik. Untuk asisten akan saya usahakan penghujung minggu ini sudah dapat, dan senin depan ia sudah berdiri di samping anda, Nona!" ucap Pandu bernafas lega.

"Saya membutuhkan perempuan yang, pintar, tegas, disiplin, dan tidak mengeluh!" ucap Ivanna.

"Baik, Nona. saya akan usahakan mencari yang terbaik untuk anda!" ucap Pandu tersenyum.

"Ah, baiklah!. Jadwal kegiatan saya bulan ini sudah saya serahkan kepada, mbak Fitry. Dan semuanya akan berakhir dalam dua atau tiga bulan kedepan! Mungkin Bapak akan lebih banyak menggantikan saya!" ucap Ivanna.

"Baik, Nona. Nanti akan saya atur jadwalnya!"

"Terima kasih, silahkan!" ucap Ivanna.

"Sama-sama, Nona. Permisi!" ucap Pandu keluar dari ruangan itu.

Ivanna menghela nafasnya, mengingat jadwalnya akan semakin padat. Bayangan hidup tenang dan semaunya melayang sudah. Ia sedikit malas untuk membuka ponsel karena akan di pastikan jika pemberitaan tengah membicarakannya yang baru saja di angkat menjadi CEO baru Dirgantara CORP.

Aku ingin jadi orang biasa saja! Ini terlalu melelahkan!. Batin Ivanna sambil menghela nafasnya.

Ia berkutat dengan semua berkas yang selalu bertambah, seolah tidak pernah selesai. Namun mata Ivanna mengernyit ketika melihat satu proposal yang cukup menarik dari sebuah peternakan.

"Carenza's Farm? Aku meraza pernah mendengar nama Carenza, tapi dimana?" tanya Ivanna mengernyit.

🌺🌺🌺

TO BE CONTINUE

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!