HAII JUMPA DI NOVEL TERBARU EMILY, JGN LUPA VOTE LIKE KOMEN KOPI DAN BUNGA YA 🤗
Barcelona, Spanyol
LETHICIA KANZANEVAA GRIGOR, dua puluh lima tahun. Wanita blasteran Spanyol-Rusia yang memiliki paras cantik, berambut panjang bergelombang yang sangat indah. Bernetra hitam bening dan memiliki lesung pipi yang membuatnya semakin terlihat cantik saat tersenyum.
Ia di besarkan di sebuah panti asuhan di Kota Cadaques, Girona Spanyol. Salah satu kota yang sangat terkenal dengan keindahan panorama alamnya. Kota Cadaques juga terkenal dengan sebutan sebagai kota seniman yang banyak melahirkan para pelukis terkenal dan juga seniman pembuat keramik dengan maha karya yang sudah di akui kehebatannya.
Salah satunya yaitu Lethicia. Sedari kecil ia sangat menyukai membuat keramik untuk hiasan rumah. Lambat laun keahlian yang di milikinya mengantarkan ia menjadi seniman keramik yang cukup terkenal di Spanyol. Bahkan karyanya sudah beberapa kali ikut serta dalam pameran bergengsi yang di adakan di kota-kota besar di Spanyol.
Berkat kegigihannya dalam bekerja Lethicia berhasil memiliki sebuah galeri yang memajang hasil karya terbaiknya. Bahkan karyanya selalu mendapatkan apresiasi dari kalangan penikmat seni. Dan tak sedikit yang ingin memiliki keramik-keramik cantik nan halus buatan tangan Lethicia untuk menambah koleksi mereka.
Karena sering mengikuti pameran bergengsi itulah yang mengantarkannya berkenalan dengan laki-laki bernama Assensio Montana. Salah satu pewaris kerajaan bisnis Montana yang sangat terkenal tidak hanya di dalam negeri saja tetapi juga terkenal di kota-kota besar diberbagai negara lainnya.
Setelah memadu kekasih selama setahun keduanya memutuskan untuk menikah. Lethicia sangat mencintai suaminya, begitu sebaliknya.
Tapi...
Kebahagiaan itu terenggut beberapa minggu yang lalu. Assensio meninggalkan Lethicia untuk selama-lamanya karena kecelakaan pesawat terbang saat hendak kembali ke Barcelona setelah melakukan perjalanan bisnisnya.
Tentu saja kejadian itu membuat Lethicia sangat syock. Ia benar-benar terpukul dan berduka atas kepergian suami yang sangat di cintainya. Lethicia tidak pernah menyangka Assensio secepat itu meninggalkan dirinya.
Lagi-lagi Lethicia merasakan kesendiriannya di dunia ini. Sunyi dan kesepian. Lethicia yang selalu menyebut Assensio sebagai tulang rusuknya pun sekarang tidak tahu apakah masih bisa menata hatinya kembali setelah hancur berkeping-keping.
Beberapa hari setelah kepergian Assensio, Lethicia mengutarakan niatnya pada Montana ayah Assensio untuk kembali ke kota kelahirannya Cadaques, namun Montana melarangnya. Laki-laki tua itu sangat menyayangi menantunya Lethicia. Montana yang sudah tua dan sakit-sakitan semakin drop saat menerima kabar putra nya Assensio meninggal dunia.
"Berjanjilah kau akan selalu ada di samping ku, nak. Aku tidak memiliki siapapun lagi selain putra tertua ku Alvaro dan kau. Apapun yang terjadi kau harus bertahan di sini menjadi bagian keluarga Montana. Tetap tinggal Barcelona, jangan pernah berpikir untuk pergi lagi", ucap Montana terbata-bata saat Lethicia mengutarakan niatnya untuk pulang ke kota Cadaques.
Dan pada akhirnya Lethicia tetap bertahan di Barcelona dan tinggal di mansion yang menjadi tempat tinggal ia dan Assensio selama setahun pernikahan mereka.
Lethicia tahu suaminya memiliki kakak yang tinggal di Paris bernama Alvaro Montana. Namun ia sama sekali tidak mengenalnya. Bahkan di hari pernikahan ia dan Assensio, Alvaro tidak hadir.
Setiap hari setelah kepergian Assensio, Lethicia menangis karena kerinduannya kepada Assensio. Namun ia berusaha tegar. Ia juga tidak mau hal buruk menimpa Montana laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai ayahnya sendiri. Laki-laki yang selalu bijaksana dan sangat baik kepada Lethicia selama ini.
*
Paris, Perancis
"Huhh..", Terlihat laki-laki tampan menyandarkan punggungnya pada kursi kebesarannya di ruang kerja mewah. Sesekali ia mengenadahkan kepalanya dan memejamkan kedua matanya hingga sebuah ketukan di pintu membuyarkan lamunannya.
"Huhh...", terdengar helaan nafas. "Masuk!", suara bariton memberi perintah.
Ceklek
"Maaf tuan Alvaro, anda sudah di tunggu di ruang meeting sekarang tuan", ucap pemuda parlente memberitahu dengan hormat.
"Setelah meeting ini, kosongkan jadwal ku Sergio! Aku ingin sendirian jangan ada yang berani mengganggu ku", perintah Alvaro dengan tegas. Jika seperti itu tidak ada yang akan berani membantah keputusannya yang sudah di pastikan tidak bisa di ganggu gugat.
Sergio menganggukkan kepalanya. "Baik tuan..
*
ALVARO MONTANA, tiga puluh dua tahun. Merupakan putra tertua Montana. Keduanya memiliki berhubungan tidak baik puluhan tahun yang lalu. Di saat usia Alvaro masih tujuh tahun kala itu, Montana memberitahunya akan menikah lagi. Sejak saat itu Alvaro membenci ayahnya karena mengkhianati ibunya dengan menikahi pengasuhnya Matilda.
Alvaro semakin membenci ke duanya setelah Matilda melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Assensio.
Alvaro menutup diri. Ia menjadi anak temperamen. Hingga dewasa ia tumbuh menjadi laki-laki keras tidak memiliki belas kasih dengan siapa saja yang menentang dan mengkhianatinya. Ia menjadi sangat ambisius dalam meraih keinginannya.
Setelah menamatkan pendidikan masternya di Amerika, Alvaro memutuskan untuk mengurusi perusahaan peninggalan sang ibu yang berada di Paris. Ia sama sekali melupakan dirinya seorang Montana. Sekuat mungkin ia mengubur masa lalunya.
Namun, Alvaro sadar ia tidak dapat merubah takdir. Darah Montana tetap akan terus mengalir di tubuhnya. Sekuat apapun ia menolak, Alvaro tetaplah seorang Montana.
Di usia tiga puluh dua tahun, ia sudah memiliki kekasih yang berprofesi sebagai pebisnis, sama hal nya dengan Alvaro. Giselle, gadis cantik yang memiliki segalanya. Berusia dua puluh tujuh tahun,salah satu putri rekan kerja Alvaro
Keduanya acap kali bekerjasama. Walaupun yang sebenarnya tentu saja perusahaan Alvaro tidak akan tertandingi oleh siapa pun. Laki-laki itu pekerja keras, sejak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang itu di bawah kendalinya menjadi maju pesat.
Bahkan beberapa kali perusahaannya menjadi kompetitor perusahaan Montana yang di pimpin adiknya sendiri Assensio. Tanpa ampun Alvaro mengilas perusahaan Montana, membuat kesehatan sang ayah drop mengetahui putranya sendiri yang hampir membuat perusahaan yang dibangunnya hampir bangkrut. Sejak peristiwa itu Assensio berusaha keras menghindari perang bisnis dengan saudaranya Alvaro, ia tidak mau membuat kondisi kesehatan ayahnya semakin menurun.
Hingga sang adik meninggal pun, Alvaro menutup matanya. Laki-laki dingin itu tidak memiliki perasaan apa pun. Bahkan ia tidak berduka sedikitpun. Hatinya benar-benar sudah mati sejak puluhan tahun yang lalu setelah ayahnya menikah lagi.
Hingga beberapa saat yang lalu, pengacara Montana menghubungi Alvaro menyampaikan pesan ayahnya yang meminta Alvaro untuk pulang ke Barcelona. Karena ada hal penting yang akan di sampaikan ayahnya kepada dirinya. Tentu saja dengan tegas Alvaro menolaknya.
Tapi, kata-kata terakhir pengacara tersebut mampu membuat hati Alvaro berkecamuk. Ia mengatakan usia Montano tidak lama lagi, ayahnya di vonis sakit kanker stadium akhir. Dan peluang hidupnya hanya tinggal hitungan bulan saja.
Kabar yang di sampaikan pengacara Montana ternyata benar-benar mempengaruhi Alvaro. Di ruangan meeting pun pikirannya tidak fokus dengan presentasi yang disampaikan rekan bisnisnya. Berulang kali Alvaro mengumpati dirinya yang sangat lemah. Tentu saja ia tidak mau melankolis.
"Aku tidak akan pernah menangisi laki-laki tua itu. Cukup saat ia menikahi ja*ang itu saja air mata ku keluar. Tidak untuk sekarang", umpat Alvaro dalam hatinya.
...***...
KARYA EMILY LAINNYA :
PENGANTIN PENGGANTI
MENJADI YANG KEDUA
AIR MATA SCARLETT
FIRST LOVE LAST LOVE
SERPIHAN HATI ELLENA
VOTE LIKE KOMEN KOPI DAN BUNGA YA 🙏
Barcelona, Spanyol
Malam semakin larut, jam di dinding sudah menyentuh angka sepuluh malam Lethicia masih berada di ruang kerjanya di galeri yang di beri nama Lethicia Galería.
Satu jam yang lalu galeri sudah tutup untuk umum. Namun sang pemilik tetap betah membenamkan diri hingga larut bekerja seorang diri diruang kerjanya. Bahkan asistennya pun sudah di perintahkan untuk pulang. Hanya terlihat keamanan saja yang masih berjaga-jaga di luar galeri.
Waktu terus bergulir dan semakin larut. Lethicia menutup buku besar dan menaruh pena yang digenggamnya di atas buku tersebut.
Lethicia mengusap kasar wajahnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Kedua netranya menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Ya Tuhan sudah dini hari. Sampai kapan aku akan seperti ini", lirihnya.
Lethicia mengambil bingkai foto yang ada di meja kerjanya. Jemari tangannya mengusap lembut wajah mendiang suaminya Assensio. Lethicia sangat ingat foto itu diambil saat perjalanan bulan madu mereka ke pulau Bali, Indonesia. Di pantai yang sangat indah dengan view lautan luas berwarna biru.
Di foto itu Lethicia memakai dress berwarna putih dengan tali spaghetti dan topi lebar berwarna putih juga. Ia terlihat sangat cantik dan segar dengan rambut ditiup angin. Begitu juga dengan Assensio, laki-laki itu memakai kemeja katun lembut tanpa kerah longgar dan shot pant selutut. Keduanya tampak serasi sambil bergenggaman tangan menyusuri pantai dengan pasir putih yang sangat bersih.
Tak terasa kedua netra Lethicia memanas dan berkaca-kaca. Hatinya kembali seperti teriris. Kesedihan dan kerinduan yang teramat sangat di rasakannya berkecamuk di relung hatinya.
"Sayang semoga kau bahagia di sana. Maafkan aku karena masih menangisi kepergian mu. Terimakasih waktu setahun kebersamaan kita, walaupun selama pernikahan kita aku belum menjadi wanita seutuhnya. Tapi aku bahagia bersama mu sayang. Kau laki-laki terbaik yang aku kenal", lirih Lethicia terisak.
Buliran-buliran bening menyentuh wajah cantiknya. Semakin lama isakan itu menjadi tangisan pilu. Hingga Lethicia terduduk dilantai sambil memeluk lututnya. Lethicia menyandarkan wajahnya diatas lutut. Dengan nafas tersengal-sengal oleh tangisan. "Aku akan selalu mencintaimu Assensio..
*
Paris, Prancis
Suara hentakan musik memekakkan telinga. Malam semakin larut suasana semakin ramai.
Di meja yang tersendiri duduk empat orang laki-laki tampan. Dilihat dari style, mereka bukanlah orang sembarangan.
"Ada apa dengan mu Alvaro, dari tadi kau terlihat tidak bersemangat. Tubuh mu di sini tapi sepertinya pikiran mu di tempat lain", tanya seorang laki-laki berwajah oriental.
Alvaro tidak menggubrisnya, ia memanggil Waitress dan meminta di bawakan sebotol wine lagi. Tindakan Alvaro itu membuat ketiga temannya saling bertukar pandang.
"Ada apa dengan mu teman, kau bahkan sudah terlalu banyak minum. Aku yakin besok kau akan menyesalinya".
"Diam lah kau Fernandez. Aku membayarnya bukan meminta gratis minuman di club mu ini brengsek", ketus Alvaro menghunuskan tatapan tajam pada temannya.
"Take it easy teman, kenapa kau jadi marah begini. Ada apa dengan mu?", tanya teman Alvaro yang lainnya.
"Shitt, kalian semakin membuat mood ku buruk saja. Lebih baik aku pergi sekarang!", ketus Alvaro beranjak dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan ke tiga temannya yang hanya saling tatap dan mendelikkan mata mereka sambil mengangkat bahu.
"Ada apa dengan bastard satu itu, tiba-tiba emosi yang tidak jelas begitu", ucap Fernandez.
"Ah sebaiknya kau sediakan aku ja*ang terbaik di club mu ini teman. Tingkah bajingan satu itu membuat ku ingin melampiaskan hasrat ku saja".
"Kau tidak usah mencari pembenaran, katakan saja itu memang keinginan mu sendiri Moreno. Masalah ranjang mu jangan bawa-bawa orang lain", seru Fernandez sambil melemparkan kulit kacang pada temannya itu.
"Tunggu lah sebentar, aku memiliki banyak barang baru di sini kalian mau tipe yang mana", tanya Fernandez menjentikkan jemari tangannya memanggil Waitress dan memintanya membawakan sesuatu sekarang.
"Kau mau juga Liam? Kekasih mu pasti sedang syuting sekarang kan?", ucap Moreno sambil meminum wine miliknya hingga tandas.
Liam mengetuk-ngetuk gelasnya.
"Oke, berikan aku satu yang bersih. Aku tidak mau yang sudah kalian pakai. Malam ini kita bersenang-senang, lupakan bastard satu itu!", balas Liam tertawa.
*
"Hidupku benar-benar sial sekarang. Anak haram itu benar-benar membuat ku dalam kesulitan. Jika aku tidak kembali sudah dipastikan pamanku Leonardo akan mengambil alih perusahaan itu", ucap Alvaro yang sedang berendam air hangat di tengah malam.
Leonardo adik tiri Montana dari dulu selalu berambisi ingin merebut perusahaan ayahnya. Berbagai cara di lakukan Leonardo, salah satunya niatnya menikahkan putrinya dengan Alvaro.
"Shitt..Aku harus segera memutuskan nya sekarang", ucap Alvaro sambil menyesap minuman untuk mengurangi rasa pusing kepalanya.
"Aku akan kembali ke Barca. Ya beberapa hari ke depan aku akan kembali ke sana.."
...***...
KARYA EMILY LAINNYA :
PENGANTIN PENGGANTI
MENJADI YANG KEDUA
FIRST LOVE LAST LOVE
AIR MATA SCARLETT
SERPIHAN HATI ELLENA
BANTU NOVEL INI MENINGKAT VIEWERNYA DENGAN VOTE LIKE KOMEN KOPI DAN BUNGA YA 🙏🤗
*
Pesawat pribadi bertuliskan LACOSTE GROUPS adalah pesawat pribadi milik Alvaro. Sudah parkir di apron bandara. Kedua orang Alvaro sama-sama berasal dari keluarga terpandang. Montana berasal dari keluarga kaya asal Spanyol sementara Heera ibu Alvaro berasal dari keluarga kaya di Prancis.
Sedari kecil Alvaro tidak pernah hidup dalam keadaan kekurangan. Hanya satu yang membuat ia tidak bahagia yaitu ketika ayahnya menikah lagi dan mamanya membawa Alvaro pegi ke meninggalkan Barcelona kembali ke Paris kota kelahiran Heera. Sejak itulah kebahagiaan Alvaro terenggut.
Alvaro merasakan ayahnya tidak pernah menyayanginya lagi. Semua gara-gara Matilda. Kebencian Alvaro membuncah ketika Matilda melahirkan putranya Assensio.
Saat remaja dan dewasa Assensio selalu berusaha menemui Alvaro. Ia menunjukkan rasa hormatnya untuk sang kakak, tapi tidak dengan Alvaro. Baginya semua itu hanya kamuflase. Kemunafikan. Alvaro tidak pernah mau menemui Assensio secara pribadi. Ia hanya mau berhadapan saat menjadi kompetitor dalam berbisnis saja.
"Tuan, sekarang anda sudah bisa keluar pesawat", ucap pramugari yang bertugas pada hari itu.
"Hem..", Alvaro memasang kacamata hitamnya dan beranjak dari kursinya.
Laki-laki tampan dengan tinggi badan seratus delapan puluh delapan centimeter itu langsung menuju mobil yang sudah menjemputnya.
Dari kejauhan ia melihat Pedro, laki-laki paruh baya yang dari dulu menjadi sopir keluarganya.
Saat Alvaro sudah mendekat, Pedro mengucap salam. "Selamat datang di Barcelona tuan muda Alvaro. Senang sekali saya bisa melihat tuan lagi".
"Paman Pedro, aku juga senang melihat mu. Maaf aku tidak pernah memberikan kabar kepada paman dan bibi Sofia", ucap Alvaro memeluk hangat tubuh Pedro.
Dari dulu Alvaro dekat dengan Pedro dan istrinya yang bekerja sebagai juru masak di mansion orang tuanya.
Pedro melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang, menyusuri jalanan kota klasik Barcelona. Sementara Alvaro mengalihkan pandangan matanya keluar jendela mobil. "Kota yang sangat aku rindukan tetapi meninggalkan luka mendalam", gumam Alvaro pelan. Namun Pedro jelas mendengar perkataan Alvaro.
"Semoga kota ini akan membuat kebahagiaan mu kembali lagi nak", ucap Pedro. Ia sangat tahu perasaan Alvaro saat menginjakkan kakinya lagi di kota kelahirannya.
"Huhh.."Alvaro menghembuskan nafasnya sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya. Sementara tatapan matanya masih keluar jendela.
*
Tok tok tok
"Masuk!"
Ceklek, terlihat wajah asisten Lethicia masuk kedalam ruang kerja.
"Maaf nona tadi asisten tuan Montana menelpon saya mengatakan tuan Montana meminta nona untuk datang ke mansion nya sore ini".
"Ada apa papa memintaku datang menemuinya Audri. Apa Leonel mengatakan alasannya?", tanya Lethicia menatap asistennya Audri.
"Leonel tidak mengatakan apapun nona, ia hanya mengatakan tuan Montana meminta nona datang ke mansion sore ini.
"Iya, aku akan menemui papa. Kosongkan jadwal ku pukul tiga nanti, jika ada orderan baru kau bisa menggantikan aku untuk menghandlenya.
"Baik nona Lethicia, apa ada lagi yang nona butuhkan?"
"Tidak ada, kau boleh keluar sekarang. Hm, hampir saja aku lupa. Tolong kau pesankan Brazo Gitano kesukaan papa di tokoh kue langganan ku, nanti aku yang akan mengambilnya langsung sekalian ke mansion papa", ucap Lethicia.
"Baik nona, kalau begitu saya permisi keluar akan langsung menghubungi patisserie langganan anda", ucap Audri keluar dari ruangan bosnya.
Setelah Audri keluar, Lethicia menyandarkan punggungnya. Ia tampak berpikir kenapa Montana memintanya datang, apa kesehatannya memburuk? batin Lethicia.
"Semoga tidak ada hal yang mengkuatirkan tentang pada papa. Aku tidak kuat lagi jika akan kehilangan lagi orang-orang yang aku sayang",ujar Lethicia sambil mengusap wajah.
*
Pukul tiga sore, Lethicia meninggalkan kantornya yang berada di samping gedung galeri.
Lethicia terlihat sangat cantik dan segar meskipun semalaman ia tidak bisa memejamkan matanya.
Hari ini Lethicia memakai dress berwarna hitam ketat dengan ornamen putih di bagian atasnya. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih khas gadis Rusia.
Lethicia mengendarai mobilnya sendiri, ia lebih suka seperti itu. Saat suaminya masih ada, Assensio selalu komplain pada Lethicia karena ia menyediakan sopir di saat Assensio tidak bisa mengantar dan menjemput Lethicia karena pekerjaannya. Namun ternyata Lethicia lebih suka mengendarai mobilnya sendiri.
Mobil yang di kendarai Lethicia parkir di carport yang tersedia di depan mansion mewah Montana.
Lethicia melihat arloji. "Hm..sudah senja, macet panjang tadi membuat ku terlambat datang menemui papa", gumamnya. Ia membuka pintu mobil sambil menjinjing kotak kue yang di pesannya tadi.
"Selamat sore nona Lethicia", sapa seorang pelayan dengan ramah.
"Sore, Bagaimana kondisi papa".
"Tuan besar baik, nona".
"Oh, syukurlah. Aku pikir kenapa-napa dengan papa. Tolong kau potong branzo gitano yang ku bawa ini dan tata di meja. Papa sangat menyukainya", perintah Lethicia.
"Baik nona, tuan Montana ada di kamarnya sebentar lagi waktunya makan malam. Khusus malam ini tuan ingin makan di meja makan", ucap pelayan memberi tahu Lethicia.
"Benarkah, itu kabar baik. Aku akan menemui papa sekarang", ucap Lethicia melangkahkan kakinya menuju kamar.
"Baik nona".
Saat Lethicia hendak mengetuk pintu kamar Montana, tepat pintu itu terbuka. Terlihat Leonel keluar kamar sambil memegang tangan kiri Montana, sementara tangan kanan Montana memegang tongkat sebagai alat bantu untuk berjalan.
Lethicia kaget melihat kondisi Montana nampak begitu segar dan sehat. "Papa..
Montana tersenyum melihat menantu kesayangan nya sudah datang. "Lethicia kau sudah datang nak, ayo kita makan malam bersama".
Lethicia mengambil alih memegangi lengan Montana membantunya berjalan menuju meja makan.
Lethicia tersenyum bahagia melihat kondisi ayah mertuanya semakin membaik. Tidak di sangka malah sekarang mau keluar kamar dan makan bersama.
Lethicia membantu Montana duduk, setelah itu Lethicia duduk juga di sampingnya. Dan mengambil kan menu makanan yang di inginkan Montana.
Kemudian Lethicia juga mengambil makanan untuknya.
"Apa aku sudah melewatkan makan malam keluarga ini? Bibi Sofia masak apa malam ini?"
Suara berat dan dalam yang datang dari belakang Lethicia mengagetkannya wanita itu.
...***...
KARYA EMILY LAINNYA :
PENGANTIN PENGGANTI
MENJADI YANG KEDUA
FIRST LOVE LAST LOVE
AIR MATA SCARLETT
SERPIHAN HATI ELLENA
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!