NovelToon NovelToon

PEREMPUAN DI HARI PERNIKAHANKU

PART 1. PEREMPUAN YANG MENANGIS

“Kak Asha, ada seorang perempuan yang ingin bertemu denganmu.” Gisel membuka pintu kamar pengantin yang nampak di dekor serba putih itu, dimana Asha sedang mematut diri di depan cermin.

Asha melirik kepada calon adik iparnya ini sambil merapikan buket di tangannya sementara Lina, yang dipercayakan sebagai MUA untuk merias dirinya, memberikan sentuhan terakhir pada riasan matanya supaya terlihat lebih bold.

“Siapa?”

“Katanya teman kak Asha.”

“Biarkan dia menunggu sebentar lagi, ini hampir selesai.” Sahut Asha.

“Tapi…”

“Tapi apa?”

“Tapi, dia sepertinya sangat ingin bertemu dengan kak Asha.”

Asha mengerutkan keningnya, menatap Gina dengan sedikit penasaran.

“Temanku yang mana?”

Gisel, remaja tanggung yang baru saja menjadi siswi sebuah SMA itu menggelengkan kepalanya, dia tampak bingung menjawab pertanyaan Asha.

“Tanyakan padanya, ada apa?” Asha menatap gina melalui pantulan cermin rias di depannya, si calon adik ipar ini menggedikkan bahunya dan segera keluar sambil menutup pintu kembali.

“Temanku yang mana, ya? Masa tak bisa menunggu sampai aku keluar? Memberi selamat kan’ bisa setelah selesai prosesi akad nikah? Aku saja sekarang lagi gugup bukan main…” Asha membathin, sementara Lina tampak memandang wajah Asha di cermin dengan senyum puas.

“Perpect! Hari ini kamu akan menjadi pengantin tercantik di dunia ini.” Seloroh Lina yang membuat wajah Asha seketika merona karena tersipu.

“Kak Asha…!” Pintu kamar itu terbuka lagi dan sepertinya di dorong dengan sangat tergesa.

“Gisel?”

“Dia benar-benar sangat ingin bertemu dengan kak Asha. Sekarang dia menangis katanya…”

Belum sempat Gina menyelesaikan kalimatnya, seorang perempuan dengan dress berwarna cokelat muda selutut menyeruak masuk, wajahnya sembab, bahkan air mata nampak masih meleleh di pipinya.

“Hah…” Asha memutar kursi riasnya, menatap perempuan yang berdiri di samping Gina dengan tatapan bingung dan terkejut. Dia bingung karena tak mengenal sama sekali perempuan dengan rambut panjang yang dicepol seadanya itu dan tentunya terkejut dengan penampilannya yang seolah sedang dirundung kesedihan mendalam.

“Kamu siapa?” tanya Asha kemudian, tetap dengan kebingungan.

“Aku…aku ingin bicara padamu." Jawabnya dengan suara gemetar.

“Bicara?”

“Ya…”

“Tentang apa?”

“Tentang calon suamimu Gading.”

Asha terkesiap, saat mendengar nama calon suaminya itu disebut dari bibir perempuan yang sama sekali tak dikenalnya itu.

“Ada apa dengan kak Gading?” Gina sekarang yang mendelik pada perempuan itu, sama terkejutnya mendengar nama kakaknya di bawa-bawa.

“Aku ingin meminta pertanggungjawaban Gading, untuk anak yang ku kandung ini…” Suara perempuan itu terdengar lirih sebelum dia menunduk dan terisak, tetapi bahkan melebihi suara petir yang maha dahsyat di telinga Asha.

“A..apa? Apa maksudmu?” Asha terpaku di tempatnya duduk, tanpa sadar dia menjatuhkan buket bunga yang sedang dipegangnya sementara matanya tak berkedip memandang perempuan yang semakinkeras terisak sambil memegang perutnya yang terlihat rata.

“Hey, jangan sembarangan kalau ngomong!” Gisel berteriak pada perempuan yang tak berani mengangkat wajahnya itu.

“Aku hanya ingin mengatakan padamu, aku sedang hamil anak Gading.” Dia meringkuk, bersandar ke dinding dengan wajah takut ketika Gisel mendorong bahunya dengan wajah kesal.

“Gisel…!” Asha berdiri dan menarik calon adik iparnya itu menjauhi perempuan yang terlihat terintimidasi dengan sikap Gisel.

“Apakah kakakmu sudah datang?” Tanya Asha, berusaha bersikap tenang meskipun hatinya bergemuruh seperti hendak runtuh.

“Kak gading di kamar bersama mama, dia sedang berpakaian. Tamu undangan sebentar lagi datang.” Sahut Gisel.

Akad Nikah sekaligus resepsi pernikahan Asha dan Gading ini memang akan dilaksanakan di sebuah hotel, karena di gedung hotel ini terdapat ballroom yang cukup besar tempat untuk perhelatan resepsi sementara di samping aula itu disediakan sebuah ruangan khusus tempat melaksanakan akad nikah, sehingga hotel bintang lima ini sering di sewa orang untuk melaksanakan hajatan pernikahan karena sangat efisien. Catering dan segala dekorasinya, semuanya dipaketkan oleh pihak hotel.

“Suruh mas Gading kemari…”

“Tapi, kata mama pengantin tidak boleh bertemu sebelum akad.”

“Suruh saja mas Gading kemari!” Suara Asha terdengar meninggi dengan nada yang gemetar, Lina melihat hal itu segera keluar dari dalam kamar itu. Dengan tanpa bertanya lagi Gisel berlari keluar menyusul punggung Lina.

“Katakan siapa namamu? Sebelum aku memanggil security untuk melemparmu keluar dari kamarku karena telah berusaha menganggu pernikahanku.” Asha menggeram, sekarang dia berusaha meredam emosinya.

Jika menuruti perasaannya yang berdegup tak karuan ini, jemarinya yang berwarna warni dipenuhi lukisan henna itu akan mencekik perempuan di depannya itu.

“Namaku…Laras…” Jawabnya dengan takut-takut, jika ditilik usianya, mungkin Laras ini tiga empat tahun lebih muuda dari Asha yang sekarang berusia tepat 25 tahun di hari pernikahannya.

“Apa benar kamu hamil anak Gading?”

“Ya…”

“Bagaimana kamu mengenal mas Gading?”

“Aku mengenalnya tiga bulan yang lalu…”

“Di mana?”

“Di hotel Venus, tempatku bekerja.”

“Kamu berpacaran dengannya?”

Laras menggelengkan kepalanya sambil menunduk, jemarinya saling meremas.

“Lalu bagaimana kamu bisa hamil? Mas Gading memperkosamu?”

Laras terdiam, lalu dengan takut-takut dia mencuri pandang pada Asha yang masih membeliak padanya dalam pakaian pengantin, kerudungnya yang berenda itu disibaknya dengan sikap emosi yang berusaha di tahan seolah tak ingin melewatkan setiap gerakan perempuan yang ada di depannya itu.

“Dia…dia tidur denganku satu malam di saat dia sedang mabuk setelah pesta dengan teman-temannya. Dia…memaksaku melakukannya, aku tak bisa menolaknya.”

Asha berdiri seperti patung manekin di depan Laras yang sekarang lebih gemetaran dari sebelumnya.

“Jangan mencoba membohongi aku. Aku akan melaporkanmu kepihak berwajib telah melakukan fitnah pencemaran nama baik. Tidak hanya kamu tapi semua keluargamu akan ku tuntut!”

Dia benar-benar hampir tak percaya, Gading, laki-laki yang sebentar lagi menjadi suaminya itu tega melakukan hal ini padanya.

“Mbak boleh melaporkan aku…aku pasrah, mbak. Aku cuma punya ibu angkat, pemilik panti Asuhan Bunga Cinta. Aku tidak perlu mencemaskan apapun, selain bayi yang kini ada di rahimku ini.” Jawaban Laras yang lirih membuat Asha tercengang, berusaha membuat dirinya tetap menahan sejuta amarah yang seolah hendak meruah dari dadanya.

Selama ini, Gading adalah pria yang baik, yang bahkan menyentuh Asha selama berpacaran sampai bertunangan dengan Asha selama dua tahun ini tidak lebih dari menciumnya. Bagaimana mungkin dia kemudian meniduri perempuan lain yang bahkan hanya dikenalnya dalam satu malam?

Pintu kamar hotel yang tidak terkunci itu di buka dari luar, Gading muncul di sana dengan pakaian koko warna putih dan peci yang senada dengan pakaian pengantin yang membalut tubuh Asha.

“Ada apa?”

Pertanyaan itu tercekat ditenggorokannya saat melihat siapa yang kini ada di dalam kamar pengantin mereka.

“La…Laras?” Wajah gading yang tampan itu merah padam begitu terkejut sampai dia tak bisa bergerak.

Hati Asha remuk redam melihat ekspresi calon suaminya itu, yang mengisyaratkan dia mengenal Laras bahkan dia tampak ketakutan dengan kehadiran perempuan itu.

Semula, Asha masih berharap perempuan ini hanya mendongeng sebuah cerita untuk mencoba mengganggu pernikahannya tapi sekarang dia merasa lututnya goyah.

Perempuan bernama Laras yang datang dengan bersimbah air mata padanya ini, tidak berbicara omong kosong.

Airmata Asha merembes keluar dari sudut matanya, sekarang dia benar-benar merasakan dunianya akan kiamat.

(Novel ini author tulis untuk mengikuti even Berbagi Cinta, semoga kiranya di sukai, yaaa🙏☺️ Jangan lupa Vote, Like dan dukungannya😅🙏☺️ Love You All)

...Terimakasih sudah membaca novel ini, love you buat semua readers...

...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan, ya....

PART 2 MENIKAHLAH DENGANNYA

"Kamu mengenalnya, mas?” Bibir Asha gemetaran, tubuhnya limbung, dengan sigap Gading menahan tubuh calon istrinya itu. 

“Aku tidak benar-benar mengenalnya. Dia…dia hanya seorang pelayan di hotel Venus, bukankah kamu sudah tahu jika tiga bulan yang lalu saat pesta bujang dengan teman-teman kantorku, dia ada melayani kami.”

“Tapi mas Gading tidak pernah bilang jika mas tidur dengannya!” Asha menepis tangan Gading, berusaha tegak meski kepalanya terasa akan meledak, matanya melotot pada laki-laki yang kelihatan serba salah itu. 

“Tapi…tapi itu tidak sengaja. Aku hanya sedang mabuk.”

“Mas benar-benar tidur dengannya???”Asha masih berharap Gading menyanggah pertanyaannya itu, bahwa semua yang dikatakan perempuan di depannya ini adalah bohong.

“Itu…itu tidak seperti yang kamu fikirkan. Itu hanya kesalahan.” Gading benar-benar gelagapan lalu dengan penuh kemurkaan dia berbalik menatap kepada Laras yang semakin tertunduk, diam seribu bahasa. 

“Tapi dia mengaku kalau sekarang dia hamil anakmu, mas!”Asha tanpa sadar berteriak dengan voluume tinggi.

“Kenapa kamu kemari?! Bukankah sudah ku katakan jangan pernah muncul lagi di depanku? Apakah uang yang ku berikan padamu tempo hari belum cukup untuk menggugurkan bayi itu?” Teriaknya pada Laras. 

Perempuan itu tidak menyahut menerima bentakan dari Gading tapi bahunya bergoncang menandakan dia sedang menangis. 

“Astagfirullah…”Asha memegang dadanya, jantungnya berdegup tak teratur. Gading bahkan sudah lebih tahu jika Laras telah hamil akibat perbuatannya bahkan sudah menyuruh Laras menggugurkannya. Asha benar-benar sangat terpukul sekarang.

“Bagaimana mungkin mas Gading hendak membunuh darah daging mas Gading sendiri? Itu dosa yang sangat di laknat Allah, mas…”Asha menggigit bibirnya, matanya berkaca-kaca.

“Tapi itu tidak disengaja…”

“Disengaja atau tidak, bayi itu sudah hidup, mas. Dia melekat di rahim dan mempunyai ruh. Dia anakmu, mas.  Jangan bersembunyi di belakang kekhilafanmu untuk mencoba menghalalkan perbuatan kejammu itu.”

Laras semakin sesenggukan di tempatnya berdiri saat Asha menyahut alasan dari Gading. 

“Aku sudah berusaha mencoba menggugurkannya, pak seperti perintah pak gading, tapi…tapi saat aku mau melakukannya, rasanya akuu tak tega.”Laras berkata di sela sedu sedannya.

“Aku tahu ini adalah kesalahanku, aku minta maaf jika harus begini. Tapi…tapi aku juga tidak ingin menghancurkan pernikahan mbak Asha.” Wajah sembab itu terangkat memandang pada Asha dengan takut-takut. Dia sama sekali tidak berani memandang pada Gading yang wajahnya merah padam seolah ingin menelannya bulat-bulat.  

“Aku tidak minta dinikahi oleh pak Gading, aku hanya ingin mbak Asha menerimaku sampai aku melahirkannya saja. Setelah itu kuu akan pergi setelah menyerahkan bayi Pak gading pada mbak Asha…”lanjutnya dengan suara yang terpatah-patah sambil menurunkan lututnya, bersungkur. 

Asha terdiam, menatap lurus pada perempuan yang 

Tok! Tok! Tok! 

Tiba-tiba pintu kamar itu di ketuk.

“Siapa?” Asha menyambut dengan suara gemetar. 

Asha berjalan ke pintu dan membukanya sejengkal, ada Gisel yang berdiri dengan wajah pucat pasi di sana. 

“Kak Asha, mama bilang Kak Gading harus kembali, prosesi akad nikahnya kurang dari sejam lagi. Para tamu dan wali telah hadir.” Ucap Gisel dengan gugup, matanya berusaha mengintip ke dalam kamar di mana dia tahu, kakaknya sedang di sana dan perempuan yang menangis ingin bertemu dengan calon kakak iparnya tadi.

“Mas gading akan segera ke sana.” Kalimat itu terdengar lugas, sebeluum pintu itu di tutuup kembali oleh Asha.  

Sejenak suasana lengang melingkupi kamar itu, hanya isakan Laras yang terdengar lirih, nafas Gading yang tersengal-sengal antar gugup dan marah sementara Asha diam menatap tak berkedip pada dua orang yang kini ada di hadapannya dalam emosi yang berbeda itu. 

“Mas gading harus menikahi dia!” Tiba-tiba Asha bersuara, kalimat itu terdengar tegas.

Telunjuk Asha teracung kepada Laras, tetapi matanya tertuju pada Gading.

“Apa kamu sudah gila, Asha?” Gading membeliak kepada Asha. 

“Aku sedang waras, karena itulah aku menyuruh mas Gading untuk menikahinya. Jika aku gila mungkin kalian berdua sudah ku lempar keluar dari sini.” Jawab Asha tajam. 

Mendengar jika saat ini Laras, yang sebatang kara itu sedang hamil anak calon suaminya, sisi kemanusiaannya bergelegak. Bagaimana tidak, dia juga hanyalah seorang anak adopsi, yang mungkin tidak akan bisa hidup seperti sekarang jika tanpa kebaikan hati ayah dan ibu angkatnya. 

Ayah kandungnya meninggal sebelum dia di lahirkan, karena serangan jantung, sementara ibunya melahirkan dan merawat dirinya  sambil bekerja sebagai pembantu rumah tangga, di tempat keluarga kaya.

Pada saat dia berusia 9 tahun ibunya meninggal karena kecelakaan saat akan berangkat bekerja ke rumah orang kaya tempatnya bekerja itu, karena itulah dia di titipkan di sebuah panti asuhan sampai usia 12 tahun dan karena kebaikan hati keluarga Batara, keluarga sederhana tanpa anak pemilik toko kain grosiran, dia kemudian secara resmi di adopsi sebagai anak.

Berkat kebaikan mereka dia bisa sekolah sampai menjadi sarjana, kemudian bekerja sebagai sekretaris direktur di perusahaan, di mana dia bertemu Gading, salah satu manejer bidang di situ.

Sekarang di antara hatinya yang hancur, dia tak bisa menutup mata bagaimana nasib  Laras jika dia mengandung sendiri tanpa siapapun yang bertanggungjawab dan melindunginya? Bagaimana nasib bayi yang di kandung Laras tanpa seorang ayah? Dan yang lebih menyakitkan, Laras tak punya siapa-siapa di dunia ini. 

“Tapi…ini hanya kecelakaan, ini tidak di sengaja, Laras juga tahu itu.” Sergah gading. 

“Ini mungkin memang tidak di sengaja, tapi bayi itu tak berdosa.” Airmata Asha yang ditahannya dari tadi, luruh seperti derai hujan. 

Semua kekecewaan, rasa sakit dan kemarahan bercampur aduk. Di hari pernikahannya dia menerima cobaan yang begitu berat. 

“Demi Tuhan, aku tidak akan menikahinya, Asha. Hari ini adalah hari pernikahan kita. Jangan mengacaukannya. “

“Demi Tuhan, mas Gading. Aku juga tak akan bersedia meneruskan pernikahan kita, jika kamu tidak berjanji untuk menikahinya. Bayi yang ada dalam rahimnya itu adalah anakmu, mas. Apapun yang terjadi sebagai laki-laki mas harus bertanggung jawab.”  

“Tapi…tapi bagaimana aku bisa menikah dengannya?”

“Hari ini aku dan mas Gading tetap menikah, tapi sore nanti, saat semua tamu undangan sudah bubar, aku ingin mas menikahi Laras secara siri.”

“Tapi…”

“Mas tentunya tidak ingin aib ini tersebar kemana-mana, dan sebagai laki-laki yang telah mengakui dengan sadar bahwa mas benar telah menghamilinya, mas harus bertanggungjawab untuk menutub aib yang diterima Laras karena perbuatan mas, entah itu sengaja atau tidak sengaja.” Kalimat pilu itu diucapkan Asha dengan bibir yang bergetar hebat, seolah dia berusaha melakukannya dengan tulus di atas semua penderitaan dan kesakitan yang sedang mendera jiwanya sekarang. 

“Terlebih mas harus bertanggungjawab pada sebuah nyawa yang tak berdosa, yang sedang dikandung olehnya.” 

Tidak ada wanita yang benar-benar sanggup setabah dirinya sekarang, dalam hitungan jam akan bersanding sebagai mempelai dan seorang perempuan datang begitu saja seakan ingin menghancurkan semua kebahagiaannya. Perempuan itu telah lebih dulu tidur dengan mempelai laki-lakinya, bahkan sudah mengandung anak dari calon suaminya. 

“Asha, aku menolak menikahi Laras, aku bahkan hanya mengenalnya satu malam.” Gading berucap putus asa, berusaha memegang tangan Asha penuh permohonan, tapi sekali lagi Asha menepisnya, dia masih tak bisa berkelit dari rasa sakit yang kini sedang dialaminya. 

“Aku akan tetap menikah denganmu, mas. Seperti janji kita. Tetapi dengan syarat kamu harus menikahi laras setelahnya.” Mata Asha mengerjab membiarkan dua bulir bening jatuh di sudut matanya.

“Atas ijinku sebagai istri pertama, kamu boleh menikahinya.” Ucap Asha dengan satu tarikan nafas. 

PART 3 KUTUKAN SATU MALAM

"Saya Nikahkan dan kawinkan engkau Gading Hermawan bin Pramudia dengan Laras Rismawati binti Alm. Hariduan dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai.” 

Sejenak Gading menatap ragu pada wali yang duduk di seberang meja itu dimana telapak tangannya berjabat dengan dingin. Dia masih mengenakan baju yang sama dengan pakaiannya saat mengucapkan ijab kabul dengan Asha beberapa jam yang lalu. 

Kemudian, dengan satu tarikan nafas dia mengucapkan kabul itu seolah tak ingin mengulangnya untuk kedua kalinya. 

"Saya terima nikah dan kawinnya Laras Rismawati binti Alm. Hariduan dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai." 

"Sah?"

“Sah!”  Sambut dua orang saksi yang berada dalam kamar hotel itu, kamar yang terletak tepat disebelah kamar pengantin Gading dan Asha. Suara yang paling keras mencolok itu adalah suara seorang perempuan yang masih menggunakan baju pengantin, duduk di belakang dua orang saksi pernikahan Laras dan Gading. 

Ijab kabul itu sungguh berjalan sendu dan sedikit tegang, dihadiri hanya oleh sepasang pengantin wali hakim, saksi nikah dua orang, ayah Gading yang terdiam di sudut diatas kursi roda, dan tentunya Asha sendiri, perempuan cantik dengan make up yang masih menempel di wajahnya. 

Saat Laras mencium tangan gading yang telah resmi sebagai istrinya itu, Gading tidak menoleh sedikitpun padanya apalagi mencium dahi istri keduanya itu seperti yang dilakukannya tadi saat ijab kabul dengan Asha di aula hotel yang disaksikan oleh sanak keluarga, kerabat dan teman-teman dekat mereka.

Dan tidak ada pertukaran cincin seperti lazimnya, mengingat pernikahan itu dilaksanakan dengan mendadak dan tergesa-gesa. 

Punggung tangan Gading basah begitu dia menariknya, wajah perempuan asing yang menjadi istri keduanya akibat kesalahan yang dilakukannya malam itu tampak sembab di balik kerudung putihnya. 

Kebaya yang digunakannya tampak sedikit longgar, karena kebaya putih itu adalah milik dari Asha yang ukuran badannya lebih besar dan tinggi dari Laras.   

Tanpa senyum sedikitpun Gading beranjak dari duduknya ketika prosesi ijab kabul itu telah dinyatakan selesai, menyalami para wali dan saksi dengan senyum yang benar-benar terpaksa. 

Asha dan Gading saling bertukar tatap sesaat, tatapan yang menyimpan berjuta perasaan, entah sesal ataupun terluka, semua membaur begitu rupa. Tak ada yang sempat memikirkan bagaimana cara mereka berdua berusaha menerima rumah tangga yang akan mereka jalani di depan nantinya, rumahtangga yang sejak awal telah di mulai dengan sebuah kesalahan. 

Akad nikah telah terlaksana dengan lancar, tanpa resepsi dan perayaan seperti sepanjang siang tadi mereka lakukan. Pernikahan sangat-sangat sederhana yang dilaksanakan selepas magrib itu, hanya kurang dari setengah jam, sungguh seperti bukanlah sebuah pernikahan. Diatur atas permintaan Asha, istri Gading yang pertama.  Tak ada tawa, ucapan selamat dan sambutan. Sebuah pernikahan kedua suami Asha di malam pengantinnya. 

Ketika semua orang telah keluar dari dalam ruangan itu termasuk keluarga gading yang melakukan pernikahan itu dengan perasaan terpaksa, bahkan mama Gading sendiri tak ingin menyaksikannya, Laras beringsut dari duduknya mendekati  Asha yang duduk ditempatnya tanpa bergerak sedikitpuun dari awal hingga akhir prosesi singkat itu. 

Di dalam ruangan kamar itu hanya Gading, Asha dan Laras.

“Mbak Asha, maafkan aku…”Laras meraih jemari yang terlukis warna henna itu, lalu menciumnya bekali-kali. Dalam sekejab punggung tangan Asha telah basah oleh airmata Laras. 

Asha tak bergeming, hampir tanpa ekspresi, menatap nyalang pada Gading yang berdiri tidak jauh dari mereka berdua. 

“Terimakasih mbak Asha telah menyelamatkan hidupku dan anakku…” Laras menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tangan Asha

 “Sekarang apa maumu, Asha?” Gading bertanya dengan suara yang hambar, menumpahkan rasa keberatannya yang di simpannya dari tadi. Asha tak menyahut, dia tak berbicara sama sekali sampai kemudian gading keluar dari kamar itu sambil membanting pintu dengan keras. 

Sungguh aneh, Gading bahkan merasa tidak wajar bertanggungjawab untuk insiden itu.

Seingatnya malam itu, dia dengan 8 orang teman kantornya mengadakan sebuah party untuk pelepasan masa bujangnya, dimana sebentar lagi dia menanggalkan status lajang dan menikahi Asha, kekasihnya selama dua tahun ini. Asha sendiri adalah asisten bosnya tempatnya bekerja sebagai manejer. Setelah mantap untuk menikah, Asha berhenti dari pekerjaannya dan fokus untuk menjadi istri Gading. 

Pada malam itu, mereka berpesta sepanjang malam, hingga Gading tidak ingat lagi jika dia telah terlalu banyak minum hingga dia mabuk. Mungkin karena Gading terlalu mabuk dan terlalu tinggi malam untuk pulang, dia akhirnya menginap di hotel dimana barnya tempat mereka melakukan party itu. 

Teman-temannya yang rata-rata sudah menikah itu memilih pulang, tapi Gading akhirnya menginap atas saran teman-temannya. 

Yang terakhir dia ingat adalah, ada seorang perempuan bernama Laras, pegawai hotel tersebut yang bekerja sebagai waitress di Bar hotel, dia setia menemani mereka minum dan berpesta , mengantarkan makanan dan minuman yang mereka pesan. 

Dan saat dia bangun dipagi harinya, dia mendapati perempuan itu terlelap di dalam satu selimut dengannya, bahkan dalam keadaan telanjang bulat sama seperti dirinya. 

“Apa yang terjadi denganku…?” Gading melompat dari tempat tidur sambil mengambil kain apa saja yang bisa menutup tubuhnya. 

Perempuan itu terbangun dengan raut sama terkejutnya, matanya merah. Dengan ketakutan dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. 

“Bapak…bapak…sepanjang malam memaksaku untuk…untuk tidur dengan bapak.” Perempuan itu menjawab dengan terbata-bata sambil mulai menangis ketakutan.

“Hah!”

“Teman-teman bapak menyuruh saya mengantar bapak ke kamar ini, tetapi bapak memaksaku untuk melayani bapak.”

 “Aku melakukan apa padamu?” Gading meraih celananya yang tersangkiut di atas kursi sofa, dan mengenakannya dengan gugup. 

“Bapak sepanjang malam menyetubuhiku…”Jawabnya lirih, airmatanya keluar sambil menunjuk noda merah di atas sepray, telunjuknya gemetaran.

“Itu..itu apa?” tanya gading dengan tercengang. 

“Bapak telah memperawaniku….”Tangisnya semakin keras. 

Gading menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha mengingat apa yang terjadi tetapi meskipun dia memukul kepalanya, dia tetap saja lupa apa yang terjadi antara mereka berdua. 

“Kenapa…kenapa kamu tidak menolaknya? Kenapa kamu tidak melawan? Aku hanya mabuk…aku lupa…aku sungguh tidak sadar jika aku telah melakukan itu padamu.”

“Bapak mengancam akan membuatku dipecat jika aku menolak bapak…”

Kejadian itu benar-benar sudah berusaha di rahasiakan oleh Gading setelah bersepakat dengan gadis bersama Laras itu, bahwa mereka akan melupakan kejadian itu. Untung saja Laras yang nampak polos itu menurut saja. Dia benar-benar menghilang seperti hantu, tak pernah bertemu lagi dengan Gading. 

Sampai tiga minggu yang lalu, perempuan ini muncul di kantornya dan mengatakan padanya kalau dirinya hamil hasil kejadian malam itu dengan membawa hasil tespack dan keterangan hamil dari bidan. 

Tentu saja Gading gentar bukan kepalang, karena dalam kurang sebulan lagi dia akan melangsungkan pernikahannya dengan tunangan Asha. 

Akhirnya Gading menyuruh laras menggugurkan kandungannya, dengan memberikan uang dua puluh juta pada Laras. Dengan ketakutan Laras kembali menuruti kemauan Gading.

Setelah beberapa minggu, semuanya tampak sudah teratasi, Laras sendiri tak pernah muncul lagi, Gading mengira permasalahan ituu selesai. 

Dia tidak pernah menyangka, perempuan itu malah datang kepada calon istrinya di hari pernikahannya, dan menghancurkan semua kebahagiannya. 

Kesalahan satu malam itu seperti sebuah kutukan baginya. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!