Galang adalah pria yang sangat tampan dengan tinggi badan 187 cm, memiliki otak jenius, namun sayang, sikap dingin dan sangat arogan membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan dunia luar.
Pria tampan yang sudah berusia 27 tahun ini adalah pengusaha muda yang memiliki kerajaan bisnis yang mengusai negara Asia. Memiliki rupa yang mempesona dan harta berlimpah serta kekuasaan, tidak menjadikan dirinya sebagai pria muda yang menghabiskan hidupnya dengan minuman keras dan wanita cantik karena itu bukan hobinya.
Kepergian orangtuanya yang sangat tragis karena kecelakaan mobil yang terjadi sepuluh tahun yang lalu membentuk kepribadiannya menjadi seorang yang sangat tertutup, pelit bicara dan tidak terlalu mempedulikan kehidupan orang lain apalagi untuk tersenyum, sepertinya lelaki ini lupa kapan terakhir ia tersenyum. Wajah murungnya yang kerap kali menghiasi ketampanannya, yang terus mengundang pilu bagi yang mengenalnya. Mungkin hatinya belum ridho atas kepergian orangtuanya sepuluh tahun silam ataukah ia yang masih asyik dengan dunianya yang sepi.
Asisten pribadinya yang merupakan mantan asisten ayahnya, yang sampai saat ini masih setia menemani dirinya, yang sangat kesepian karena duka yang dideritanya.Tidak ingin meninggalkan hatinya yang makin murung tanpa kenal waktu, paman Raditya menjadi satu-satunya teman bicaranya ketika ia membutuhkan orang lain untuk mendengarkan dirinya.
Lana, gadis yang berparas cantik blasteran Indonesia-Belanda yang awalnya periang dengan kekasihnya ketika mereka masih menjalin kasih sejak keduanya kuliah dalam satu kampus yang sama.
Keceriaannya hilang lenyap, ketika kekasihnya hilang tanpa jejak pada saat kapal pesiar yang membawa sang kekasih tenggelam di laut lepas di samudera di salah satu negara perbatasan.
Kini kesehariannya hanya mengurung diri di kamarnya dengan sibuk menulis novel yang menjadi hobinya dari ia masih duduk di bangku SMA. Hanya dengan menulis novel ia bisa menuangkan kesedihan, kerinduan dan cintanya kepada sang kekasih melalui novel online yang terdapat di aplikasi ponsel miliknya.
Lana dan Galang adalah pasangan yang sama-sama memiliki kehidupan yang di atas standar tingkat sosial, yang tidak menuntut mereka harus bermandikan peluh dibawah sinar matahari atau berlari mengejar waktu hanya tidak ingin ketinggalan absen karyawan.
Kehidupan mewah tidak menjamin keduanya bahagia, yang satunya kehilangan kedua orangtuanya, sedangkan yang satunya lagi harus kehilangan kekasihnya.
Hati yang terpenjara, terjebak dalam kenangan dan juga kesakitan yang mereka miliki, mempertemukan keduanya pada pertemuan yang tidak ditentukan oleh keduanya. Adanya permainan takdir membuat mereka yang hanya mengenal melalui dunia halu, tapi tidak mengenal dalam dunia nyata, karena keduanya memiliki nama julukan dan juga tidak ingin memperlihatkan wajah mereka lewat wajah beku yang menghiasi layar profil mereka masing-masing.
Novel pertama Lana yang pertama kali dilirik oleh Galang yang saat itu sedang meng-upload salah satu aplikasi novel. Dan kebetulan novel toon sebagai pilihannya untuk mencari hiburan dikala hatinya kesepian. Pria tampan yang berusia 27 tahun ini memang gemar membaca karya novel-novel legendaris baik karya orang luar maupun karya anak negeri sejak ia duduk di bangku SMA.
🌷🌷🌷
Pagi itu Lana sedang mengupdate episode selanjutnya untuk novel keduanya, tidak lama ada komentar pembaca setianya yang tidak lain adalah Galang dengan nama samaran Sandy. Lana membaca komentar dari pembaca idolanya. dan beralih ke tempat chating secara pribadi dengan idolanya tersebut.
"Hai Thor ceritamu sangat bagus, aku sangat menyukainya." Ucap Sandy kepada Lana penulis novel itu.
"Terimakasih, bagaimana kabarmu pagi ini?" Tanya Lana yang sangat senang seolah mendapatkan surat cinta dari sang kekasih.
"Aku baik-baik saja, aku sangat bersemangat untuk melakukan apapun, setelah membaca episode baru dari novelmu, sepertinya aku punya kekuatan baru darimu." Ujar Galang dengan mengulum senyumnya yang baru saja terbit pagi ini bersama mentari pagi.
"Terimakasih banyak, kalau novelku banyak memberimu inspirasi." Ucap Lana sambil tersenyum membalas pesan dari pembaca idolanya tersebut.
"Hai, apakah kamu masih singel thor?" Tanya Galang kemudian karena sangat penasaran dengan novelis favoritnya ini.
"Jika iya, emang kamu mau apa?" Tantang Lana memancing balasan dari pembaca idolanya tersebut.
"Sepertinya aku jatuh cinta padamu." Ucap Galang tanpa basa-basi.
"Apakah kamu sedang merayuku saat ini?"
"Lebih kepada membujukmu untuk mau menerima cintaku."
"Apakah ini keharusan?"
"Jika kamu bersedia sayang?"
"Kamu terlalu cepat memberiku kata mesra sedangkan kamu belum mengenalku."
"Karena aku baper jadi kamu pantas mendapatkannya kata sayang dari ku." Rayu Galang pada novelis favoritnya itu.
"Kamu akan kecewa jika melihatku, aku bukanlah seorang gadis cantik seperti impian pria tampan pada umumnya seperti dirimu."
"Mengapa kamu yakin sekali jika aku adalah pria tampan, sedangkan aku belum mengatakan ciri fisikku padamu."
"Aku hanya mengikuti instingku saja, jika kamu adalah sosok lelaki tampan, pendiam dan kesepian."
"Apakah kamu memiliki dua profesi? selain menjadi seorang novelis, apakah kamu adalah seorang cenayang?" Gurau Galang menanggapi perkataan Lana.
"Terserah apa katamu, jangan terlalu memberikan keputusan yang buru-buru, karena tidak semua harapan akan berujung ending yang baik."
"Itu resiko yang harus aku terima, aku sama sepertimu memiliki insting yang kuat jika kamu adalah milikku suatu saat nanti."
"Permisi tuan saatnya anda sarapan dan minum obat." ucap asistennya yang menyela obrolan keduanya melalui layar datar tersebut.
"Terimakasih!" Sebentar lagi aku akan memakannya. Lanjutkan pekerjaanmu paman Radit." Ucap Galang ketika asistennya membawa sarapan pagi untuknya.
"Baik tuan muda."
"Maaf lagi ada iklan, aku pamit mau sarapan dulu ya cantik. Jaga kesehatanmu, dan jaga hatimu untukku." Tulis Sandy mengakhiri chatting mereka.
"Good bye, see you tomorrow, thank you!" Tulis Lolita samaran nama dalam novelnya.
"Aku akan selalu merindukanmu Lolita." Ucap Galang lirih kemudian menghampiri sarapan paginya yang sudah disajikan di meja di dalam kamarnya.
"Aku penasaran seperti apa dirimu Sandy?" Ucap Lana yang saat ini sedang berguling-guling di atas kasurnya yang all size itu.
"Haruskah aku mulai membuka hatiku lagi untuk lelaki lain tempati?" Tanya Lana yang kembali termenung usai chatting-nya dengan Sandy nama samaran Galang.
🌷🌷🌷🌷
Pagi itu Galang berangkat ke perusahaannya diantar oleh asistennya. Sepanjang perjalanan ia tidak berhenti tersenyum mengenang hari ini ia telah menembak seorang gadis yang merupakan novelis idolanya. Ia tidak peduli jika gadis itu tidak menyukainya, setidaknya ia sudah menyatakan perasaannya yang selama satu tahun ini, ia simpan dengan rapi dalam benaknya.
"Aku yakin Loli, kamu adalah gadis yang sangat cantik, baik dan cerdas, dan aku berharap kamu tidak memiliki seorang kekasih saat ini. Aku juga curiga pasti kamu juga sangat kesepian seperti diriku ini. Bagiku karyamu yang aku baca adalah sebagian ceritanya adalah perjalanan hidupmu dan juga kisah cintamu. Jika dugaanku benar berarti aku adalah pria yang paling bahagia yang akan memilikimu suatu hari nanti. Aku berharap kamu membalas cintaku Loli sayang." Ucapnya membatin.
------------------------------------------
Meeting hari ini membahas berbagai hal yang menyangkut dengan produk, laporan penghasilan, laporan bahan material yang akan mereka programkan selanjutnya. Galang menyimak apa saja yang disampaikan oleh beberapa divisi dari masing-masing cabang perusahaan miliknya yang ada di beberapa kota besar di Indonesia.
Galang hanya memberikan apresiasinya kepada karyawannya yang telah berusaha sangat keras untuk memajukan perusahaan ini walaupun kedua orangtuanya telah tiada.
"Terimakasih atas kinerja dan integritas kalian selama ini, saya merasa salut dengan kesetiaan kalian untuk tetap berdiri di samping saya, walaupun orang tua saya telah tiada, saya harap ke depannya kita lebih banyak membuat inovasi baru untuk menarik minat para konsumen yang akan melirik produk kita tanpa melihat merk dagang tapi lebih mengutamakan kualitas produk kita.
Untuk itu kita akhiri meeting kita hari ini, kita berikan tepuk tangan yang meriah untuk beberapa karyawan yang sudah memberikan kontribusinya pada perusahaan ini dengan dedikasi yang tinggi. Untuk mereka yang berprestasi akan mendapatkan 2 kali lipat bonus akhir tahun ini, dan bagi yang masih baru belajar, tetap semangat dan optimis, semoga keberhasilan teman kalian menjadi cambuk energi untuk tetap berkarya dengan baik.
Demikian penyampaian dari saya kita akhiri dengan doa bagi yang beragama Islam dengan membacakan hamdalah. Assalamualaikum, selamat siang semuanya terimakasih." ucap Galang dengan mengangguk hormat kepada para supervisor dan manajer cabang perusahaan miliknya yang bergerak dalam bidang kosmetik.
Galang meninggalkan ruang rapat dan kembali ke ruangannya. Ia tidak ikut makan siang dengan para staffnya yang berada di ruang rapat itu, malah ia lebih memilih makan sendiri di ruang kerjanya.
Galang Setiawan, itulah nama yang disematkan ayahnya karena terlalu mengidolakan Iwan fals, penyanyi legendaris yang terkenal dengan lagu-lagu lawas yang berbau politis dan sindiran bagi para kaum elite politik di masa itu.
Nama putra dari penyanyi idolanya itu yang ia berikan untuk putra tercintanya. Banyak doa dan harapan yang dipanjatkan kedua orangtuanya ketika Galang baru hadir ke alam rahim bundanya. Tumbuhlah Galang sebagai anak yang cerdas dan sangat berbakti kepada orangtuanya. Namun sayang di masa usia remajanya ia harus kehilangan orang tuanya di saat ia butuh keduanya untuk tetap membentuk kepribadiannya yang kokoh dalam mengarungi kerasnya hidup.
Flash back
Sepuluh tahun yang lalu, kala itu tuan Setiawan mengajak istri dan putranya pulang kampung mereka di Surabaya, dengan mengendarai mobil yang disetir oleh sopir pribadinya, tuan Setiawan sekeluarga berangkat dengan membawa kerinduan mereka untuk menemui keluarga tercinta.
Saat itu Galang yang baru saja menamatkan pendidikan SMA, turut serta dalam mobil sedan terbaru. Baru saja mobil itu memasuki wilayah Pacitan, tiba-tiba mobil itu tertabrak dengan truk gandeng yang memuat semen. Tabrakan maut itu tidak bisa dikendalikan oleh sopirnya. kedua orangtuanya tewas seketika sedangkan sopir dan Galang sempat di bawa ke rumah sakit di sekitar daerah Pacitan.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit sopir pribadi mereka pun meninggal. Sekarang hanya Galang yang sedang berjuang dengan maut, dokter berusaha untuk memberikan pertolongan dengan sebaik mungkin untuk menyelamatkan nyawanya. Tubuhnya penuh dengan luka lebam dan kaki yang satunya patah yang harus di gips, operasi pada kakinya dilakukan malam itu juga. Sekitar dua minggu, Galang tidak sadarkan diri. Asisten ayahnya yang masih setia menemani Galang di rumah sakit, tetap meminta dokter untuk menyelamatkan nyawa tuan mudanya dengan alat medis yang bisa menunjang kehidupan tuan mudanya.
Setelah hampir satu bulan kemudian, Galang akhirnya siuman, iapun mulai menggerakkan jari tangannya perlahan untuk memberikan reaksinya bahwa ia sudah sadar. Paman Raditya bersorak kegirangan melihat Galang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Iapun memencet tombol panggilan kepada suster dan dokter untuk datang memeriksa lagi keadaan Galang.
Dokter memeriksa semua alat medis yang melekat di tubuh Daffa, dari EKG, tekanan darah, nadi dan fungsi organ pernapasan dll yang ada di tubuh Galang. Setelah di pastikan keadaan pasiennya, dokter tersenyum lega lalu menghampiri paman Raditya untuk memberikan penjelasan.
"Alhamdulillah pak, Galang sudah melewati masa kritisnya." Ucap dokter lalu tersenyum kepada Raditya yang masih termangu mendengar penuturan dokter.
"Dokter apa yang harus kukatakan jika ia menanyakan orangtuanya."
"Ini memang sulit untuk kita menyampaikan berita duka itu pada pasien yang baru selamat dari kematian, tapi bagaimanapun juga ia harus tahu dan belajar menerima kenyataan, insya Allah pertolongan Allah akan menyelamatkan hatinya, jika ia terlalu tergoncang mendengar berita duka ini dari anda, kami akan mendatangkan dokter psikologi untuk membantu anda dalam menyampaikan berita duka ini pada pasien Galang." Ucap dokter Hanan seraya menepuk pundak paman Raditya yang masih termenung lalu meninggalkan kamar inap pasien Galang.
"Paman aku ada di mana, di mana orangtuaku, apakah mereka baik-baik saja?" Tanya Galang ketika melihat asisten ayahnya yang menemaninya saat ini.
"Tuan harus sembuh dulu ya, baru paman akan memberi tahu keberadaan orangtuamu." Ucap paman Adit untuk menenangkan Galang.
"Katakan yang sejujurnya kepadaku paman, aku sudah siap mendengarkan hal yang terburuk sekalipun karena aku bukanlah anak kecil yang ingin paman kelabui," ucap Galang sedikit meringis menahan sakit pada kepalanya.
"Tuan dan nyonya besar tidak dapat bertahan karena langsung meninggal di tempat kejadian perkara, dan jenasah keduanya sudah langsung dibawa ke Surabaya untuk dimakamkan di sana tuan." Ucap paman Raditya dengan suara parau menahan kesedihannya.
"Innalilahi wa innailaihi rojiuun, ya Allah ampunilah dosa kedua orangtuaku dan terimalah amal ibadah mereka disisiMu." Ucap Galang menahan kesedihannya.
Apa yang ditakutkan oleh paman Raditya, ternyata terbalik dari yang ia duga. Ketegaran Galang ketika menerima kenyataan pahit itu membuatnya tidak pesimis menatap hidup. Ia hanya memejamkan matanya kembali, entah lagi memikirkan apa, mungkin ia sedang membujuk hatinya agar tidak larut dalam kesedihan, bagaimanapun juga ia sangat yakin Allah akan menghiburnya yang saat ini teramat sakit karena kehilangan kedua orangtuanya sekaligus, entah dengan cara apa.
"Tuan apakah anda baik-baik saja?" apakah anda ingin makan sesuatu?" Tanya paman Radit ingin memastikan tuan mudanya tidak terpuruk pada keadaan.
"Aku baik-baik saja paman, hatiku memang sedih, tapi kesedihanku tidak akan membangkitkan kembali kedua orangtuaku yang telah tiada, aku harus belajar menerima kenyataan, belajar untuk ridho pada takdir yang ditetapkan oleh Tuhan untukku. Jika aku bersedih, orangtuaku tidak akan menyukai itu, bukankah selama ini ayah mendidikku untuk tidak boleh menjadi laki-laki cengeng." Ucap Galang sangat bijak membuat paman Radit merasa terharu.
"Alhamdulillah ya Allah, Engkau sangat baik pada tuan muda, mengokohkan jiwanya yang ku anggap rapuh setelah kematian kedua orangtuanya." Ucap paman Raditya lalu mengambil makanan yang sudah disiapkan oleh suster untuk Galang.
Dengan telaten paman Radit menyuapkan bubur ayam untuk tuan mudanya ini, iapun juga tegar ketika melihat tuan mudanya berusaha untuk semangat menapaki hidup.
Tiga hari kemudian mereka kembali ke Jakarta dengan menumpangi pesawat setelah menziarahi makam kedua orangtuanya Galang di Surabaya.
Tiga bulan kemudian Galang berangkat ke negeri paman Sam, ia memulai kuliahnya di Amerika serikat di salah satu perguruan tinggi yang terkenal di Amerika hingga ia tamat dalam waktu 2 tahun, dan meneruskan lagi S2 di universitas yang sama hingga ia lulus dan kembali ke tanah air memimpin perusahaan ayahnya yang diwariskan untuknya. Ia memang tidak lagi merasa sedih atas kepergian orangtuanya tapi ia membatasi dirinya dari pergaulan dengan siapapun kecuali dengan pamannya Raditya yaitu asisten ayahnya yang kini menjadi asistennya.
Hari-hari yang dilalui Lana menjadi sangat berarti, ia kembali menerima dunianya yang pernah hilang melalui cinta Galang walaupun hanya di dunia halu. Terkadang membuatnya tersenyum seharian tanpa henti. Kedua orangtua Lana merasa lega dengan perubahan sikap Lana yang tidak lagi murung karena terus mengenang sang kekasih hati yang telah meninggalkannya tanpa tahu kelanjutan nasib pemuda malang itu.
Cinta memang luar biasa, hanya dengan satu sentuhan kata, mampu mengubah seseorang kembali tumbuh segar bagai dedaunan layu ketika disiram air hujan akan kembali menampakkan kesegaran pada daun dan kokohnya pada batang serta kuatnya pada akar. Begitulah dengan cinta yang Lana rasakan saat ini, cinta yang telah membuat hatinya berbunga-bunga, jiwanya kembali hidup dan raut wajahnya terlihat kembali ceria.
"Assalamualaikum ayah dan bunda, selamat pagi, muuachh!" Ucap Lana mencium kedua orangtuanya secara bergantian lalu duduk di kursinya untuk menyantap sarapan pagi bersama dengan kedua orangtuanya..
"Waalaikumuslam sayang, bagaimana dengan para fansmu, apakah mereka sedang memantra putriku Ini melalui komentar mereka di novelmu." Ucap ayah Lana sambil mengunyah nasi gorengnya.
"Yah begitulah ayah, karena mereka hidupku rasanya sangat bahagia, aku seakan menemukan tambang kebahagiaanku kepada mereka, doa dan ucapan semangat dari mereka yang membuatku merasa mereka juga keluargaku saat ini. Semoga selalu sehat ya thor, semangat ya thor, jangan lama-lama update episode selanjutnya ya thor atau komentar mereka pada ceritaku dengan perasaan mereka yang sedih, yang ngomel yang happy pada setiap tokoh dalam cerita novelku setelah itu like dan hadiah mereka berikan sebagai bentuk apresiasi mereka pada karyaku, itu yang membuatku merasa tidak kesepian lagi bunda. " Ucap Lana yang menjelaskan tentang ungkapan dan support para fansnya di dua karya novelnya yang saat ini sedang update secara bersamaan.
"Turuti apa kata mereka, jaga kesehatan yang terpenting, jika kamu sakit mereka juga pasti sangat sedih, jadi harus tetap semangat dan sehat itu poin penting untukmu sayang!" Ucap ayahnya lalu beranjak meninggalkan Lana yang sudah asyik dengan aplikasi novelnya, memeriksa berapa banyak like dan favorit di dasbor judul novelnya tersebut.
Sebenarnya bukan itu yang ia nantikan, ia hanya menanti pembaca idolanya yang tidak lain adalah Sandy alias Galang yang belum mengirim chating untuknya.
"Ke mana kamu Sandy? apakah kamu sakit? ataukah kamu masih tidur?" Ah, kamu buat aku jadi gelisah begini. Bunda aku ke taman dulu ya!" Ucapnya sambil berlari kecil ke arah taman samping mansion.
"Jangan lupa minum susunya cantik!" Teriak bundanya yang lagi sibuk memeriksa beberapa bahan makanan yang di beli oleh kepala pelayan.
"Dagingnya dibuat stik aja dan buat juga sup ayam dan ayam goreng mentega kesukaan Lana dan tuan besar!" Ucap nyonya Rani kepada chef Reno sebagai penanggungjawab masakan di kediaman tuan Bart Dolken ayah dari Lana yang berkebangsaan Belanda yang saat ini menetap di Bali Indonesia karena menikah dengan Rani yang merupakan bundanya Lana asli wanita Bali Indonesia.
"Waaah banyak sekali dia memberikanku vote dan hadiah, apakah dia sangat kaya sampai membeli koin untuk tidak perlu melihat iklan, rupanya dia adalah pembaca VIP, mengapa aku baru sadar jika para riders bisa membayarnya dengan top up jika ingin membeli koin untuk memberikan kepada karya novel yang disukainya." Ujar Lana kemudian membuka chating dengan Sandy.
Baru saja ia ingin menulis untuk mengucapkan rasa terima kasihnya kepada pembaca idolanya itu, ternyata Sandy sudah duluan yang mengawali chatting mereka.
..."Assalamualaikum, selamat pagi cantik, apakah kamu sedang menungguku?" Canda Sandy mulai dengan godaan kecil di awal chatting-nya dengan novelis favoritnya ini....
"Ih, jangan GR gitu, aku lagi menulis episode selanjutnya ko, hari ini pingin buat tiga episode sesuai dengan permintaan pembaca setiaku." Balas Lana yang tidak ingin Sandy menebak perasaannya.
"Berarti nggak sedang menunggu chating dariku, ok aku pamit ya, mau nerusin pekerjaanku, maklumlah kuli pabrik, takut diomelin sama bosku bye!" Tulis Sandy mengakhiri percakapan mereka pagi itu.
Sebenarnya Galang tidak sungguh-sungguh mengakhiri percakapan antara ia dan Loli, ia hanya ingin menggoda gadis itu, apakah Lana hanya sekedar menganggapnya pembaca biasa ataukah menjadi seorang yang istimewa untuk gadis itu.
"Sial**n mengapa ia tega menghentikan chatting-nya, apakah dia tidak tahu aku dari subuh menunggunya untuk menghubungiku, ternyata kamu hanya main-main denganku, kamu tidak sungguh-sungguh menyukaiku, semua perkataanmu kemarin-kemarin hanyalah bualanmu semata, dasar kamu ternyata seorang lelaki bren**k tidak seperti Rian yang sangat mencintaiku." Ucapnya kembali menangis mengenang kepergian kekasihnya tiga tahun yang lalu.
"Kamu sedang menangis sekarang? apakah kamu mengira aku akan benar-benar pergi meninggalkanmu tanpa pamit? apakah kamu juga saat ini memikirkan orang lain sayang?" Tanya Galang kembali meneruskan chatting-nya dengan Lana.
"Apa maumu dengan terus menggodaku? jika kamu hanya ingin bermain-main denganku enyalah dari hidupku, nggak usah memberiku harapan jika kamu enggan untuk mewujudkannya, aku tidak berharap banyak dari pembaca sepertimu yang kutemui hanya dalam dunia halu bukan nyata bagiku." Balas Lana sambil terisak.
"Apakah kamu sedang jatuh cinta padaku sayang? tolong jangan menangis, aku hanya menggodamu saja, aku tidak serius untuk meninggalkanmu cantik, aku harus mendapatkan senyuman dulu sebelum memulai aktifitasku pagi ini, ayolah! tersenyumlah padaku sekarang, aku tahu kamu menginginkan hal yang sama dariku." Tulis Galang yang mengetahui perasaan Lana yang saat ini pasti sedang kesal dengan dirinya.
"Cih!" Apaan sih nih cowok, seenaknya saja dia mempermainkan perasaanku, tapi mengapa dia mengetahui kalau aku sedang menangis karena dirinya, jangan-jangan ia benar-benar keturunan cenayang, ah bodolah, aku memang menyukainya, baiklah kita memang butuh senyum pagi ini untuk memulai hari kita." Ucapnya membatin.
Lana kembali menulis perasaannya dan supportnya kepada pembaca idolanya itu, ia tidak ingin jual mahal lagi kepada Sandy yang saat ini sudah membuat dunianya kembali indah.
"Aku sudah terbiasa dengan sapaan pagimu sebagai pelengkap menu sarapan pagiku hari ini, aku senang dengan sanjungan dan kata romantis darimu, jika ini sangat mahal untukku dapatkan, bisakah aku membayarmu dengan cintaku?" ucap Lana yang semakin membuat jantung Galang berdebar tak menentu.
"Terimakasih atas pengakuanmu sayang, aku sangat merasa berharga saat ini, jika cintaku tidak bertepuk sebelah tangan, I love you Loli cantik." Pujinya dengan perasaan yang bahagia.
"Ok, sampai jumpa Sandy, semoga harimu menyenangkan," ucap Lana mengakhiri chatting-nya dengan Sandy.
Sandy berjingkrak-jingkrak di kamarnya hingga tidak sadar paman Raditya sedang memperhatikan tingkahnya.
"Sepertinya tuanku sedang bahagia hari ini. Apakah Tuanku sedang jatuh cinta?" Seloroh paman Raditya sambil menuangkan kopi dicangkir putih untuk Galang yang sudah duduk lagi di sofanya.
"Yah mungkin saja paman, aku belum yakin dengan perasaanku karena aku tidak melihat wujud aslinya, kami hanya berkenalan sebagai penulis dan pembaca." Ucap Galang sambil menyesap kopinya dengan menikmati tiap tegukannya.
"Maksud Tuan tidak mengenal tapi sudah menyukainya, aku tidak mengerti ucapan tuan." Ujar paman Raditya lalu meninggalkan kamar Galang.
"Parah jika berurusan sama orang yang buta dengan cinta," ucap Galang membuka lagi ponselnya memeriksa laporan perusahaan miliknya.
Dua bulan kemudian Lana yang ingin melanjutkan kuliah S2 nya di Jakarta sedang mempersiapkan apa saja yang akan ia bawa ke Jakarta. Orangtuanya yang lebih bawel mengingatkan dirinya dengan beberapa hal yang tidak boleh ia sampai lupa.
"Sayang, Jakarta saat ini lagi musim hujan, nanti kalau banjir kamu sulit keluar, jika ingin keluar kamu harus memakai sepatu boot agar kakimu tidak terendam banjir, jangan lupa jaket, jas hujan dan obat-obatan milikmu harus ada setiap waktu." Ucap bundanya tanpa henti.
"Mami aku tuh mau berangkat kuliah bukan mau kemping, ini apaan sih sampai tiga koper gitu, kaya aku nggak akan pulang ke sini lagi." Gerutunya sambil mencebikkan bibirnya.
"Ini list barang-barang bawaan yang sudah bunda masukkan dalam kopermu, jadi bunda mohon jika sampai di Jakarta, kamu harus memeriksanya kembali barang mu sesuai dengan yang ada list tersebut.
"Iya bundaku sayangggg." Jawab Lana seraya mencubit kedua pipi bundanya dengan gemas.
"Satu hal lagi dan ini sangat penting untukmu, bawalah calon menantu yang tampan untuk bunda, buka lagi hatimu nak, jangan lagi menutup hatimu untuk pria lain yang ingin mendampingi hidupmu."
"Mami semua butuh proses, aku tahu tiga tahun ini aku tenggelam dalam dukaku bukan berarti aku tidak ingin berjuang untuk melupakan Rian, aku butuh waktu untuk kembali menerima laki-laki lain dalam kehidupanku, ku mohon bunda tidak terlalu berharap lebih padaku, tolong doakan saja putrimu ini, semoga bisa mewujudkan impian bunda." Ucapnya lalu memeluk bundanya erat.
Keesokan harinya dengan menumpangi pesawat dari Denpasar ke Jakarta, Lana meninggalkan kota kelahirannya menuju ibukota yang padat dengan masyarakat urban, ia kemudian menempati kelas bisnis di dalam pesawat tersebut. Perjalanan yang memakan waktu tempuh satu jam 45 menit cukup untuk ia bisa berselancar di dunia halu, meneruskan tulisan novelnya yang sempat tertunda dua hari ini karena mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke Jakarta.
Karena berada didalam pesawat pagi itu ia tidak bisa melakukan chating dengan sang idola karena tidak ada sinyal di dalam pesawat. Ia juga tidak memberitahukan kepada pembaca idolanya tersebut bahwa ia kini ingin melanjutkan pendidikannya di ibukota negara Indonesia tercinta. Entah mengapa selama satu tahun berkomunikasi melalui chatting tidak ada diantara mereka yang saling menanyakan nama asli, tempat tinggal maupun pekerjaan. Semuanya mengalir begitu saja tanpa mau tahu asal usul mereka masing-masing.
Mungkin keduanya merasa segan untuk mengulas kehidupan mereka masing-masing. Tetap saling menjaga privasi, itu yang menjadi komitmen hubungan mereka, biarlah mengalir apa adanya, jika suatu saat berjodoh mungkin itu suatu kebetulan, tapi jika tidak dipertemukan dengan takdir cukuplah itu menjadi rahasia dan kenangan untuk mereka yang saling menikmati hiburan dalam kesepian mereka, karena telah ditinggalkan oleh orang-orang terkasih. Cinta bisa datang tiba-tiba, jika tidak ada cinta, tidak perlu merasa sakit hati bila suatu hari nanti hati mereka ada yang memiliki. Prinsip yang masuk akal, apa salahnya jika bisa diterapkan, toh itu bukan suatu keharusan untuk saling memiliki.
Lana yang baru saja turun dari pesawatnya kembali menghidupkan ponselnya, mengabarkan kepada bundanya bahwa ia sudah selamat sampai tujuan. Lana menulis pesan singkat melalui aplikasi whatsapp untuk bunda tercinta.
"Assalamualaikum bunda, alhamdulillah Lana sudah sampai Jakarta.
"Waalaikumuslam sayang, alhamdulillah, kamu harus langsung ke kosmu ya sayang. Hati-hati ya sayang, jangan ke mana-mana kalau belum ada teman yang bisa kamu ajak menemanimu jalan-jalan di Jakarta."
"Ok bunda, love you."
Lana meneruskan langkahnya ke arah pengambilan bagasi di area ruang kedatangan bandara. Setelah di pastikan kopernya, ia sudah berada di dalam taksi yang membawanya ke alamat yang sedang ia tuju.
"Pak apakah sudah ketemu alamatnya?" Tanya Lana yang sudah berada di daerah komplek perumahan mewah di daerah Jakarta Selatan.
"Aku baru masuk ke sini mbak, jadi agak bingung." Ucap sopir taksi itu yang jarang mengantarkan penumpangnya di wilayah elite itu.
"Baiklah pak saya turun di sini saja, mungkin alamatnya sudah dekat dari sini" ucap Lana lalu membuka pintu mobil taksi itu.
Ia membayar ongkos taksi dan sopir taksi itu membantunya menurunkan kopernya yang ada di bagasi.
"Terimakasih banyak ya pak!"
Taksi itu memutar balik mobilnya dan mengangguk hormat pada Lana yang masih berdiri sambil melihat alamat rumah yang akan ia tempati. Rasa bingungnya membuat ia membaca satu persatu nomor rumah di areal tersebut, rumah-rumah besar bergaya Eropa yang sangat indah berdiri kokoh dengan bangunan yang sangat elegan membuat mata yang memandangnya berdecak kagum.
Dari jauh nampak seorang pemuda yang sedang lari pagi sambil memasang handset dikupingnya, Lana menghentikan langkah pemuda itu.
"Permisi tuan, apakah anda tahu alamat ini?" tanyanya sambil menunjukkan alamat yang tertera di dalam kertas tersebut.
"Oh itu di samping rumahku, jalan saja lagi sedikit kamu akan menemukannya nona." Jawab Galang sambil menunjukkan arah telunjuknya.
"Terimakasih tuan." Ucap Lana lalu menarik kopernya.
"Apakah perlu bantuanku nona?"
"Tidak usah, katamu sudah dekat jadi aku saja yang membawanya."
"Kamu adalah tetanggaku, masa aku tidak menolongmu, sini aku bawain," ucap Galang seraya merebut satu koper milik Lana.
"Oh, rumahmu dekat tempat kos aku? syukurlah masih ada orang baik di kota besar ini apa lagi ini perumahan mewah, biasanya orang cuek satuan sama lain." Ucap Lana sambil menarik kopernya.
"Itu yang dikatakan orang karena kebanyakan yang mereka temui seperti apa yang kamu dengar, tapi itu tidak berlaku untukku, buktinya aku masih bisa menolong kamukan?" Ucap Galang yang sedang berjalan disamping Lana.
"Iya juga sih, tidak semua dan Alhamdulillah aku kebetulan bertemu dengan orang baik yang sudah langka di ibukota ini, terimakasih atas bantuannya...?" Ucap Lana terhenti karena ingin menyebut nama si pria penolong tapi belum mengenal namanya.
"Oh iya, namaku Galang, itu nama panggilanku nona..?" gantian Galang yang menatap Lana untuk mengetahui nama gadis cantik ini.
"Lana, itu nama panggilanku!" Keduanya tertawa lepas lalu berhenti di depan pintu gerbang mansion mewah yang menjadi tempat kost untuk Lana.
"Sampai jumpa Lana, senang bertemu denganmu."
"Terimakasih Galang semoga kamu mau membantuku lagi, jika aku dalam kesulitan menemukan tempat nongkrong yang enak." Canda Lana mengakhiri obrolan mereka.
"Oh itu gampang, kita bisa lakukan itu nanti. Boleh pinjam ponselmu Lana," pintanya seraya menjulurkan tangannya dengan menengadah ke atas. Galang mengetik nomor kontaknya pada ponsel Lana lalu melakukan Miss call ke ponselnya.
Ponsel miliknya bergetar, berarti nomor Lana sudah masuk ke ponselnya. Mereka akhirnya berpisah saling berjabat tangan dan memberikan senyum terbaik diantara mereka.
"Kapan-kapan, apakah kamu mau aku undang minum kopi di rumahku?" teriak Galang sambil berlari mundur.
Lana hanya mengangkat jempolnya tanda ia dengan senang hati menerima tawaran itu. Lana disambut oleh pelayan tempat kostnya tersebut sedangkan Galang melanjutkan lari paginya. Sepanjang jalan Galang merasa sangat bahagia bertemu dengan Lana, entah mengapa ia langsung akrab dengan Lana, gadis yang baru dikenalnya.
"Lana mengapa kamu langsung mencuri hatiku, kamu sangat cantik dan hambal, semoga kita menjadi teman baik. Tapi, bagaimana dengan Loli, oh tidak!" Gadis itu adalah novelis favoritku, aku tidak ingin mengecewakannya. Ialah gadis pertama yang mengisi kekosongan jiwaku." Gumamnya dalam hati karena mulai bimbang dengan pendapatnya sendiri.
Ia kembali ke mansionnya untuk beristirahat. Di taman mansionnya sudah duduk paman Raditya yang menyiapkan sarapan ringan untuknya, kebetulan hari ini hari Sabtu jadi, ia lebih santai menikmati hari liburnya.
"Paman nanti malam aku ingin mengundang seseorang yang sangat istimewa, apakah paman bisa menyiapkan makanan spesial untuk kami?" Tanya Galang yang sudah menyelesaikan sarapan rotinya.
"Untuk berapa orang tuan, apakah mereka teman wanita anda Tuan?
"Dia adalah tetangga baru kita, barusan aku bertemu dengannya, aku sudah berjanji untuk mengundangnya, siapkan saja paman yang teristimewa untuknya. Namanya Lana, nanti paman akan bertemu dengannya."
"Baik tuan, akan paman siapkan sesuai dengan permintaan anda Tuan."
"Terimakasih paman, aku mau mandi dulu dan istirahat, tolong bangunkan aku dua jam lagi.
"Siap tuan!"
Galang buru-buru ke kamarnya, pagi ini dia belum sempat menyapa novelis idolanya yaitu Loli. Ia merebahkan tubuhnya dan mulai membuka aplikasi novel toon, dengan cepat ia membaca episode yang sudah update pagi ini, setelah itu mulai berselancar di dunia chating dengan Loli.
"Selamat pagi cantik, apa kabarmu hari ini? apakah kamu sedang merindukanku?"
"Ya seperti tebakanmu, aku sedang melamunkan dirimu."
"Apakah kamu sedang berfantasi liar tentangku seperti dalam novelmu?" Goda Galang sambil cekikikan sendiri di kamarnya.
"Sorry ya!" untuk dunia nyata aku tidak akan merendahkan diriku untuk menyenangkan hatiku dengan fantasi liar, itu cukup di dunia halu untuk menarik minat pembaca, yah hitung-hitung menambah kesan romantis saja."
"Benarkah seperti itu, bagaimana jika aku yang melakukan itu?"
"Melakukan apa?"
"Berkhayal tentang dirimu dan bisa mengecup bibirmu. Mungkin lebih dari itu."
"Jangan ngaco kamu, emang kamu pencinta se*s bebas?"
"Tidak juga sih, tapi asyikkan kalau sama kamu, kan cuma khayalan saja, nggak sungguh-sungguh ko."
"Makanya jangan memulai sesuatu dengan hal yang aneh."
"Baiklah, aku juga tidak akan memaksamu dengan ide gilaku.
"Gila aja sendiri, nggak usah ngajak-ngajak."
"Nggak seru kalau nggak ada kamu sayang."
"Sudah dulu ya, aku lagi lelah nih, nanti malam saja kita chating lagi."
"Jangan malam, bagaimana kalau besok pagi. Nanti malam aku ada acara mau ketemu teman."
"Baiklah, terimakasih ya sudah menyapaku."
"Sama-sama cantik. Semoga hari ini kamu menulis sesuatu yang lebih menarik lagi."
"Ok, see you again."
"Akkh!" Hampir saja aku ketahuan mau kencan sama Lana, maafkan aku loli, beri aku waktu siapa diantara kalian yang lebih ku pilih untuk menjadi pendamping hidupku, walaupun kita sudah lama bertemu di dunia Maya, tapi kita belum pernah sekalipun bertemu, aku belum tahu seperti apa dirimu, beda dengan Lana, aku bertemu dengannya sesaat, tapi merasa sudah mengenalnya begitu lama.
Jika saja kamu tidak terlalu menutup dirimu dan merahasiakan identitas dirimu, mungkin aku tidak akan membagikan cintaku kepada yang lain." Ucapnya bermonolog.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!