Sudah lama sekali hujan tidak turun mengguyur kota Jakarta di malam hari. Kebetulan malam itu tiba-riba saja hujan turun dengan lebatnya. Tak ayal membuat Dara, gadis yang sedang mengerjakan tugas makalah dari sekolah, jadi merasa mengantuk.
"Udah lama nggak hujan, sekalinya turun hujan deres banget gini." Dara hendak menutup jendela, tapi malah dikejutkan oleh seseorang yang muncul di depannya.
"Astaga! Kak Guntur!"
Kilatan petir membuat Dara menjerit mendengar bunyi gelegarnya yang mengejutkan. Ditambah penampakan Guntur, pacarnya yang datang dengan penampilan acak-acakan.
Dara membuka pintu lalu makin terkejut melihat Guntur seperti orang mabuk. "Kak, kamu mabuk?"
"Sayang."
Dara mundur beberapa langkah, kenapa dia mendadak takut dengan pacarnya sendiri. Malam itu agak berbeda, aura Guntur seperti orang yang tidak Dara kenali.
"Kak, kamu ngapain ke sini? Bukannya tadi kamu bilang kamu mau kumpul sama temen kamu?"
Guntur langsung masuk ke kamar kost Dara, lalu menutup pintu, menguncinya cepat. "Kak. Kok kamu masuk sih? Udah malam, kamu pulang gih."
"Dara, kesini sayang. Kenapa kamu kayak takut sama aku?" ucap Guntur dengan wajah memelas. "Dingin sayang."
Dara mengambil handuk lalu memberikannya pada Guntur. Tapi Dara agak takut, sebab dia tahu pacarnya itu sedang mabuk. "Kamu handukan terus duduk di kursi sana. Aku tahu Kakak mabuk 'kan? Ngapain sih kakak mabuk-mabukan lagi! Kakak udah janji sama Dara nggak akan mabuk!"
Guntur seolah tidak mendengarkan ucapan Dara, bukannya mengelap tubuhnya dengan handuk, dia malah membuka bajunya hingga bertelanjang dada di depan Dara.
"Kak! Pakai baju kamu!" Dara ingin menjerit tapi dia takut ada yang mendengar dan menarik perhatian banyak orang nantinya.
"Sayang, tolong kamu aja yang handukin." Guntur tersenyum lalu melebarkan bahunya. "Sini sayang, kok nggak biasanya, kamu kenapa?takut?"
"Nggak Kak! Aku nggak mau dekat kamu. Aku nggak mau dekat dengan cowok pemabuk!" geleng Dara cepat. Dia masih bergerak mengindari Guntur, dia tahu Guntur benar-benar diluar kesadaran.
Seolah memiliki firasat buruk, Dara pun langsung masuk ke kamarnya lalu bermaksud mengunci pintu. Tetapi sayang, belum sempat Dara mengunci, Guntur lebih dulu berhasil menyusulnya. "Oh, mau di kamar aja? Oke sayang." Guntur makin menjadi-jadi.
"Jangan sentuh aku!"
Dara ketakutan. Dia memundurkan tubuhnya terus, tapi tetap tidak bisa menghindari Guntur. Gadis polos itu sudah terkunci di dalam kamar bersama Guntur. Hujan yang amat deras membuat suasana dingin terasa makin menusuk, juga suara gemercik air yang berjatuhan kuat seolah memekakkan telinga.
Dara hanya bisa menangis saat Guntur mulai menyentuhnya. Telapak tangannya yang dingin kini menjamah ke tubuh Dara yang perlahan dibuka pelan. Hingga Dara memekik, menolak. "Please, jangan, Kak!"
"Aku mau kamu, Dara. Tolong jangan menolak."
"Kamu akan menyesal, Kak! Ini nggak benar!"
"Nggak. Aku nggak akan menyesalinya!"
Dara tetap menggeleng, menolak tegas.
"Kalau kamu sayang aku, jangan nodai aku!"
"Aku sayang kamu. Tapi aku lebih menginginkan kamu malam ini, sayang."
Alkohol membuat tubuh Guntur panas dan bergairah. Sehingga sekuat apapun Dara menolak, itu tidak akan berhasil menghentikan Guntur.
Walau mereka berpacaran, tapi mereka belum pernah melakukan hal yang diluar batas. Kali ini semua berbeda. Nafsu membutakan segalanya. Guntur terlalu mabuk. Dara tidak dapat melawan. Sampai akhirnya mahkota Dara direnggut paksa oleh Guntur di malam itu.
...***...
Sambil nunggu Takdir Cinta Kinan update, boleh di seling baca ini ya. Akan di up berkala sampai tamat. Judul semula My Ex-Husbandable. Untuk yang udh pernah baca di lapak lain, pasti tahu.
Di lapak sebelah udah aku UNpublish 🙏
Dara hanya bisa menangis sambil meringkuk memegangi ujung selimut. Penampilannya acak-acakan bahkan bajunya sobek karena di buka paksa oleh Guntur. Mungkin setelah ini Dara juga mengalami trauma karena perlakuan Guntur yang benar-benar di luar kesadaran semalam.
Guntur mengacak rambutnya, dia kini sudah sadar dari mabuk. Dara menangis terisak, tanpa mau di dekati oleh dia. Guntur merasa bersalah, dia sayang mencintai Dara, dia tidak mau Dara membencinya.
"Dek, aku pasti tanggung jawab." Guntur masih berusaha memegang tangan Dara.
"Jangan sentuh aku lagi! Kakak pergi dari sini! Dara jijik dengan diri sendiri!" teriak Dara dengan tangisannya yang membuat Guntur merasa sakit.
"Dek, Kakak nggak akan pergi. Aku yang salah, tolong jangan benci sama aku. Demi Tuhan, aku akan tanggung jawab. Aku semalam kacau, aku stres sampai nggak sadar aku minum terlalu banyak" kata Guntur.
"Kakak udah tau bahkan udah janji kalau nggak akan minum lagi! Kenapa kamu bohong dan ingkari janji itu? Sekarang kamu udah merusak masa depan aku! Aku benci kamu!"
Entah harus bagaimana agar Dara mau menatap Guntur. Dara bahkan terus memalingkan wajah seolah jijik dengan Guntur.
"Dek, aku sayang sama kamu. Aku bersumpah akan bertanggungjawab atas kamu. Apapun yang terjadi. Please, kamu percaya sama aku. Kali ini aku nggak akan mengingkarinya. Aku akan datang ke keluarga kamu, tepat di hari kelulusan kamu, aku akan melamar kamu."
Dara hanya menangis mendengarkan pernyataan Guntur padanya. Dia tidak tahu harus berkata apa, dia hanya bisa menangis setelah apa yang terjadi pada dirinya.
Elang Sebastian Kusuma. Putra bungsu dari keluarga Kusuma yang merupakan salah satu keluarga terpandang. Dia memiliki saudara laki-laki bernama Guntur Sebastian Kusuma saat ini sedang terbaring koma di rumah sakit. Guntur mengalami kecelakaan saat balapan motor. Guntur merupakan ketua geng motor Hunter yang menjadi keluarga kedua buatnya.
Hubungan Guntur dan papanya tidak terlalu harmonis. Papanya sangat bangga dengan Elang, anak yang berprestasi, senantiasa berkelakuan baik. Sifat dan sikapnya bertolak belakang dengan Guntur. Selain urakan, gemar keluyuran dan bergabung dengan segerombolan berandal. Masih banyak lagi yang tidak disukai papanya dari putra sulungnya itu.
Sampai suatu hari seorang gadis yang masih mengenakan seragam SMA berdiri di sudut koridor dekat kamar rawat Guntur. Matanya sembab, menatap sendu ke arah ruangan yang dijaga ketat, tidak ada yang boleh masuk kecuali keluarga.
Elang yang setiap hari menjaga abangnya, memperhatikan gadis yang tampak mencurigakan. Dia seperti ingin masuk ke dalam ruangan rawat Guntur, tapi ragu karena di depan ruangan abangnya selalu ada bodyguard yang menjaga ketat.
"Ekhem." Elang sengaja batuk di depan gadis itu. Gadis tersebut masih menunduk, sambil memilin jari jemarinya, gugup.
"Kamu siapa?" Pertanyaan pun terlontar dari mulut Elang. Dia tidak mau sampai ada orang yang berniat buruk terhadap kakaknya. Pasalnya Elang tahu bahwa kakaknya pasti memiliki banyak musuh diluar sana.
Gadis itu gemetar, ia mengangkat wajahnya ragu-ragu.
"Namaku, Dara."
Sepasang mata bulat, iris berwarna coklat terang dengan genangan air di ujung matanya semakin membuat Elang bertanya-tanya, untuk apa gadis itu datang ke sini.
"Cari siapa?" tanya Elang lagi, dia masih berdiri di depan gadis yang tidak berani menatap matanya secara langsung.
"Aku pacar kak Guntur."
Elang terkejut. Gadis itu mengaku sebagai kekasih abangnya. Tidak salah? Dia bahkan baru tahu bahwa abangnya memiliki kekasih. Dipandanginya oleh Elang, sosok gadis di depannya. Mulai dari kepala sampai kaki. Anak sekolahan. Elang makin tidak percaya.
"Masih sekolah, kan?"
"Iya," angguk gadis yang bernama Dara.
Dara mengangkat wajahnya. Dia akhirnya menangis sambil menutupi wajahnya. "Please, aku cuma mau lihat keadaan Kak Guntur."
Elang yang biasanya tidak peduli dengan tangisan wanita selain mamanya, mendadak terenyuh.
"Kamu nggak bisa nemuin Abang saya. Dia masih koma." Elang menjawabnya tegas. "Lagian sejak kapan kamu jadi pacar Abang saya?"
Bisa saja gadis itu mengada-ada mengaku menjadi pacar abangnya. Tak heran jika itu terjadi, karena Guntur memang sosok yang di idolakan di kampusnya dulu saat masih kuliah. Tapi, gadis itu masih SMA. Bagaimana bisa abangnya menjadikannya pacar, pikir Elang.
"Udah dua tahun."
Elang menaikkan dua alisnya bersamaan dengan matanya yang ikut melebar. "Dua tahun?"
Meski canggung, Dara mengangguk pelan. "Kak Guntur nggak biasanya, dia pamitan sama aku. Sebelum kecelakaan, kak Guntur bilang sama aku. Kalau terjadi sesuatu sama dia, aku diminta untuk cari orang yang bernama Elang."
Dara akhirnya menangis terisak sambil menjatuhkan tubuhnya, ia berjongkok sembari memeluk kedua lututnya sendiri.
Elang masih tersentak dengan pernyataan gadis itu. Jadi, sebelum kecelakaan Guntur menitipkan gadis itu pada Elang, bukankah itu maksud dari kata-kata abangnya.
"Kamu nggak sedang mengada-ada, kan?"
"Enggak. Dara jujur, ini ada chat terakhir kak Guntur. Isinya sama kok, dengan kata-kata dia sewaktu terakhir kali menemui ku."
Dara menyerahkan ponsel miliknya kepada Elang. Saat itu Elang membuka pesan dari kontak yang bertuliskan nama 'Kak Guntur Sayang' di akhiri dengan emoticon kiss. Rupanya mereka memang berpacaran, batin Elang sebelum membuka isi pesan tersebut. Saat membuka pesan itu, Elang membelalakkan matanya. Benar yang dikatakan Dara. Guntur menitipkan gadis itu padanya.
Meski tidak tahu apa maksud abangnya menitipkan pacarnya pada Elang. Tapi saat itu Elang membuang rasa curiga pada gadis di depannya. Biar bagaimanapun gadis itu seorang gadis yang jujur.
"Lalu, kamu mau apa? Saya Elang."
Kedua mata Dara membulat sambil menggenggam ponsel ditangannya. Jadi, cowok yang sejak tadi di hadapannya itu adalah Elang.
"Jadi... ka-kamu," gagap Dara.
"Ya. Saya Elang Sebastian. Adik kandung Guntur."
...______...
...Siap-siap crazy up ya. Nanti malam aku mulai update lagi ^^ ...
^^^Update 01/01/2022 ^^^
Sebagai seorang adik yang baik, Elang hanya ingin tahu tentang amanat itu, apa maksud kata-kata yang di sampaikan oleh Dara padanya.
Akhirnya ia meminta Dara mengikutinya, masuk ke dalam ruangan rawat pria yang sudah terbaring koma selama kurang lebih tiga hari. Gadis itu terus menangis ingin melihat kondisi pacarnya. Pikir Elang, selagi keluarganya tidak berkunjung, dia bisa menemani Dara untuk melihat kondisi Guntur.
"Kak Guntur," Dara makin terisak dalam tangisnya, dia tidak berani menyentuh barang sejengkal saja kulit pucat kekasihnya. Keadaan Guntur amat parah, selang oksigen terpasang di mulutnya, juga jarum infus yang menempel di punggung tangannya. Guntur masih terbaring koma, tidak sadarkan diri.
"Kakak." Sekuat tenaga gadis itu menahan suara, hanya tersengal sesekali, memekik dalam tangis. Dara Tidak ingin membuat suasana tenang di ruangan itu pecah karena jerit tangisnya.
"Bang Guntur mengalami pendarahan cukup serius di otaknya. Benturan keras di kepalanya sewaktu kecelakaan yang menjadi penyebab. Entah kapan bang Guntur sadar. Saya harap kamu bisa ikhlas, doakan supaya dia bisa sadar." Elang masih menatap Dara yang terlihat sangat bersedih. Rupanya itu tipe gadis yang disukai Guntur yang dikenal dingin dengan lawan jenis. Pantas saja, setiap kali ada teman wanita yang mendekati abangnya itu, Guntur selalu menjauh, tidak tertarik dengan wanita mana pun.
Namun, anak ABG seperti Dara. Apakah itu tipe cewek idaman ketua geng motor Hunter?
Dua tahun menjalin hubungan di belakang keluarga besarnya. Jika diketahui oleh orang tuanya, Guntur pasti akan mendapat masalah.
"Udah lihat 'kan? Sekarang saya butuh bicara sama kamu," tegas Elang yang merasa semuanya masih abu-abu baginya.
Dara mengangguk pelan. Meski belum cukup rasanya melihat wajah pacarnya. Hatinya begitu sakit, tidak tega melihat keadaan Guntur yang sangat parah.
Elang mengajak Dara ke sebuah cafe di dekat rumah sakit. Ia merasa butuh mengobrol dengan Dara. Gadis itu datang ke rumah sakit masih mengenakan seragam lengkap yang sudah dicoret oleh spidol hitam. Wajah yang kusut dengan mata bengkak dan hidung yang merah. Terlihat sekali bahwa dia habis-habisan menangisi Guntur.
"Kamu baru kelulusan?" tanya Elang melihat seragam Dara yang di penuhi coretan spidol.
Dara menyeka air matanya. Sampai kapan dia akan menangis. Batin Elang.
"Iya. Tadi Dara baru saja wisuda kelulusan di sekolah. Lalu ada acara coret seragam. Dara kaget sewaktu liat berita ada kecelakaan. Dara nggak nyangka itu beneran kak Guntur."
Elang hanya diam menatap gadis yang seolah tidak lelah menangis itu. Begitu besarkah cintanya terhadap Guntur? Atau jangan-jangan... Mendadak muncul kecurigaan di benaknya terhadap Dara.
Seorang gadis menangis sampai segitunya. Belum lagi sejak tadi Elang memperhatikan gadis itu agak berbeda. Dia berulang kali menyentuh perutnya. Apakah dia lapar?
"Udah makan?" tanya Elang.
"Dara nggak lapar."
Elang menggaruk tengkuknya, masih bingung kenapa gadis itu sejak tadi terus menangis, gemetaran seperti bingung ingin menyampaikan sesuatu. Jadi bukan karena lapar.
"Kamu nggak lagi hamil 'kan?" tanya Elang seketika membuat Dara bergeming.
Dua gelas lemon tea datang ke meja mereka. Elang mengambil minuman tersebut lalu meminumnya. "Minum dulu, kamu nggak berhenti nangis, nggak capek."
Dara mengambil segelas lemon tea di depannya, lalu meminumnya sedikit.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya. Kamu nggak lagi hamil 'kan?" tentu saja Elang berharap jawabannya "tidak".
Kedua mata Dara terpejam. Gestur-nya terlihat seperti ia sedang sangat gugup saat ditanyakan tentang itu. Elang merasa aneh, jangan bilang gadis di depannya itu benar-benar...
"Iya. aku hamil."
"Ini anak Kak Guntur."
Seperti mendengar suara petir menyambar. Jawaban Dara sama sekali diluar dugaannya. Meski pertanyaan itu dia yang mengajukan, tapi tak sedikit pun dia mengira bahwa gadis itu akan menjawab "iya".
Bagaimana bisa gadis di depannya itu masih remaja. Guntur? Apakah dia bajingan yang suka menghamili anak orang! Elang meremas kuat telapak tangannya sambil menggertak kan gigi. Kalau orang tuanya tahu hal ini pasti Guntur akan dibuang dari anggota keluarga.
"Kamu lagi bercanda 'kan?" Elang masih tidak percaya.
"Enggak. Dua Minggu lalu, Kak Guntur juga udah tahu kok. Dia bilang bakalan nikahi aku setelah aku lulus sekolah. Tapi, Dara nggak sangka kalau Kak Guntur akan koma seperti sekarang."
Jadi ini alasannya kenapa dua Minggu lalu Guntur bertengkar dengan mama dan papanya. Guntur mendadak keluar dari ruangan kerja orang tuanya dengan wajah merah padam menahan amarah. Mamanya tidak memberi tahu Elang, mengenai alasan Guntur terlihat sangat marah. Elang tidak sengaja melihatnya, ingin menegur abangnya tapi dia merasa itu bukan urusannya. Elang tidak suka mencampuri urusan orang lain, meski itu abangnya sendiri. Tapi kali ini kasusnya berbeda, keadaan Guntur sedang koma.
"Jadi, bang Guntur nitipin kamu ke saya karena minta saya tanggung jawab atas kamu?" ucap Elang masih mencerna maksud amanat dari abangnya itu.
Dara menggeleng. "Elang nggak boleh tanggung jawab. Ini bukan kesalahan Elang."
"Bisa gila, saya!"
"Tapi Guntur nitipin kamu ke saya. Terus gimana nasib anak di—kandungan, kamu ..." sambungnya, frustrasi. "Nggak mungkin kamu gugurin kan."
Gadis di depan Elang hanya diam sambil menyeka air matanya. Ini semua murni kesalahan Guntur. Saat itu Dara bahkan tidak menyangka bahwa Guntur akan melakukan itu padanya, sampai dia hamil seperti sekarang.
"Hubungan kamu dan Abang saya apa memang udah sejauh itu? Kalian biasa melakukan, **** bebas?" tanya Elang, meski dia tidak menyangka, cewek polos di depannya ternyata tidak sepolos yang dia kira.
Dara menggeleng cepat. "Kak Guntur mabuk, dia maksa aku."
Elang kembali tersentak. "Guntur memaksa kamu?"
"Meskipun Dara sayang Kak Guntur, tapi hubungan kami berdua sehat, tidak pernah menjurus ke hal-hal yang melampaui batas. Kak Guntur selalu berlaku lembut terhadap Dara. Hanya berbeda pada malam itu. Hujan turun sangat deras. Kak Guntur datang ke rumah kost Dara, dia dalam keadaan mabuk. Lalu-" potong Dara, tercekat. "Semuanya terjadi, meski aku menolak tapi tenagaku tidak berarti, tidak sanggup melawan."
"Oh Tuhan. Apa yang kamu lakukan Bang!" Elang shock mendengarnya. Gadis di depannya rupanya korban pemaksaan. Lalu apa yang harus dia lakukan? Keadaan Guntur entah kapan akan sadar. Amanat Guntur, juga rasa tidak tega dirinya pada gadis bernama Dara. Membuat Elang menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
"Kamu tinggal ngekost?"
Dara mengangguk. "Keluarga Dara di Bandung. Dara ngekost karena dekat dengan sekolah."
"Orang tua kamu belum tahu tentang ini?"
Dara menggeleng. "Belum. Orang tua Dara hanya tahu kalau Dara sudah punya pacar. Tapi sebisa mungkin Dara yakinkan mereka, bahwa pacaran Dara sehat."
"Tapi sekarang kamu hamil! Astaga!" bentak Elang dengan intonasi agak meninggi. Orang-orang di sekitarnya terkejut mendengar kata-kata Elang. Mungkin mereka mengira Elang sudah menghamili anak orang karena terlihat sangat emosional ketika menekankan kata 'HAMIL' barusan.
Dara menundukkan kepalanya. "Maafin Dara, Elang. Ini diluar dugaan ku." Dia hanya bisa menangis karena Dara masih amat polos. Dia juga tidak menyangka bahwa akan begini jadinya.
"****!" Elang Tidak tega melihat Dara menangis karena ulah abangnya. Tapi apakah dia juga yang harus bertanggung jawab? Semua masalah itu membuat Elang serasa ingin meledakkan diri saja.
"Jangan menangis, ini bukan salah kamu." Elang memijat kening. Ia belum pernah terlibat masalah apapun di dalam hidupnya. Lalu, sekarang dia dihadapkan oleh kondisi yang luar biasa rumit.
Mengurus pacar abangnya yang hamil? Tidak pernah terlintas dalam otaknya sama sekali. Elang sendiri belum pernah berpacaran serius meski usianya genap menginjak 25 tahun. Hanya main-main, itupun tidak sampai berbuat kelewat batas apalagi menghamili anak orang. Jarak usia Elang berbeda tiga tahun dengan Guntur, tapi kedewasaan mereka sangat jauh berbeda. Elang lebih dewasa dibandingkan Guntur, abangnya.
"Saya akan bertanggung jawab."
...______...
^^^Update 01/01/2022^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!