Jalanan ibukota di sebuah kerajaan terlihat begitu ramai, sorak - sorai warga terdengar begitu bahagia melihat sosok Raja yang tengah berdiri di balkon kastil menyapa mereka.
“Raja Edgar!, Raja Edgar!”
Teriakan penduduk terdengar sangat menghormati Raja tua yang tersenyum menyapa rakyatnya.
“Panjang umur selalu Raja Edgar!”
Kembali terdengar teriakan - teriakan penuh doa dan keselamatan untuk Raja mereka, seisi kota penuh dengan kebahagian merayakan ulang tahun Raja mereka yang ke- 68 dengan sebuah festival meriah yang penuh dengan senyuman dan tawa.
Bang!
Duar!
Suara kembang api terdengar begitu meriah, Raja Edgar mengangkat gelas kaca yang tengah terisi anggur bersulang kepada rakyatnya sebagai sebuah seremoni diikuti dengan kembang api yang terlontar ke udara dari tongkat sihir Asisten dibelakangnya, mereka terlihat menikmati festival.
Raja Edgar beranjak masuk ke dalam kastilnya dan terlihat para bangsawan di dalam tengah menunduk memberikan hormat kepadanya seraya dia berjalan masuk kedalam bangunan utama kastil yang megah dengan meja yang penuh dengan hidangan lezat. Raja Edgar mempersilahkan mereka untuk menyantap hidangan menikmati pesta.
“Selamat ulang tahun Raja Edgar, panjang umur dan sehat selalu, sebuah rasa hormat bagi kami melayanimu.”
Seorang bangsawan yang datang menghampiri Raja Edgar memberikan salam, Bangsawan itu mencium tangan Raja Edgar memberikan rasa hormat kepadanya.
Tidak lama dari menikmati pesta, Raja Edgar menaiki tangga utama untuk menuju ruangan pribadinya di ikuti seorang Pengawal dan Asisten dibelakangnya, dia menghentikan langkahnya sejenak dan melihat ke para tamu undangan, yang membuat ruangan menjadi hening.
“Mohon maaf aku harus beranjak dulu, menjadi tua membuatku cepat lelah berdiri.”
“Silahkan nikmati pestanya walaupun tanpa diriku.”
Raja Edgar tersenyum menyapa para tamu saat dia berjalan menuju ruangan pribadinya, membuat rasa kekaguman mata yang melihatnya, apalagi dengan Pengawal laki - laki paruh baya yang begitu gagah auranya memberikan rasa keamanan dan juga Asistennya yang seorang penyihir wanita yang wajahnya tampak selalu awet muda walau bertahun - tahun bersamanya, auranya memberikan rasa nyaman. Melihatnya begitu mendebarkan.
Raja Edgar terlihat begitu lelah dan menghela nafasnya disaat dia memasuki ruangannya, para pelayan membantu melepaskan mantel dan mengganti pakaian yang lebih casual, bekas luka akibat perang di sekujur tubuhnya tidak pernah mengecewakan mata yang melihatnya.
Dia taruh mahkota di sebuah alas yang dipegang oleh pelayannya, dan menyuruh para pelayan itu untuk pergi. Dia duduk di balik meja kerjanya, melihat dokumen - dokumen yang telah ada di meja dan melanjutkan pekerjaannya.
Seorang pengawal dan asistennya tidak pergi karena Raja Edgar tidak menyuruh mereka berdua untuk keluar dari ruangan nya, Asisten itu ikut membantu memilah dokumen yang bertumpuk di meja kerja rajanya.
“Maaf rajaku, hamba pikir anda akan beristirahat saat meninggalkan pesta tadi, bukankah ada baiknya rajaku untuk beristirahat sejenak,”
Raja Edgar hanya tertawa kecil mendengar rasa khawatir dari Pengawal yang dari tadi hanya berdiri memperhatikan rajanya yang tua masih bekerja.
“Setiap orang memiliki tugas masing - masing, tugas seorang asisten adalah membantu serta mengorganisir pekerjaan dari orang yang mempekerjakannya.”
“Tugas seorang pengawal adalah menjaga dan memberikan keamanan untuk orang yang dikawalnya.”
“Lalu apa tugas seorang raja?”
Raja Edgar menjawabnya serius dengan pertanyaan yang membuat Pengawal itu berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dari Rajanya.
“Bukankah raja adalah seorang yang memimpin rakyatnya, dan membuat rakyatnya makmur.”
Raja Edgar melihat pengawal itu menjawabnya gugup tidak begitu yakin dan membuat Raja Edgar tersenyum melihat mereka berdua.
“Itu kurang tepat, mereka dapat makmur, bahagia ataupun tersenyum lebar tanpa adanya Raja.”
“Tapi tugas seorang Raja menurutku adalah melihat jauh kedepan memastikan mereka mendapatkan hal tersebut.”
“Itulah alasanku bekerja memastikan masa depan mereka disaat diriku sudah tidak ada.”
Mendengar hal itu, membuat Pengawalnya menjadi tersentuh akan ucapannya, Pengawal itu menunduk seraya memberikan rasa hormat padanya
“Maafkan hamba rajaku, dirimu telah membuat banyak perubahan di negeri ini, pikiranmu yang terbuka menyambut para ilmuan dan mengembangkan teknologi di negeri ini.”
“Kepatuhan dirimu terhadap tuhan membuat para pendeta selalu mendoakanmu.”
“Bahkan kegagahan dan keahlian berpedangmu di medan perang membuat para prajurit menghormatimu.”
Raja Edgar meminta pengawalnya untuk kembali berdiri tegak dengan senyum di wajahnya mendengar pengawalnya memuji terlalu berlebihan seperti itu terhadapnya.
Raja Edgar meminta asistennya untuk mengambilkannya teh dan menuangkan minuman di cangkirnya, asisten itu menuangkannya teh hangat dan diteguknya pelan minuman itu hingga habis.
“Ini teh yang nikmat jika dibandingkan dengan teh tahun - tahun sebelumnya, bisakah kamu tuangkan kembali?”
Asisten itu tersenyum sembari menuangkan tehnya, terlihat asisten itu tengah bergumam mengatakan sesuatu yang membuat Raja Edgar memperhatikannya.
“Suaramu tidak begitu jelas, bisa kamu ulangi?”
Raja Edgar terlihat penasaran melihat Asisten itu masih tersenyum dan mencoba mengulang kembali apa yang dikatakannya,
“Jika memang itu begitu nikmat, hamba mohon maaf, karena Rajaku harus segera bangun.”
“Apa maksudmu, aku tidak mengerti?”
Terlihat penuh kebingungan di wajahnya saat mendengar suara Asistennya begitu sopan terdengar di telinga Raja Edgar, namun dirinya merasa tidak mengerti dengan apa yang Asisten itu maksud.
“Tugasmu selesai dengan baik disini, bangunlah Rajaku!”
Raja Edgar merasa pandangannya semakin gelap, ketika mendengar Asistenya mengatakan hal itu padanya, dia menyadari dia tidak dapat melihat dengan jelas wajah pengawal dan asistennya yang masih diam memperhatikan dirinya, perlahan dia sadari bahwa seluruh ruangan tampak gelap dan begitu hening.
Bangun!
Sebuah suara yang tiba - tiba terdengar di dalam pikirannya.
Edgar berusaha pelan membuka matanya, dia mencoba melihat walau penglihatannya masih tampak berkunang - berkunang. Dia berbicara dalam benaknya.
‘Apa aku sedang bermimpi?’
Edgar melihat langit - langit ruangan yang terlihat begitu mewah tapi tidak semewah kamar yang biasanya digunakan. Dia mencoba meraba area sekitar.
‘Ini begitu empuk. sejak kapan aku berada di atas kasur.’
Terlintas dari benaknya ketika Edgar menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di atas kasur dan memperhatikan keliling ruangan kamar yang tidak begitu besar. Edgar merasakan dirinya kesulitan untuk bangun.
“Ahem. Aku rasa menjadi tua memang sesulit ini untuk bergerak.”
Dia berusaha duduk tapi tubuhnya terasa begitu lemah dan tidak memiliki tenaga untuk bangkit. Dia masih berusaha keras untuk bangkit dari tempat tidurnya hingga akhirnya dia dapat berdiri walaupun begitu susah payah.
‘Tunggu dulu, bukannya ini kamar lamaku.’
Saat dia memperhatikan setiap furniture yang ada di dalam ruangan, dan memastikan bahwa ini adalah benar kamar yang dia gunakan dulu sekali, dan betapa terkejutnya Edgar melihat dirinya di cermin.
“Apa ini aku? Tidak mungkin sekurus ini diriku.”
”Kenapa bisa wajahku begitu muda!”
“Bagaimana mungkin!”
Dia melihat dirinya yang begitu kurus dengan rambutnya yang begitu panjang berwarna hitam, namun dirinya lebih terkejut melihat wajahnya yang tampak begitu muda.Tapi Edgar mendengar suara teriakan lain yang berada di dalam ruangan kamarnya.
“A-a amp!”
Sebuah teriakan yang tengah tertahan terdengar dari balik lemari pakaian.
Edgar merasa takut dengan sesuatu yang tidak di ketahuinya termasuk hantu, dan mencoba memberanikan diri mebuka lemari pakaian dan dikejutkan dengan seorang anak kecil yang sedang bersembunyi membuat mereka berdua saling terkejut melihat satu sama lain.
“A-a monster!”
Teriak anak kecil yang bersembunyi dari balik lemari.
“Hei, harusnya aku yang lebih terkejut, bukankah ini kamarku.”
Anak kecil itu terlihat ketakutan yang membuat Edgar mencoba menenangkan anak kecil itu, tangannya menunjuk dirinya seolah berkata ‘Lihat, aku manusia,’ Edgar menyisir rambutnya ke atas dengan tangannya agar wajahnya terlihat jelas dengan senyumnya yang begitu kaku karena otot pipi yang masih lemas.
“Huaaa!”
Namun karena kuku jarinya terlihat panjang - panjang dan senyum kaku itu malah membuatnya terlihat semakin seram yang membuat anak kecil itu semakin takut dan matanya berlinang air mata, ketakutan hingga membuatnya menangis.
“Celine, bukankah sudah kubilang jangan masuk kamar pangeran jika nanti dia terbangun dia akan memakanmu loh!”
Terdengar suara langkah kaki masuk kedalam kamar, terlihat seorang pelayan wanita membuka pintu kamar mencari anak kecil yang bersembunyi itu..
Pelayan wanita itu terkejut melihat Edgar, apalagi dengan sikap yang sama yang membuat anak kecil itu menangis, Edgar menoleh kepadanya.
“A-a monster!”
Teriak pelayan wanita itu terkejut.
“Hoi! Manusia hidup ini hoi!”
Edgar nadanya terdengar kesal melihat kedua orang tersebut berteriak ketakutan seperti itu melihatnya.
“Dengar, seharusnya kamu tidak mengajari anak kecil hal seperti itu!”
Terlihat di dalam ruangan kamar, Edgar sedang menasehati pelayan wanita dan anak kecil itu yang tengah duduk di hadapannya memohon maaf merasa bersalah karena berperilaku tidak sopan di dalam kamarnya dan berteriak kaget karena mengira dirinya monster.
Edgar menghela nafas, dan menghentikan ocehannya melihat mereka yang semakin ketakutan akan mendapatkan hukuman. Edgar berusaha mengganti topik.
“Ahem. Jadi siapa nama kalian?”
“A-aku Lilia da-dan ini adikku Celine.”
Rasa takut membuat Lilia terdengar terbata - bata memperkenalkan dirinya. Ketika Edgar memperhatikan Lilia dan Celine dengan seksama dia menyadari bahwa mereka berdua memiliki kemiripan selain dari rambut mereka yang sama - sama berwarna emas, mereka memiliki bibir yang mungil dan mata yang biru seperti batu safir.
‘Wanita ini, apa dia sebaya denganku.’
Melihat dari tubuhnya Edgar berpikir Lilia seumuran dengannya saat ini dan adiknya Celine berusia 7 tahun kurang lebih, Edgar melihat mereka berdua masih merasa ketakutan akan mendapatkan hukuman.
‘Kenapa anak itu? Apa dia percaya aku akan memakannya.’
tapi Edgar rasa dari cara Celine meliriknya berulang kali membuatnya berpikir masih ketakutan dengan hal yang lain.
“Tenang saja aku tidak akan menghukum kalian.”
“Dan aku tidak akan memakanmu…, Celine.”
Edgar memberikan pernyataannya, menurutnya ada baiknya meluruskan ketakutannya terkadang anak kecil akan menelan mentah - mentah cerita seram hanya karena orang dewasa melarang mereka melakukan sesuatu yang buruk. Dia tidak ingin dirinya menjadi mimpi buruk karena Celine yang masih berulang kali meliriknya, hal itu membuat Edgar mencoba mengelus kepala Celine membuatnya tenang.
“Sungguh?”
Celine terlihat begitu polosnya dan terlihat begitu berusaha dengan menahan tangisan serta ekspresi takutnya melihat Edgar, terlihat matanya berkaca - berkaca membuat Edgar tercengang.
‘Anak ini imut sekali. seperti boneka!’
Edgar tersentuh melihat gadis kecil polos yang lucu, seperti seorang kakek yang melihat cucunya merasa tidak tahan ingin memanjakannya.
Cruup!
Cruup!
Edgar tidak sadar mencubit lembut kedua pipi Celine dan memainkannya dengan lembut. Edgar menghentikan apa yang dia lakukan dan melihat kedua tangannya tidak menyangka melakukan hal tersebut.
“Ah, maaf sepertinya aku terhipnotis.”
Celine mengelus kedua pipinya yang terasa sedikit sakit akibat cubitan itu, dia melihat Lilia dan kembali melihat Edgar dengan heran. Karena menurutnya orang yang bersikap seperti itu padanya adalah orang baik, seperti orangtuanya, pekerja lain di rumah besar ini ataupun Lilia yang setiap hari bermain denganya.
“Paman apakah paman sungguh seorang pangeran?”
Wajahnya terpancar rasa penasaran melihat Edgar karena tidak seperti apa yang dibayangkan saat Lilia menakutinya dengan cerita pangeran yang akan memakannya.
“Kenapa masih bertanya? Tentu saja aku seorang pangeran, namaku Edgar Von Rosenberg.”
Tubuh kurus krempengnya mencoba berpose dengan gagah namun terlihat begitu menggelitik jadinya. Hal yang dilakukan Edgar membuat Lilia tertawa kecil melihat seseorang keluarga kerajaan bertingkah seperti itu yang membuat rasa takutnya kepada Edgar perlahan menghilang.
“...”
“Apakah itu terlihat begitu aneh?”
Mereka terlihat menganggukan kepala membenarkan bahwa dia bertingkah cukup menggelitik perut, namun Edgar merasa tidak sakit sakit hati melainkan dia terlihat lega melihat mereka sudah terlihat begitu rileks berinteraksi dengannya.
“Maafkan hamba pangeran, seharusnya sebuah rumor memang tidak bisa dipercayai,”
“Apa yang kamu maksud?”
Edgar merasa heran melihat Lilia menundukan kepalanya dan tiba - tiba berkata seperti itu apalagi melihat Lilia mencuri - curi pandang mencoba melihat dirinya, dia merasa tidak mengerti dengan rumor seperti apa yang membawa namanya.
“Sebuah rumor bahwa pangeran membawa kutukan yang menghancurkan negeri, dan disaat dirimu terbangun dari koma itu hanya sebuah tubuh kosong yang dirasuki iblis.”
Edgar terdiam memproses apa yang dikatakan oleh Lilia, karena menurutnya keadaan negeri ini terlihat baik - baik saja, tidak mungkin seorang yang tengah tertidur dapat membuat negeri dengan seketika hancur.
‘Ha! Bukankah rumor itu terdengar konyol?’
Jika dia pikirkan baik - baik rumor itu bahkan membuat anak kecil seperti Celine menangis melihatnya, kalau orang dewasa mungkin mereka akan gemetar ketakutan seperti Lilia tadi, tapi dia tidak kuat membayangkan anak kecil yang tiba - tiba menangis ketika melihat dirinya, jangankan iblis itu hanya akan membuat dirinya seperti seorang penculik.
‘Tunggu, apa yang membuatku tertidur koma?’
‘Bukankah itu sudah lama sekali itupun karena aku diracun’
Edgar terlihat sedang berpikir, pikirannya memproses informasi yang masuk di kepalanya, hal yang terakhir dia ingat sebelum terbangun dari tidurnya bahwa dia berada di meja kerjanya sedang berbincang dengan pengawal dan asistennya malam itu, tapi saat ini dia terbangun di kamar lamanya dengan wajah yang tampak begitu muda.
‘Kalau dipikir baik - baik, bukankah mimpi ini terlalu nyata’
“arhh!”
Ketika Edgar mencoba mencubit dirinya sendiri dia merasakan sakit begitu nyata, bahkan sensasi di kedua tangannya yang dia rasakan ketika menyentuh pipi celine, itu terlihat benar - benar nyata tapi dia tidak bisa mengatakan kalau apa yang dia ingat ketika dia menjadi seorang raja itu sebuah mimpi, teriakan rakyat di festival itu serta ingatan yang jauh dari dia kecil hingga menjadi tua dia masih mengingatnya, bahkan dia mengingat dengan jelas rasa teh yang diminum sebelum dia pingsan malam itu. Dia merasakan kepalanya teramat sakit.
“Pangeran! Apa kamu baik - baik saja Pangeran?”
Teriakan Lilia merasa khawatir, melihat Edgar yang tengah tumbang ke lantai, karena pikirannya yang begitu penuh dengan informasi, yang membuat tubuh lemahnya saat ini tidak kuasa menahan sakit kepala akibat pikirannya memikirkan hal tersebut.
Lilia membantu Edgar berdiri dan membaringkannya kembali ketempat tidur, Dia memeriksa keadaannya yang terbaring lemah, dia merasakan suhu tubuhnya begitu panas dengan wajahnya yang tampak semakin pucat.
“Aku akan panggilkan dokter. Celine, tolong temani Pangeran.”
Lilia bergegas berlari keluar dari kamar. Edgar melihat wajah Celine yang bingung harus bagaimana dan tidak tahu harus melakukan apa, yang dia lihat Celine hanya melihat dirinya dengan wajah bingung serta memegangi pergelangan tangannya seperti anak kecil yang tidak mau kehilangan bonekanya, itu tampak begitu lucu, tapi Edgar merasa lemas untuk berbicara dan lebih memilih memejamkan matanya sejenak.
***
“Apa kamu yakin Pangeran Edgar telah sadarkan diri?”
“Aku sangat yakin, sebelumnya dia sempat berbicara dengan kami dan tidak lama itu wajahnya terlihat pucat, lalu adikku bilang tidak lama itu dia tertidur.”
Dokter itu bertanya pada Lilia memastikan, ketika Dokter itu tengah memeriksa keadaan Edgar yang berbaring tidak sadarkan diri, Dokter itu terlihat menaburkan serbuk obat kedalam mulut Edgar,
“Mungkin dia hanya kelelahan karena tubuhnya kurang asupan, siapkan segera makanan untuk pangeran.”
Dokter itu pergi keluar dari kamar bersama dengan Lilia meninggalkan Celine yang masih dengan posisi yang sama sebelum Edgar tertidur.
“Apa yang kamu lakukan Celine?”
Edgar terlihat bingung melihat Celine karena dari tadi tanggannya masih memegangnya dari dia tertidur hingga kembali bangun melihat Celine masih berada di posisi yang sama.
“Me-me-menjaga Pangeran!”
Jawaban Celine singkat dengan nada sedikit gugup, matanya terlihat tegang begitu terjaga tidak berkedip sama sekali, Edgar merasa heran dengannya bertingkah seperti itu.
Edgar merasa dirinya sedikit bertenaga dari sebelumnya, tidak tahu mengapa tapi dirinya merasa tidak begitu sulit disaat dia mencoba membangunkan badannya untuk duduk di atas tempat tidur.
‘Sepertinya inilah kenyataan yang harus aku jalani.’
Terlintas di pikirannya ketika melihat kembali ruangan kamar, Dia berpikir mungkin dia akan terbangun di meja kerjanya melihat wajah khawatir Pengawal dan Asistennya. Namun sepertinya hal itu tidak terjadi, karena dia hanya melihat wajah tegang seorang anak kecil.
Edgar melepaskan genggaman Celine, Dia tersenyum mengelus kepala kecilnya bermaksud berterima kasih padanya, agar dirinya tidak merasa khawatir kembali.
Tercium bau yang begitu nikmat saat Lilia kembali masuk kedalam kamar dengan membawa makanan berupa sup daging dan roti yang masih hangat, Edgar menyantapnya di atas tempat tidur dengan meja kecil yang Lilia siapkan, Dari situ tampak Edgar sadar bahwa dirinya seorang pasien yang sakit, dia menolak ketika Lilia membantu menyuapinya karena akan sedikit memalukan baginya, dia perlahan menelan makanan itu hingga masuk kedalam tubuhnya.
“Sebenarnya sudah berapa lama aku koma Lilia?”
“Sepertinya sekitar tiga belas tahun Pangeran.”
Mendengarnya membuat Edgar tercengang menghentikan sejenak suapan yang hendak masuk ke mulutnya, wajahnya terlihat tampak tidak begitu percaya, tapi jika dia melihat situasi dirinya saat ini membuatnya bisa menerima itu dengan mudah.
Karena wajahnya yang tampak terkejut tidak percaya membuat Lilia menjelaskan kepadanya selama dirinya koma Lilia menaburkan serbuk obat kedalam mulutnya setiap hari yang berfungsi sebagai pengganti asupan tubuh karena Edgar tidak dapat menelan makanan disaat koma.
‘Jadi dia yang bertugas merawatku ya.’
‘Sepertinya dia cukup lama mengurus diriku.’
Edgar tampak melihat Lilia yang cukup familiar dengan ruangan kamarnya, apalagi ketika melihat mereka berada di ruangan ini disaat dia baru terbangun yang membuat kehebohan tadi, sepertinya mereka tampak cukup sering bermain di ruangan ini. Memikirkan itu membuat edgar teringat saat dirinya bermain disini dengan saudara kandungnya saat dia seumuran dengan Celine.
“Ah, apa kamu bisa memberitahu orang tuaku dan saudaraku bahwa aku sudah bangun, aku ingin bertemu dengan mereka.”
“Ma-maaf Pangeran, mungkin akan sulit bertemu dengan Raja saat ini, ta-tapi jika ratu dan saudaramu, sepertinya itu mustahil.”
Edgar merasa mengerti dengan apa yang dikatakan Lilia, apalagi melihatnya menjawab itu terlihat begitu muram yang membuat dirinya tidak bisa berkata apa - apa dan melihat bayangan dirinya yang terpantul dari kuah sup dihadapannya.
Dia mengingat saat usianya menginjak 60 dia tidak bisa berbagi kebahagiaan itu bersama orang tuanya ataupun saudara kandungnya lagi, Edgar sebelumnya sempat merasakan kesempatan untuk bertemu dengan keluarganya lagi saat menerima dirinya hidup menjalani kenyataan ini namun sepertinya itu tidak dapat terjadi.
Edgar sadar tubuhnya begitu muda, tapi isi ingatan dan kesadarannya adalah seorang kakek tua yang berisi ingatan tentang mereka, Edgar mencoba menahan rasa sedihnya walaupun terlihat aneh baginya, karena di kehidupan lainnya dia sudah tidak bersama dengan mereka, tapi tetap saja, menjadi tua dan mendengar kerabat yang meninggalkannya, membuatnya tidak kuasa membendung kesedihannya.
Tanpa sepatah kata Dia terlihat meminta Lilia untuk membereskan makanannya dan memintanya untuk keluar dari ruangannya bersama Celine, melihat dirinya yang begitu sedih membuat Lilia ikut merasakan kesedihan yang dia rasakan, tapi Lilia tidak dapat berkata apa - apa dan hanya menuruti permintaanya untuk keluar dari ruangan.
Edgar merasa salah melihat wanita yang telah membantunya meninggalkan ruangan dengan keadaan sedih, dia mengingat sesuatu yang seharusnya dia katakan sebelumnya kepada Lilia, Edgar mencoba tersenyum walaupun dirinya merasa sedih ketika Lilia melihat dirinya sebelum menutup pintu.
“Lilia.”
“Terimakasih sudah merawatku selama itu.”
Rosenberg merupakan sebuah dinasti keluarga di kerajaan Rosen yang terletak di barat laut daratan utama benua blume, yang wilayah kerajaannya mencakup sepertiga benua blume, dan sekiranya membutuhkan waktu lima hari berkuda tanpa henti jika dari perbatasan untuk mencapai tiap perbatasannya.
Anak tertua Edward Von Rosberg merupakan seorang lelaki yang tidak hanya baik hati tapi memiliki jiwa ksatria yang menuntun orang lain kejalan yang benar, Edward yang lebih tua sepuluh tahun dari Edgar adalah seorang kakak dan guru yang terbaik baginya saat membimbing Edgar menuju jalan ksatria.
Bahkan di kehidupan sebelumnya Edgar mengingat Edward menjadi seorang raja yang bijak dan dicintai rakyatnya walaupun hanya tiga tahun dirinya menjadi seorang raja, sebelum meninggal akibat penyakit ganas yang di deritanya, walaupun dia menikah tapi dia tidak sempat mendapatkan keturunan yang akhirnya membuat Edgar naik tahta menggantikan nya.
Anak kedua Elina Von Rosenberg merupakan seorang putri yang cantik yang mampu membuat orang terlena hanya dengan melihatnya, dalam ingatan nya Edgar dia merupakan seorang wanita yang pandai dalam bermediasi serta berdagang, pernikahannya dengan pangeran dari kerajaan Parsa sebuah kerajaan yang kecil membuktikan dirinya seorang pedagang yang handal, dengan menjadikan kerajaan Parsa begitu makmur sebagai pusat perdagangan dan membuat aliansi yang menguntungkan kedua belah pihak di sektor ekonomi bagi Rosen dan Parsa.
Hal itu lah yang jelas masih ada dalam ingatan Edgar saat dia berada di kehidupan sebelumnya, saat dia berada di dalam kamarnya seharian hingga berganti hari meratapi kesedihan yang dia rasakan ditambah meratapi dirinya tengah hidup dengan kondisi tubuh yang begitu lemah tidak ada bedanya saat dia menjadi tua.
Edgar mengingat dirinya kemarin meminta Lilia untuk tidak masuk ke kamarnya karena dia begitu mengganggu, tiba - tiba masuk setiap jam menanyakan dirinya membutuhkan sesuatu atau ingin dibawakan sesuatu padanya. Tapi perintahnya membuatnya benar - benar tidak mengganggunya hingga saat ini.
Walaupun matahari sudah begitu tinggi, tanpa adanya hordeng yang terbuka yang membiarkan cahaya masuk, tetap akan membuat ruangan kamar tampak begitu gelap seperti suasana hatinya saat ini,
‘Sepertinya dua bersaudari itu jadi tidak berani bermain disini lagi.’
Edgar paham bahwa Lilia begitu penurut menuruti permintaanya untuk tidak mengganggunya, tapi dia merasa kalau dia pasti sudah menunggunya karena sudah merupakan tugasnya untuk merawat dirinya, Edgar merasa sedikit bersalah padanya.
Dia berencana untuk memanggilnya memintanya menyiapkan makanan untuknya, dia merasa aneh karena biasanya pelayan seharusnya datang lebih dulu tanpa tuannya yang meminta, tapi sepertinya pelayannya yang satu ini benar - benar terlalu kaku dengan perintah.
Edgar membuka pintu kamarnya, dia melihat dua bersaudari itu tengah duduk menunggu di depan pintu seperti anak kucing yang meminta untuk di pungut dengan wajah mereka yang tampak memelas. Walaupun dia bilang Lilia sedang menunggunya tapi dia tidak terpikirkan kalau mereka benar - benar menunggu seperti itu. Edgar merasa bodoh yang membuatnya kembali menutup pintu dengan cepat.
“Ah, Pangeran jangan tutup pintunya lagi!”
Edgar membuka pintunya kembali, melihat Lilia yang tampak sedikit kesal memperhatikan dirinya, Edgar merasa bingung dengan hal apa yang membuat Lilia tampak kesal, tapi Edgar mencoba mengabaikannya.
“Kenapa tidak mengetuk pintu kalau kalian mau masuk?”
“Ka-ka-kami sudah mengentuk pintu. Tapi kamu tidak menjawabnya.”
“Kapan?”
“Tadi pagi.”
Edgar sadar bahwa ada yang tidak beres dari dua bersaudari ini, Edgar mencoba tetap waras menanggapi tingkah mereka, dia meminta mereka membawakan makanan padanya, dia merasa belum sanggup untuk berjalan menuju ruang makan.
Lilia membuka hordeng ruangnya yang membuatnya begitu silau melihat cahaya yang masuk ke dalam ruangannya, melihat itu dia ingat kalau kamar lamanya ini berada di lantai 2 dan menghadap plaza kota, karena rumah besar ini berada di atas bukit dan tidak jauh dari kastil utama.
Setelah membereskan ruangan ini Lilia keluar untuk mengambilkan makanan yang sebelumnya Edgar minta, sedangkan Celine masih berada di ruangan ini sedari tadi memperhatikan Edgar yang tengah duduk di kursi santainya membaca - baca buku lama yang dia temukan di ruangan ini. Celine masih tidak berhenti menatapnya bahkan rasanya seperti tidak berkedip.
‘Mengapa dia memperhatikanku?’
‘Katakan sesuatu jika ada masalah.’
Edgar terlihat begitu risih ditatap seperti itu olehnya, yang membuat dia memanggilnya untuk mendekat, Celine hanya terdiam di tempat tidak menanggapi, Edgar berpikir mungkin dia masih takut padanya, walaupun yang sebenarnya bukan seperti itu.
‘Aku ingin punya rambut seperti itu’
Itu yang ada di benak Celine ketika dia tercengang begitu fokus ketika melihat rambut hitam Edgar yang panjang disaat itu sedang tersorot matahari. Terlintas di wajahnya seperti dia menemukan ide yang membuatnya berlari keluar.
Edgar merasa heran kembali melihat anak kecil itu yang tadi dipanggil olehnya sekarang malah melarikan diri kabur dari hadapannya, Edgar menutup kembali buku yang dia baca karena merasa suasana hatinya tidak begitu baik.
Edgar terkejut melihat Celine yang tiba - tiba kembali datang di hadapannya, sambil membawa pengikat rambut menyodorkan padanya ikat rambut itu tanpa sepatah kata apapun, Edgar merasa kalau Celine memintanya untuk mengikat rambutnya. Hal itu membuat Celine tersenyum bahagia ketika melihat Edgar mengikat rambutnya.
‘Jadi dia takut karena penampilanku ya.’
Menurut pikiran Edgar karena setelah mengikat rambutnya membuat Celine merasa tidak takut lagi padanya, karena dengan mudahnya Celine bisa tersenyum ceria seperti itu padanya.
“Mungkin nanti aku akan meminta Lilia memangkasnya.”
Edgar kembali heran karena melihat Celine yang tiba - tiba cemberut terlihat seperti kecewa padanya saat dia mengatakan akan memangkasnya. Hal itu membuat Edgar merasa bingung tidak bisa mengerti apa yang dipikirkan anak - anak di saat ini. Dengan cepat Celine meninggalkannya terlihat kecewa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!