Ardiana adalah seorang remaja yang sedang belajar di kelas 3 SMA. Dia merupakan anak pertama dan perempuan satu-satunya dalam keluarga. Gadis yang biasa disapa Nana adalah gadis yang, pintar, periang, ulet, mempunyai cita-cita yang tinggi dalam hidup namun ada sesuatu yang berbeda dengan dirinya. Dia merasa bahwa dirinya tidak sama dengan teman-teman seusianya. Diusianya yang menginjak 17 tahun, Nana belum pernah mengalami datang bulan seperti yang dialami oleh teman-temannya.
Suatu hari, Nana menyisihkan uang jajannya untuk check up ke dokter seperti yang disarankan oleh guru biologinya disekolah. sampai pada akhirnya dokter meminta Nana untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke RSCM Jakarta. Nana bingung karena dokter hanya mengatakan demikian tidak lebih, Nana juga tidak punya uang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap dirinya. “Ya Allah....apa yang sebenarnya terjadi dengan saya?” gumam Nana dalam hati.
Waktu terus berlalu dan pada akhirnya, Nana lulus SMA dan diterima di salah satu perguruan tinggi di Jakarta namun karena alasan biaya maka dia memilih untuk bekerja. Saran dokter waktu itu masih terngiang dalam benak Nana, namun Nana lebih memilih untuk diam karena tidak tahu harus cerita pada siapa. Satu tahun bekerja, Nana mengikuti saran dokter yaitu melakukan pemeriksaan medis lebih lanjut tentang dirinya. Tim dokterpun melakukan pemeriksaan dengan sangat detail karena berdasarkan pemeriksaan medis, Nana mengalami kelainan bawaan yang ada pada sistem reproduksi Nana, yang biasa disebut MRKH Syndrome.
“Dokter, apa yang sebenarnya terjadi dengan saya?” tanya Nana penasaran. “Mbak....Mohon maaf sebelumnya. Mbak mengalami kelainan sejak mbak berada dalam kandungan. Mbak di vonis MRKH syndrome, ini kasus yang sangat langka sekali. Mbak bersabar ya...”. Jawab dokter sambil menguatkan Nana. “Maksudnya
apa dok? Saya belum paham, sebenarnya saya kenapa? MRKH itu apa dok?” Nana semakin bingung dengan penjelasan dokter karena selama ini dia tidak pernah merasa ada gangguan dalam kesehatannya, dia hanya tidak pernah mengalami menstruasi sejak dia baligh. “MRKH adalah kelainan langka yang terjadi pada sistem reproduksi perempuan yakni dilahirkan tanpa rahim atau sistem reproduksi mereka tidak berkembang”. Dokter melanjutkan penjelasannya. “Berarati saya mandul dok, tidak bisa hamil, lalu saya harus apa dokter?” Nana semakin cemas dan bingung karena dia tidak tahu cara menjelaskan kepada orang tuanya nanti. Dengan berat dokter terpaksa mengatakan bahwa Nana mandul, “Jalan satu-satunya ada operasi mbak, namun itu tidak bisa merubah takdir artinya anda tetap tidak akan pernah bisa menjadi seorang ibu”. Mendengar penjelasan dan vonis dokter, Nana sangat terpukul.
Sejak itu Nana berubah menjadi tertutup terutama soal cinta. Dia seperti menutup diri untuk dicintai, namun
keadaan dirinya membuat dia fokus akan pendidikan dan cita-cita nya yang sempat tertunda karena biaya. Dia lebih cenderung menghabiskan waktu untuk bekerja dan melanjutkan pendidikannya sampai ke perguruan tinggi tanpa harus terbagi oleh urusan cinta. Nana menjaga vonis dokter waktu itu termasuk kepada keluarganya. Dia tidak berani memeritahukan keluarganya karena takut keluarganya sedih dan kecewa. Namun, ada yang mengganjal dalam benak Nana, yaitu pertanyaan ibu nya soal pernikahan.
Di usia Nana yang sudah masuk ke 20 tahun, ibu nya sering bertanya mengenai teman dekat, nikah, cucu dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan asmara. Namun, Nana sering juga mengalihkan soal itu, dia tidak ingin membahas lebih jauh soal cinta karena dia takut membuat banyak orang kecewa, dia juga sering berpikir, apakah ada laki-laki yang mau menikahi wanita mandul seperti dia. Akan tetapi, Nana tidak bisa terus menerus berlari dari pertanyaan ibu nya yang seolah-olah makin hari makin mengejar Nana. Sampai pada akhirnya Nana memutuskan untuk meninggalkan keluarganya karena Nana malu menjadi bahan gunjingan tetangga yang menyatakan dirinya perawan tua, belum lagi makin hari ibu Nana semakin mendesak Nana untuk menikah. Nana tinggal di kontrakan jauh dari kampung halaman nya, dengan harapan dia bisa hidup lebih tenang tanpa harus diburu oleh pertanyaan soal cinta.
Semakin lama usia Nana semakin bertambah, dia tidak bisa terus-terusan berlari bahkan mengubur kenyataan yang ia hadapi. Dia juga tidak boleh egois karena begitu banyak orang yang ingin melihat dia bahagia, menikah dan mempunyai anak. Selain itu, Nana anak pertama dan perempuan satu-satunya, orang tua Nana berharap pada Nana yang suatu saat nanti bisa memberikan cucu yang lucu. “Na....teman-teman kamu sudah banyak yang menikah, kamu kapan? Kok ibu belum pernah kamu bawa pacar mu kerumah?” hanya itu yang selalu ibu bahas setiap Nana pulang.
Nana hanya bisa menghela nafas dalam-dalam dan tetap harus santai dalam membahas soal jodoh “Bu, sabar ya....jika sudah ketemu jodohnya, Nana pasti nikah. Ibu doain Nana ya”. Jawab Nana santai sambil memeluk ibunya, seolah-olah menenangkan ibu dan dirinya sendiri, namun sebenarnya ada luka disetiap pertanyaan ibu nya. “Hhhmmmm....bu, ada yang harus Nana jelaskan pada bapak dan ibu tapi Nana minta bapak dan ibu sabar ya.....” Nana melanjutkan pembicaraanya. “Ada apa Na....kamu sedang ada masalah? Cerita sama kami”. Bapak Nana ikut bicara. Air mata Nana tak tertahan sehingga air mata itu mengiringi penjelasannya “Pak... Bu.... Nana di vonis mandul, ada kelainan pada diri Nana sejak Nana masih dalam kandungan, sehingga hasil dokter menyatakan bahwa Nana dilahirkan tanpa rahim dan itu yang menyebabkan Nana divonis mandul. Alasan itu juga yang sampai saat ini belum ada laki-laki yang masuk dalam hidup Nana. Nana gak berani membuka diri pak, bu”. tanpa berkata-kata ibu Nana hanya terisak pilu, harapan dan mimpi-mimpi nya untuk mempunyai cucu kandas. sikap ibu Nana juga berubah, karena malu jika sampai tetangga tahu kalau anak perempuan satu-satunya itu cacat. Sejak itu, ibu Nana tidak lagi membahas tentang jodoh.
Nana semakin fokus dengan kuliahnya, tidak harus diganggu oleh pertanyaa-pertanyaan ibu nya tentang menikah, jodoh, dan anak. Bahkan Nana sempat berpikir untuk tidak menikah karena tidak ingin menjadi penghalang kebahagiaan orang lain. Perempuan mana yang tidak merasa rendah ketika harapan satu-satunya tidak akan pernah dia dapatkan. Semua laki-laki pasti ingin menikah dengan perempuan yang sempurna dan menjadi ibu yang baik dari anak-anak mereka. Semua itu tidak tidak akan terjadi pada Nana, Nana yang sudah di vonis mandul membuat dia membuang jauh soal nikah.
Kerap kali terlintas dalam bayangan Nana suatu saat nanti, dia akan bertemu dengan laki-laki sholeh yang mau menikaihi dia tanpa syarat, tapi itu hanya sebuah mimpi bagi Nana. Laki-laki sholeh yang ada pada bayangan Nana hanya Nana ucapkan disetiap doa-doa Nana selama ini.
Tak terasa Nana sudah masuk ke semester 4, Nana bisa dikatakan telat dalam mengambil pendidikan, itu disebabkan karena setelah lulus SMA, Nana harus bekerja terlebih dahulu untuk menabung baru kemudian kuliah. Nana juga ambil kuliah kelas karyawan agar dia bisa membiayai kuliah sendiri tanpa harus merepotkan keluarganya. Nana ikut kos dengan teman kerjanya bernama Maya, usia Maya dan Nana sepadan, dia juga bekerja demi melanjutkan keperguruan tinggi. Nasib Maya dengan Nana bisa dikatakan tak jauh berbeda, mereka sama-sama meninggalkan keluarga demi sebuah cita-cita dan hal pribadi. Nana pergi karena malu dengan kondisi nya dan Maya pergi karena broken home. Kesamaan ini yang akhirnya membuat mereka menjadi sahabat.
Hari minggu pagi adalah hari kebanggaan bagi mereka karena mereka bebas dari kerjaan maupun kuliah. Namun pagi itu Maya terlihat berbeda, biasanya hari minggu Maya pulang menemui ibunya di Garut namun kali ini sepertinya dia hanya ingin menghabiskan waktu di kamar kos yang berukuran 6x6 itu. “Kamu gak pulang May?”
tanya Nana. “nngggaaakkkk.....karena hari ini aku mau pergi bersama mamang tercinta”. Jawab Maya bahagia. Maya pernah cerita kalau dia punya mamang kesayangan, mamang yang sangat dia sayang sebagai pengganti bapaknya yang telah meninggalkan dia bersama ibu nya. Nana hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tiap hari libur biasanya Nana pulang atau pergi ke toko buku tapi kali ini, Nana juga males untuk keluar kosan. “Kamu juga gak pulang, Na?” kali ini Maya yang balik bertanya pada Nana. Nana tidak menjawab, dia hanya senyum sebagai arti mengiakan pertanyaan Maya. “Kalau begitu, kamu ikut aku aja. Sekalian kamu aku kenalin
dengan mamang ku. Main bertiga pasti lebih rame”. Lanjut Maya sambil merayu Nana agar Nana ikut. Nana masih saja diam dan hanya mengerutkan dahi nya.
Waktu sudah pukul 10.00 penantian Maya akhirnya terbalaskan. “Pagi keponakan mamang yang cantik, sudah siap?” tanya mamang pada Maya. Nana masih asik di depan laptop sambil nonton konser boysband kesukaanya waktu SMA yaitu westlife. “Siap! Jawab Maya penuh semangat karena sudah lama sekali Maya tidak jalan bersama bapaknya sejak usia Maya 5 tahun. Mamang memang sangat sayang dan perhatian pada Maya, Maya beruntung punya mamang seperti dia. Nana sesekali mendengar canda Maya yang manja pada mamangnya dari balik pintu.
Maya menghampiri Nana, “Na...ayo, mamang sudah datang”. Bujuk Maya. Nana tidak tega menolak ajakan sahabatnya itu, Nana pun bergegas untuk ikut jalan-jalan bersama Maya dan mamangnya. “Mang, ini Nana teman satu kerjaan dan sekarang satu kosan dan Na, ini mang Rahman. Ini mamang ku yang paling baik, pinter, sayang dan keren. Keren kan?” Maya berusaha memperkenalkan Nana dengan mamang nya. Nana hanya tertunduk malu dan menyapa mang Rahman dengan senyuman dari birinya yang tipis.
Hari itu pun merupakan hari bahagia bagi Maya, selain bisa jalan bersama mamang kesayangannya itu namun bisa jalan bersama sahabatnya bernama Nana. Sehingga Maya tidak lagi mendengar bisikan netizen yang menganggap bahwa dia jalan bersama om om atau om jalan dengan daun muda. Bagaimana tidak demikian, usia
mang Rahman dengan Maya terpaut 15 tahun, usia dewasapun sudah nampak pada wajah mamang, begitu juga dengan Maya yang sekarang berusia 21 tahun, mereka tiidak lagi terlihat seperti mamang dengan keponakan akan tetapi mereka terlihat seperti sepasang kekasih, atau bisa dikatakan om dengan daun muda nya.
Pertemuan mang Rahman dengan Nana ternyata menjadi pertemuan yang sangat mengesankan bagi
mang Rahman, mang Rahman jatuh hati pada Nana sejak pandangan pertama. Mang Rahman adalah duda memiliki satu orang putra yang masih kecil yang tinggal bersama mantan istrinya di Bandung, mantan istri mang Rahman adalah seorang model majalah yang pergi meninggalkan dia dan membawa anak semata wayangnya
itu. Entah apa alasan perceraian mereka, hanya Maya yang tahu. Maya sering bercerita tentang mang Rahman namun hanya sekedar cerita, yang nana tahu adalah mang Rahman seorang duren alias Duda keren. Penampilannya yang kece, dengan motor ninja dan kaca mata hitam yang selalu duduk diatas hidung mancung nya membuat penampilan mang Rahman terlihat lebih muda dari usianya.
Mang Rahman merupakan seorang laki-laki baik, perhatian, ramah, hangat dan sayang keluarga. Semua itu nampak dari cara dia memanjakan Maya, akan tetapi tidak pernah terbesit dipikiran Nana untuk mengenal mang Rahman lebih jauh. Sampai pada akhirnya, setelah pertemuan itu mang Rahman lebih sering datang ke kosan
dengan alasan kangen dengan keponakannya dan ingin mentraktir Maya dan Nana makan siang atau sekedar beli ice cream. Nana tidak pernah mengira ternyata ada wabah cinta yang sedang bersarang dihati mang Rahman.
Semakin lama hubungan Nana dengan mang Rahman semakin dekat layaknya hubungan Maya dengannya.
Nana cukup enjoy tiap kali mang Rahman datang, ngobrol bahkan ajak keluar karena selama ini mereka selalu pergi bertiga. Namun, Maya meneruh curiga kepada mamangnya itu karena ada yang aneh pada tingkah laku mamangnya. Mang Rahman yang biasanya datang ke kosan satu bulan sekali tapi kali ini tiap
minggu dia datang bahkan dia tidak pernah lupa menanyakan kabar Nana setiap kali mereka ngobrol di telepon. Selain itu, mang Rahman pernah meminta nomer kontak Nana dan ini semua yang membuat Maya semakin yakin bahwa ada cinta yang disembunyikan oleh duda keren itu.
Nana sempat mendengar pembicaraan mereka via telepon, yang membahas tentang dirinya namun tak pernah Nana hiraukan. Maya ingin membahas tentang perasaan mamangnya itu kepada Nana tapi Maya takut Nana tidak nyaman dan akhirnya pindah kosan. Akan tetapi sikap mang Rahman membuat Maya semakin yakin dan bete karena seperti memberi harapan palsu pada Nana walapun sebenarnya Nana belum tahu perasaan mang Rahman kepadanya. “Na, menurut kamu, mang Rahman seperti apa?”tanya Maya pada Nana. Spontan, Nana pun langsung menjawab pertanyaan Maya, “baik, penyayang, perhatian, dan hangat”. Jawab Nana sambil tersenyum seolah-olah ada rasa dalam hati Nana terhadap mang Rahman.
Keesokan hari nya, Maya datang menemui mang Rahman di rumahnya yang berlokasi di Jonggol. Pertemuan mereka sangat serius membahas tentang mang Rahman dengan Nana, “Loh....kok gak telepon mau datang?” tanya mamang hangat. “Kan bisa telepon, nanti mamang jemput, sendirian? Mana Nana?”. Belum dijawab pertanyaan
pertama, namun mamang sudah melanjutkan pertanyaan berikutnya. “Sengaja Maya kesini ingin bicara soal Nana”. Jawab Maya. Mang Rahman diam sejenak seolah berpikir bahwa Nana sedang ada masalah. “Kenapa Nana, sakit? Sakit apa? Biar mamang bawa dia ke dokter”. Mang Rahman terlihat panik dan begitu khawatir pada Nana.
“Manag suka sama Nana? Maksud Maya, cinta begitu?”. Tanya Maya to the point. “Sejak kapan dan kenapa harus Nana?” Maya melanjutkan pertanyaan, nada Maya kali ini berubah menjadi ketus seakan tidak merestui jika mang Rahman memilih Nana. Mang Rahman bangkit dari duduknya dan memeluk Maya yang sedang berdiri di pinggir sungai persis didepan halaman rumah mang Rahman. “Jika benar, kenapa sayang..... Nana manis, baik, pandai menutup aurat, juga manja seperti kamu. Sedangkan mamang statusnya duda, apa salahnya jika mamang menaruh hati pada Nana”. Jawab mang Rahman. “Tapi dia seusia aku mang.....usia mamang dengannya
terpaut jauh. Selain itu, Nana belum mengerti soal cinta. Dia tidak pernah bermain dengan cinta. Maya takut mamang membuatnya kecewa”. Jawab Maya.
Penolakan Maya sepertinya serius bahwa dia memberi sinyal pada mang Rahman agar menjauhi Nana. “Insya Allah, Nana tidak akan tersakiti, janji”. Janji mang Rahman kepada Maya seakan-akan tidak ada yang dapat menghentikan perasaannya terhadap Nana. Perhatian mang Rahman kepada Nana membuat Nana semakin nyaman dan menumbuhkan perasaan yang sama seperti apa yang disarasakan mang Rahman kepadanya. Usia
mereka memang terpaut jauh akan tetapi bukan penghalang bagi mereka untuk saling jatuh cinta.
Nana masih teringat dengan vonis itu, namun Nana juga memikirkan keluarganya, biar bagaimanapun keluarga Nana sangat menginginkan Nana menikah. Sosok mang Rahman membuat Nana berani membuka diri untuk cinta dan lupa akan MRKH yang ada pada dirinya. Vonis dokter waktu itu seolah-olah hanya mimpi buruk bagi Nana, Nana tidak lagi mengingat tentang MRKH, yang saat ini dia rasakan adalah bahwa dirinya mulai jatuh cinta pada duda ber anak satu itu. Pesona mang Rahman cukup membuat Nana terpukau hingga pada akhirnya mereka menjalin hubungan tanpa status. Tidak ada ungkapan cinta satu sama lain, yang ada hanya saling memberi perhatian. Maya yang awalnya sempat menolak kedekatan mereka, akhirnya menerima dan berusaha untuk mengerti bahwa cinta tak memandang usia dan status.
Hubungan tanpa status itu berjalan lancar, walaupun hubungan mereka tidak sama seperti gaya pacaran anak muda zaman now, namun mereka masih saling memberi perhatian via telepon atau SMS. Sering juga mereka bercanda via telepon, “Loh...kok masih panggil mamang? Kan aku bukan tukang bakso, ia kan?” goda Rahman dalam teleponnya, “Nana harus panggil apa? Kan memang sudah mamang-mamang alias om om”. Ujar Nana membalas Rahman. “Tapi kan aku duren, panggil mas terdengar lebih berwibawa”. Timpal Rahman. “Hmmm.... ada ya...om om minta dipanggil mas. Tapi Keren juga sih”. Jawab Nana dengan suara manja. Seperti itulah gaya mereka berkomunikasi, mereka tidak pernah jalan berdua, mereka lebih memilih untuk selalu bertiga dengan Maya kemanapun mereka pergi.
Mereka paham bahwa usia mereka sudah tidak pantas lagi berpacaran seperti anak muda. kedekatan mereka membuat Nana sangat enjoy dan menghargai segala sikap Rahman yang berwibawa dan sangat mengatur hidup Nana, mungkin karena usia mereka terpaut jauh, selain itu Rahman yang pernah menikahpun seperti sudah
tahu betul bagaimana cara mencintai perempuan dengan tidak merendahkannya.
Nana berharap hubungan tanpa status mereka akan berakhir baik. Kedewasaan dan keromantisan Rahman yang selalu menjadi alarm setiap sepertiga malam dan mengingatkan Nana untuk sholat tahajud, selalu mengingatkan Nana sholat tepat waktu, membuat Nana semakin kagum dan terpesona pada duren itu. Rahman selalu on time disepertiga malam hanya untuk menelepon Nana untuk sholat, dan itu menjadi ciri khas tersendiri dan menjadikan dirinya cowok paling romantis yang pernah Nana kenal.
Malam itu Nana sakit, badannya lemas dan demam tinggi. Maya teman kos Nana sangat panik karena jam yang menempel pada dinding kamar mereka tepat jam 1.00 dini hari. Maya tidak bisa membawa Nana ke klinik yang berada di ujung jalan kos an mereka. Maya hanya dapat mengompres Nana sambil menunggu pagi tiba. Usaha Maya tidak sia-sia, paling tidak kompresan Maya membuat panas suhu tubuh Nana berkurang sehingga Nana bisa bertahan sampai pagi. Maya tidak tega jika harus meninggalkan Nana sendirian di kamar kos, namun Maya juga tidak dapat bolos kerja karena minggu lalu dia sudah bolos akibat kesiangan, dengan segera Maya memberi kabar pada Rahman agar Rahman membawa Nana ke rumah sakit.
Rahman begitu sayang pada Nana, dia membawa Nana ke rumah sakit agar bisa dipantau, karena Rahman yang juga bekerja sebagai supervisor di perusahaan asing membuatnya sangat sibuk. Kesibukan Rahman tidak menjadi alasan untuk tidak merawat dan menjaga Nana selama Nana sakit. Hasil lab menyatakan bahwa Nana positif demam berdarah yang mengharuskan Nana untuk dirawat beberapa hari di rumah sakit sampai kondisi Nana benar-benar pulih.
Dengan penuh kasih sayang dan sabar, Rahman merawat Nana, menemani bergantian dengan Maya. Bahkan sering terlihat Rahman membawa pekerjaannya ke rumah sakit dan diselesaikan disana sambil menunggu Nana. Perlakuan Rahman terhadap Nana membuat Nana mantap untuk menikah dengan duda keren itu. “Mas.... “ suara Nana terdengar lirih memanggil Rahman. “Hei....butuh sesuatu biar aku ambilkan”. Rahman yang sedang asik mengerjakan pekerjaannya menghampiri Nana. Nana Tahu bahwa Rahman suka pada Nana, hubungan mereka selama ini memang tanpa status namun Nan yakin betul ada cinta diantara mereka. “Nana hanya butuh sosok seorang Imam dalam kehidupan Nana, Nana ingin menikah dengan laki-laki yang mencintai dan menerima semua kekurangan Nana”. Spontan Nana mengatakan demikian.
Mendengar perkataan Nana, Rahman terkejut. Tak disangka, Rahman yang dari dulu ingin menghalalkan Nana ternyata lampu hijau sudah berada didepannya. “Jika Imam yang kamu ingin kan itu aku, Kamu siap menerima Na, menerima status ku?” tanya Rahman dengan penuh rasa gembira. Nana mengangguk-anggukan kepalanya memberi isyarat bahwa dia siap mendampingi Rahman. Rahman melakukan sujud syukur dihadapan Nana saat itu juga dan Rahman berjanji akan menemui keluarga Nana dan melamar Nana.
Beberapa hari setelah Nana sembuh, Rahman menemui orang tua Nana. Menepati janji yang diaucapkan ketika di rumah sakit. Ibu Nana terkejut karena sejak kejadian satu tahun lalu, ibu Nana sudah tidak lagi membahas soal teman laki-laki, bahkan tidak lagi membahas pernikahan. Mimpi ibu Nana sudah pupus oleh vonis dokter waktu itu. Sampai pada akhirnya, Nana berani kembali dan membawa Rahman menemui orang tuanya. Kedatangan Rahman disambut baik oleh keluarga Nana, ibu Nana sepertinya suka dan cocok pada Rahman. Status duda bagi keluarga Nana tidaklah penting, yang terpenting adalah laki-laki itu baik, sholeh, sayang itu sudah lebih dari
cukup. Lebih-lebih laki-laki itu dapat menerima Nana apa adanya.
“Na....kamu yakin dengan Rahman? Kelihatannya dia laki-laki baik, ibu suka dengannya”. Tanya ibu pada Nana. “Insya Allah Nana siap dan yakin bu”. Jawab Nana. Ibu diam sejenak seakan berpikir dan ingat tentang vonis dokter terhadap Nana. “Apakah kamu sudah cerita soal MRKH itu pada Rahman, ibu tidak mausuatu saat nanti suami mu kecewa karena kebohongan mu”. Tanya ibu mengingatkan Nana. “Nana takut bu, Nana sudah terlanjur sayang dengan mas Rahman. Nana takut, dia meninggalkan Nana ketika dia tau bahwa Nana cacat”. Jawab Nana dengan nada sedih karena dari awal Nana kenal Rahman, Nana tidak pernah mengatakan tentang dirinya itu. Nana malu dan takut jika di tolak oleh Rahman. “Sebaiknya kamu bilang yang sebenarnya pada Rahman, kasian dia nak....biarlah Allah yang menjadi penentu atas niat baik kalian”. Ibu kembali mengingatkan Nana karena ibunya tidak ingin Nana terjebak dalam cinta sehingga dia menutupi kebenaran yang akan menjadi boomerang dalam
dirinya sendiri.
Nana memikirkan semua perkataan ibunya, Nana belum berani berkata jujur. Nana sedang merasakan indahnya jatuh cinta, indahnya dicintai dan mencintai, Nana tidak ingin cerita cintanya menjadi sebuah mimpi. Nana terus belajar memberanikan diri untuk bicara jujur pada Rahman, rasa takut yang ia alami membuat dia sulit untuk mengakui kebenarannya, membuat ia takut menerima kenyataan. Ketakutan Nana terpancar pada wajah bersih nya, wajah bersih itu tidak lagi menunjukan senyuman manis, sapaan hangat bahkan mata hitam Nana seperti menyembunyikan sesuatu. Rahman merasa aneh dengan itu, biasanya ketika Rahman datang, selalu disambut dengan senyum manis dari bibir titpisnya, tatapan mata hitam Nanapun sungguh berbeda, tidak terlihat ada cinta didalamnya.
“Ada yang salah dengan ku?” tanya Rahman penuh curiga. “Bukankah seharusnya kamu bahagia setelah aku melamar mu?” Rahman melanjutkan perkataannya seakan memaksa Nana untuk bicara. “Aku.....aku.....aku mandul mas. Aku tidak sempurna, aku cacat, aku tidak bisa menikah dengan mu. Aku juga selalu menutupi semua kekuranganku karena aku takut kamu akan meninggalkan ku”. Jawab Nana yang sama sekali tidak berani menatap
Rahman. Maya yang saat itu mendengar perkataan Nana kaget dan langsung memeluk nana dengan erat, Maya tahu sahabatnya sangat terpukul dan butuh semangat. Rahman tidak berkata-kata, Rahman tidak percaya dengan semua yang diucapkan Nana. Dia membawa Nana kebeberapa rumah sakit untuk meyakinkan bahwa apa yang
dikatakan Nana benar.
Jika dalam sebuah lagu dangdut ada tujuh sumur, maka dalam hidup Nana ada tujuh rumah sakit yang mereka datangi dan hasilnya sama. Rahman sangat kecewa dan sedih, dia bingung disaat keseriusannya akan segera terbukti dalam janji suci namun berita pahitpun menjadi pelangi tanpa warna dalam hubungan mereka. Rahman yang dulu sudah begitu mantap dengan Nana, kini menjadi ragu dan bimbang, Rahman sayang dengan
Nana namun apakah Rahman siap menikah dengan perempuan cacat seperti Nana. Rahman meminta waktu pada Nana untuk menenagkan diri dan berjanji akan kembali setelah Rahman memantapkan hatinya.
Hari berganti bulan namun tidak ada kabar dari Rahman, Nana masih menaruh harapan pada Rahman dan memegang janji Rahman waktu itu. Tapi ada satu kabarpun yang ia terima. Nana sering bertanya pada Maya, akan tetapi Maya selalu berkata tidak tahu. Ibu Nana selalu bertanya tentang kelanjutan hubungan mereka, namun Nana belum bisa memastikan karena Rahman tak kunjung memberi kabar. Nana berharap pada sebuah penantian panjang, hatinya mulai rapuh dan merasa dipermainkan. “Apakah Rahman hanya sebatas
mimpi?” Tanya Nana dalam hati.
Penantian Nana sudah hampir enam bulan, sampai pada akhirnya Nana menerima berita bahwa Rahman kembali pada mantan istrinya. Rahman yang dulu merupakan laki-laki seperti dewa bagi Nana, baik, penyayang, perhatian kini jauh berubah. Dia meninggalkan Nana dengan sebuah janji, janji yang menjadi penantian panjang bagi Nana. Tak ada kata berpisah yang terucap dari Rahman, kabar itu sampai kekeluarga Nana. Ibu Nana terpukul dan sangat sedih dengan perlakuan Rahman terhadap putri sulungnya. Sehingga membuat ibu Nana jatuh sakit karena malu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!