💮 Selamat membaca, dan semoga sehat selalu 💮
Dua orang perempuan tengah mengobrol ringan. Satunya sambil fokus menyetir dan satunya lagi tengah melihat-lihat jalanan yang mereka lewati.
"Kenapa tiba-tiba kau kembali kedesa ini Iren?" Gadis yang mendapat pertanyaan itu, tersenyum kearah sahabatnya yang sedang bertanya padanya.
"Aku hanya rindu kampung halamanku Mira." Jawab gadis itu dengan senyuman yang manis. Sudah 5 tahun Iren meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke kota ikut bersama kedua orang tuanya saat ia baru lulus SMA. Keluarganya terpaksa meninggalkan desanya karena pekerjaan ayahnya yang mengharuskannya untuk pindah.
Namun pada akhirnya ia harus kembali lagi ke sini. Terlebih setelah apa yang ia alami di kota. Ia ingin menenangkan pikirannya sekaligus mengenang masa kecilnya itu. Dan mungkin ia akan tinggal di desa ini untuk waktu yang lama.
"BRAAAK!!" ( suara pintu mobil )
Pintu mobil tertutup kembali setelah gadis itu keluar. Ia segera membawa barang-barangnya untuk dipindahkan ke kamarnya. Iren sangat bahagia bisa kembali ke kampung halamannya meskipun kini ia harus hidup sendiri. Orang tuanya bercerai dan sudah memiliki keluarga masing-masing. Iren tidak ingin menjadi beban untuk mereka. Ia pun memutuskan memilih kembali ke kampung halamannya.
"Rumah ini sudah lama tidak di tempati, apa kau yakin akan tinggal disini sendiri Ren?" Tanya Mira. Karena tak ingin membuat sahabatnya khawatir Iren pun tersenyum dan mengangguk dengan yakin.
Mira dan Iren bersahabat sejak mereka masih duduk di bangku SD, lalu SMP, dan SMA. Kepindahan Iren ke kota membuat mereka berpisah hingga 5 tahun lamanya. Mira sudah memiliki anak dan suami. Sehingga ia tidak bisa tinggal bareng dengan Iren. Apalagi anaknya yang masih kecil dan baru berusia 3 tahun.
"Aku besok akan kembali ke sini untuk membantumu membersihkan rumah Ren. Tapi sekarang aku harus segera pulang. Suamiku sudah menelponku karena putriku menangis terus katanya." Ucap Mira. Walau sebenarnya ia tidak tega melihat sahabatnya yang harus tinggal sendirian di rumah ini. Apalagi melihat kondisi rumah yang sudah mulai reot, dan beberapa atap juga ada yang copot. Mira sudah meminta Iren untuk tinggal sementara di rumahnya, sampai rumah ini selesai direnovasi. Namun Iren menolaknya dan lebih memilih untuk tinggal dirumah ini.
"Pulanglah." Lagi pula hari juga sudah malam. Paling aku hanya membereskan barang-barangku saja. Setelah itu aku akan beristirahat dahulu. Besok baru mulai membereskan rumah ini." Ucap Iren. Dengan berat hati, akhirnya Mira pun berpamitan untuk pulang.
Iren menyalakan beberapa lampu, namun ada beberapa yang tidak menyala. Mungkin karena saking lamanya rumah ini tidak di tempati sehingga beberapa peralatannya juga rusak. Dari arah jendela terlihat ada sebuah toko yang masih buka. Iren pun segera mengambil jaketnya dan pergi ke toko itu untuk membeli beberapa lampu.
POV Alif
"Kak! Mana makananku?" Teriak seorang gadis kecil yang kini tengah mencari-cari sesuatu dikantong plastik yang tengah ia bawa itu.
"Gadis itu ternyata sudah kembali setelah sekian lama. Apakah ia akan menetap atau hanya sementara?" Batin Alif. Sambil memperhatikan langkah seorang gadis yang tengah menyeret kopernya yang lumayan besar. Gadis itu adalah Iren dan Mira yang baru saja sampai.
"Kak!" Gadis kecil itu masih memanggil-manggil kakaknya yang masih menatap lurus kearah seorang gadis. Akhirnya gadis kecil itu menendang salah satu kaki kakaknya hingga membuat kakaknya tersadar dari lamunannya.
"Iya? Kenapa?" Alif bertanya pada adiknya sambil memegang kakinya yang sakit karena ditendang adiknya tadi.
"Kak," apa gadis itu yang bernama Irena?" Tanya Oliv. Ternyata nama gadis itu adalah Oliv, adik dari Alif. Alif tidak menjawabnya dan berjalan begitu saja meninggalkan adiknya.
"Kak! Tunggu aku!" Kenapa malah meninggalkanku? Kan aku cuma bertanya. Jangan-jangan gadis itu memang yang bernama Irena itu. Gadis pujaan kakak yang ada di laptop kakak. Benar kan?" Oliv masih saja mengoceh walau kakaknya tidak menggubrisnya.
POV Author
''Permisi!'' Iren memanggil penjaga toko untuk membeli beberapa lampu. Namun tak ada sahutan dari dalam. Sedangkan hujan mulai turun membuat gadis itu mencari tempat berteduh. Ia juga tidak membawa payung mau pun mantel ( jas hujan ). Pemilik toko itu juga tidak kunjung keluar. Akhirnya Iren pun memutuskan untuk meninggalkan toko itu.
''Mumpung masih gerimis. Lebih baik aku berlari saja.'' Ucap Iren. Namun saat ia mulai melangkahkan kakinya, ada sebuah suara yang memanggilnya.
''Tunggu dulu!'' Ucap sebuah Suara yang membuat Iren membalikkan badannya.
''Alif?'' Iren mengernyitkan keningnya saat melihat Alif datang dari arah dalam toko.
''Iya ini aku Alif. Apa kau lupa padaku?'' Ucap Alif.
''Toko ini milik kakak Ku. Ia sedang pergi ke kota untuk mengantar istrinya yang akan melahirkan. Jadi aku yang menjaga toko ini. Maaf tadi aku tidak mendengar panggilanmu, karena aku sedang memasak untuk adikku.'' Ucap Alif menjelaskan, saat melihat kebingungan Iren.
''Ooo.'' Iren hanya ber oh saja. Ia sendiri sedikit terkejut melihat sosok laki-laki itu. Laki-laki yang pernah mengisi ruang hatinya dahulu. Tidak bisa ia pungkiri, Alif merupakan cinta pertamanya saat ia masih duduk di bangku SMA. Namun ia tak pernah mengungkapkan cintanya itu. Dan hanya memendamnya saja. Apa lagi dulu sempat terjadi pertengkaran antara Ia dan teman sebangkunya yang juga menyukai Alif.
''Kau mau mencari sesuatu?'' Tanya Alif.
''Oh iya. Aku ingin membeli beberapa bolham lampu. Sebab ada beberapa lampu di rumahku yang rusak.'' Ucap Iren.
''Rumah itu? Apa kau tinggal di rumahmu yang dulu itu?'' Tanya Alif.
Iren mengangguk lalu berkata ''Kalau bukan rumah itu, lalu aku harus tinggal di mana lagi?'' Gerutu Iren. Alif tersenyum mendengar gerutuan Iren. ''Ternyata sifatnya masih sama.'' Batin Alif.
''Baiklah, Kau masuklah dahulu! Diluar hujannya semakin deras. Aku akan mencarinya dahulu.'' Ucap Alif sambil menyerahkan secangkir kopi hangat kepada Iren. Meski sedikit bingung karena ia tidak memesan kopi, namun Iren menerimanya. Sambil menunggu Alif, Iren menyeruput kopinya. Tak lama kemudian Alif datang membawa sebuah kantong kresek yang berisi beberapa bolham lampu. Sambil tersenyum ia lalu menyerahkannya pada Iren.
''Terimakasih, dan ini uangnya.'' Ucap Iren. Setelah menyerahkan Uangnya Iren bermaksud untuk segera pulang. Namun...
''Tunggu!'' Alif memanggil Iren, membuat Iren kembali membalikkan badannya. Ternyata Alif memberikan Iren sebuah payung.
''Hujannya masih cukup deras. Apa kau tidak mau menunggu sampai hujannya reda?'' Tanya Alif.
''Tidak,'' aku harus segera pulang. Jika hari semakin gelap aku tidak bisa memasang lampunya nanti.'' Ucap Iren. Sejenak membuat Alif terdiam setelah mendengar jawaban Iren.
''Baiklah. Apa kau butuh bantuan?'' Tanya Alif ragu-ragu. Mendengar ucapan Alif, Iren pun berpikir mungkin sebaiknya ia meminta tolong Alif saja. Karena tidak hanya satu yang rusak tapi ada juga beberapa lainnya.
''Baiklah, aku memang membutuhkan bantuan. Tapi jika kau tidak keberatan?'' Ucap Iren. Walau sebenarnya ia sendiri sedikit gugup saat berhadapan dengan Alif.
''Tentu saja,'' eeh maksud ku Aku tidak keberatan mari!'' Ucap Alif. Akhirnya Iren pun mempersilahkan Alif untuk membantunya.
Sesampainya di rumah, Iren mempersilahkan Alif untuk masuk. Baru juga masuk, tapi sudah dihadapkan dengan beberapa kekacauan di dalam rumah. banyak atap yang bocor. Tetesan air ada dimana-mana. ''Rumah ini memang benar-benar butuh direnovasi.'' Ucap Iren.
💮 Selamat membaca, dan semoga sehat selalu 💮
"Rumah ini memang benar-benar butuh direnovasi," ucap Iren.
Tanpa berkata-kata, lalu Iren pun segera mengambil beberapa ember dan panci-panci untuk menampung tetesan air hujan tersebut. Dan karena lantai basah akibat tetesan air, membuat kaki Iren tidak seimbang. Lalu terjatuh karena terpeleset.
''BRAAAK!!''
''Auuu!'' Iren meringis merasakan sakit saat badannya menyentuh lantai membuat Alif terkejut dan segera menghampiri Iren.
''Hati-hati.'' Ucap Alif sambil membantu Iren untuk berdiri.
''Telat! Seharusnya kau bilang seperti itu sebelum aku terjatuh.'' Ucap Iren dengan cemberut. Kakinya terkilir membuat Iren harus berjalan dengan kaki yang pincang.
''Maaf, seharusnya aku bilang dari tadi. Apa sakit sekali?" Tanya Alif sambil membuka sepatu yang di pakai Iren. Iren merasa sungkan ia pun hendak menarik kakinya, namun langsung ditahan oleh Alif.
''Diamlah! Aku mau melihatnya.'' Ucap Alif. Kakinya memerah, dan mulai membengkak. Alif pun berdiri lalu pergi untuk mencari kotak P3K. Namun Alif tak kunjung menemukannya.
''Dulu aku ingat Nenek selalu menyimpannya disini.'' Guman Alif. Iren yang mendengar gumanan Alif , ia pun mengatakan kalau tadi ia sudah membuangnya sebab sudah kadaluwarsa.
''Oh, aku ingat! Sepertinya di dalam tas ku masih ada semprotan pereda nyeri.'' Ucap Iren yang hendak berdiri untuk mengambilnya.
''Duduklah! Biar aku yang mencarinya saja. Kau taruh dibagian mana?'' Tanya Alif.
''No tiga dari belakang. Yang ada gantungan kunci kelincinya.'' Ucap Iren. Namun Iren lupa, jika ia menyimpan pereda nyeri tersebut dengan beberapa pakaian dalamnya.
''Ehkeem!'' Alif terkejut saat tangannya tak sengaja memegang bra milik Iren. Iren yang melihatnya pun langsung segera merebut bra tersebut dari tangan Alif meskipun harus terpincang-pincang.
''Maaf, tadi aku tidak sengaja memegangnya.'' Ucap Alif. Keadaan menjadi sangat canggung. Terlebih hujan juga semakin lebat saja bahkan di sertai angin dan petir yang mengelegar.
''DUAAAAR!'' ( anggap suara petir ).
''Aaaaaaaaaa!'' Iren berteriak saat petir menyambar pohon yang tak jauh dari halaman rumahnya. Bahkan sangat terlihat jelas kilatannya. Alif melihat Iren yang ketakutan, lalu ia pun memberanikan diri menutup kedua mata Iren dengan telapak tangannya.
''Tenanglah.'' Tarik nafas dalam-dalam lalu tutup mata kamu'' Ucap Alif. Awalnya Iren sempat terkejut dengan apa yang Alif lakukan. Namun...
''Telapak tangannya terasa sangat hangat. Masih sama seperti dulu saat aku tersesat di hutan sewaktu sekolah mengadakan kemah. Dan dia yang pertama kali menolongku.'' Batin Iren.
flashback on
''Tenanglah,'' Ada aku disini jangan takut ya.'' Ucap Alif sambil menggendong Iren yang terluka kakinya.
''Bagaimana kau bisa menemukanku?'' Tanya Iren.
''Feeling saja.'' Ucap Alif.
''Bagaimana kau bisa terpisah dengan rombongan? Bukankah Guru pembimbing sudah bilang agar kita tidak memisahkan diri dari rombongan?'' Tanya Alif.
Iren pun mengingat-ingat kembali bagaimana ia bisa terpisah dari teman-temannya.
( "Kau tau kalau aku menyukai Alif Ren! Aku harap kamu tidak dekat-dekat dengannya. Aku tidak menyangka kau malah selalu menempel padanya dengan alasan belajar bersama! Apa kau pikir aku buta ha!'' Ucap Danisha teman sebangku Iren.
Iren tau jika Danisha menyukai Alif, tapi ia tidak menyangka jika Danisha tega menuduhnya merebut Alif, meskipun ia tidak memungkiri jika Alif adalah cinta pertamanya, namun diantara mereka tidak ada yang benar-benar jadian dengan Alif.
Dan yang membuat Iren tambah tidak percaya kalau Danisha tega mendorongnya hingga ia jatuh ke jurang. Iren hanya bisa menghela nafas perlahan. Ia tidak ingin jika Alif mengetahuinya. Oleh sebab itu Iren mulai menjaga jarak dari Alif dan lebih memilih untuk fokus belajar. )
''Ini semua salahku, karena tadi aku hendak buang air kecil dan tanpa bilang ke Guru, Aku asal pergi begitu saja.'' Ucap Iren sambil tersenyum.
''Lain kali kau harus bilang dulu kepada Guru, atau kepada teman lainnya. Jadi saat kau tersesat, akan ada yang tahu kamu kemana dan kearah mana.'' Ucap Alif. Iren pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Di hatinya seperti terdapat sejuta kupu-kupu yang berterbangan, saat mengetahui bahwa Alif sangat mengkhawatirkannya.
flashback off
Hari semakin larut, namun hujan tak kunjung reda. Yang ada malah semakin deras. Atap rumah yang bocor pun kini dibiarkan saja. Sebab semua panci dan ember sudah penuh. Iren sangat cemas, ia takut jika rumahnya benar-benar akan roboh. Alif yang melihat Iren gelisah, lalu menenangkannya.
''Tenanglah. Rumahmu tidak mungkin roboh hanya karena hujan angin seperti ini. Sebab Di desa ini sudah biasa hujan seperti ini. Apalagi ini memang musimnya. Kau beristirahatlah dahulu di kamarmu. Aku pamit pulang dulu.'' Ucap Alif. Namun...
''Tunggu!'' Iren menghentikan langkah Alif dan membuatnya berbalik menghadap Iren.
''Iya?'' Ucap Alif.
''Hujannya masih deras, nanti saja pulangnya jika sudah mulai reda.'' Ucap Iren. Walau sebenarnya dalam keadaan seperti inilah yang membuat Iren takut untuk tinggal sendirian.
''Baiklah.'' Aku akan tinggal disini sebentar sambil menunggu hujannya reda. Kau tidurlah dahulu nanti aku bangunkan untuk pamit jika sudah reda hujannya.'' Ucap Alif.
Namun saat Iren ke kamarnya yang berada di lantai atas, ia sangat terkejut melihat kasur dan lantai kamarnya basah semua. ''Astaga!'' Akhirnya ia pun turun kembali menghampiri Alif dengan wajah cemberut.
''Kenapa turun lagi?'' Tanya Alif saat melihat Iren menuruni tangga.
''Rumahnya bocor semua. Aku tidak bisa tidur di kamarku. Kasur dan sofa semua basah. Bahkan lantainya saja bisa untuk berenang'' Jawab Iren. Alif tersenyum mendengar jawaban gadis itu ia hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja. Karena tak bisa menahan rasa kantuknya. Iren tertidur di kursi goyang milik neneknya dahulu. Alif pun mengambil selimut dari dalam tas Iren yang sempat ia lihat tadi saat ia mengambil obat pereda nyeri.
''Selamat malam Iren.'' Alif memakaikan selimut tersebut pada Iren. Hari semakin larut dan hujan juga tak kunjung reda. Tanpa sadar Alif juga tertidur di samping kursi tempat Irena tertidur.
Keesokan harinya...
''Kukuruyuuuuuuk!!!'' ( Anggap aja suara ayam jantan berkokok, pertanda pagi telah tiba.)
''Hoaaaam...'' Iren menguap sambil melentangkan kedua tangannya. Namun tangannya menyenggol seseorang yang kini masih terlelap dalam tidurnya.
''Astaga!'' Iren terkejut. Ternyata tangannya tak sengaja menyenggol tangan Alif.
''Lif, Alif bangun!'' Iren mencoba membangunkan Alif, hingga yang dibangunkan kini terbangun.
''Aah'' Alif terbangun saat mendengar namanya di panggil oleh seseorang. Awalnya Alif pun terkejut saat melihat Iren. Lalu ia teringat jika semalam ia ketiduran saat menunggu hujannya reda.
Setelah membereskan barang-barangnya Alif berpamitan pada Iren. Ia juga mengatakan jika nanti ia akan datang lagi bersama para tukang, untuk mulai membereskan rumah Iren.
Setelah Alif pulang, Iren mulai merapikan barang-barangnya terlebih dahulu dan menjemur sebagian yang basah karena terkena air hujan. Tak lama kemudian Mira juga datang dengan membawa putri semata wayangnya.
''Astaga Ren! Apakah semalam telah terjadi badai disini? Baru aku tinggal sorenya, dan dalam semalam rumahmu sudah hancur seperti ini.'' Ucap Mira yang meledek sahabatnya itu.
''Hiis kau ini. Dari pada mengomel lebih baik kau membantuku mengangkat panci-panci ini dan juga embernya. Lihatlah! Tanganku sudah merah-merah karena keberatan mengangkat panci dan ember yang berisi air hujan.'' Ucap Iren.
''Baiklah, aku akan membantumu. Anakku sayang kamu duduk di sini dulu ya nak! Mama mau membantu bibi beres-beres dahulu.'' Ucap Mira kepada putrinya sambil memberikan beberapa makanan ringan dan mainan, supaya saat beres-beres nanti putrinya tidak rewel.
''Iya Mama.'' Putri kecil Mira terlihat lahap memakan beberapa cemilan sambil memainkan mainannya.
''Ren, teman-teman kita akan mengadakan reuni nanti malam, apa nanti kau akan datang ke reuni sekolah kita? Aku dengar Danisha juga hadir katanya.'' Ucap Mira.
''Reuni? Nanti malam?'' Kenapa kau baru bilang sekarang!'' Ucap Iren yang kesal karena baru di beritahu oleh sahabatnya itu.
''Maaf aku lupa kemaren gak bilang. Soalnya mereka memberitahunya juga mendadak. Padahal di group chat juga sering ngobrol. Tapi apa kau tetap akan datang meskipun ada Danisha?'' Tanya Mira. Mira sangat tahu bagaimana sifat Danisha yang selalu membuly Iren. Mira khawatir jika Danisha akan berbuat sesuatu lagi pada Iren.
''Heeeem...'' Iren belum menjawab ia masih bingung juga mau hadir apa nggak. ''Kita lihat saja nanti gimana.'' Jawab Irena.
💮 Selamat Membaca, dan sehat selalu 💮
Iren dan Mira masih sibuk membereskan beberapa barang-barang yang kira-kira masih bisa dibereskan.
"BRAK!!"
Suara keras berasal dari dalam kamar mandi, membuat Iren berlari masuk untuk melihatnya.
"Apa yang sedang kau lakukan Mir?" Tanya Iren, saat ia melihat sahabatnya memegang sebuah bor listrik dan pemanas daging. Dan keadaan di situ sangat kacau. Atap plafon juga roboh, hingga badan Mira terkena debu dari robohan atap tersebut.
"Aku sedang memasang pemanas air. Jadi saat kau mandi nanti tidak perlu merebus-rebus air, dan tinggal putar kran saja seperti di rumahku," ucap Mira.
"Apa kau yakin kau sedang memasang pemanas air? Tapi mengapa yang kulihat sepertinya kau sedang menghancurkan kamar mandiku," ucap Iren sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.
"Tentu saja. Aku sudah melihatnya saat kamar mandiku direnovasi. Dan sepertinya seperti ini deh suamiku memasangnya. Tapi kenapa malah meledak ya?" Iren sangat gemas melihat tingkah sahabatnya itu.
"Mana ada orang pasang pemanas air dengan cara dan alat seperti itu! Sudahlah lebih baik kita menunggu para tukang saja. Mungkin sebentar lagi Alif sampai.'' Iren menarik tangan Mira dan mengajaknya untuk keluar dari rumah. Tak lupa mengajak si kecil Mura.
''Heei!'' Aku belum selesai tau!'' Ucap Mira yang tidak terima saat Iren menghentikan pekerjaannya.
''Sudahlah, nanti malah tambah hancur rumahku. Apa kau ingin aku tidak mempunyai rumah? Mana rumah sudah reot masih mau kamu hancurin lagi,'' ucap Iren. Akhirnya Mira pun pasrah dan meletakkan peralatan yang ia genggam sedari tadi, lalu menggendong putrinya. Tak lama kemudian Alif datang bersama beberapa para tukang.
''Apa yang sedang kalian lakukan? Dan kenapa pakaianmu sampai kotor seperti itu Mira?'' Tanya Alif.
''Aku sedang menghancurkan rumah Iren Lif, apa kau tidak bisa melihatnya.'' Gerutu Mira. Iren tersenyum mendengar jawaban sahabatnya. Dan di tambah lagi keadaan Mira yang dari rambut hingga kaki terkena debu dari atap plafon rumah.
''Kalian istirahat saja dulu, aku akan membawa para tukang ini untuk melihat-lihat rumah ini dulu.'' Ucap Alif. Benar juga ucapan Alif, bukankah lebih baik para perempuan bersantai ria dari pada makin kacau nantinya.
''Lif, apa kau nanti datang kereunian sekolah kita nanti?'' Mira bertanya pada Alif, namun Alif malah fokus melihat raut wajah Irena.
''Apa kau juga akan datang?'' Tanya balik Alif.
''Tentu saja,'' aku nanti akan datang bersama dengan anak dan suamiku. Eeh, jika nanti kau mau datang, sekalian ya nitip Iren. Biar bareng gitu.'' Ucap Mira. Alif yang mendengar ucapan Mira pun tersenyum sekilas dan bahkan Mira tidak menyadarinya.
''Baiklah.'' Alif segera masuk untuk menunjukkan beberapa kerusakan kepada para tukang, agar segera mulai bisa diperbaiki.
''Ren, apa lebih baik kita bersiap-siap saja. Lagi pula hari juga sudah sore.'' Ucap Mira.
''Baiklah kalau begitu aku mau mengambil tas ku dulu.'' Iren pun kemudian kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas yang berisi baju dan perlengkapan lainnya.
***********
Beberapa saat kemudian...
Kini Iren sudah tampil cantik dengan drees berwarna biru yang senada dengan set anting dan kalungnya yang berbentuk kupu-kupu. Alif pun sudah berdiri di depan rumah Mira. Ia juga sudah tampil rapi dengan kemeja biru. Entah kebetulan atau takdir Tuhan, rasanya pakaian yang dikenakan Iren maupun Alif, terlihat seperti pasangan yang serasi.
''Lif,'' Iren memanggil Alif yang saat ini masih sibuk dengan ponsel yang ada di genggaman tangannya. Entah apa yang sedang pria itu lakukan.
Alif mendongakkan kepalanya untuk melihat sang punya suara yang memanggilnya. Terdiam sesaat, saat ia melihat sosok gadis yang memanggilnya tadi. Namun dengan segera ia bisa menetralkan keterkejutannya saat melihat gadis itu yang tampil dengan sangat cantik. ( menurut Alif ).
''Kau sudah siap?'' Tanya Alif.
''Kau sudah melihatku berdiri rapi dengan membawa tas seperti ini, apa perlu kau tanyakan lagi siap atau tidak!'' Gerutu Iren. Alif terseyum melihat tingkah gadis itu. Mereka pun berangkat mengendarai mobil milik Irena.
Setelah sampai, ternyata banyak yang sudah datang berkumpul. Bahkan Mira dan suaminya juga sudah bersenda gurau di sana. Mata Irena terpatri pada sosok wanita yang kini juga tengah memandangnya. Wanita itu adalah Danisha. Dari pandangannya saja sudah terlihat seakan ingin melahap kepala irena mentah-mentah.
''Ren!'' Mira memanggil Iren saat ia melihat sahabatnya telah sampai. Irena pun segera menghampirinya, lalu meminta si kecil Mura untuk di gendongnya.
''Wah Ren, kau terlihat sudah sangat pantas menjadi seorang Ibu Ren.'' Ledek Mira. Irena hanya memutar malas mendengar perkataan sahabatnya.
Semua orang sudah datang dan berkumpul di meja yang sudah disiapkan dengan berbagai hidangan yang sangat lezat. Sambil mengobrol mereka bisa sambil menikmati makanannya. Hingga sebuah suara membuat semua orang yang hadir diperjamuan itu menghentikan aktivitas mereka.
''Irena ya.'' Ucap suara itu yang tak lain adalah Jils Angela yang juga teman SMA Iren. Iren yang merasa namanya terpanggil pun menoleh kearah Jils.
''Yaa.'' Jawab Iren dengan malas. Ia sangat kenal dengan sifat Jils. Jils itu sama kaya Danisha karena mereka satu paket ibarat beli barang ya beli satu gratis satu plus gratis ongkir jika ada acara 12-12 wkwkwkwkwk.
''Apa? Jangan cari gara-gara ya Jils! Atau, kau ingin aku memukulmu!'' Sarkas Mira yang juga sudah hafal dengan sifat dan tingkah Jils.
''Oiiii!'' Bisa tidak jangan marah-marah Bu! Ingat umur. Kita bukan lagi anak muda yang bisa sok jagoan.'' Ucap Jils dengan nada merendahkan.
''Kalau aku mah tidak peduli mau umur aku tua atau pun muda. Bagi aku ya, siapa pun yang mengganggu sahabatku pasti aku akan memberinya pelajaran.'' Balas Mira. Suami Mira berusaha menenangkan istrinya yang sedang terbawa emosi.
''Sudah Mir, biarin aja dia mau apa.'' Ucap Irena memegang pundak Mira lalu memaksa Mira untuk duduk dan diberikan putrinya lalu di dudukkannya di pangkuan Mira.
''Heeh! Aku kan cuma manggil. Lagi pula apa salahnya aku? Iya kan teman-teman.'' Jils sengaja memancing emosi Mira. Semenjak SMA, Jils dan Mira memang seperti musuh bebuyutan. Terlebih, Jils adalah mantan kekasih suaminya Mira dan juga sahabat Danisha yang selalu membuly Irena.
''Oh iya Ren, aku dengar kau sudah bertunangan dengan anaknya presdir tempat kamu berkerja di kota. Tapi kenapa mendadak kau kembali ke desa? Apa jangan-jangan kau dicampakkan lagi sama tunanganmu itu.'' Ucap Jils dengan senyum liciknya. Iren yang mendengar perkataan Jils membuatnya down kembali. Kedua tangannya mengepal erat dres yang ia kenakan. Iren tidak menyangka Jils akan mengungkit kisah cintanya yang kelam itu di sini.
''Tutup mulut kotormu itu Jils! Kau itu datang kesini untuk menjalin hubungan baik dengan teman-teman, atau membuat kerusuhan?'' Sarkas Mira yang geram saat melihat sahabatnya tertekan kembali.
''Looh! Memangnya apa salahnya pertanyaanku? Lagi pula itu fakta kan? Tidak mungkin orang yang sudah bertunangan dengan orang kaya dan tinggal enak di kota tiba-tiba mendadak pulang lagi ke desa. Apa menurutmu masuk di akal?'' Jils masih saja ingin mencari gara-gara.
Irena yang tidak tahan lagi mendengar perkataan Jils, ia pun lebih memilih pergi meninggalkan tempat itu. Mira hendak menyusul, namun putrinya tiba-tiba menangis dan suaminya tidak bisa menenangkan putrinya. Hingga membuat ia mengurungkan niatnya. Mira melihat Alif yang bergegas hendak menyusul Iren.
''Lif!'' Mira menghentikan langkah Alif.
''Tolong susul Iren ya Lif, aku takut Iren kenapa-napa,'' Ucap Mira dengan sedih. Alif pun mengangguk. Kemudian segera pergi menyusul Iren.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!