Di tengah siang hari yang begitu terik dan panas, seorang gadis bertubuh mungil dan begitu riang tengah mengayuh sepedanya. Masih mengenakan seragam putih abu – abunya, gadis itu terlihat begitu ceria di setiap kayuhan sepeda nya. Sambil bersenandung kecil gadis itu tak memperdulikan bagaimana terik nya matahari siang itu.
Daniela Larasati, gadis manis yang begitu ceria dan baik hati walau memiliki tubuh mungil. Ella tinggal bersama kakak dan ibu tirinya, dan juga ayah nya yang sudah sakit sakitan karena menderita kelumpuhan akibat kecelakaan yang di alaminya beberapa tahun silam. Sejak ayahnya lumpuh, Ella hanya bisa mengandalkan dari berjualan di Toserba setelah pulang sekolah.
Sebenarnya, uang ayah nya masih cukup untuk membiayai hidupnya dan sekolahnya, namun uang itu di simpan oleh ibu tirinya dan di habiskan untuk kesenangan pribadi. Untung, rumah yang mereka tinggali sudah atas nama Ella, karena bila tidak, maka sudah bisa di pastikan bahwa Ella dan ayah nya kan menjadi gelandangan di pinggir jalan.
Meski begitu, Ella masih sedikit beruntung karena ibu tirinya masih mau mengurus ayah nya, walau selalu mendumel dan mengeluarkan kata kata kasar. Namun, ibunya masih mau mengurus menyuapi, memandikan atau bahkan membersihkan kotoran sang ayah bila saat dirinya tak ada di rumah.
Setelah hampir satu jam mengayuh sepedanya, kini gadis itu sudah sampai di sebuah rumah yang tidak begitu besar, namun juga tidak begitu kecil. Rumah sederhana, yang memiliki halaman yang lumayan luas. Di sana juga ada mobil dan beberapa motor yang terparkir.
“Assalamuaikum!” ucap Ella saat memasuki rumah nya, ia tersenyum saat sang ayah duduk di kursi roda yang menyambut kepulangannya.
Meski ayah nya tidak bisa bicara dan berjalan, namun ia masih bisa tersenyum dan sedikit menggerakkan tangan nya bila untuk sekedar bersalaman.
“Huh, untung saja kamu cepat pulang!” seru Ratih yang baru saja keluar dari kamar sang ayah dengan menggunakan masker serta sarung tangan, “cepat ganti baju kamu, cuci sprei bapak kamu!” titah nya lalu ia segera beranjak menuju kamar nya sendiri.
“Gapapa kok Pak, kasian Ibu juga capek. Bapak jangan mikir macem macem, Ella gapapa.” Ucap Ella tersenyum saat melihat sorot mata ayah nya begitu sendu.
“Ella ke kamar dulu ya Pak.” Darto pun hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya saat Ella pamit utuk ke kamar. Dalam hati sebenarnya ia merasa sedih dan kasian kepada putri nya.
Andai dulu ia tidak mementingkan ego nya sendiri, tentu saja anak nya tidak akan semenderita sekarang. Penyesalan hanya tinggal penyesalan, semua sudah terjadi. Ia sudah menerima karma nya sendiri atas semua perbuatan nya di masa muda dulu.
Setelah mengganti pakaian, Ella pun segera menuju ke belakang rumah, dimana tempat biasa ia mencuci pakaian. Tidak ada rasa jijik sedikitpun bagi Ella membersihkan kotoran sang ayah, hanya saja ia suka merasa sedih mengapa ayah nya harus seperti ini.
Ayahnya masih muda, namun ia sudah tidak bisa berbuat apapun.Ia berfikir, seandainya sang ibu masih hidup, mungkin dirinya tidak akan se menyedihkan seperti sekarang.
Setelah menyelesaikan pekerjaan nya, Ella pun segera bergegas menuju Toserba milik ayah nya yang kini ia kelola. Meski tidak terlalu besar, namun lumayan untuk menambah pemasukan setiap hari.
Dorr!
“Eh pisang loncat!” pekik seorang lelaki yang memiliki tulang lunak bak bandeng presto itu terkejut setiap kali Ella mengejutkan nya.
“Hahhaha, pisang siapa yang loncat?’ tanya Ella terkekeh saat melihat teman nya terkejut dan latah.
Janu, sahabat kecil Ella yang selalu menemani dan membantu Ella menjaga Toko. Janu memiliki perawakan tinggi dan lumayan tampan, namun hanya saja ia bertulang lunak.
“Iks, Ella kamu ini ihhh!” ucap nya dengan memanyunkan bibir sebal.
“Gimana hari ini Jan?” tanya Ella, lalu ia mengecek bagian kasir.
“Lumayan ramai, eyke capek cin. Noh yei lihat kuku kucu eyke yang cetar, patah satu hiks hiks.” Ucapnya sambil memperlihatkan kuku jarinya yang begitu berkilau namun sayang ada yang patah.
“Gapapa, nanti aku rapihin lagi kuku nya.” Kata Ella dengan menyengir kuda, yah memang kuku kuku cantik milik Janu adalah hasil karya jemari tangan Ella.
“Oh iya, bagaimana sekolah yei hem?” tanya Janu sambil memberikan makanan kepada Ella. Sudah biasa, Janu membawakan akan siang untuk Ella. Itu adalah makanan yang ia bawa dari rumah, makanan yang di masak oleh ibu Janu sendiri.
“Seperti biasa, pusing. Pengen cepat lulus, biar bisa cari kerja kantoran hehhe. Tapi mana bisa lulus SMA kerja kantoran yah hahhaa!” Ella tertawa renyah karena ucapan nya sendiri, sementara Janu hanya tersenyum mengaminkan ucapan Ella.
“La, Eyke yakin, suatu saat keinginan kamu akan terwujud. Kamu tidak akan sedih lagi, bahagia akan datang pada kamu, yey sabar ya.” Janu menatap Ella dengan sendu, ia sangat menyayangi Elal, gadis mungil itu sudah ia anggap adik nya sendiri.
“Amin, dan semoga kamu cepat tobat yah hahaha.” Kata Ella seketika membuat wajah Janu semakin cemberut sebal.
Setelah beberapa saat mengobrol, kini akhirnya Janu berpamitan kepada Ella. Ia harus bekerja cepat tidur, agar nanti malam bisa bekerja kembali. Yah, Janu bekerja di dua tempat, selain membantu Ella di toko, saat malam hari, ia juga bekerja di sebuah club malam menjadi seorang DJ. Tanpa Ella ketahui tentu nya.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Ella pun mulai membereskan barang barang nya, lalu ia segera menutup toko dan bergegas pulang. Di sepanjang perjalanan, ia terus menggerutu sambil berdoa, lantaran jalanan malam itu sangat sepi. Mungkin karena habis hujan, dan ia semakin mempercepat langkah kakinya saat ia merasa ada seseorang yang mengikuti nya.
Jantung nya berdetak semakin cepat saat merasa langkah kaki di belakang nya semakin cepat. Dalam hati ia ingin menangis dan berteriak, namun ia juga sangat takut karena jalanan itu begitu sepi.
“Pait pait pait pait, setan demit jin atau apalah, jangan mendekat. Ella orang jelek, darah nya pahit, jangan ganggu!” gumam nya sambil semakin mempercepat langkah nya.
Hingga tiba – tiba tubuh nya semakin menegang saat merasa ada seseorang yang memegang pundaknya, membuat jantung nya semakin berdetak tak karuan.
“Huaaaa!” jeritnya yang langsung berjongkok dan menutup telinga nya, membuat seseorang yang menatap nya langsung mengerutkan dahi.
“Ngapain kamu kaya gitu?” Ella mendongakkan kepala nya saat merasa mengenali suara tersebut.
“Kakak!” seru Ella bernafas lega saat melihat ternyata kakak tirinya Anggia yang telah mengejar nya, “kakak darimana? Atau mau kemana?” imbuh nya sambil melihat lihat sekeliling, sepi sama sekali tidak ada orang.
“kamu bilang sama Ibu nanti, kalau kita ketemu di jalan, dan kamu lihat aku pergi sama Dira.” Ucap Anggia.
“Kakak mau kemana? Kak Dira nya mana?” tanya Ella lagi.
“Gak usah berisik, gak usah cerewet. Kamu bilang saja seperti itu, awas kalau bohong!” ancam Anggia lalu ia segera pergi berlalu meninggalkan Ella.
“Lah, yang bohong kan dia. Kenapa jadi Ella yang di ancam?” gumam nya pelan.
Siang itu, Ella sedang menunggu toko sambil belajar. Itu adalah keseharian nya, karena ia tidak akan bisa belajar saat di rumah. Di rumah nya, fokus nya hanya untuk mengurus rumah dan ayah nya. Sedangkan di toko, ia akan berjualan sambil belajar. Lelah? Jangan tanya, ingin rasanya ia menangis karena lelah. Namun, ia sadar karena itu tidak akan ada guna nya.
“Kondom satu!” ucap seorang pembeli tiba tiba, membuat Ella langsung mendongakkan kepala nya ke atas.
Ella segera mengambil benda yang di pesan orang tersebut, dan segera memberikan nya, “Dua puluh enam ribu.” Ucapnya.
“jangan yang itu.” Kata lelaki itu, yah pembelinya adalah seorang laki laki bertubuh tegap dan kekar. Meskipun wajah nya tertutup masker dan topi, tapi Ella bisa merasakan bahwa lelaki ini sangat tampan, terlihat dari suara nya yang begitu **** terdengar di telinga Ella.
“Yang ini?” tanya Ella memberikan varian lain.
Namun ternyata bukan itu yang di inginkan. Membuat Ella langsung merasa kesal lantaran ia harus mengeluarkan seluruh stok yang ada di toko itu.
“Kalau gak mau yang ini, ini dan ini lalu maunya yang bagaimana? Bukan kah isinya sama saja! Bentuk nya juga sama, terus apa yang anda permasalahin?” tanya Ella menahan geram nya.
“Saya pembeli disini,” ucap lelaki itu langsung menatap tajam ke arah Ella.
“Saya tahu anda pembeli, dan pembeli adalah raja, tapi saya bingung dengan kemauan anda. Stok di toko kami hanya ada itu, mau silahkan. Gak mau ya sudah, cari di toko lain! Cuma gara gara ****** doang ampe ngajak ribut. Asal anda tahu saya itu sedang belajar, dan gara gara ****** itu pikiran saya jadi ambyar semua!” cerocos Ella meluapkan kekesalan nya.
Tanpa berkata lagi, lelaki itu pun langsung pergi begitu saja, dengan meninggalkan uang lima puluh ribuan setelah merampas beberapa bungkus permen yang berada di meja kasir. Karena sejatinya memang lelaki itu sedang terburu buru.
‘Dasar laki laki aneh! ‘ gumam Ella kesal, lalu ia segera membereskan beberapa barang nya kembali ke tempat semula.
...🍁🍁🍁...
Keesokan paginya, saat Ella baru saja selesai mencuci pakaian dan hendak mandi. Tiba – tiba ia di kejutkan oleh suara kegaduhan dari luar rumah nya. Dengan cepat, ia segera bergegas keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi.
“Dasar wanita murahan! Ingat dengan jani kamu kepada bos kami! Ini kesempatan terakhir yang akan saya tawarkan, rumah ini atau kau harus berhadapan dengan bos kami!” ucap seorang lelaki bertubuh tegap dan kekar yang begitu menyeramkan.
“Saya pasti akan melunasinya, tapi beri saya waktu!” pinta Anggia memohon.
“Cih, waktu untuk mu kabur, seperti baji ngan itu?” cibir lelaki tersebut sambil meludah tepat di depan Anggia.
“Berapa hutang anak saya?” tanya Ratih memberanikan diri menatap beberapa orang yang hendak membawa putri nya.
“Sepuluh miliar, dan sebenarnya bila di bandingkan dengan rumah kumuh serta mobil, itu tidak ada harga nya sama sekali! Jadi, dia harus ikut bekerja di tempat kami untuk melunasi hutang nya!”
“Anggia kamu gila! Untuk apa hutang segitu banyak nya!” sentak Ratih tak percaya anak nya bisa memiliki hutang sebanyak itu.
“Buk, itu hutang si Kevin sialan itu! Anggia tidak tau menau!” seru Anggia kepada ibu nya, “Bu, Anggia mohon bantu Anggia Bu.”
“Bagaimana ibu bisa membantumu hah! Kamu tau sendiri, kita saja masih menumpang disini, ini rumah Ella.” Bisik Ratih di telinga Anggia.
Untuk sejenak Anggia terdiam, ia berfikir bagaimana cara nya agar ia tidak di bawa oleh bodi guard itu. Hingga tanpa sengaja matanya melihat keberadaan Ella yang sedang mengintip di balik jendela, membuat seringai tipis terbit dari sudut bibir nya.
“Ibu, Ella saja yang mereka bawa. Jangan Gia, aku juga korban disini Bu, masa ibu tega sama anak ibu sendiri!” keluh Anggia sedih dan hendak menangis.
Ratih di ambang dilema, ia menatap Anggia dan Ella bergantian, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyetujui permintaan Anggia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!