Tok.. tok.. tok...
"Mbak Nala!" panggil ibu Wati, pemilik kossan dua belas pintu yang salah satunya, Nala tempati.
Tok.. tok.. tok..
"Mbak Nala bangun mbak!"
Nala mengeliat sembari mengerjapkan matanya.
"Suara ini selalu mengganggu mimpi indahku," gerutu Nala.
Tok.. tok.. tok..
"Mbak Nala, saya ada perlu nih."
"Perlu apaan coba, palingan nagih duit kossan. Resek banget sih, ini masih tanggal satu. Aku masuk tanggal sepuluh, harusnya bayar tiap tanggal sepuluh lah," gerutu Nala dengan suara pelan.
Tok.. tok.. tok..
"Masak belum bangun sih mbak Nala? saya kencengin lagi ya ngetoknya?"
"Haisst sialan!"
Dengan malah, Nala bangkit lalu membukakan pintu.
"Eh, bangun juga akhirnya."
"Ada apa bu Wati? ini masih jam enam pagi loh."
"Iya mbk, sudah tanggal satu."
"Kenapa buk kalau tanggal satu?"
"Loh, artinya waktunya bayar sewa."
"Saya kan masuk ke sini tanggal sepuluh, harusnya juga bayar tiap tanggal sepuluh."
"Biar serentak aja mbak, semua anak kossan juga bayarnya tanggal satu."
"Hemm.. yaudah tunggu!"
Nala masuk kembali ke kamar untuk mengambil sejumlah uang.
"Ini buk, lunas ya?"
"Iya mbak, terima kasih banyak!"
"Ohya, saya mau pindah buk. Ini sewa untuk sebulan ke depan, setelah itu, saya pindah."
"Kenapa pindah mbak? kamar di sini bersih dan rapi, fasilitas pun lengkap."
"Fasilitas sih bener lengkap tapi akunya yang tekanan batin," gerutu Nala di dalam hati.
"Kakak saya dapat kerja di kota ini lalu nyewa satu rumah kontrakan, saya diminta nemenin," jawab Nala membuat alasan.
"Sayang sekali."
Nala hanya tersenyum.
"Ya sudah mbak, baik-baik ya di kontrakan yang baru nanti!"
"Iya buk, terima kasih."
"Iya mbak."
🌺🌺🌺
Nala kembali merebahkan dirinya di ranjang seraya meraih ponsel dan mengirimkan pesan singkat ke beberapa temannya.
[ Info kossan gais, pengen pindah nih.]
Tak lama, teman-temannya memberikan balasan, rekomendasi kossan. Nala membacanya satu persatu, mengerucutkannya hingga tiga lokasi yang nantinya akan ia survey terlebih dahulu.
[ Makasih infonya gais, nanti aku survey lokasi dulu! ]
Selanjutnya, Nala menelpon kekasihnya guna mengatakan niat kepindahannya.
"Kenapa tiba-tiba pingin pindah?" tanya kekasihnya di ujung panggilan.
"Kesel banget aku, jam enam pagi, bu Wati udah gedor pintu, nagih uang sewa kossan padahal juga masih belum tenggat waktu."
"Hemm.. sudah ada gambaran lokasi kossan yang baru atau belum?"
"Ada, tiga lokasi, tadi aku tanya ke anak-anak. Kamu temenin aku survey ya!"
"Iya, nanti jam dua-an aja ya!"
"Iya, jam berapa aja boleh."
"Yaudah, aku berangkat kuliah dulu!"
"Iya sayang, hati-hati!"
"Iya sayang."
Nala menutup panggilannya lalu ia letakkan ponsel di nakas sebelum kemudian, ia beranjak untuk mandi.
"Nala beneran mau pindah?" tanya Nita, tetangga kossan Nala.
"Iya jadi."
"Kok mendadak?"
"Habisnya bu Wati ngeselin banget."
"Tuh kan sudah kuduga pasti itu alasannya."
Jawaban Nita mengundang gelak tawa mereka berdua.
"Emangnya kamu betah digituin terus?" tanya Nala.
"Gak betah tapi aku abaikan aja."
"Capek, yang punya kossan bukan cuma dia. Lebih baik pindah aja lah."
"Hemm... iya juga."
"Pikirin matang-matang dulu deh daripada tekanan batin."
"Bisa aja kamu."
Nala terkekeh lalu masuk ke dalam kamar mandi.
🌸🌸🌸
Pukul dua kurang, Reza kekasih Nala datang menjemput. Mereka pun langsung melaju menuju lokasi kossan yang pertama untuk di survey. Kossan yang pertama ini sama seperti milik bu Wati dimana rumah pemilik dan kossan bersebelahan. Nala menggeleng isyarat enggan memilih kossan tersebut.
"Yaudah, kita lanjut ke lokasi kedua!" ajak Reza.
"Iya."
Di lokasi kossan ke dua ini yang berhasil menarik minat Nala. Rumah si pemilik tidak bersebelahan tepat melainkan berjarak empat rumah dari kossan. Selain itu, suasana terlihat begitu asri. Ada kolam ikan dan beragam tanaman bunga di halaman. Kossan ini terdiri dari dua lantai dimana harga kossan di lantai atas dan di lantai bawah selisih seratus ribu, lebih murah kossan yang atas.
"Pantesan empat kamar di lantai bawah masih kosong," gumam Nala di dalam hati.
Glek.. jeglek.. Kreek... ibu Yanti membukakan salah satu pintu kamar di lantai bawah.
"Silahkan dilihat mbak, begini kondisi di dalamnya!"
"Iya buk."
Nala dan Reza melangkah masuk. Kossan terlihat sangat rapi dan bersih. Sirkulasi udaranya pun cukup baik. Terdapat sebuah ranjang beserta kasur dan lemari pakaian.
"Gimana?" tanya Reza.
"Aku suka."
"Pilih di sini aja atau survey dulu ke lokasi ketiga?"
"Ini aja."
"Baiklah."
"Kamar mandi di sebelah mana buk?" tanya Nala.
"Di ujung sana mbak, sebelah kamar nomer empat. Silahkan kalau mau lihat!"
"Boleh."
Mereka bertiga pun melangkah menuju kamar mandi. Ternyata kamar mandi di sana juga sangat bersih. Ada bak mandi sekaligus shower. Nala merasa sangat cocok dengan kossan milik bu Yanti.
"Saya sewa satu kamar buk, kamar nomer dua."
"Baik mbak."
"Ini uang sewanya, saya akan segera berkemas dan menempati kamar ini!"
"Iya mbak terima kasih, ini kunci kamarnya dan ini kunci pagarnya."
"Iya buk."
"Ini nomer telepon saya, rumah saya ya yang di sana tadi. Kalau ada apa-apa, telpon saja atau boleh juga langsung datang ke rumah saya!"
"Baik buk."
"Kalau begitu, saya pamit dulu!"
"Iya buk terima kasih banyak!"
"Iya mbak sama-sama."
Bu Yanti melangkah pergi sementara Nala masih melanjutkan melihat-lihat kossan lantai bawah hingga lantai atas sebelum kemudian beranjak pergi bersama Reza.
"Girang banget yang habis dapet kossan baru."
"Iya dong, setelah ini, aku akan terbebas dari bu Wati. Mana kossan bu Yanti bagus pula, bersih, asri dan nyaman, aku suka."
"Iya-iya, aku juga suka sama suasananya. Terlihat adem aja dan tetangga kiri kanan juga ramah."
"Iya yang."
"Tapi kamu belum punya tetangga kamar sama sekali. Gak takut sendirian?"
"Takut sih, temenin!"
"Lah gimana nemeninnya, masak aku nginep?"
"Iya nginep."
"Sekamar sama kamu?"
"Iya."
"Ih mau banget hahahaha."
Nala turut ikut tertawa juga.
"Lebih baik nunggu ada yang masuk lagi aja, jangan sendirian gitu di bawah!"
"Kapan ada orang masuknya?"
"Ditunggu semingguan lagi lah sambil mindahin barang dikit-dikit!"
"Iya deh."
Nala dan Reza lantas melanjutkan perjalanan mereka untuk kembali ke kossan Nala yang lama. Namun sebelum itu, mereka berhenti ke sebuah ruang makan untuk makan siang. Nala dan Reza sudah menjalin hubungan semenjak duduk di bangku SMA dan kini, mereka telah menempuh pendidikan lanjutan di perguruan tinggi yang sama dengan jurusan yang berbeda.
"Mau makan apa sayang?" tanya Reza.
"Nasi campur lauk ikan."
"Minumnya apa?"
"Jus sirsak ada?"
"Ada."
"Yaudah itu aja."
"Oke."
Reza memesankan makanan untuk mereka berdua lalu kembali duduk sembari menunggu pesanan di antarkan.
🌿 BAB 1 SELESAI dan Kisah Ini pun Dimulai 🌿
Hari-hari berikutnya, Nala mengemasi barang sedikit demi sedikit dan membawanya ke kossan baru usai kuliah. Meski hanya pindah kos, hatinya merasa sangat antusias. Bahkan Jasmin, sahabatnya juga turut membantu.
"Harga sewa di kossan barumu, lebih mahal seratus ribu," ucap Jasmin.
"Aku tahu tapi coba kamu lihat fasilitas dan kenyamanannya! aku gak merasa rugi jadinya."
"Tapi di lantai satu itu, kamu masih sendirian."
"Nanti juga bakalan ada yang nempatin."
"Hemm.. iya juga sih tapi rada ngeri juga selama masih belum ada temannya gitu."
"Apa yang harus ditakutin sih?"
"Bukannya ada apa-apa cuma suka serem aja kalau sendirian meskipun sebenarnya gak ada keanehan."
Nala hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban.
🌸🌸🌸
Malam harinya, Nala kembali membawa satu kantong barang untuk dipindah ke kossan yang baru bersama dengan Reza. Lain dari biasanya, Reza tiba-tiba berhenti usia membuka pintu pagar membuat Nala bertanya-tanya.
"Ada apa yang?"
"Itu tadi ada cewek jalan ke dalam, kayaknya penghuni baru deh," jawab Reza.
"Yakin kamu?"
"Iya, wajah baru, belum pernah aku lihat sebelumnya. Bukan penghuni kossan atas juga."
"Wah syukur kalau begitu. Aku sudah boleh pindah ke sini kan sekarang?"
"Iya boleh tapi besok ya!"
"Iya."
"Sayang juga sih sebenarnya, uang sewa kamu di kossan bu Wati bakal hangus sia-sia."
"Biarin, yang penting aku tenang."
"Hemm... yaudah kalau begitu."
Nala dan Reza melanjutkan langkah mereka dan benar saja, pintu kamar keempat terlihat terbuka setengah.
"Kamu bener sayang, tuh cewek yang kamu lihat pasti nempatin kamar nomer empat."
"Kayaknya sih iya."
Nala tersenyum kemudian masuk ke dalam kamar lalu menata rapi barang-barang yang tadi ia bawa.
"Habis ini, beli makan dulu ya! aku lapar," ajak Reza.
"Iya sayang."
Saat merek berdua keluar kamar, terdengar suara pintu kamar keempat ditutup. Nala dan Reza sempat menoleh ke arah sumber suara dan saling mengulas senyum sebelum kemudian melangkah keluar dan berkendara mencari makan malam.
"Aku jadi lega kalau di kossan barumu udah ada temannya gini."
"Iya sayang, aku juga lega."
"Baik-baik sama tetangga ya, jangan berselisih apa lagi sampai bertengkar, lebih baik mengalah!"
"Pacarku baik banget sih, ia sayang bakalan aku ingat pesanmu ini!"
Reza tersenyum sembari menarik pelan lengan Nala lalu melingkarkannya di pinggang. Setelah beberapa saat berkendara, mereka putuskan untuk makan di sebuah warung bebek pinggir jalan. Reza juga membungkuskan satu porsi lagi untuk Nala jikalau dia tiba-tiba terbangun karena lapar di tengah malam. Hal ini memang telah menjadi kebiasaan Nala sejak masih duduk di bangku SMA.
"Makasih sayang!"
"Iya, malam ini tidur yang nyenyak, besok aku bantu lagi buat pindahannya!"
"Siap."
"Yaudah aku pulang dulu!"
"Iya, hati-hati."
Reza mendekat seraya mencium kening Nala lalu kembali menyalakan mesin motornya dan kemudian berkendara pulang ke rumah. Sementara Nala melangkah riang masuk ke dalam kamar lalu kembali berkutat dengan agenda pengemasan barang-barang yang akan ia pindahkan esok hari. Barulah sekitar pukul dua belas malam, kesibukannya berhenti. Ia keluarkan bungkusan nasi bebek yang Reza belikan lalu memakannya dengan lahap. Setelah itu, Nala beranjak untuk tidur, mengistirahatkan tubuh yang sudah merasa lelah.
🌺🌺🌺
Keesokan harinya, Nala berpamitan dengan teman-teman kos lamanya dan juga berpamitan pada bu Wati sebelum benar-benar pindah ke kossan yang baru. Nala merasa sangat senang. Kamar kos barunya telah tertata dengan rapi. Nala membuka lebar jendela kamar dan seketika itu juga, angin berembus dengan sejuk.
"Sejuk sekali," ujar Nala.
Reza hanya tersenyum sembari menyandarkan punggung di ranjang.
"Makasih ya sayang udah dibantuin!"
"Iya sayang, ohya.. apa gak sebaiknya beli kompor satu tunggu?"
"Buat apa?"
"Buat masak apa gitu kalau misal kamu kelaparan tapi gak ada penjual makanan yang lewat dan aku pas lagi sibuk."
"Boleh juga tuh."
"Berarti beli satu kompor tungku, penggorengan kecil sama panci kecil cukup."
"Iya sayang, piring, sendok, garpu dan gelas, aku udah ada."
"Yaudah, beli sekarang aja yuk sekalian beli mie instan dan telur."
"Iya ayo!"
Mereka pun bergegas keluar kamar untuk membeli list barang yang telah disepakati.
"Kamar nomer empat tertutup terus pintunya, apa cewek itu lagi keluar ya?" tanya Nala.
"Mungkin dia kuliah atau lagi kerja."
"Nanti kalau dia datang, aku mau kenalan."
"Harus itu, baik-baik ya sama teman kossan! inget, kalau ada apa-apa pasti tetangga kamar yang nolongin duluan."
"Iya sayang, aku tahu."
"Beliin buah deh nanti, kamu bawa sambil ngajak dia kenalan."
"Boleh juga ide kamu."
Reza tersenyum lalu kembali melangkah menuju parkiran. Reza dan Nala mendatangi sebuah toko peralatan rumah tangga yang cukup besar dan lekas berkeliling mencari barang-barang yang diinginkan.
"Sudah lengkap semua nih," ucap Nala.
"Yaudah, kita bawa ke kasir, biar aku yang bayar!"
Nala mengangguk sembari mengucapkan terima kasih dengan manja. Reza yang gemas lantas mencubit pipinya.
🌸🌸🌸
Di kossan, Reza dan Nala memasak mie instan sekaligus menyeduh coklat hangat.
"Udah pantes jadi istri belum?"
Reza tertawa mendengar pertanyaan kekasihnya.
"Udah panteslah."
"Kapan nih dipinang?"
"Tunggu setelah wisuda ya!"
Nala tertawa lalu mengulurkan semangkuk mie instan kepada Reza. Saat itulah terdengar suara pintu kamar yang dibuka.
"Kayaknya, cewek itu udah pulang," ucap Nala.
"Makan dulu! setelah itu, kamu kesana, ajak dia kenalan!"
"Iya."
Nala melanjutkan agenda makannya lalu mengambil satu kantong buah apel untuk diberikan kepada penghuni kamar nomer empat.
"Aku ke sana dulu ya!" pamit Nala.
"Iya."
Tok... Tok.. Tok..
"Permisi mbak!"
Seorang perempuan dengan rambut sebahu muncul seraya mengulas senyum.
"Iya mbak, ada apa?"
"Tidak ada apa-apa mbak, cuma pingin nyapa aja. Saya Nala yang tinggal di kamar nomer dua," jawab Nala sembari mengulurkan tangannya.
"Oh iya, saya Gendis," ucap Nilam sembari menjabat tangan Nala.
"Ini mbak, ada sedikit buah untuk mbak Gendis."
"Kok ngerepotin sih mbak?"
"Sama sekali tidak merepotkan kok, tadi sekalian belanja kompor dan lain-lain."
"Kalau begitu saya terima ya, terima kasih banyak mbak!"
"Iya sama-sama, ya sudah, saya balik ke kamar lagi!"
"Iya mbak, kalau perlu apa-apa, bilang saja ke saya, kali aja, saya bisa bantu!"
"Iya mbak, mbak Gendis juga jangan sungkan meminta bantuan saya!"
"Iya."
Nala dan Gendis saling melemparkan senyuman sebelum kemudian, Nala berbalik dan melangkah kembali masuk ke kamar.
"Sudah?" tanya Reza.
"Sudah."
"Siapa namanya?"
"Gendis."
"Nama yang manis."
"Orangnya juga cantik."
"Masih lebih cantik kamu kok."
"Jangan membual!"
"Serius."
Nala tersenyum seraya menghambur ke pelukan kekasihnya.
🌿 DONE, Lanjut ke BAB berikutnya.. 👉🏻🌿
Malam pun tiba, ini adalah malam pertama Nala menempati kamar kos barunya. Rasa lelah membuatnya terlelap dengan cepat hingga lamat-lamat, ia mendengar suara orang yang sedang mandi. Mungkin karena kondisi malam yang sunyi membuat suara dari kamar mandi terdengar begitu jelas.
"Suara orang mandi, siapa yang mandi malam-malam begini? ah, mungkin itu Gendis," ucap Nala dengan mata yang masih terpejam.
Entah berapa menit berlalu, suara itu masih terdengar. Berhasil memancing rasa penasaran. Akhirnya, Nala melirik jam dinding miliknya yang ternyata menunjukkan pukul satu dini hari sekarang.
"Jam satu, Gendis mandi semalam ini?"
Nala tidak terlalu memusingkannya, dia lebih memilih untuk melanjutkan aktivitas tidurnya. Sekitar setengah jam kemudian, Nala kembali terbangun krn kebelet ingin buang air kecil. Tanpa pikir panjang, dia lantas melangkah ke kamar mandi. Saat itu, tak ada siapa pun di sana dan suara orang mandi memang telah berhenti.
Awalnya, Nala tidak menyadari. Barulah saat sampai di kamar, dia menyadari sebuah keganjilan. Dia yakin betul bahwa tadi mendengar suara orang mandi tapi saat dia buang air kecil, lantai kamar mandi, tidak basah sama sekali.
"Apa aku salah dengar ya tadi?"
"Ah tidak mungkin, jelas banget kok suaranya."
"Tapi kan... bisa saja aku bermimpi."
"Hemm.. sebenarnya ada orang mandi atau enggak sih?"
"Lantainya kering kok."
Antara takut dan bingung, Nala memilih untuk berpikir positif. Ia anggap bahwa yang ia dengar tadi hanyalah halusinasi atau sekedar mimpi. Nala mengabaikannya dan dan kemudian bergegas untuk tidur lagi.
🌸🌸🌸
Selepas adzan subuh, Nala terbangun. Ia mengeliat sesaat sebelum kemudian bangkit dan melangkah ke kamar mandi. Jalan menuju kamar mandi melewati kamar nomer empat yang mana kamar itu merupakan kamar Gendis.
"Pintu kamarnya masih tertutup rapat, mungkin Gendis masih belum bangun," ucap Nala di dalam hati.
Nala kembali melanjutkan langkahnya lalu bergegas untuk mandi karena hari itu, ada jadwal kuliah pagi. Usai mandi, pintu kamar Gendis terbuka sedikit namun Nala ragu hendak menyapa. Niat hati ingin bertanya perihal benar atau tidak kalau jam satu dini hari tadi, Gendis mandi.
"Ah sudahlah, nanti saja, aku tanya padanya."
Nala kembali ke kamarnya dan bersiap untuk berangkat ke kampus. Kali ini, Nala berangkat sendiri mengendarai motor bebeknya sebab Reza ada keperluan dan tak bisa mengantarkannya. Usai mata kuliah pertama, Nala mendekam di perpustakaan untuk mengerjakan tugas bersama sahabatnya, Jasmin.
"Gimana kossan barumu?" tanya Jasmin.
"Enak, nyaman, asri, aku seneng," jawab Nala dengan penuh antusias.
"Katamu masih belum ada tetangga kamar di lantai satu."
"Kemarin sudah ada, Gendis namanya dan kami sudah berkenalan."
"Baguslah kalau gitu, kapan-kapan aku mampir deh."
"Kenapa gak habis ini aja?"
"Masih banyak tugas."
"Kita lanjut ngerjain di kossanku aja!"
"Hemm..."
"Sekalian beli makanan dulu terus lanjut ke kossan."
"Boleh deh."
Nala tersenyum senang.
"Yaudah, kita selesain yang di sini dulu!"
"Iya."
Setelah urusan di perpustakaan selesai. Nala dan Jasmin melaju menuju kossan Nala yang baru dan tak lupa, membeli beberapa camilan untuk mereka makan di kamar.
"Adem banget La, suasana di kossan barumu," ucap Jasmin seraya menghirup udara segar di halaman.
"Tuh kan bener kataku, inilah sebabnya aku suka, yuk masuk!"
"Iya."
"Kamarmu nomer berapa?" tanya Jasmin.
"Ini nomer dua ini, kamarnya Gendis yang kuceritakan tadi di sana, nomer empat."
"Oh.."
Kriiettt...
Pintu terbuka, Nala dan Jasmin pun masuk ke dalam.
[ Sayang, aku udah pulang. Lagi sama Jasmin di kossan sekarang. ] - Tulis Nala dalam pesan singkatnya pada Reza.
[ Sudah makan belum? ]
[ Ini mau makan, tadi sudah beli di perjalanan pulang. ] - Jawab Nala lalu ia letakkan ponselnya di nakas sembari membuka sedikit jendela kamarnya.
"Gimana Min, nyaman kan kossan baruku ini?"
"Iya nyaman, sedikit lebih luas juga dari yang lama."
"Betul sekali."
"Kasur ini juga fasilitas dari sini?"
"Iya."
"Aduh empuknya, nyaman, jadi pingin tidur dah," ucap Jasmin seraya merebahkan dirinya di ranjang.
"Mau tidur dulu apa ngerjain tugas dulu nih?"
"Tugas, ngerjain tugas dulu."
"Yaudah ayo!"
"Iya-iya."
Saat mereka serius mengerjakan tugas, terdengar suara seseorang tengah membuka kunci pintu kamar.
"Itu kayaknya si Gendis pulang," celetuk Nala.
"Ohya?"
Jasmin sontak melongokkan kepalanya keluar kamar untuk mengintip ke arah kamar nomer empat. Memang benar ada seorang perempuan yang tengah membuka pintu namun wajah dinginnya berhasil membuat Jasmin bergidik ngeri dan lekas beringsut mundur, kembali ke posisinya duduk.
"Kenapa?"
"Itu tadi yang namanya Gendis?"
"Dia masuk ke kamar nomer empat kan?"
"Iya."
"Berarti benar, dia Gendis."
"Hemm... rasanya ada yang aneh deh sama dia."
"Aneh gimana sih?"
"Wajahnya begitu pucat dan dingin."
"Mungkin dia kecapean."
"Bukan gitu, wajahnya menyiratkan sebuah kehampaan mendalam dan menimbulkan rasa takut bagi yang melihatnya."
Nala tertawa.
"Ada-ada aja sih imajinasimu ini. Wajahnya baik-baik saja, kalau pun terlihat pucat pasti karna kelelahan atau mungkin, dia sedang tidak enak badan."
"Kami gak ngerti yang aku rasain."
"Gini deh, aku kenalin kamu sama Gendis."
"Idih ngapain? takut tau."
"Takut kenapa coba?"
"La, percaya deh sama aku! cewek itu aneh."
"Kamu yang aneh."
"Hemm.. aku udah ngasih tahu loh, mau percaya atau enggak, terserah kamu tapi saranku, kami harus hati-hati!"
"Iya deh iya, aku bakalan hati-hati."
Jasmin memanyunkan bibirnya membuat Nala tertawa kembali.
"Udah-udah! mending kita istirahat dan makan siang dulu!"
"Ide bagus tuh."
"Ini nasi bungkusnya tadi dan ini camilannya."
"Sendokmu mana La?"
"Itu di sebelah kompor, ambil aja!"
"Oke."
🌸🌸🌸
Tanpa terasa sore pun tiba. Jasmin mengemasi barang-barangnya dan berpamitan untuk pulang.
"Gak mau mandi dulu di sini?"
"Enggak nanti aja di rumah sekalian."
"Oh yaudah, hati-hati ya!"
"Iya, aku balik dulu La!"
"Iya."
Setelah mengantarkan Jasmin ke depan pagar kossan, Nala kembali masuk ke dalam bersamaan dengan Gendis yang berjalan keluar.
"Eh mbak, mau ke mana?" tanya Nala.
"Beli makanan."
"Di mana mbak?"
"Di sana, gak jauh kok."
"Em.. oh iya, mau tanya."
"Tanya apa?"
"Apa semalem mbak Gendis mandi? aku denger orang mandi soalnya sekitaran jam satu dini hari."
Gendis menggelengkan kepalanya.
"Enggak mbak?"
"Enggak."
"Oh.. mungkin saya berhalusinasi atau sedang bermimpi tapi terasa seperti nyata hehe."
Gendis tersenyum.
"Yaudah mbak, silahkan kalau mau beli makan. Saya masuk dulu, mau mandi."
"Iya mbak."
Nala sempat melihat ke mana arah kepergian Gendis karena pikirnya, dia juga ingin mencoba membeli makanan di warung langganan Gendis tersebut.
🌿 DONE, Jangan Lupa tinggalkan jejak setelah membaca.. 🌿
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!