NovelToon NovelToon

Akhir Sebuah Penantian

Ibu Kecelakaan

Gadis berkulit putih, berhidung mancung itu terus berjalan di tengah terik mentari sambil menjajakan dagangannya, sesekali terlihat dia menyeka peluh yang menetes di dahinya yang licin. Aneka tas rajut hasil karya buatan tangannya sendiri, tergantung di pundak dan sebagian lagi berada dalam dekapannya.

Diandra gadis yang periang dan juga rajin, sepulang sekolah dia selalu menawarkan hasil kerajinan tangannya dengan berkeliling di seputar tempat tinggalnya di kawasan wisata pantai hingga sore menjelang. Dan di malam harinya, dia akan memanfaatkan waktu untuk merajut.

Meski tak pernah punya waktu untuk belajar, namun di sekolah Diandra tetap menjadi yang nomor satu. Dia selalu mendapatkan juara dan nilainya selalu jauh di atas rata-rata, semua guru merasa bangga dan sangat menyayangi Diandra.

Diandra selalu mendapatkan beasiswa di setiap tahun, itu sebab nya dia masih bisa melanjutkan sekolah nya hingga ke jenjang SMA di saat teman-teman Diandra yang lain yang tinggal di panti asuhan terpaksa harus putus sekolah karena terkendala oleh biaya.

Sore itu Diandra baru saja tiba di panti asuhan tempat dimana dia lahir dan dibesarkan, dia terkejut tatkala mendengar suara keributan kecil di ruang tamu. Buru-buru Diandra masuk kedalam dan didapatinya saudara-saudara angkat nya tengah menangis seraya berpelukan, "ada apa ini? Ada apa mbak Asih?" Tanya Diandra dengan tidak sabar pada gadis yang nampak lebih dewasa.

"Ibu Di,,, ibu mengalami kecelakaan, dan saat ini kondisinya kritis," jawab gadis yang di panggil mbak oleh Diandra itu dengan terbata.

"Apa? Ibu kecelakaan? Kok bisa mbak? Emang ibu dari mana?" Cecar Diandra.

Gadis itu hanya menggeleng,, dan masih terisak.

"Lantas sekarang ibu dirawat dimana mbak Asih?" Tanya Diandra mulai panik.

"Di RSU Di, orang yang menabrak ibu melarikan diri," jawab gadis yang bernama Asih itu dengan terbata. "Tapi Ada orang baik yang menolong ibu dan membawanya ke rumah sakit." Lanjut Asih membuat hati Diandra sedikit tenang.

"Baiklah mbak Asih, Didi akan segera ke sana. Mbak Asih tolong di rumah aja ya, jaga adik-adik," setelah meletakkan barang dagangan nya di dalam almari, Diandra bergegas berlari kecil menuju pangkalan ojek di ujung gang untuk mengantarnya pergi Ke rumah sakit.

Tak butuh waktu lama, ojek yang membawa Diandra tiba di RSU. Setelah membayar ongkos ojek, Diandra segera berjalan cepat menuju bagian informasi untuk menanyakan keberadaan ibu nya.

Setelah mendapatkan informasi keberadaan sang ibu, Diandra segera berjalan menyusuri selasar rumah sakit menuju ruang IGD.

Saat Diandra tiba di ruangan itu, bersamaan dengan suster yang baru saja keluar dari IGD dengan mendorong brankar pasien hendak memindahkan nya ke ruang perawatan, yang di ikuti oleh seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.

"Ibu,,," seru Diandra sesaat setelah menyadari bahwa pasien yang terbaring di atas brankar itu adalah ibu nya.

Diandra langsung menghentikan langkah suster dan kemudian memeluk sang ibu yang terbaring lemah dengan banyak luka di tubuh nya, "ibu kenapa bisa kecelakaan? Memang nya ibu pergi kemana? Kalau ibu butuh apa-apa kenapa enggak nunggu Didi pulang?" Cecar Diandra dengan banyak pertanyaan kepada ibu nya sambil terisak, gadis periang dan tangguh itu tak kuasa menahan air mata nya menyaksikan kondisi wanita tua yang telah merawat dan membesarkan diri nya selama ini sedang terkulai lemah.

Sang ibu hanya menggeleng, dan kemudian tersenyum mencoba menenangkan Diandra.

Wanita paruh baya yang sedari tadi memperhatikan Diandra pun mendekat, "nak, tenangkan dulu dirimu. Ibu mu tidak apa-apa, tak ada luka yang serius. Luka yang di derita ibu mu hanya luka luar dan akan segera sembuh dalam beberapa hari, sekarang biarkan suster membawa nya ke ruang rawat inap," ucap wanita itu lembut.

Diandra pun mengangguk, dan kemudian melangkah mengikuti suster yang mendorong brankar sang ibu menuju ruang rawat inap bersama wanita paruh baya tadi.

Suster membawa pasien masuk kedalam ruangan VIP, dan kemudian memindahkan pasien ke atas bed yang tersedia di ruangan itu.

Sejenak Diandra tertegun melihat ibu nya dibawa masuk kedalam sana, ada perasaan getir yang menyelimuti hati nya. Ingin dia berteriak untuk menolak ketika ibu nya di masukkan kedalam ruangan VIP itu, namun melihat luka di sekujur tubuh sang ibu hati nya merasa iba dan tak tega jika dia memaksa untuk membawa pulang sang ibu.

"Ruangan nya bagus banget dan biaya nya pasti sangat mahal, lantas darimana aku bisa mendapatkan uang banyak untuk biaya perawatan ibu? Sedangkan penghasilan ku dari berjualan hanya cukup untuk membantu biaya kebutuhan sekolah adik-adik, dan uang pensiunan ibu hanya cukup untuk biaya hidup kami sehari-hari. Kami sama sekali tidak memiliki tabungan.. aku harus bagaimana sekarang?" Diandra bermonolog dalam diam.

Wanita paruh baya yang melihat Diandra diam mematung di depan pintu pun mengerti kegelisahan gadis itu, "masuk lah nak, ibu mu membutuhkan dukungan mu. Jangan khawatirkan tentang biaya, tante sudah membayar kan semua tagihan nya," ucap wanita itu lembut, sambil menepuk pelan bahu Diandra.

Diandra tersentak dari lamunan nya, dia mengangguk dan kemudian tersenyum hangat pada wanita paruh baya itu, "terimakasih atas kemurahan hati tante, kami tidak dapat membalas kebaikan tante kepada ibu kami. Hanya do'a tulus yang akan senantiasa kami panjatkan untuk kebahagiaan dan keberkahan hidup tante dan keluarga," balas Diandra dengan tulus.

Wanita paruh baya itu kemudian menuntun Diandra untuk masuk kedalam ruangan, "Mbak Rahma, saya mohon pamit dulu karena masih ada urusan. Insyaallah besok saya akan datang lagi kemari untuk menemani mbak," ucap wanita paruh baya itu kepada bu Rahma, ibu angkat Diandra.

Bu Rahma mengangguk, "enggak perlu repot-repot jeng Dewi, jeng Dewi sudah bersedia menolong dan membawa mbak ke rumah sakit saja mbak sudah sangat bersyukur... apalagi jeng Dewi malah sudah membayarkan semua biaya pengobatan dan perawatan mbak disini, mbak tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan jeng Dewi." ucap bu Rahma terharu, sambil menggenggam tangan wanita paruh baya yang telah menolong nya yang ternyata bernama Dewi itu.

Bu Dewi menggeleng, "sudah mbak, jangan dipikirkan," ucap nya seraya tersenyum tulus.

"Jaga ibu mu nak, kalau ada apa-apa jangan sungkan segera hubungi tante," titah bu Dewi seraya menyodorkan sebuah kartu nama kepada Diandra, "oh ya nak, siapa nama kamu?" Tanya bu Dewi menatap Diandra, "saya Dewi, panggil saja tante Dewi," ucap nya mengenalkan diri.

"Saya Diandra tante, ibu biasa memanggil saya Didi," balas Diandra mengenalkan diri nya dengan sopan.

"Oke nak Didi, tante pamit ya.." ucap bu Dewi dan kemudian bergegas keluar ruangan rawat inap bu Rahma.

Sepeninggal tante Dewi, Diandra mendekati sang ibu, "ibu kenal sama tante Dewi?" Tanya Diandra penasaran.

Bu Rahma menggeleng, "ibu juga baru mengenalnya tadi nak, saat ibu sadar dan ibu tahu kalau jeng Dewi yang lah yang telah menolong ibu dan membawa ibu ke sini. Jeng Dewi juga telah membayarkan semua tagihan rumah sakit dan menempatkan ibu di ruangan yang bagus ini. Tapi nak, ibu bingung dan sedih,,," bu Rahma nampak mulai berkaca-kaca.

"Kenapa bu?"

"Jeng Dewi memang tidak berharap uang nya dikembalikan, tapi dia minta imbalan lain. Jeng Dewi meminta salah satu putri ibu untuk dijadikan menantu nya, yang akan dinikahkan dengan putra bungsunya yang patah hati dan menjadi dingin pada wanita," ucap bu Rahma sambil terisak.

Diandra tertegun,,,

🌹🌹🌹🌹🌹

Terimakasih sudah bersedia hadir mengikuti kisah Diandra,,,

Ini ceritaku yang kedua ya,,, buat yang baru banget gabung di lapak ku, bisa cek ceritaku yang pertama "KETULUSAN CINTA NABILA", yang juga sudah TAMAT, dan banyak mengandung imun dan iman booster 😍😍

Meski novel ini sudah TAMAT, tapi tetep,,,, tolong tinggal kan jejak kalian di sini 😉😉

Dengan Like, komen, vote dan hadiah yang banyak, dan jangan lupa klik tombol hati/ masukkan favorit 🥰🥰

Dan jika kalian suka dengan cerita nya, jangan lupa berikan rating bintang lima dan katakan lah sesuatu untuk menyemangati ku 😊🙏

Makasih yah, hadir nya,,, 🤗🤗

Salam hangat 😘😘

Happy Reading,,,

Flash Back

Seorang wanita berusia setengah abad lebih tengah berjalan sambil menenteng tas kresek di tangan nya, nampak dia akan menyeberang jalan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah dirasa aman, wanita itu menyeberang dengan berjalan perlahan.

Namun baru beberapa langkah dia berjalan, dari arah kanan terlihat sepeda motor yang melaju dengan kecepatan tinggi. Dan, brakk...

Wanita itu tertabrak sepeda motor tersebut dan tersungkur di aspal dengan darah segar mengucur di beberapa bagian tubuh nya, nampak tubuh nya diam dan tak bergerak sama sekali. Sedangkan pengendara motor langsung kabur dan tidak memperdulikan korban nya.

Beberapa detik kemudian, nampak sedan berwarna hitam metalik berhenti ketika melihat keramaian di pinggir jalan. Ya, warga sekitar yang melihat kejadian langsung membawa wanita korban tabrak lari itu ke tepi agar tidak mengganggu pengguna jalan.

Seorang wanita paruh baya yang terlihat anggun, turun dari mobil mewah tersebut dan bertanya pada warga yang berkumpul, "ada apa ya pak?"

"Korban tabrak lari bu," jawab salah seorang warga.

"Ya udah, tolong bapak angkat saja ke mobil saya.. biar saya bawa ke rumah sakit," titah wanita yang nampak berkelas itu.

"Maaf nyonya, tapi korban laka lantas ini banyak sekali mengeluarkan darah,,," ucap sopir pribadi wanita paruh baya tersebut sedikit khawatir.

"Tak mengapa pak Darma, nyawa ibu ini lebih berharga daripada mobil saya," ucap nya dengan serius, "ayo pak, segera angkat ibu itu ke mobil," titah nya lagi seraya membukakan pintu mobil untuk korban tabrak lari tersebut.

Beberapa orang membantu mengangkat tubuh wanita tersebut dan membawa nya kedalam mobil, sedangkan pak Darma langsung kembali duduk di belakang kemudi dan bersiap melajukan kendaraan nya.

Sedangkan wanita paruh baya pemilik mobil, langsung duduk di jok belakang dan menemani korban. "Pak Darma, ayo kita cepat berangkat," titah nya pada sopir pribadi nya.

"Baik nyonya," jawab pak Darma patuh, dan segera melajukan kendaraan nya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan kota menuju rumah sakit.

Tak berapa lama, mereka tiba di rumah sakit umum. Pak Darma langsung turun dan memanggil perawat, "sus, ada korban kecelakaan di dalam mobil saya.. tolong cepat sus," pinta nya pada suster jaga.

Dengan bergegas, dua orang suster membawa brankar mendekat kearah mobil dan membantu pak Darma memindahkan korban keatas brankar. Suster segera membawa pasien menuju IGD untuk mendapatkan pertolongan.

wanita paruh baya yang menolong korban menunggu di depan ruang IGD, dia duduk dengan anggun sambil sesekali menatap pintu ruangan IGD tersebut.

Tak berapa lama dokter keluar, "keluarga pasien?" Tanya dokter sambil menatap wanita tersebut.

"Saya saudara nya dok, bagaimana kondisi korban dok?"

"Alhamdulillah, pasien sudah sadar dan hanya mengalami luka luar saja. Tidak ada yang serius," ucap dokter yang memeriksa korban menjelaskan.

"Dokter yakin? Sudah memeriksanya secara keseluruhan?" Tanya wanita tersebut nampak cemas.

"Sudah bu, anda tidak perlu khawatir. Tapi pasien harus dirawat paling tidak dua hari, untuk penyembuhan dan pemulihan luka nya. Silahkan, anda sudah bisa menemuinya sekarang," dokter jaga itu menjelaskan dengan gamblang kondisi korban.

"Baik dokter, terimakasih atas bantuan nya," ucap wanita itu dengan tulus. Dan kemudian segera masuk ke ruangan IGD, sesaat setelah dokter jaga meninggalkan nya.

"Bagaimana keadaan ibu?" Tanya wanita paruh baya tersebut, sesaat setelah dia berada di samping korban.

"Apa nyonya yang menolong saya?" Tanya wanita korban tabrak lari tersebut.

Wanita itu mengangguk dan tersenyum hangat, "perkenalkan bu, nama saya Dewi," ucap nya mengenalkan diri nya.

"Saya Rahma, terimakasih atas pertolongan nyonya Dewi, tapi bolehkah saya minta tolong kembali?" Tanya wanita korban tabrak lari yang bernama Rahma itu ragu-ragu.

"Jangan panggil nyonya bu, panggil saja jeng,,, seperti nya usia kita enggak jauh beda ya? Dan saya akan memanggil mbak Rahma, kayak nya itu lebih enak di dengar," ucap nya dengan tersenyum ramah. "Oh ya, apa yang bisa saya bantu mbak?" Tanya bu Dewi dengan sopan.

"Saya ingin pulang sekarang bu Dewi, tapi saya belum kuat untuk pulang sendiri,,," bu Rahma menghentikan ucapan nya, kembali dia merasa ragu untuk meminta pertolongan.

"Mbak Rahma belum boleh pulang, mbak harus dirawat paling tidak dua hari agar benar-benar pulih," ucap bu Dewi seperti yang dia dengar dari dokter tadi.

"Tapi jeng,,"

"Enggak ada penolakan mbak, ini anjuran dokter." Sejenak bu Dewi nampak berfikir, "kemana saya bisa menghubungi keluarga mbak Rahma?" Tanya bu Dewi seraya menatap netra teduh bu Rahma.

Netra bu Rahma nampak berkaca-kaca, terlintas di benak nya bagaiman keadaan anak-anak asuh nya jika mereka tahu diri nya kecelakaan dan harus dirawat. Terbayang juga bagaimana Didi, anak angkat nya yang sejak lahir dia rawat dengan tangan nya sendiri mencari uang untuk membayar biaya pengobatan nya nanti? Dalam diam, bu Rahma menangis,,

"Mbak Rahma,," panggil bu Dewi seraya menepuk lembut punggung tangan wanita korban tabrak lari tersebut.

Bu Rahma tersentak dari lamunan nya, "iya jeng Dewi, maaf mbak sedang kepikiran sama anak-anak asuh mbak," ucap nya merasa tak enak hati.

"Anak-anak asuh?"

"Benar jeng Dewi, mbak mengasuh beberapa anak yatim di rumah. Sebagian masih kecil dan butuh perhatian mbak, jadi kalau mbak dirawat lama-lama di sini... bagaimana nanti dengan mereka? Dan lagi, anak angkat mbak yang sudah besar juga pasti kebingungan untuk membayar biaya rumah sakit jika mbak lama-lama berada disini."

"Mbak Rahma pemilik yayasan yatim piatu?" Selidik bu Dewi.

Bu Rahma menggeleng, "tidak jeng, hanya semacam rumah penampungan, karena mbak mengurus semuanya sendiri," ucap nya lirih.

Bu Dewi menatap dalam netra hitam bu Rahma, seolah meminta penjelasan.

"Mbak janda tanpa anak, dan menggantungkan hidup dari pensiunan suami. Suatu ketika mbak bertemu dengan seorang wanita muda yang tengah hamil besar, kondisi nya nampak sangat menyedihkan,,, dia sebatang kara dan diusir oleh mertua nya ketika suami nya melanjutkan studi di luar negeri."

"Akhir nya mbak membawa nya pulang, dan merawat nya hingga melahirkan,,," sejenak bu Rahma terdiam, netra nya berembun.

"Wanita muda itu meninggal sesaat setelah melahirkan putri nya," air mata lolos begitu saja dari sudut mata bu Rahma.

"Mbak yang merawat bayi itu dan membesarkan nya dengan kedua tangan mbak sendiri, dia adalah amanah yang diberikan kepada mbak... dari do'a-do'a yang mbak panjatkan selama hampir dua puluh tahun pernikahan mbak."

"Dan setelah kehadiran bayi itu, seakan beruntun Allah menitipkan amanah nya kepada mbak. Ada yang mbak temukan sedang kelaparan di pinggir jalan sambil mengais sampah, lantas mbak ajak untuk pulang. Ada juga yang dititipkan oleh saudara nya karena orang tua nya sudah meninggal, sedangkan paman dan bibi nya tak memiliki biaya." Bu Rahma bercerita tentang asal muasal anak-anak asuh nya.

"Tadi mbak Rahma bilang, khawatir anak angkat cari biaya untuk pengobatan? Apakah diantara mereka ada yang sudah dewasa dan bekerja?" Tanya bu Dewi hati-hati.

Bu Rahma mengangguk,, "iya jeng, ada dua orang yang sudah cukup dewasa. Mereka yang membantu mbak mencukupi kebutuhan anak-anak." Jawab bu Rahma seraya tersenyum bahagia, dia teringat wajah cantik putri nya yang centil dan selalu ceria.. juga pekerja keras, dan semua hasil kerja keras nya selalu dia berikan kepada ibu angkat nya itu.

Bu Dewi nampak tersenyum, "mbak Rahma harus tetap dirawat disini selama dua hari. Untuk biaya pengobatan, saya yang akan menanggung nya. Dan masalah anak-anak, mbak enggak usah khawatir.. bukankah sudah ada yang cukup dewasa yang bisa menjaga adik-adik nya?"

"Kalau soal itu, jeng Dewi benar. Tapi, tentang biaya rumah sakit... maaf, mbak enggak bisa menerima nya." Tolak nya merasa tak enak hati.

"Tidak apa-apa mbak, jangan sungkan."

Sesaat suasana menjadi hening, masing-masing sibuk dengan pikiran nya sendiri.

"Mbak mau menerima bantuan jeng Dewi tapi jika mbak sudah punya uang, mbak akan mengembalikan nya," ucap bu Rahma setelah beberapa lama mereka terdiam.

"Enggak perlu mbak,," kekeh bu Dewi ingin membantu, "emm,, mbak, gimana kalau sebagai gantinya saya minta satu putri mbak Rahma untuk saya jadikan menantu?" Pinta bu Dewi hati-hati.

"Maksud jeng Dewi?!"

"Iya mbak, saya punya anak laki-laki yang dulu pernah terluka karena seorang wanita. Hingga kemudian dia menjadi sangat dingin dengan wanita, dan tidak mau menikah sampai sekarang," nampak netra bu Dewi berkaca-kaca.

"Saya mohon, mbak mengijinkan satu putri mbak untuk dipinang anak saya. Saya mau anak saya segera menikah dan bisa bersikap hangat seperti dulu lagi," pinta bu Dewi terisak.

Bu Rahma terdiam untuk beberapa saat, dan semenit kemudian dia mengangguk meski nampak sedikit ragu. " Mbak akan bicarakan dahulu dengan putri mbak," jawab nya lirih.

Nasib Diandra

"Nak,, ibu sedih, ibu enggak mau mengorbankan siapapun. Tapi ibu juga bingung, besok harus menjawab apa sama jeng Dewi?" Ucap bu Rahma nampak gelisah.

"Bu, putri ibu yang sudah cukup umur hanya Didi dan mbak Asih, sedangkan mbak Asih sebentar lagi akan menikah bu." Sejenak Diandra terdiam dan menatap ibu nya.

"Ibu sangat menyayangi Didi dan begitupun dengan Didi,, Didi sangat sayang sama ibu. Didi akan lakukan apapun untuk ibu, seperti ibu yang rela melakukan apa saja untuk kebahagiaan Didi." Diandra menghela nafas nya dalam.

"Didi mau menjadi menantu tante Dewi bu, Didi bisa merasa kan kalau tante Dewi itu orang nya baik... " ucap Diandra dengan yakin, "dan pasti anak nya tante Dewi juga orang baik kan bu? Bukan kah buah jatuh tidak akan jauh dari pohon nya?" Tanya Didi sambil menatap hangat netra teduh ibu angkat nya.

Bu Rahma menghela nafas dalam-dalam dan menghembus nya dengan kuat, "tapi nak,, kamu kan belum mengenal nya? Bagaimana jika dia berlaku jahat dan menyakiti mu nak?" Bu Rahma nampak sangat khawatir, dia akan merasa sangat bersalah pada ibu kandung Diandra jika sampai pernikahan itu membuat Didi menderita dan tidak bahagia.

"Ibu ku sayang,,, ibu lupa ya siapa putri ibu ini? Gadis cantik dan pemberani putri kesayangan ibu ini, tidak pernah takut dengan siapa pun bukan?" Balas Didi mencoba meyakinkan sang ibu.

"Tapi nak?" Ucapan bu Rahma menggantung, bu Rahma menatap Didi dengan intens. Beliau benar-benar bingung dalam mengambil keputusan, Didi tidak boleh mengorbankan kebahagiaan masa muda untuk nya... begitulah yang dipikirkan bu Rahma saat ini.

"Sudah lah bu, kita lihat saja besok ya. Didi yakin, dia enggak seburuk yang ibu pikir... restui Didi untuk menikah dengan nya ya bu?" Pinta nya seraya menggenggam tangan sang ibu. "Didi pasti akan bahagia, karena ada ibu yang akan selalu mendo'akan Didi di setiap sujud ibu bukan? Didi yakin, do'a tulus ibu untuk Didi akan mampu mengetuk pintu langit dan mengabulkan setiap harapan Didi dan menjadi kan nya nyata." Ucap Didi dengan yakin.

Sejenak kedua nya terdiam, masing-masing sibuk dengan pikiran nya sendiri.

"Nak, bagaimana dengan cita-cita mu yang ingin menjadi dokter... agar kamu bisa mencari keberadaan ayah kandung mu?" Tanya bu Rahma menatap sedih pada putri kesayangan nya.

"Bu, Didi memang memiliki otak yang cerdas... karena Didi dididik oleh ibu yang pintar, Didi juga menjadi wanita yang kuat dan tangguh karena Didi memiliki ibu yang hebat. Dan jika sekarang ibu bertanya, apa cita-cita Didi sekarang? Didi akan jawab, Didi hanya ingin menjadi seorang ibu seperti dirimu bu... ibu adalah segala nya buat Didi, ibu adalah ibu peri nya Didi yang selalu ada kapanpun Didi butuh ibu. Jadi, kita lupakan saja tentang keinginan Didi untuk menjadi dokter." Jawab nya dengan enteng.

"Dan tentang ayah,,, jika benar ayah sayang sama ibu kandung Didi seperti yang sering ibu ceritakan, bukan kah seharusnya ayah mencari kami bu? Tapi apa kenyataan nya bu?" Ucap Diandra dengan sorot mata penuh kekecewaan.

"Nak, ibu enggak pernah mengajari mu untuk membenci seseorang seburuk apapun perlakuan nya kepada kita. Jangan pernah membenci ayah mu nak, karena kita tak pernah tahu apa yang terjadi dengan ayah mu di sana bukan?"

"Ibu mu enggak mungkin bohong sama ibu nak, ayah dan ibu mu saling mencintai. Tapi nenek mu dan paman serta bibi mu terus saja ingin memisahkan kedua orang tuamu, mereka bersikap manis terhadap ibu mu hanya jika ada ayah dan kakek mu saja."

"Hingga kemudian mereka mendapat kesempatan untuk menjalan kan rencana mereka memisah kan ayah dan ibu mu, saat ayah mu mengambil spesialis di luar negeri. Sebenar nya ayah mu ingin mengajak serta ibu mu, tapi nenek mu berhasil meyakinkan ayah mu bahwa ibu mu akan baik-baik saja bersama nya."

"Dan tibalah hari itu, dimana mereka menjalan kan rencana nya dan meninggalkan ibu mu di kota ini... kota yang sangat jauh dari kota asal orang tuamu. Mereka meninggalkan ibu mu begitu saja, tanpa membawa apa-apa dan saat itu kondisi ibu mu sedang sakit." Bu Rahma bercerita sambil terisak, teringat kembali bagaimana dulu bu Rahma bertemu pertama kali dengan Diana, ibu kandung Diandra.

"Sudah bu,,, jangan di ingat-ingat kembali," pinta Diandra dengan mata berkaca-kaca, sejenak Diandra terdiam, dan nampak mengatur nafas nya. "Ibu Diana pasti sudah bahagia di sana, karena melihat Didi tumbuh menjadi gadis yang pintar dan cantik bukan?" Ucap Diandra dengan gaya centil nya untuk menghibur sang ibu.

Bu Rahma pun tersenyum, "kamu benar nak, putri ibu yang satu ini memang pintar dan sangat cantik... kamu persis seperti ibu mu," puji sang ibu pada anak angkat nya itu.

"Kamu tidak membenci ayah mu kan nak?" Tanya bu Rahma pada Diandra sesaat kemudian, untuk meyakinkan hati nya. Bu Rahma ingat betul pesan ibu kandung Diandra sebelum meninggal, agar anak nya tidak menyalahkan suami nya atas apa yang menimpa diri nya.

Diandra menggeleng dan tersenyum tulus, "tidak bu, Didi tidak membenci ayah. Benar apa yang ibu bilang, kita enggak tahu apa yang sebenar nya terjadi pada ayah Didi di sana? Kenapa ayah sampai tidak mencari kami?" Diandra kemudian memeluk ibu nya, hingga beberapa saat lama nya.

"Bu, sekarang istirahat lah. Didi akan pulang sebentar mengambil pakaian ganti untuk ibu, dan mengabarkan pada saudara-saudara yang lain tentang keadaan ibu." Ucap nya seraya membetulkan posisi ibu nya agar berbaring dengan nyaman.

"Kamu benar nak,, mereka pasti cemas," ucap bu Rahma dengan sendu.

"Sudah, ibu jangan banyak pikiran.. biar cepat pulih dan bisa segera pulang, Didi pamit ya bu," pamit Diandra seraya mencium kening sang ibu, dan mencium punggung tangan wanita yang telah merawat nya sejak bayi layak nya ibu kandung.

Sepeninggal Diandra, bu Rahma tak dapat memejamkan mata nya. Beliau masih belum rela melepas Diandra untuk menikah dengan seseorang yang belum pernah dikenal nya, namun bu Rahma juga tak dapat berbuat apa-apa. Beliau tak punya cukup uang untuk mengganti biaya perawatan nya di rumah sakit, dan lagipula orang yang menolong nya tidak menginginkan uang nya dikembalikan.

"Bagaimana jika putra jeng Dewi itu orang nya kasar dan main tangan? Apa putri ku tidak akan dia jadikan pelampiasan atas kekecewaan nya pada wanita lain? Bagaimana jika putri ku dikurung, dan tidak diperbolehkan keluar sama sekali? Apa Didi sanggup menjalani semua itu?" Bu Rahma bermonolog dalam diam, bulir bening menetes membasahi wajah nya yang sudah mulai berkeriput.

Cukup lama bu Rahma bergulat dengan pikiran nya sendiri, hingga akhir nya wanita tua itu pun tertidur dengan memendam kesedihan di hati akan nasib Diandra ke depan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!