Inaya Latifa Adriansyah, adalah seorang siswi kelas 3 di sebuah sekolah ternama di kota nya. Memiliki wajah cantik dan menawan merupakan kodrat bagi Inaya karena ia merupakan keturunan Indo-amerika.
Sayang nya, Inaya tidak memiliki siapapun di muka bumi ini kecuali sang kakek yang kini sudah berumur lumayan tua. Kedua orang tuanya kecelakaan ketika ia masih sangat kecil, sehingga merebut kedua orang tuanya dari kehidupan indah Inaya.
Perekonomian Inaya sangat terpenuhi, karena kakek nya merupakan seorang CEO di perusahaan besar.
Keluarga Adriansyah merupakan keluarga terpandang, restauran dan cafe milik mereka ada di mana mana. Jadi, Inaya tidak akan merasakan kekurangan apapun.
Untuk kasih sayang, Inaya mendapatkan penuh dari sang kakek. Yah, mungkin Inaya juga membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu dan seorang ayah.
Namun keinginan itu ia buang jauh jauh, dan selalu tersenyum di depan kakeknya.
Hari ini adalah hari terakhir Inaya ujian sekolah, sebentar lagi ia akan lulus SMA.
Inaya berjalan cepat menuju ke parkiran, ia tidak habis pikir dengan pesan singkat yang kakeknya kirim pada nya ketika ia baru saja menyelesaikan ujian.
Setelah masuk ke dalam mobil, Inaya kembali membaca pesan singkat itu saking tidak percaya nya ia pada isi pesan itu.
Kakekku😘
Sayang ku, hari ini pulang cepat yah. Kakek mau bicarain sesuatu pada mu tentang calon suami mu.
Inaya mendengus tak percaya, kakeknya benar benar membuat diri nya syok. Sebelum nya memang kakeknya pernah membahas hal ini.Namun Inaya menganggapnya angin lalu saja. Ia pikir kakeknya hanya bercanda.
Secepat mungkin Inaya memacu mobil nya menuju rumah besar bak istana milik kakeknya yang sudah di buat atas nama nya. Semua harta kakeknya sudah beralih atas nama nya.
Sekitar 20 menit Inaya berkendara, akhirnya ia tiba di depan rumah mewah bak istana nya.
Inaya langsung berlari masuk ke dalam, ruang kerja kakeknya adalah tujuan utama nya sekarang.
"Kakek" panggil Inaya ketika membuka pintu ruangan kerja kakek nya.
"Sayang ku" tanpa tahu malu nya Braham Ardiansyah bangkit dari kursi ke besaran nya dan merentangkan tangannya menyambut cucu kesayangan nya.
Inaya dengan tampang lucu nya mengerucutkan bibirnya. Begini jadi nya jika bertemu sama sang kakek, bukannya serius malah selalu di bawa becanda.
"Gak mau peluk nih?" Kata Braham menggerak gerakkan kedua tangannya.
Mau tidak mau, Inaya masuk ke dalam pelukan kakeknya. Rasa kesalnya meluap ketika melihat senyum manis dan juga kehangatan pelukan kakeknya yang selama ini membuat dirinya kuat dan merasakan kehangatan keluarga.
"Kek, Inaya mau nanya sama kakek" lirih Inaya masih memeluk erat kakek nya .
"Soal pesan tadi?" tanya Kakek. Inaya mengangguk di dalam pelukan nya.
"Kakek serius sayang" lanjut kakek lagi.
Sontak Inaya melepaskan pelukan kakeknya dan mendongak kan kepalanya menatap wajah sang kakek. Mencari cari titik kebohongan yang mungkin tersembunyi di sana.
Seteliti apapun Inaya mencari, ia tetap tidak menemukan kebohongan yang ia harapkan.
"Kakek bercanda kan? " desak Inaya.
Kakek tetap menjawab nya dengan gelengan, ia tidak bercanda dengan hal itu.
"Kakek beneran mau jodohin aku? sama siapa kek?"
"Apa kakek tidak merasa ini terlalu cepat? Inaya saja belum lulus SMA kek" bujuk Inya dengan berbagai alasan agar kakek nya membuang pikirannya yang ingin menjodohkan dirinya dengan pria yang sama sekali belum ia kenal.
"Tapi kakek merasa ini sudah saat nya sayang. Lagi pula, sebentar lagi kamu akan lulus sekolah" jelas kakek.
"Kek, umur Inaya baru 19 tahun. Masa udah nikah aja sih. Naya kan mau kuliah kek, kerja juga."
"Sttt.... Alesan kamu tidak ada yang logis sayang. Kakek tetap akan menikahkan kmau dengan anak dari sahabat mama dan papa kamu" tegas Kakek dengan nada suara yang cukup keras . Ini pertama kali nya kakeknya berkata sekeras itu.
Inaya terdiam, ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Sadar akan ucapannya dan nada bicaranya, Braham menarik kembali cucu nya ke dalam pelukan nya. Namun Inaya menolak, ia berlari keluar dari ruang kerja kakeknya dan menutup pintu dengan hempasan kuat.
"Maafin kakek sayang, tapi ini yang terbaik untuk kamu" lirih Braham menatap Inaya yang sudah menghilang di balik pintu ruangan nya.
Sementara itu di rumah besar yang tak kalah mewah dari rumah Inaya. Terdapat suasana yang cukup menegangkan bagi seorang Haiden .
Pria yang bernama lengkap Haiden Bruno Utomo itu sedang menghadap kedua orang tua nya yang terus mendesak nya untuk menerima perjodohan yang telah mereka tentu kan.
Haiden sudah mencoba menjelaskan pada mama dan papa nya ,bahwa dirinya sudah memiliki kekasih. Namun, kedua orang tua nya tidak mau menerima nya.Mereka berpikir jika kekasih Haiden saat ini adalah wanita yang tidak baik. Pilihan mereka lah yang sangat baik.
"Ya sudah lah, jika menurut papa dan mama ini yang terbaik. Haiden setuju" balas Haiden dengan nada suara pasrah.
Kedua orang tua Haiden langsung saling pandang dan tersenyum lega. Akhirnya putranya mau menikah dengan gadis pilihan mereka.
"Terimakasih nak, mama yakin kamu adalah anak penurut" gumam Hana mengusap rambut putranya.
"hmm.."dehem Haiden membalas ucapan mama nya. Mau tidak mau ia terpaksa menerima nya, meskipun ini sangat berat bagi Haide, namun ia ingin kedua orang tuanya merasa bahagia , bukan rasa kecewa.
"Papa sudah menduga ini Haiden, kamu pasti akan mendengarkan papa" Leo tersenyum pada putranya.
"Papa yakin, kamu tidak akan kecewa dengan keputusan ini nak"
"Iya pa" balas Haiden mengangguk pelan.
Haiden merupakan anak sulung dari 2 bersaudara. Usia Haiden terbilang tidak muda lagi. Sudah sangat cocok untuk berumah tangga.
Di usia nya yang sudah menginjak 27 tahun , ia sudah memiliki segala nya. Hanya seorang istri yang belum ia miliki.
Wajar saja kedua orang tua nya meminta agar putra nya segera menikah dengan gadis yang sudah mereka pilih.
Setelah papa dan mama nya pergi, Haiden masih duduk di sofa ruangan itu. Ia masih nyaman duduk dengan tatapan lurus ke depan.
Sampai Jia , adik nya Haiden masuk ke dalam ruangan itu. Haiden masih melamun, ia tidak sadar dengan kedatangan Jia.
"Kak..." panggil Jia.
Haiden tetap diam, ia larut dalam pikiran nya yang memikirkan bagaimana cara menjelaskan semua ini pada Bella , kekasih nya.
"Woy!!!! kesurupan Lo yah!" teriak Jia keras tepat di telinga Haiden.
"Jia! Lo ngagetin gue aja tahu gak!" marah Haiden mengusap kuping nya yang terasa berdengung.
Sementara Jia tertawa terbahak bahak melihat ekspresi kakak nya yang sangat lucu menurut nya.
"Lo bengek banget kak" kata Jia masih dalam tawa nya.
"Seneng Lo yah, kalo gue stroke mungkin Lo makin bahagia" gerutu Haiden melirik kesal pada adik nya.
"Sorry sorry, gue cuma kesal sama Lo. gue panggil sejak tadi, tapi gak nyahut nyahut sih" kata Jia.
"Tau ah! ngeselin" Haiden bangkit dari duduk nya, ia berniat akan meninggalkan ruangan itu. Tapi Jia menahan nanya.
"Mau kemana kak?"
"Suka suka gua lah, gak ada urusan nya sama Lo.Bye!" ketus Haiden menepis tangan adik nya .
"Yee.... Dasar tua ******,, eh Bangka. " ledek Jia menjulurkan lidah nya ke arah Haiden yang sudah berlalu keluar.
Jia menatap ruangan kosong itu, ia merasa sangat sepi.
"Kalo sepi gini, ngapain gue di sini" gumam Jia bangkit dari sofa, kemudian pergi dari sana.
...----------------...
Halo guys, gimana cerita baru aku.
Suka gak?
Jangan lupa like dan komen yah. Sebagai penghargaan buat aku yang akan rajin menulis untuk kalian,😘
Setelah keluar dari ruangan kerja kakek nya, Inaya kembali melajukan mobil nya menuju ke sebuah Cafe.
Inaya masih tidak habis pikir dengan apa yang kakek nya pikirkan.
"Ah Kakek selalu seperti itu!" kesal Inaya memukul stir nya.
"Siapa sih pria yang sudah berhasil menghasut kakek gue!" gerutu Inaya , mulut nya komat kamit, tapi mata nya masih fokus pada jalanan.
Bomm~~
"Astaga..." Inaya langsung panik dan berusaha mengendalikan mobil nya agar menepi.
Inaya keluar dari dalam mobil, ia menatap kesal pada ban mobil belakangnya yang terlihat tidak ada angin sedikit pun.
"Dasar menyebalkan! Kenapa hidup gue mendadak sial begini sih!" gerutu Inya menarik rambut nya geram.
"Mana jarak nya masih sangat jauh lagi"
"Ah, masa bodo!" Ujar Inaya memilih berjalan kaki menuju cafe yang berjarak sekitar setengah kg lagi dari tempat nya sekarang.
"Aduh capek banget" lenguh Inaya berhenti sejenak, kedua tangannya menumpu pada kedua lutut nya, nafas Inaya tidak beraturan. Baju seragam sekolah nya sudah basah oleh keringat. Baru kali ini ia berjalan sejauh ini, tidak ada air, tidak ada teman yang paling membuat nya merasa frustasi.
Sebuah mobil dari arah yang sama dengan nya melaju dengan kecepatan sedang. Ia tidak melihat ada lubang yang berisi air kotor. Tanpa di sengaja mobil itu pun melindas lubang itu.
Inaya yang sedang berdiri di pinggir jalan itu pun terkena ciprakan air kotor itu.
"Woy!! Hati hati dong, baju gue jadi kotor ni!" teriak Inaya tidak terima.
Mobil itu pun berhenti sebentar, kemudian mundur dan berhenti tepat di depan Inaya. Ketika mobil itu terbuka, tampak lah seorang pria tampan tinggi, berdiri di hadapan Inaya.
"Sorry gue gak sengaja" kata pria tampan itu yang tak lain adalah Haiden.
"Enak aja Lo bilang gak sengaja, lihat ni baju gue jadi basa , sepatu gue juga kena. Oh my God!!!!!!" Jawab Inaya yang sudah sangat kesal.
Haiden tidak menjawab, ia malah diam menatap gadis SMA yang memiliki wajah sangat manis di mata nya.
Merasa tidak ada jawaban dari pria itu, Inaya pun mendongakkan kepala nya menatap pria yang sudah ada di hadapan nya itu. Seketika mata mereka bertemu.
Di dalam hati, kedua insan itu saling memuji satu sama lain.
"Tampan juga ni cowo, dewasa banget" teriak Inaya di dalam hati sembari menatap waja Haiden .
"Manis banget dia, apalagi kalo gak galak.Pasti makin manis" puji Haiden dalam hati.
Ketika asik saling memuji, tiba-tiba Haiden teringat pada seseorang yang sedang menunggu nya.
"Sorry, gue buru buru" kata Haiden kembali masuk ke dalam mobil nya dan melaju begitu saja.
"Eh eh woy!!! tanggung jawab dulu, woy!!" teriak Inaya mencak mencak melampiaskan rasa kesal nya pada pria itu.
"Dasar pria yang tidak bertanggung jawab" gerutu Inaya menepis nepis baju nya agar sedikit lebih bersih, meskipun hal itu sia sia.
"Mana baju gue putih lagi, awas aja kalo sampe gue bertemu lagi sama Lo. Gue jadiin Lo pergedel" gerutu Inaya menghentak hentakkan kakinya kembali melanjutkan perjalanan nya yang tinggal sedikit lagi.
"Selamat siang nona muda" sambut pelayan ketika melihat kedatangan nona muda mereka.
Yah, cafe itu adalah milik kakek Inaya. Dan Cafe itu merupakan cafe pavorit bagi Inaya karena ini merupakan Cafe pertama yang papa dan mama nya bangun. Karena hal itu lah Inaya menjadi menyukai cafe ini.
Setiap mengalami stres, badmood, Inaya selalu datang ke cafe ini. Agar semua masalah yang ia hadapi segera hilangvdan pikiran nya pun menjadi tenang.
Melihat kedatangan Inaya, manager cafe langsung menghampiri nya. Ia sangat terkejut melihat nona muda nya berpenampilan sangat kacau seperti ini.
"Nona muda, anda kenapa bisa jadi seperti ini?" Tanya manager kaget.
"Sudahlah ibu manager, jangan banyak bicara. Tolong bawakan baju ke ruangan ku" titah Inaya sembari berlalu dari hadapan manager.
"Baik nona muda" sang manager langsung memerintahkan seseorang untuk menjemput baju nona muda ke kediaman Adriansyah.
Sementara itu, di sudut Cafe terlihat seseorang tengah membujuk kekasihnya yang sedang merajuk.
" Sayang , maaf aku terlambat" kata seseorang dengan nada menyesal. Ia meraih tangan kekasihnya ,lalu mengecup nya.
"Kamu selalu saja terlambat. Aku kan cape menunggu kamu terus" kata wanita itu dengan nada manja. Ia mengerucutkan bibirnya pertanda ia sudah kesal.
"Tadi perjalanan sangat macet sayang, makanya aku terlambat" bujuk si pria itu lagi.
Inaya yang berjalan tak jauh dari sepasang kekasih itu merasa ingin muntah ketika mendengar perkataan pria itu.
"Dasar buaya" pikir Inaya. Ia masih belum sadar dengan siapa yang sedang memohon kepada wanita itu. Karena posisi si pria membelakangi nya.
Cukup lama Inaya menunggu di ruangannya, akhirnya manager cafe datang menghampiri nya.
"Ini pakaian anda nona" kata manager memberikan paper bag yang berisi baju Inaya.
Inaya langsung menerima nya, kemudian mengecek apa isi dari paper bag itu.
"Terimakasih ibu manager" ujar Inaya langsung membawa paper bag itu ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai berganti pakaian, Inaya kembali keluar dari kamar mandi . Di dalam ruangan khusus untuk dirinya itu masih terdapat ibu manager.
"Saya lihat, di depan tidak ada mobil nona muda. Apa nona muda di antar kakek?" Tanya ibu manager penasaran, tidak biasanya Inaya datang tanpa mobil.
"Ah iya, mobil ku ban nya meletus. Tolong suruh orang untuk memperbaikinya" kata Inaya yang baru teringat dengan mobil nya.
"Astaga, apa nona baik baik saja?" ibu manager langsung memeriksa keadaan tubuh nona muda nya. Ia mulai berpikir jika noda noda tadi ada karena kecelakaan ban mobil nya yang meletus.
"Aduhh Ibu manager, aku tu baik baik saja. Gak ada yang lecet, stop lebay" sergah Inaya.
Namun ibu manager tidak berhenti di situ, ia harus memastikan nona muda nya baik baik saja.
"Lalu, bagaimana dengan noda tadi?" tanya ibu manager penuh selidik.
"Itu karena kesialan yang menimpa ku bertemu dengan pria super menyebalkan!" Jawab Inaya, emosi nya kembali menggebuh gebuh.
Ibu Manager bernafas lega, ia mulai tenang sekarang. Jika terjadi sesuatu pada nona muda nya. Maka, tidak akan dapat di elak kan amukan seorang kakek yang mendengar cucunya terluka. Bisa bisa mereka semua di pecat masal nanti.
Inaya keluar dari ruangan khusus milik nya, kemudian ia mengambil tempat duduk yang berada tidak jauh dari meja pria yang masih berusaha membujuk kekasih nya itu.
Ketika baru saja duduk di kursinya, Inaya tak sengaja melirik ke arah kanan. Mata nya melotot ketika melihat pria yang tadi sudah membuat tubuh nya mandi lumpur.
"Jadi dia buaya itu!" gumam Inaya bangkit dari duduk nya. Ia melihat Haiden memesan sesuatu pada pelayan, seperti nya ia memesan minuman.
Inaya tersenyum licik, entah apa yang sedang ia pikirkan untuk membalas Haiden. Ia tidak jadi menghampiri pria itu, Inaya malah memilih menyusul pelayan yang mencatat pesanan Haiden.
...----------------...
Biasakan untuk selalu menekan tombol like setelah membaca setiap episode. Karena hal itu merupakan penghargaan bagi kami sebagai penulis. Terimakasih.
"Nona muda, apa yang sedang anda lakukan?" kaget pelayan ketika melihat Inaya berada di dapur.
"Kamu buatin minuman dua orang itu?" tanya Inaya mengabaikan pertanyaan dari sang pelayan.
"Iya nona" jawab pelayan jujur.
"Yang mana pesanan si pria?"
"Yang capuccino keju" jawab pelayan itu lagi dengan tatapan polos.
"Baiklah, gue bakalan bantuin Lo bekerja" kata Inaya girang. Ia langsung mengambil gelas dan segera membuatkan pesanan si pria.
Tanpa bisa membantah, pelayan itu hanya membiarkan apa yang ingin nona muda nya lakukan.
"Nah siap, silakan antar pesanan mereka" kata Inaya tersenyum penuh makna.
"Nona muda yakin ini enak?" tanya pelayan pria itu ragu. Ia takut jika pelanggannya akan marah kepada nya jika rasanya tidak enak. Setahu nya nona muda mereka ini tidak pernah ke dapur.
" Lo raguin gue, udah deh buruan anter. Gue yakin mereka akan suka!" kata Inaya mendorong tubuh pelayan itu keluar dari dapur.
Inaya kembali ke meja nya, ia bersiap untuk melihat reaksi pria itu setelah meminum capuccino buatan nya.
"Rasain Lo" dengus Inaya tersenyum dalam hati.
Pelayan itu kembali mendatangi meja Haiden dan kekasih nya dengan membawa nampan yang berisi 2 gelas minuman.
"Terimakasih" ucap Haiden dan kekasih nya setelah pelayan itu meletakkan 2 gelas itu ke atas meja mereka.
"Jadi, apa yang mau kamu omongin sama aku?" tanya Bella sembari menikmati jus nya.
Haiden tampak ragu, tapi ia harus mengatakan pada Bella sekarang.
"Bel, aku mau putus sama kamu!" kata Haiden .
Bella tidak bereaksi, ia masih santai menikmati jus nya.
"Mau ngasih kejutan apa kamu sama aku? becanda begini aku tidak suka tahu" kata Bella ketus
"Aku serius Bella, ini tidak bercanda . Aku sudah di jodoh kan, dan aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita lagi!" kata Haiden dengan nada suara pelan.
Bella terdiam, ia menatap Haiden dengan tatapan tampa ekspresi.
"Aku lagi gak mood, jangan bercanda deh!" kata Bella lagi.
"Aku gak becanda Bella, aku serius!" ulang Haiden.
Inaya yang masih memantau mereka dari meja nya merasa tegang. Ia tidak menyangka pria itu akan memutuskan kekasih nya. Ia melihat dari sorot mata pria itu, ada banyak cinta untuk kekasihnya. Tapi , mengapa ia ingin memutuskan kekasih nya. Inaya malah jadi penasaran.
"Bell, aku masih sayang sama kamu. Tapi kita gak bisa melanjutkan hubungan ini" kata Haiden.
"Kenapa Haiden, kenapa gak bisa. Aku cinta sama kamu, kamu juga sayang dan cinta sama aku. kenapa kita malah mengakhiri ini semua?" Bella mulai terisak .
"Maafin aku bell, mama sama papa meminta aku menikah dengan anak dari mendiang sahabat nya" jawab Haiden.
"Apa?.
Jadi kamu lebih memilih perjodohan itu, di bandingkan aku yang selalu ada bersama mu sejak 3 tahun lalu" Bella tidak habis pikir dengan keputusan kekasihnya itu.
"Tapi aku harus menerima nya Bella, mama sama papa ku menyukai dirinya" kata Haiden menunduk.
"Kamu jahat Haiden, kamu jahat!" Bella bangkit dari duduk nya kemudian berlalu pergi dengan air mata bercucuran .
"Ya ampun..."Inaya menutup mulutnya, ia baru sadar jika menjadi dewasa semenyakitkan itu.
Haiden mengusap wajah nya kasar dan menghembuskan nafas kasar. Ini benar-benar keputusan yang berat bagi nya dan Bella.
"Semoga ini yang terbaik" gumam Haiden berharap. Ia meraih gelas minumannya dan langsung meminum cappucino kesukaan nya.
"Wueekkk...." Haiden langsung memuntah kan semua minuman yang sudah masuk ke dalam mulut nya. Rasa nya benar benar pahit dan juga asin.
"Cappucino apa ini, Pelayan!!! Pelayan!!!!"teriak Haiden memanggil pelayan yang tadi membawa minuman untuk nya.
Sementara di meja nya, Inaya tertawa terbahak bahak. Wajah Haiden terlihat sangat lucu ketika memuntah kan minuman itu.
"Ada apa tuan?" tanya Pelayan takut takut, ia sudah menduga hal ini akan terjadi.
"Apa yang sudah kau masuk kan kedalam minuman ku? rasa nya sangat tidak enak" kata Haiden berdiri dari duduk nya.
"Maaf tuan, itu Capuccino keju yang anda pesan" jawab pelayan itu takut taku, karena ekspresi wajah Haiden sangat tidak bersahabat.
"Hahaha... dia lucu sekali...." Inaya masih tertawa keras, saking keras nya menarik perhatian Haiden.
"Hei, apa yang kau tertawakan" serga Haiden marah, ia beralih mendekat pada Inaya.
"Apa?" tantang Inaya berdiri di hadapan Haiden.
"Aku ingat sekarang, kau gadis tengil di pinggir tadi kan?" kata Haiden mengingat Inaya.
"Bagus kalo om ingat!" kata Inaya .
"Apa? Om?" kaget Haiden.
"Iya, Om. si tua Bangka!" balas Inaya tak kalah kesalnya.
"Nona muda, sudah hentikan" bujuk pelayan itu membuat Inaya melotot padanya.
"Oh jadi, Lo yang mengerjai gue?" tuding Haiden.
Inaya sudah tidak bisa mengelak lagi, ia tertangkap basa sekarang.
"Kalo iya kenapa? kita satu sama sekarang!" balas Inaya "
"What, Lo gila apa? sejak kapan gue melakukan hal buruk sama Lo" kata Haiden heran, gadis kecil yang tadi ia bilang lucu terlihat menyebalkan sekarang.
"Susah yah, kalo sudah tua dan pikiun" ledek Inaya dengan tampang datar nya.
"Oh soal ciprakan tadi. Gue kan udah minta maaf" kata Haiden .
"Lo pikir dengan minta maaf baju kotor gue bakalan kembali bersih? " sentak Inaya makin kesal.
"Yaudah, katakan sama gue. Berapa harga baju yang Lo banggakan itu!" ucap Haiden mengeluarkan dompet nya.
"Cih. Lo pikir gue butuh uang Lo?" Inaya mengambil gelas minum nya, kemudian menyiram isi nya ke wajah Haiden.
"Kita impas!" ucap Inaya langsung berlalu dari sana.
Melihat keributan yang terjadi antara nona muda nya dan pelanggan nya membuat Manager menunduk minta maaf.
"Maaf kan nona muda kami tuan. Dia hanya sedang kesal tuan" kata manager tidak enak hati.
Haiden tidak menjawab, ia pergi begitu saja dari cafe itu. Baju dan jas nya basah oleh siraman air dari gadis tengil yang benar-benar membuat ia semakin kesal.
Entah kesialan apa yang melanda hidup Haiden, di hari ia putus dengan kekasih nya. Ia juga harus bertemu dengan gadis menyebalkan seperti Inaya.
"Awas saja nanti, jika kita bertemu lagi!" gumam Haiden sebelum ia benar-benar meninggalkan cafe itu.
Sedangkan Inaya masuk ke dalam ruangannya dan mengurung diri di sana. Ia kembali memikirkan tentang apa yang kakek nya katakan tadi.
Entah bagaimana hidup nya setelah menikah nanti, Inaya sungguh tidak bisa membayangkan nya. Apalagi ia tidak memiliki siapapun selain sang kakek.
Sempat Inaya berpikir ingin menolak nya saja, tapi ia juga merasa kasihan kepada snag kakek. Pasti kakek nya akan merasa sangat kecewa kepadanya.
"Huhhhh...." Inaya menghela nafas berat, ia sudah tidak tahu harus melakukan apapun lagi sekarang.
...----------------...
Biasakan untuk selalu menekan tombol like setelah membaca setiap episode. Karena hal itu merupakan penghargaan bagi kami sebagai penulis. Terimakasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!