Mata tajam seseorang menelisik sebuah tempat alam terbuka yang tak seharusnya ia berada. Di sini sangat gelap, menyeramkan bahkan di atas tanah yang ia pijak terdapat asap-asap kabut saling bertebaran di sepanjang jalan. Lelaki remaja yang saat ini menempuh usia 17 tahun, menghembuskan napasnya lalu menaikkan nyalinya untuk menyusuri jalan yang rupanya tak hanya kabut saja nang terlihat, namun juga para tengkorak manusia yang berserakan menghalangi langkahnya.
Waktu sedang melangkah untuk menyusuri tempat alam terbuka yang ranum ini, sang lelaki pemilik jiwa tangguh dan pemberani itu menghentikan jalannya saat ia dihadapkan oleh sosok makhluk tak kasat mata yang entah datang darimana. Pemuda yang memiliki rupa wajah tampan bak Korea tersebut, mendongakkan kepalanya secara perlahan untuk menengok muka dari penghalang jalan langkahnya. Kedua mata iris yang mempunyai warna grey autentik itu, menatap tajam makhluk mengerikan yang tentunya merupakan lelembut.
Makhluk tersebut memiliki beberapa ciri-ciri yang jelas menyeramkan. Di jiwanya mengenakan pakaian lusuh yang modelnya compang-camping, wajahnya meleleh seperti cokelat terkena sinar matahari, amat jangkung nyaris sepadan dengan ukuran pohon di hutan. Bau amis dari lelehan muka itu, menyeruak langsung ke indera penciuman hidung sang pemuda tampan. Tetapi beruntunglah, ia masih bisa menahan bau menyengat itu.
Hantu yang belum dikenal asal-usulnya, mulai menggantungkan lonceng emas kecilnya di udara yang dirinya pegang pakai tangan kiri. Ia menggoyang-goyangkan benda tersebut hingga menimbulkan suara dentingan keras yang menggema dan mampu membuat gendang pendengaran dari telinga lelaki itu nyaris ingin meledak, pemuda tampan tersebut bernama Anggara Veincent Kaivandra.
Bibir dari hantu itu, berkomat-kamit layaknya seperti sedang berdoa. Bukan berdoa, tetapi mengeluarkan seluruh mantranya untuk menyerap segala kekuatan energi Indigo yang ada di dalam diri Angga. Merasa nyawanya akan sangat terancam, lelaki itu memilih melangkah mundur buat menghindari sosok tersebut yang sedang menggunakan mantranya. Arwah itu kini amat murka karena manusia berjiwa kuat macam baja, memberikan jangkauan untuknya. Hal itu, ia lekas menggoyang-goyangkan keras lonceng pusakanya dengan menyembul nada yang menggeram.
“Ne teloigne pas de moi! Je veux prendre toute la puissance de ton energie d'aura ecrasante !! (Jangan menjauh dariku! Aku ingin mengambil semua kekuatan aura energi spektakuler milikmu!!)”
Tawa jahat dari sosok hantu yang menggunakan bahasa Prancis, tertawa iblis nan renyah, membuat Angga yang hanya memakai tangan kosong langsung berbalik badan untuk berlari dari sosok hantu tersebut. Lari Angga sungguh maraton dengan sesekali kepalanya menoleh ke belakang untuk memastikan sosok itu tak mengejarnya alias hanya diam disebabkan cuma ingin menguji Angga seberapa kuat mentalnya menghadapi dirinya yang aura negatif.
Insting dan dugaan Angga salah total, dirinya berpikir makhluk gaib itu tak mengejarnya, tetapi rupanya sosok tersebut mengejarnya dengan melayang secepat hembusan angin. Lonceng milik hantu sakral itu tetap berbunyi agar larinya Angga menjadi terganggu.
Yang benar saja, dampak terlalu mengharap supaya makhluk astral itu tidak lagi mengejar-ngejarnya, kaki Angga yang terbungkus sepatu pada akhirnya tersandung oleh gelondongan kayu yang memiliki ukuran sedang.
GEDUBRAK !!!
Malang, memang. Sudah terjatuh dan kini ditambah terkilir pula antara kedua kakinya, tetapi Angga berusaha mengacuhkan rasa sakitnya lalu segera bangkit berdiri. Namun baru saja akan hendak membangunkan diri dari atas tanah, raganya ditarik kencang ke belakang saat hantu itu membentangkan tangan kirinya ke arah manusia pemilik indera keenam tersebut. Telah bak magnet, bukan?
‘Apakah nyawa gue setelah ini akan tamat dengan cara yang mengenaskan?’
Diri Angga sudah merasakan feeling yang amat buruk tentang mengenai nyawanya yang sebentar lagi akan menjadi taruhannya di dalam genggaman tangan pucat pasi dari makhluk astral tersebut. Hantu itu tersenyum kemenangan seraya memasukkan jari telunjuk rapuhnya di ujung atas bolongan senjata loncengnya, Angga mestinya tak mungkin bisa meremehkan benda kecil itu yang di dalamnya terdapat suatu serangan kekuatan nang menimbulkan sebuah malapetaka.
Angga membungkamkan bibirnya dengan menyipitkan matanya dimana dadanya terasa sakit nan bergemuruh, seolah di tempat alam terbuka ini ia kesulitan meraup oksigen, waktu sang arwah memainkan lonceng miliknya dengan cara memutarnya berkali-kali hingga mendatangkan asap kelabu yang mengepung alat pusakanya. Setelah mengumpulkan mantra bahayanya, dirinya menghantamkan lonceng emasnya ke dada bidang Angga hingga pemuda itu terlempar kencang darinya.
BUM !
Raga Angga berakhir menghantam sebuah benda keras yang permukaannya kasar hingga kepalanya mengalami pendarahan nang cukup hebat, alias pecah seketika. Dua lubang hidungnya mengeluar aliran darah segar saat hidung pemuda itu mendarat kuat di tanah non lembab, sementara tulang tangan kanannya patah akibat tertindih oleh tubuhnya yang posisinya sudah terlungkup. Dalam mata Angga yang berubah sayu, ia menatap hantu itu nang tersenyum menyeringai. Namun karena keadaannya telah sangat lemah, pandangannya tatkala menjadi gelap.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Lelaki tampan yang sedang menikmati masa tidurnya, kini bangkit spontan dan mengubahnya menjadi duduk. Napasnya terengah-engah, keringatnya berhasil membasahi tubuhnya, bola matanya mencuat setelah mendapatkan mimpi buruk untuk kesekian kali.
Baru sadar, alarm ponselnya berbunyi nyaring, ia lekas mengulurkan tangan kanannya lemas untuk mematikannya karena ini sungguh mengusik Angga yang sedang membutuhkan penenangan diri.
Pemuda itu mengambil napasnya dalam lalu menghembuskannya keluar usai menariknya, ia mengusap wajah putih bersihnya yang sekarang berantakan akibat menjumpai mimpi mengerikan tentang nyawanya yang dibawa pergi oleh sesosok makhluk gaib asing.
“Sial,” lirih Angga tetap mengusap seluruh wajah tampannya yang kini terlihat lumayan pucat.
Angga sekarang melepaskan kedua tangannya dari muka lalu mengambil alih handphone-nya untuk mengecek jam di pagi hari ini. Matanya terbelalak lagi saat mendapati kini telah menunjukkan pukul 06.00 dengan cepat, dirinya segera beranjak dari kasur King Size miliknya lepau bergegas siap-siap untuk pergi ke sekolah.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Pagi pada pukul 06.37, dua seorang sahabat sejoli saling bertatapan layaknya sedang berseteru sengit akan suatu hal di dalam ruang kelas XI IPA-2 Galaxy Admara, bangunan sekolah megah SMA yang tersohor paling elite di kota Jakarta. Mereka ada Reyhan Ivander Elvano, si pemuda berhati ramah atau bisa dikatakan Friendly, kedua ada si rambut panjang berwarna cokelat agak terang yaitu Jovata Zea Felincia, si gadis berjiwa lelaki atau dikenal dengan sebagai Tomboy.
Tampak, Reyhan dan Jova terus menyembul suara perdebatan jengkelnya dari berasal mulut. Bahkan melihat kejadian konyol ini, sudah seperti seekor kucing-tikus yang tidak pernah bisa bersatu. Di sisi keroyokan tersebut, mereka mempunyai julukan tersendiri dari masa SMP, 'Kunyuk Sutres' khusus Reyhan, serta 'Sableng' teruntuk Jova yang setiap hari membuat ulah keributan.
Sebagian dari teman-temannya kedua remaja ini, seringkali mengalami otak Stres akibat selalu mendengar perang mulut yang pasti tidak lupa terjadi pada setiap harinya. Ya, tapi bagi mereka si tampan Reyhan dan si cantik Jova begitulah unik akan sikap kesehariannya.
“Capek gue, Anjir!” sebal Reyhan lalu menghempaskan pantatnya di kursi daripada harus melanjutkan perdebatan aneh yang tidak bermutu.
Jova mengernyitkan kening lalu berkacak pinggang saat menengok sahabat lelaki rese miliknya, membuka lembaran buku novel dari jenis genre Horor favoritnya. Hal ini membuat gadis bermata iris hazel itu jengah akan keseharian Reyhan.
“Hatiku hancur berkeping-keping setelah aku mengetahui jika kawan terbaikku meninggalkanku selamanya akibat kecelakaan maut yang menimpany-”
Plak !
Begitu kasar dan teganya, Reyhan yang asyik membaca prolog dari buku novelnya secara lisan, mulutnya ditampar oleh Jova dengan nada geramnya. Sepertinya ini akan menjadi suatu pertanda besar di mana mereka akan berargumen kembali.
“Astoge, Sableng! Bener-bener kamu, ya sama aku! Lagi baca buku, juga malah ditabok ini mulut. Mau, tuh tangannya di blender kayak kucing yang lagi viral di video sosmed?! Perih, tau!” omel Reyhan sambil mengusap bibirnya.
“Abisnya kerjaannya baca buku tentang setan mulu! Jadi gatel, deh tanganku buat gampar mulut cerewet kamu.”
Reyhan mendengus lalu beranjak berdiri dari kursi dan menatap nyalang mata sahabat perempuannya yang dari bawah umur 17 tahun memang menjengkelkan hatinya. “Terus mau-mu, apa?! Jangan dipaksa, ya kalau hobi-ku harus sama kayak kamu. Toh, lagian kalau kamu gak suka sama kegemaranku, sono minggir. Gak usah deket-deket, daripada keluar tuh api mulutnya!”
“Aku nasehati jangan keseringan baca buku biar gak kena iritasi mata, sekarang kamu malah berani ngusir cewek kayak aku?! Dasar, Kunyuk Sutres nyebeliiiiin!”
“Argh, eh-eh jangan! Huwaaaaaa, rambut kece gue jangan dijambak-jambak!” teriak Reyhan refleks melepaskan kedua tangan Jova yang masih aktif menarik rambut cokelat style tousled hair sang empu.
“Ah, bodo amat! Biar sekalian aku ubah palamu jadi plontos!”
“Aaaaaaaakh! Jambaknya jangan terlalu kuat bisa, enggak?! Lama-lama aku penggal dua telapak tanganmu!” ancam Reyhan seraya merintih kesakitan.
"Biarin! Sekali-kali dijambak kuat biar otaknya cair, gak beku!” sungut Jova.
“Koma dong- ih! Lepasin, woi!” Reyhan menarik lengannya Jova agar melepas tarikan rambutnya.
Datanglah seorang siswi berpipi chubby di kelas dengan seragam dalam yang dipadukan jas SMA almamater internasional rapinya. Waktu pandangannya menatap beberapa siswa-siswi yang bercanda ria, tiba-tiba kontak matanya terpusat pada satu siswa yang tertatih-tatih akibat rambutnya ditarik kencang oleh siswi Tomboy.
Tidak ingin mengacaukan suasana ruang kelas, gadis cantik berambut panjang terurai dengan warna hitam legamnya lekas berlari untuk melerai mereka berdua yang mana aksi perang dunia sedang berlangsung pagi hari ini.
“Astaghfirullah! Va, kasihan Reyhan! Masa rambutnya, kamu jambak-jambak gitu, sih?! Ayo cepat lepasin!” Gadis itu menarik paksa kedua tangan Jova yang merupakan sahabatnya untuk membebaskan Reyhan dari nasib apes.
“Freya, bantuin aku ...!”
Gadis yang menjadi penengah untuk menolong Reyhan yang akan mau di keroyok habis-habisan oleh Jova, adalah Freya Septiara Anesha si gadis cantik manis nan anggun yang mempunyai hati lembut dengan pemikiran polos akan sikap kesehariannya, perempuan ini yaitu dari tetangga dekatnya Angga yang letaknya berada di komplek Permata.
”Rey, kamu nggak apa-apa?” tanya Freya sang sahabatnya juga.
“Sans, gakpapa, kok. Udah terbiasa dijambak ini anak satu .. minta maaf, deh soal tadi. Habisnya kamu kenapa, sih sewot banget hanya cuman karena aku baca novel Horor? Salah, kah?”
“Kamu, kan emang dari dulu serba salah mulu! Jadi aku, mah gak heran kalau kamu pembawa kesalahan!”
Reyhan bersedekap di dada dan memalingkan wajahnya dari Jova dengan muka pasrah, bertepatan itu ia mendapatkan seorang siswa tampan yang langkah jalannya sedikit lesu tak seperti biasanya. Reyhan nampak bahagia melihat pemuda itu telah datang ke dalam kelas.
“Anggara! Oh my Best Friend!” pekik Reyhan berlari lalu memeluk tubuh Angga erat.
Angga yang tidak suka perilaku ala lebay ini, seketika menepis pelukannya Reyhan sang sahabatnya dari SMP Dewantara seperti Jova dan Freya. Lelaki dengan gaya mencurigakan itu lalu memutuskan melewati sobat lelakinya kemudian melepaskan ransel hitamnya dan duduk senyap di tempat bangkunya.
“Tumben banget, Ga kamu telat masuknya?” tanya Jova sembari menghampiri Angga.
“Yang penting belum bunyi,” tanggap singkat Angga.
Freya menempelkan jari telunjuknya di bibir tipisnya dengan sedikit mencondongkan kepalanya ke dekat wajah Angga. “Ga! Kamu kenapa?! Kok mukamu pucat, gitu?! Kamu lagi sakit, ya?!” khawatir Freya.
Angga menolehkan kepalanya ke gadis cantik yang memiliki tinggi badan 164 sentimeter itu. “Aku oke.”
Jova yang curiga langsung menempelkan telapak tangannya di kening Angga lalu ke pipinya, serta beringsut lagi untuk ke bagian lehernya. “Hmm, gak demam. Kamu kenapa sih, Ga??”
“Kamu gak punya telinga? Apakah aku harus mengucapkan 'aku oke' hingga seribu kali?”
“Kurang percaya- oh! Gue tahu, nih. Pasti semalem lo kecapekan karena ngejar Takeshi yang keluar sama kelayapan dari rumah, kan?!” tebak Reyhan.
“Memangnya yang lo tebak, benar? Sok tahu!” sarkas Angga dengan menatap tajam.
“Ehehehe! Yasudah, mau gue anter ke UKS-”
“Oh aku tahu, Ga! Kamu pasti lagi marahan sama Reyhan, ya?! Wah, kalau itu sih emang udah keterlaluan jika dia bikin sahabatnya sendiri jadi kayak gini.”
Mata Reyhan melotot bak horor. “Weh, Sableng! Aku baru ngomong sama Angga please, jadi gak usah nyamber-nyamber kayak listrik! Satu lagi, kamu jangan nuduh-nuduh aku yang enggak-enggak, dong! Orang aku sama Angga gak ada permasalahan, kok kamu seenak tumit main nuduh aku!”
“EH, KAMU BILANG APA TADI??!! Nyamber-nyamber kayak listrik? HEH, OTAK KUNYUK! DARIPADA KAMU YANG KAYAK KUTU, seperti kutu aja bahagia sejahtera!”
“Apaan, maksudmu?!”
“Iya Kutu, Kutu Buku! Yang setiap hari sering baca buku novel! Monoton, gak ada ganti-gantinya. Sekali-kali Fantasi kek, Teen kek, Roman kek. Ck! Pokoknya masih banyak lagi, lah! Nah kamu, bacanya Horor sama Thriller mulu, bikin jengah orang doang!”
“Lho! Suka-suka aku, lah! Kegemarannya kita itu beda-beda! Gak seperti saudara kandung yang apa-apa sama! Kamu sama aku, apa samanya? Beda jauh, tuh!”
“Kamu ngajak perang lagi sama aku, Nyuk?!!”
“Orang kamu dulu, kok! Ah, kalau bukan sahabat udah aku lempar tas punyaku ke muka super jelek-mu!”
“Kamu bilang mukaku super jelek?! B-bener-bener kamu, ya!!”
Jova yang akan melayangkan pukulannya ke Reyhan, langsung di tahan Freya saat itu juga. Sedangkan Angga hanya diam saja tak melakukan apapun.
“Va! Sudah!! Kamu buat apaan sih nge-hajar Reyhan?! Tuh, dilihatin banyak yang lainnya di sebelah sana!”
Napas gadis tomboy itu naik turun menatap Reyhan yang juga menatapnya dengan tatapan sebal. Jova memalingkan wajahnya seraya menarik lengan halus putih Freya. “Hmph! Ayo Frey, kita keluar aja! Biar ini cowok-cowok di kelas! Sumpek juga liat Kunyuk satu di sini lama-kelamaan!”
“Anjir! Kalau ngomong suka gak di ayak dulu. heran, gue!”
Jova tak menggubris ucapan Reyhan, dirinya menarik tangan Freya paksa keluar kelas dan gadis polos itu hanya beraut wajah kebingungan pada pagi ini.
“Eh! Reyhan, Angga .. aku keluar kelas duluan, ya! Oh iya, Ga kalau badan kamu kurang enak, mending dibuat tiduran aja di kelas atau pergi ke UKS, diantar Reyhan!”
Angga hanya menganggukkan kepalanya pada komando Freya yang telah terlanjur ditarik Jova yang sempatnya gadis cantik manis itu berpamitan pada kedua sahabat lelakinya dan berpesan pada pemuda Indigo tampan ini. Sedangkan Reyhan hanya berdeham lalu duduk di bangku kursinya seberang bangkunya Angga.
“Kalau lo ngerasa gak enak badan atau masuk angin, gue anter lo ke UKS sekarang, gimana? Mumpung belnya masih lama,” tawar Reyhan.
Angga cukup menggelengkan kepalanya. “Beneran nih, Ga? Tapi muka lo pucet gitu, lho. Gue yakin, pasti otak lo terlalu konsentrasi sama tesnya yang minggu lalu. Saking berusahanya, lo sampe seperti ini.”
Angga menghela napasnya dengan panjang. “Gak usah mikirin gue, pikirin aja kesehatan lo.”
Reyhan menghembuskan napasnya pasrah pada sikapnya Angga yang selalu seperti itu dari SMP, entah mengapa dirinya bisa begitu. Entah dari lahir atau karena sesuatu yang merubah sikapnya menjadi tak menyenangkan ini. Reyhan memutuskan memainkan ponselnya sampai bel masuk berbunyi daripada meladeni sahabatnya yang wataknya cukup misterius.
Oh iya, jangan di herankan lagi soal perhatiannya Freya terhadap Angga. Mereka berdua adalah sahabat dari kecil yaitu TK, jadinya sudah jelas keakraban mereka terlihat sampai sekarang meskipun yang mencolok keakrabannya hanya Freya bukanlah Angga. Banyak perempuan diluar sana bahkan di lingkungan sekolahnya, Angga adalah lelaki paling cool dan dingin di mata orang-orang terutamanya sang kaum hawa.
Berat rasanya untuk memberitahu kepada kesemua sahabatnya bahwa dirinya mempertuankan kekuatan supranatural. Itu sudah dari dasarnya, Angga sangat trauma bila peristiwa itu terulang kembali seperti di kesalahan yang sama. Ia lebih memilih tertutup untuk melindungi jati dirinya agar identitas formalnya tidak tersebar.
___INDIGO Prologue Ends___
Reyhan yang sibuk membuka-buka browsing internet di ponselnya, tiba-tiba pemuda itu menemukan sebuah gambar foto layaknya suatu lokasi di salah satu kota terdekat dari kota Jakarta. Reyhan memencet gambar foto tersebut yang terpampang jelas hutan khusus berliburan atau perkemahan anak remaja.
Mulut Reyhan yang bungkam kini membuka dan mengatakan 'wow' tanpa bersuara, sedangkan Angga hanya diam membaca buku pelajarannya yaitu Matematika. Ya, selain pemberani dan pendiam pemuda itu sangat rajin belajar. Reyhan sebenarnya juga seperti Angga, rajin belajar tetapi tidak untuk Matematika. Reyhan benci sekali Matematika yang julukannya mematikan kinerja, otak!
‘Widih, mantep nih! Kalau liburan di hutan ini satu, hmm berharap banget njir, sekolah ini ngadain acara refreshing di hutan buat camping bersama-sama.’
Angga melirik Reyhan yang senyum-senyum terlihat semangat menatap indahnya hutan dalam gambar foto dari aplikasi Google tersebut, namun Angga tak memedulikannya dan memutar bola matanya jengah lalu kembali konsentrasi pada materi buku paketnya yang ada di hadapannya.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Di taman Galaxy Admara, nampak dua seseorang gadis tengah duduk di kursi panjang dengan saling bersandaran di sandaran kursi. Angin berhembus tenang ,membuat salah satu gadis itu menguap bertanda jika tengah mengantuk.
“Ya ampun, yang bener aja! Aku ngantuk bener gara-gara di luar. Mana abis ini bel di bunyikan,” keluh protes Jova.
“Aduh, jangan tidur di sini loh, Va. Lagian masih pagi, kok udah ngantuk aja, sih?” tanya Freya dengan memejamkan matanya nyaman.
“Hoaaaaam ... gak tahu juga kenapa, apa harusnya tadi di rumah tadi, aku minum kopi ya, bukan susu? Biar gak ngantuk begini. Sumpah! Tinggal tiga watt, nih.”
“Marah sama Reyhan malah jadi ngantuk!” sambung Jova lagi dengan mendengus sebal.
“Jangan marahin Reyhan lagi, dong. Yaudah gini aja, biar kamu gak ngantuk lagi gimana emm .. kita keliling sekolah? Siapa tahu kantukmu bisa hilang.”
“Hmmm? Boleh, tuh! Yu-”
KRIIIIIIING !!!
Pergi untuk jalan keliling sekolahan pun di gagalkan oleh bunyi bel yang menandakan waktu jam masuk ke kelas masing-masing, seluruh siswa-siswi berhamburan pergi ke kelas dan sebagian ada yang berlari agar sampai ke dalam kelasnya. Ya, nasibnya Jova kali ini akan kemungkinan mengalami kantuk berat di kelas nanti, apalagi sudah jelasnya pelajaran pertama di isi oleh pelajaran Matematika.
Sesampainya di kelas, Freya dan Jova bersamaan duduk di bangkunya masing-masing yang mana letaknya di belakangnya bangku Angga serta Reyhan. Pemuda Friendly itu yang tahu waktu, segera memasukkan handphone-nya di dalam tas bagian paling depan. Bertepatan itu, seorang guru pria berbadan jangkung nan ideal, memasuki ke dalam kelas tanpa membawa buku-buku materi yang biasa pria paruh baya tersebut bawa serta laptopnya. Nama beliau adalah Harry, sang wali kelas XI IPA 2
Dengan wajah ramahnya, pak Harry mengucapkan salam pada seluruh muridnya yang merupakan murid paling prestasi di kelasnya. Dibalas oleh salam para muridnya bersama wajah raut tanpa jengah apalagi malasnya, kecuali Angga beserta salah satu murid yang duduk di pelosok ruang kelas.
“Baik, murid-murid Bapak semuanya. Jadi pagi hari ini Bapak hanya ingin memberikan satu info untuk pada kalian semua.”
Mendengar pak Harry yang akan memberikan sebuah info nang tak mereka tahu, seluruh murid berbisik-bisik pada bangku lainnya terkecuali Angga yang menyimak dan mendengarkan pak Harry dengan sungguh-sungguh.
“Karena kalian semua telah melaksanakan kegiatan tes hingga tuntas dan tidak ada yang ambil susulan, Bapak sebagai guru wali kelas kalian ingin memberikan suatu infomasi membahagiakan. Di SMA Galaxy Admara akan ada libur selama satu bulan ke depan! Kami sebagai guru mengajar serta kepala sekolah, telah berunding pada beberapa minggu silam. Supaya siswa-siswi sekalian bisa melakukan refreshing setelah tes ini. Begitulah, informasi dari Bapak untuk pagi ini.”
Semua murid bersorak-sorak riang usai apa yang pak Harry infokan untuk hari ini. Bahkan ditambah lagi, mereka akan pulang lebih awal daripada biasanya, sedangkan Angga hanya menganggukkan kepala begitupun siswa yang memiliki inisial K.
Pak Harry yang mengenakan blazer cokelat dengan dasi rapinya, tersenyum hangat lalu berpamitan kepada seluruh murid kebanggaannya sebelum melangkah keluar dari ruang kelas setelah mempersilahkan mereka untuk berkemas-kemas.
Sesudah beliau melenggang keluar, Reyhan melebarkan senyuman bahagianya dengan mengemasi semua perlengkapan alat belajarnya seperti siswa-siswi lainnya. Lelaki Friendly itu tentunya mempunyai ide cemerlang untuk mengisi kegiatan cuti sekolahnya besok. Namun sebelumnya, ia harus menuntaskan permasalahannya bersama Jova yang sempat terjadi percekcokan.
“Minta maaf- eh?!”
Freya mengulum senyuman cantiknya waktu melihat kedua sahabatnya mengulurkan tangannya dan mengucapkan permintaan secara kompak, sementara Angga yang telah berdiri dengan menenteng tas ransel hitamnya hanya tetap bungkam serta tak ingin berbicara.
“Eh, malah barengan gini. Anu ... aku minta maaf soal konflik yang tadi, ya? Aku juga sebenernya gak tahu letak kesalahanku dimana. Tapi mendingan minta maaf aja, kan? Rasanya gak enak banget kalau kita diem-dieman kayak gini,” ungkap Reyhan.
Jova agak memanyunkan bibirnya seraya menatap iris mata hazel si Reyhan. “Aku juga minta maaf, ya? Ini karena gara-gara masalah keluarga tadi di rumah. Jadinya emosi kurang stabil, terus kamu yang kena. Kasian ...”
“Hmmm ...” Reyhan sedikit berpikir maksud Jova yang akhirnya paham. “Oke-oke, aku ngerti.”
“Nah! Begitu, dong! Kan, enak kalau dipandang. Kalian berdua ini memang susah kalau marahan dalam jangka waktu yang lama, apalagi kalian sudah terlalu akrab dalam persahabatan kayak aku sama Angga, hehehehe!” bungah Freya.
Ketiga sahabatnya sang gadis Nirmala itu, menganggukkan kepalanya dengan kompak lalu segera melangkah keluar untuk meninggalkan kelas yang sekarang telah sepi. Dan di perjalanan menuju parkiran, Reyhan yang ada dipertengahan para sahabatnya segera merangkulnya mereka bersama senyuman ramah serta hatinya yang begitu tulus.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Tibanya di parkiran roda dua ialah kendaraan motor, Reyhan menghentikan para sahabatnya yang akan menunggang motornya. Angga berdecak kesal dan menatap Reyhan dengan wajah sebalnya.
“Napa?” tanya Angga singkat andalannya.
“Guys, sebelum kita pulang ... gue mau lihatin gambar sesuatu yang bagus untuk kita liburan besok!”
“Maksudmu, besok kita liburan?”
“Yoi, Frey! Nih, dia gambarnya,” kata Reyhan dengan memperlihatkan foto suatu hutan ternama di dalam layar ponsel pemuda tersebut.
“Ngapain kita berempat ke sana? Liburan apa?” tanya Jova dengan menyipitkan matanya.
“Camping! Gimana? Setuju, gak? Lumayan, lho buat kita refreshing otak. Nah, elo? Setuju nggak, Ga? Liat-liat, lo diem aja.”
“Gue ikut kalian. Dan lokasi yang ada di HP lo, gue pernah lihat selintas saat ada acara keluarga dulu di daerah kota Bogor.”
“Kece! Berarti lo tahu lokasi tempatnya?!”
Angga menganggukkan kepalanya dengan mulai mengambil helmnya yang tergantung di atas kaca spion motor Honda Vario hitamnya. Sementara mata Reyhan telah berbinar mendengar penuturannya sang sahabat.
“Mantul, Bro! Gini, dah daripada gak ada sempet waktu, kita rencanain dan tentuin sekarang buat camping besok. Biar gue aja yang menentukan agar sempurna, haha! Jadi, besok kita kumpul di rumah Angga jam enam pagi supaya gak kesiangan ke hutannya. Nah sebelum itu, nanti kita harus mempersiapkan perlengkapan yang dibawa buat besok. Dan yang terakhir, besok kita pergi ke kota Bogor-nya pake mobilnya Angga.”
Angga menatap sinis sahabatnya. “Kenapa gak mobil lo aja yang dipake?”
“Ya lo tahu lah, Ga. Mobil gue, tuh suka gak bisa diajak kerja sama! Kadang kalau lagi mepet gitu suka pake acara mogok segala! Niatnya, sih entah kapan kalau senggang, gue mau servis itu mobil. Kasian bokap nyokap gue cuman ngadepin mobil yang sangat gak berperikebendaan!”
“Halah! Bisa aja kata-katamu!” ucap Jova dengan tertawa.
Angga menghela napasnya untuk menguatkan kesabarannya pada tingkah laku Reyhan ini. Setelah berunding bersama tentang rencana camping yang diselenggarakan hari berikutnya, keempat remaja yang memiliki watak berbeda-beda serta begitu juga unik akan karakteristiknya, memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing tanpa ada beban tugas PR.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Di malam hari, rumah pemuda Indigo tersebut ternampak sepi dikarenakan kedua orangtuanya sedang Dinas di kota Semarang dan baru pulang bulan depan. Tentunya masih begitu lama.
Usai mempersiapkan perlengkapan miliknya untuk liburan esok, Angga di atas kasur tengah berkutat pada laptop hitamnya. Pemuda itu search di Google tentang tempat hutan ternama di kota Bogor, yang akan besok ia dan ketiga sahabatnya pijak. Sedikit ragu untuk ke sana karena yang namanya hutan pasti ada sedikitpun menyimpan mistis di dalamnya. Ya, Angga merasakannya.
Setelah merasa cukup berkutat pada laptopnya, Angga segera mematikan laptopnya dan menutupnya seraya memejamkan matanya sejenak.
“Gue harap, esok nggak akan terjadi apa-apa. Dan semoga apa yang gue lihat sekarang, tidak menjadi kenyataan.”
INDIGO To Be Continued ›››
Di pagi hari berikutnya, tepat cuti sekolah. Angga di belakang bagasi mobil sedang sibuk menggerakkan kedua tangannya untuk memasukkan semua tas besarnya yang buat liburan camping nanti di kota Bogor. Ketiga sahabatnya sang lelaki Introvert, menunggunya yang masih berkutat di sana tanpa ada bantuan siapapun.
Setelah dirasanya telah tuntas, Angga mengangguk mantap. “Oke, beres.”
“Apa, Ga? gak denger, gue!” minta ulang Reyhan.
“Gak ngomong sama lo!”
“Ye, dasar Manusia Bongkahan Es!” sentak sahabatnya Angga yang telah mendapatkan jawaban singkat itu.
Lelaki Introvert itu, tidak memedulikan protesnya si Reyhan yang nampaknya tengah asyik menghitung banyaknya batu kerikil yang ada di bawahnya, memang sahabatnya Angga tersebut terkenal MKKB atau kepanjangannya yaitu, Masa Kecil Kurang Bahagia. Sedangkan Jova memperhatikan Reyhan yang tengah berkutat dengan kerikil.
Jova melipat tangannya di dada dengan menyipitkan matanya. “Ehem, kira-kira anakmu ada berapa tuh, Rey? Serius banget hitungnya.”
“Ada sepu- eh maksudmu apa itu anakku?! Belum beristri ya aku, tuh! Kelar SMA aja belom, masa udah punya anak? .. itu berarti aku punya anak tapi di luar nikah!”
“Nah, ngaku kamu akhirnya! Sungguh tak menduga itu beneran terjadi, hahahaha!”
Reyhan melempar tatapan sengitnya ke Jova. Renyahnya akan tawa Jova, ingin sekali batu-batu yang sedang Reyhan hitung itu ia masukkan ke dalam mulut sahabat perempuan Tomboy-nya. Tetapi mana mungkin ia laksanakan, dirinya terlalu takut bila tubuhnya digebuk habis-habisan oleh Jova si gadis barbar tersebut.
“Angga, mau aku bantuin, nggak?” tawar Freya dengan melangkah menghampiri Angga yang tengah sibuk merapikan barang-barang bawaannya di bagasi mobil.
Angga menolehkan kepalanya ke sahabat kecilnya bersama telapak tangan yang mengelap keringat pelipis. “Gak usah, ini sudah selesai.”
Lelaki tampan nan mandiri itu kemudian mengangkat kedua tangannya untuk menutup bagasi mobil jenis Avanza Toyota warna hitamnya. Usai tuntas, Angga memperhatikan kedua sahabat SMP-nya yang tengah menyibukkan diri.
“Mau sampai kapan kalian berdua di situ? Ayo, masuk. Semua tas sudah gue rapikan di bagasi mobil,” ajak Angga walau dengan nada dingin.
“Bentar napa, Ngga?! Gue belum selesai ngitung ini batu kerikilnya. Tunggu sampai lima menit aja, oke?”
Angga memutar bola matanya malas ke sembarang arah sambil melangkah ke pintu kemudi. “Boleh, tapi lo harus tetep di sini dan gak usah ikut ke luar kota. Dasar perlambat waktu!”
Mendengar akan hal itu, Reyhan langsung bangkit dari jongkok lalu berlari ke pintu samping pintu kemudi dan lekas masuk ke dalam mobilnya Angga yang mana pemuda hati keras tersebut hendak membuka pintunya.
Freya dan Jova yang juga ingin masuk ke dalam mobil bagian pintu belakang, menggelengkan kepalanya kompak karena melihat tingkah lakunya Reyhan yang amat konyol. Setelah semuanya berada di dalam mobil, Angga memutar kontak kunci mobilnya untuk menyalakan mesin. Sesudahnya, kedua telapak kakinya saling menancap gas untuk pergi meninggalkan komplek Permata.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Di perjalanan menuju ke kota Bogor, tak ada satupun orang yang memulai pembicaraan. Hingga Angga nang fokus menyetir mobil, melepaskan salah satu tangannya untuk mengambil ponsel dari dalam saku celana jeansnya. Ia menghembuskan napasnya lalu menyerahkan benda pipih miliknya ke Reyhan yang lelaki Friendly itu sedang menikmati tontonan film Thriller di aplikasi YouTube di handphone punyanya.
Reyhan melirik Angga dengan wajah raut bingungnya. “Ngapain, Bro? Lo mau hadiahkan gue dengan ponsel canggih lo ini, kah?”
Angga mendengus kasar. “Mimpi saja, dulu! Kalau ngomong suka ngawur, gue cuman minta tolong nyalain tombol bluetooth yang ada di pengaturan HP gue. Biar alat musiknya bisa langsung terhubung.”
Reyhan mengangguk paham. “Buat nyetel musik, kan? Gue, mah udah tahu jalan pikiran lo yang kurang bervariasi itu, haha!”
“Gak usah banyak ngomong! Tinggal sambungkan, apa ribetnya?! Suntuk, gue denger ocehan dari lo!” tegas Angga.
Senyuman Reyhan yang mulanya ramah, menjadi layu karena bentakan tegas dari Angga. Tak mengapa! Ia juga sudah terbiasa menghadapi sikap dinginnya sang sahabat. “Iya-iya, sorry. Nih, langsung gue sanding. Jangan marah-marah, napa? Kalah, Anjir sama bapak-bapak tukang kriminal.”
“Terserah.”
Freya yang melihat sahabat kecilnya nang telah memperlakukan Reyhan dengan kasar walau tak memakai fisik melainkan di pembicaraan saja, menghela napasnya dengan wajah pilu. Ia tidak tahu bagaimana caranya melunakkan hati dinginnya Angga. Dan ini masih menjadi suatu yang misteri, ada apa sebenarnya dengan lelaki tampan ini.
“Keren nih, lagunya lo! Emang kreatif, dah elo kalau soal pilih musik, hehehe!”
“Thanks.”
‘Anjrut, lah! Itu doang jawabannya? Garing banget kali, ya pujiannya gue buat ini cowok satu. Mana itu muka gak ada reaksi apa-apa, lagi. Stay kayak tembok,’ rutuk Reyhan dalam kalbu.
Angga menyampingkan bola matanya ke arah Reyhan lepau melirik usai mendengar suara hatinya sang sahabat, ia hanya diam saja tanpa mau komplain. Lalu kemudian dirinya menghadapkan kedua matanya ke kaca utama untuk kembali fokus melihat pandangan jalan di depan.
Jova memajukan pantatnya dan tangannya mulai menepuk-nepuk bahu kokoh sahabat lelaki pendiamnya. “Angga, habis ini belok ke Alfamart dulu, ya?”
“Ya, oke.”
Gadis Tomboy itu yang telah mendapatkan jawaban cuek dari Angga, lantas langsung menggigit dinding bibir bagian bawahnya. Bukankah Angga akan menjadi hangat bila bersama orang terdekatnya? Tetapi kenapa ini terasa sepadan saja seperti waktu bersama orang lain? Itulah pikirannya Jova saat kini.
Setelah menempuh beberapa kilometer dari komplek Permata, Angga membelokkan stir-nya ke kanan untuk masuk ke parkiran salah satu toko waralaba yang telah dibuka pada 30 menit lalu. Lelaki itu menghentikan mobilnya hingga otomatis musik yang disetel ikut berhenti.
“Makasih, Anggara! Aku ke sana dulu, ya?!” ceria Jova seraya membuka pintu mobil usai mengambil dompet ungunya.
Angga mengangguk singkat. “Ya.” Lalu pemuda tampan itu menolehkan kepalanya ke belakang untuk menatap Freya yang duduk manis dengan senyuman cantiknya. “Kamu ke sana juga, temani Jova. Biar sekalian kalau mau beli sesuatu gak pakai ribet.”
“Oh, gitu? Oke. Kamu mau aku belikan apa, Ga? Pakai uangku saja, gak usah ditukar,” tawarnya.
Angga menggelengkan kepala. “Gak perlu, kamu sama Jova saja yang beli. Aku nggak mau kamu kerepotan.”
“Enggak kok, Ga. Kan, aku Ikhlas! Mau apa?” tulus Freya tetap menawari kepada sahabat kecil lelakinya.
Angga menghela napas pendek. “Yasudah, terserah kamu saja. Apa yang kamu belikan untukku, aku terima. Makasih.”
Freya menganggukkan kepalanya dengan tersenyum lebar lalu ikut turun dari mobil dan menyusul Jova yang telah berdiri di depan pintu kaca Alfamart. Usai mendatanginya, gadis Tomboy berambut agak pirang itu malah justru menarik lengan tangannya Freya.
“Apa sih, Va? Main tarik-tarik aja. Kamu mau bilang apa sama aku?” tanya Freya yang peka dengan ekspresi kagetnya.
“Hei, Frey! Aku mau tanya penting, deh sama kamu. Ini tentang Angga sahabat kecilmu. Kenapa, sih sifatnya suka banget misterius kayak gitu? Bukannya kamu pernah bilang kalau dia bakal hangat jika sama orang dekatnya? Lah ini? Sama aja, tuh gak ada bedanya.”
Freya menghela napasnya panjang. “Seharusnya begitu, tetapi aku gak tahu kenapa Angga selalu seperti itu sejak menginjak kelas SMP. Dia bahkan gak pernah cerita sama aku soal dia ada masalah apa. Padahal dulu, Angga orangnya gak kayak sekarang. Huh, aku gak tahu mestinya harus bagaimana buat Angga.”
Di sisi lain, Angga melirik kedua sahabat perempuannya yang tentu ia tahu bahwa sedang membicarakan soal tentang dirinya. Namun saat mereka menatap lelaki tampan itu, Angga segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mungkin hati yang telah beku, sulit untuk dicairkan kembali.
Baru saja Reyhan akan mengajak ngobrol ringan pada Angga, tetapi sahabat Introvert-nya telah dulu memejamkan kedua mata dengan punggung bersandar di kursi kemudi. Pemuda humoris itu, memutuskan mengurung niatnya untuk berkomunikasi dengan Angga.
Di saat Angga memejamkan mata untuk menikmati suasana pagi yang masih terasa dingin, tiba-tiba di dalam bayangannya muncul sebuah senjata runcing yang menghujam ke tepat arahnya. Dengan itu, Angga spontan terkejut hingga membuka matanya cepat sekaligus menegakkan badannya.
“Ga?! Kenapa? Tiba-tiba langsung kayak kaget gitu. Ya, kali masa lo cepet banget datengin mimpi yang buruk,” ujar Reyhan dengan menghadapkan badannya ke arah Angga.
Angga mencoba mengambil napas dalam karena entah mengapa secara datang-datang, dadanya terasa dihimpit oleh sesuatu yang tak terlihat. Ia menyingkap segera rambut hitamnya ke belakang dengan menghembuskan napasnya.
“What happened, Bro? Kesehatan lo lagi bermasalah. Mau minum, gak? Gue ambilin sekarang.”
Angga menutup matanya yang redup lalu menggelengkan kepalanya pelan. Hanya gerakan tubuh, membuat Reyhan memundurkan jaraknya dari sahabatnya. Tetapi bisa ditengok dengan jelas, bahwa wajah Angga sedikit pucat. Ia tak mengerti apa yang terjadi di dalam bayangan gelapnya barusan.
‘Pertanda apa yang akan hadir?’
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
20 menit kemudian setelah menempuh perjalanan ke kota Bogor, kini mobilnya Angga telah tiba di kawasan masuknya gang hutan ternama. Lelaki tersebut mematikan mesinnya usai mendapatkan parkiran di yang patokannya di pelosok tembok tinggi.
Kini, Angga beralih mengambil ponselnya yang ada di laci bawah alat pemutar musik untuk menonaktifkan Bluetooth di pengaturannya yang letaknya berada di atas layar handphone.
Keempat remaja SMA tersebut, mulai saling keluar dari dalam mobil. Angga yang telah menutup pintu kemudinya, segera bergegas berjalan ke belakang mobil untuk membuka bagasi. Mereka semua yang ingin liburan di hutan luas sana, lekas mengambil tas besarnya masing-masing.
Angga menekan salah satu tombol yang ada di atas kontak kunci mobilnya lepau menguncinya otomatis. Hati mereka bertiga merasa bahagia menatap asrinya hutan luas itu walau belum masuk ke dalam gang, kecuali diri Angga yang justru meninjau tajam untuk konstan waspada apalagi setelah ia mendapatkan bayangan absurd yang bersifat simptom.
Reyhan memejamkan matanya dengan tersenyum sangat lebar bersama merentangkan kedua tangannya untuk mengutarakan atas kebahagiaannya hari ini.
“Here we come, O eyewash !”
INDIGO To Be Continued ›››
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!