NovelToon NovelToon

Aku Bukan Wanita Simpanan

Maukah Kau Menikah Lagi?

"Sayang, maukah kau menikah lagi?" tanya Rosalie pada Ben, suaminya.

"Tidak, apapun alasannya, aku tidak akan pernah menikah lagi, Rose. Kau satu-satunya wanita yang aku cintai." Ben menolak tegas ide gila istrinya. Ini bukan pertama kalinya Rosalie meminta Ben untuk menikah lagi.

Rosalie hanya terdiam dan melamun. Ia menatap nanar pada kolam renang yang jernih dengan air yang tenang.

Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu menderita kanker serviks serta kelainan di rahimnya. Selama lima tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Rosalie dan Ben tidak kunjung dikaruniai momongan.

Mereka berdua melakukan segala cara untuk mendapatkan keturunan, dari program hamil, pengobatan alternatif, hingga program bayi tabung. Sebanyak apapun uang yang mereka keluarkan, hanya berakhir dengan sebuah kegagalan.

Sejak Rosalie menyadari ada yang salah dengan tubuhnya hingga mendapatkan vonis kanker serviks, wanita itu mulai tertekan dan depresi. Bahkan ia harus mengkonsumsi obat dari dokter psikolog untuk meredakan amarah dan kekacauan perasaannya.

Rosalie adalah anak tunggal dari keluarga konglomerat, tentunya kehadiran seorang bayi adalah hal yang sangat dimimpikan oleh kedua orang tuanya.

Karena Rosalie tidak ingin dicap sebagai wanita mandul oleh orang-orang di sekelilingnya juga oleh keluarga dari suaminya, Rosalie meminta Ben untuk merahasiakan apa yang sedang ia alami.

Pagi ini, Rosalie dan Ben sedang duduk di halaman belakang rumah mereka yang langsung menghadap ke kolam renang. Keduanya menikmati pagi dengan secangkir kopi yang sama.

"Kita bisa mencari alternatif lain untuk pengobatanmu. Jangan ambil jalan pintas," bujuk Ben.

"Ke mana lagi, Sayang? Singapura? Amerika? Jerman? Kita sudah jelajahi semua rumah sakit untuk pengobatan ini selama hampir dua tahun, hasilnya nihil."

"Kalau begitu relakan. Kita bisa bahagia hanya hidup berdua, tidak perlu memaksakan diri untuk sesuatu yang tidak bisa kita dapatkan!"

"Tidakkah kau kasihan padaku, Ben? Semua orang berbisik di belakangku karena selama lima tahun ini kita tidak kunjung punya anak. Bagaimana dengan orang tuamu? Orang tuaku? Pikirkan mereka!" seru Rosalie.

"Aku tidak mau kita terus bertengkar. Pikirkan baik-baik langkah apa yang akan kau ambil," ucap Ben sambil mengecup lembut kening Rosalie. Ia beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam rumah.

Wanita itu selalu menyalahkan diri sendiri atas apa yang ia alami. Menjadi wanita karir yang sukses sejak muda, punya penghasilan fantastis, hingga memiliki suami setampan Benedict Albert tidak membuatnya puas, ia menginginkan seorang anak untuk melengkapi kebahagiaannya.

Meskipun Rosalie sudah menjalani operasi untuk kanker di tubuhnya, namun sel-sel itu kembali tumbuh dan membuatnya semakin menderita. Jika terus berlanjut, maka Rosalie pun harus rela mengangkat rahimnya.

Setiap kali menatap wajah Ben, Rosalie dihantui rasa bersalah. Bukan hanya karena ia tidak mampu memberikan pewaris, namun juga karena ia bahkan tidak mampu melayani Ben seperti seorang istri pada umumnya. Rasa sakit luar biasa hingga pendarahan hebat sering ia alami setiap kali melakukan hubungan. Hal itu membuat keduanya tidak bisa melakukan banyak hal bersama.

Setelah lelah meratapi nasib seorang diri, Rosalie menyusul Ben masuk ke dalam rumah. Wanita itu melihat Ben berdiri di depan cermin sambil memakai dasinya.

"Kemarilah," ucap Rosalie sambil membantu Ben memakai dasi. "Maaf jika sikapku membuatmu kesal, Sayang. Aku hanya marah pada diriku sendiri," lanjutnya.

"Apakah sebesar itu keinginanmu untuk memiliki seorang anak sampai merelakanku menikah lagi?" tanya Ben. Ia menatap manik kecoklatan wanita di hadapannya.

"Aku sangat mencintaimu, bahkan aku tidak rela ada wanita yang menatapmu lebih dari lima detik. Namun hanya ini cara agar kita bisa memiliki seorang anak, aku tidak peduli meski anak itu tidak lahir dari rahimku, asalkan itu anak dari darah dagingmu, aku akan sangat bahagia" jelas Rosalie.

Ben menghela napas berat. Sudah beberapa waktu terakhir Rosalie terus membujuknya untuk menikah lagi. Rosalie ingin Ben menikah kontrak dengan gadis sehat hanya untuk mendapatkan seorang anak.

Ide gila itu berulang kali Ben tampik. Bagaimana bisa ia mempermainkan pernikahan semudah itu. Ben buka tipe laki-laki yang memandang remeh sebuah ikatan pernikahan. Ia sangat menghargai perasaan wanita dan berusaha untuk tidak mempermainkan perasaan wanita manapun.

"Pikirkan baik-baik. Kau bisa memilih gadis manapun yang kau inginkan, asal dia sehat dan mampu mengandung juga melahirkan. Aku akan menerima siapapun dia," ungkap Rosalie.

Wanita itu memberi kebebasan pada Ben untuk mencari istri kedua. Namun tidak bisa dipungkiri, hatinya teriris setiap kali sadar bahwa ia harus berbagi suami.

"Aku mohon pikirkan sekali lagi, Rose. Aku juga butuh banyak pertimbangan," jawab Ben.

Rosalie mengantar Ben berangkat bekerja. Wanita itu melambaikan tangan sambil tersenyum saat mobil yang dikendarai oleh suaminya melaju pergi meninggalkan halaman rumah.

Setelah kepergian Ben, Rosalie bergegas mengganti pakaian. Ia sendiri harus pergi ke butik dan bekerja.

Sebagai seorang designer juga pemilik butik dengan brand terkenal, Rosalie termasuk wanita yang sangat sukses. Karir, kejayaan dan kekayaan selalu mengiringi setiap langkahnya.

Semua orang memandang iri pada kehidupan Rosalie. Ia mendapatkan segala yang ia inginkan, termasuk suami yang tampan dan kaya. Namun tidak ada yang tahu penderitaan apa yang disembunyikan oleh wanita itu.

Setelah sampai di butik, Rosalie mendapat kabar mengejutkan. Sebuah kabar duka datang dari kedua orang tuanya, rupanya nenek Rosalie telah meninggal, membuat wanita itu hampir kehilangan kesadaran.

Tanpa diduga, Ben sudah berada di depan butik dan menyusul sang istri ke ruangannya. Ia melihat Rosalie duduk lemas di lantai dengan ponsel di tangannya.

Ben segera mengangkat tubuh Rosalie dan memeluk wanita itu. Kabar ini pasti sangat melukai hati istrinya.

Tanpa menunggu lama, mereka memutuskan untuk pulang. Ben memesan dua tiket pesawat untuk keberangkatan mereka, Rosalie harus melihat wajah neneknya untuk yang terakhir kalinya.

🖤🖤🖤

Di kediaman keluarga Rosalie, wanita itu menangis saat melihat neneknya sudah tertidur lelap di dalam peti mati. Ben pun dengan sabar menenangkannya.

Di sisi lain, terdapat seorang gadis duduk bersimpuh dengan kerudung hitam menutupi kepalanya. Kerudung itu bahkan menutupi sebagian wajah gadis itu hingga hanya terlihat bibirnya yang gemetar.

Sesekali, Ben melirik gadis itu dan merasa penasaran. Karena ia tampak sama terpukulnya seperti Rosalie namun Ben yakin ia bukan anggota keluarga istrinya.

Gadis itu menangis tanpa suara. Ben bisa melihat bahu yang berguncang sekaligus bibir yang gemetar. Sesekali tangannya mengusap air mata dengan ujung kerudung.

Setelah prosesi pemakaman usai, Rosalie menghampiri kedua orang tuanya. Rosalie memeluk mereka dan berusaha saling menguatkan.

"Sayang sekali, nenekmu harus pergi bahkan sebelum ia melihat cucunya memiliki seorang anak," ucap Alana, Mama Rosalie.

"Ma," tegur Daren, suaminya.

"Tidak apa, Pa. Itu memang satu-satunya keinginan nenek. Aku tahu," gumam Rosalie sambil meneteskan air mata. Andai saja ia sudah memiliki anak, tentu rasa kehilangan tidak ada sesakit ini.

Mendengar pembahasan yang tidak seharusnya saat suasana berduka seperti ini, Ben mengajak istrinya masuk ke dalam kamar dan mengabaikan para pelayat yang datang.

Saat melewati kamar neneknya, Rosalie melihat seorang gadis sedang duduk di lantai sambil menangis.

"Ana," ucap Rosalie. Ia berjalan masuk dan memeluk tubuh gadis itu.

"Kak Rose, dia bahkan belum sempat mengucapkan kalimat perpisahan padamu," jawab gadis yang dipanggil Ana.

"Aku menyesal karena tidak ada di saat-saat terakhirnya."

"Dia berkata bahwa dia merindukanmu," gumam Ana.

"Aku tahu." Rosalie menyeka air matanya. Ia melihat foto yang terpampang di dinding kamar itu sambil tersenyum getir.

Di samping pintu, Ben hanya mengamati Rose dan Ana dari kejauhan. Rupanya gadis yang ia lihat beberapa saat lalu adalah Ana, orang kepercayaan keluarga Rosalie yang merawat neneknya sejak lama.

Setelah Rosalie dan Ana berbincang cukup lama, Ben mengajak istrinya untuk pergi ke kamar lama mereka dan beristirahat.

Karena kedua mertuanya masih sangat terpukul, Ben memutuskan untuk tinggal di rumah ini selama dua minggu sambil menemani istrinya. Mereka perlu waktu untuk berduka dan melepas kepergian anggota keluarga tercinta dengan rela.

🖤🖤🖤

Anastasia

"Bagaimana kabarmu?" tanya Rosalie pada Ana. Mereka sedang duduk berdua di taman belakang sambil memberi makan ikan di kolam.

"Baik," jawab Ana singkat. Gadis itu tampak murung.

"Apa Paman sudah membaik?" tanya Rosalie lagi.

"Begitulah." Lagi-lagi Ana mnjawab singkat. Rosalie terdiam, ia mengenal Ana sejak kecil dan tahu bagaimana perasaan gadis itu.

Anastasia adalah gadis yang diadopsi dari sebuah panti asuhan dan dibesarkan oleh kedua orang tua angkatnya yang dulunya bekerja sebagai pelayan kepercayaan keluarga Rosalie.

Sejak Ana berusia tujuh tahun, Rosalie sudah berteman dengan gadis itu. Mereka menjadi teman dekat sejak kecil dan sering bermain bersama setiap kali kedua orang tua angkat Ana mengajaknya datang bekerja.

"Kau tidak ingin melanjutkan kuliahmu?" tanya Rosalie lagi.

"Tidak, Kak. Ayah butuh banyak biaya untuk kemoterapi, dan aku juga harus mencari pekerjaan lain karena kini nenek sudah tidak ada lagi."

Anastasia sempat kuliah selama dua tahun, namun ia memutuskan untuk berhenti setelah kematian ibunya. Ia harus mencari uang demi pengobatan ayahnya yang sakit sejak beberapa bulan terakhir.

Rosalie diam dan memperhatikan gadis di dekatnya. Usia mereka terpaut lima tahun dan Rosalie sudah menganggap Ana seperti adiknya sendiri.

Dari jendela kamarnya, Ben melihat Rosalie berbincang bersama Ana. Laki-laki itu hanya diam dan memperhatikan mereka.

Sejak menikah dengan Rosalie, Ben hanya berkunjung ke rumah ini setiap beberapa bulan sekali. Pekerjaannya sebagai seorang pemilik perusahaan properti terbesar di ibu kota membuatnya sangat sibuk. Namun Ben baru sadar, jika ia tidak pernah melihat sosok Ana, meskipun gadis itu nampaknya sangat dekat dengan keluarga istrinya.

Selama satu minggu tinggal di rumah ini, Ben semakin penasaran dengan sosok Ana. Gadis itu nampak pendiam namun murah senyum, ia selalu datang setiap pagi dan pulang setiap pukul tiga sore, Ben selalu mengamatinya.

"Ada apa, Sayang?" tanya Rosalie saat melihat Ben gelisah setelah mengangkat telepon.

"Sepertinya lusa kita harus kembali pulang, ada pekerjaan mendadak yang harus aku tangani," jawab Ben.

"Ah, baiklah."

"Maaf, Sayang," gumam Ben.

"Hmm, apa kau sudah memikirkan permohonanku?" tanya Rosalie.

"Apa? Menikah lagi?" Ben balik bertanya. "Bahkan disaat seperti ini kau masih memikirkan hal seperti itu," lanjutnya.

"Bahkan aku tidak bisa memenuhi keinginan terakhir nenekku. Apa ini salahku? Apakah salahku menjadi wanita mandul?" Rosalie tampak emosional.

"Sayang, sayang, cukup!" Ben memelankan suaranya dan memeluk Rosalie. Ia tidak tahu, mengapa harus jalan seperti ini yang diinginkan oleh istrinya.

Setelah Rosalie tenang, Ben memberinya air minum dan obat. Jika kondisi perasaannya sedang kacau, Rosalie akan sangat mengkhawatirkan.

Satu hari sebelum pulang, Rosalie berencana mengajak Ana untuk ikut bersamanya. Rosalie tahu jika Ana sedang butuh banyak biaya, namun kini keluarganya tidak bisa mempekerjakan Ana lagi karena orang yang Ana rawat sudah tiada.

"Aku tidak bisa meninggalkan ayahku, Kak."

"Kau tidak perlu meninggalkannya, kita akan membawanya bersama. Di sana, banyak rumah sakit besar yang biasa menangani pasien leukimia. Kau juga bisa membawa ayahmu berobat di sana, aku akan mengaturnya," bujuk Rosalie.

Tanpa Ana ketahui, Rosalie punya niat lain dibalik kebaikannya. Wanita itu memang tulus membantu Ana untuk memberinya pekerjaan dan bantuan biaya, namun ada keinginan tersembunyi yang sangat mendorongnya untuk membawa Ana pergi bersama.

Setelah segala macam bujukan Rosalie ucapkan, Ana pun luluh dan menerimanya. Gadis itu bersedia ikut bersama Rosalie untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga, Rosalie juga berjanji akan membantu Ana mencari rumah sakit terbaik untuk pengobatan ayahnya.

Karena keinginan Rosalie untuk mengajak Ana sangat kuat, Ben mengizinkan istrinya melakukan apapun yang ia suka. Ben tidak punya pilihan, ia akan melakukan apapun demi kebahagiaan Rosalie.

"Perkenalkan, nama saya Anastasia," ucap Ana.

"Ben." Ben mengangguk sopan melihat Ana memperkenalkan diri.

Sesuai dengan apa yang Rosalie janjikan, wanita itu juga membeli sepetak rumah yang tidak jauh dari kawasan perumahan elite yang ia tempati.

Rosalie memberi tempat tinggal berupa rumah sederhana untuk Ana dan ayahnya sebagai rasa terima kasih. Rosalie juga memberikan gaji yang cukup besar untuk gadis itu.

Ana akan datang ke rumah Rosalie setiap pagi, lalu pulang setiap pukul empat sore setelah menyelesaikan pekerjaannya. Karena Rosalie sudah memiliki banyak pelayan, Ana seakan datang ke rumah wanita itu hanya untuk duduk dan mengelap meja.

"Sayang, apa kau tahu alasan kenapa aku membawa Ana ke rumah ini?" tanya Rosalie saat sedang berdua bersama suaminya di dalam kamar.

"Kau ingin membantunya," jawab Ben.

"Ana gadis baik. Dia wanita lembut dan penuh kasih sayang, meski dia bukan seorang sarjana dan dari keluarga berada, bukankah dia cocok mengandung anak kita?" tanya Rosalie.

Mendengar hal itu, Ben menoleh dan menatap wajah istrinya. Apakah seserius ini permintaan Rosalie untuk membuatnya menikah lagi?

"Sayang, kau baik-baik saja? Menikah bukan sebuah permainan. Jangan memanfaatkan orang lain seperti ini, aku tahu itu bukan sifatmu!" seru Ben. Bukankah memanfaatkan kepolosan Ana adalah sebuah tindakan yang jahat?

"Aku mohon, Ben. Saat ini hanya Ana yang bisa aku percaya. Kalian hanya perlu menikah kontrak, setelah Ana melahirkan seorang anak, kalian bisa berpisah dan kita akan bahagia," jelas Rosalie.

"Semudah itu? Apa kau tidak berpikir itu akan melukai harga diri gadis itu? Bagaimana dengan perasaanku?"

"Kau tidak perlu mencintainya, Sayang. Aku akan mengatur semuanya dan membuat Ana setuju," bujuk Rosalie.

Ben menggelengkan kepala pelan, obsesi istrinya tentang anak membuat Ben semakin resah. Namun bagaimanapun, pertanyaan keluarga hingga sahabat dekat juga membuatnya tidak nyaman, di usianya yang sudah genap tiga puluh tahun, ia tak kunjung memiliki pewaris.

"Aku akan menjalani operasi eksenteresi panggul. Setelah itu, harapanmu untukku sudah berakhir, aku akan kehilangan rahimku," gumam Rosalie.

Semua ini bahkan diluar perkiraan Ben. Mereka benar-benar akan kehilangan semua harapan. Jika Rosalie kehilangan rahimnya, maka sudah tidak ada kemungkinan wanita itu bisa mengandung bahkan melahirkan.

🖤🖤🖤

Menikah kontrak?

Ben tidak memberi jawaban pasti pada Rosalie. Laki-laki itu termenung dan menatap nanar pada langit-langit kamarnya.

Lima tahun menikah bukanlah waktu yang singkat, bahkan kekurangan Rosalie tak sedikitpun membuat Ben berkeinginan untuk berpaling ke lain hati.

Namun berbeda dengan keyakinan hati Ben, Rosalie justru terang-terangan memintanya menikah lagi demi mendapatkan seorang anak.

"Aku akan membujuk Ana, Sayang. Kau hanya perlu mengikuti rencanaku," ucap Rosalie sekali lagi. Ia memeluk Ben dan meletakkan kepalanya di atas bahu laki-laki itu.

Ben diam, ia memejamkan mata dan berpura-pura tertidur. Pembahasan tentang anak dan menikah lagi membuat kepalanya berdenyut nyeri. Rasanya Rosalie tidak akan pernah berhenti sebelum keinginannya tercapai, dan semua itu membuat Ben tertekan.

Hampir selama dua jam Ben memejamkan mata, ia mendapati Rosalie sudah tertidur lelap. Saat itu juga, Ben memindahkan kepala Rosalie dari atas bahunya ke bantal, lalu keluar dari kamar.

Tengah malam, Ben keluar dari rumah. Ia membawa sebungkus rokok beserta pemantik api di tangannya. Entah sudah berapa lama bungkus rokok itu tersimpan di laci ruang kerjanya, laki-laki itu pun sudah lupa.

Sudah lebih dari setahun ia berhenti total untuk menghisap tembakau. Dulu, ia selalu merokok setiap kali merasa gelisah, terlalu banyak pekerjaan, dan sedang banyak pikiran.

Namun keinginan untuk memiliki keturunan membuatnya terus mengurangi kegiatan itu, bahkan ia sampai menghentikannya. Namun usaha ini terasa sia-sia, ia bahkan merasa putus asa.

Memandang sebungkus rokok di tangan, Ben mengurungkan niatnya. Ia melempar bungkus itu ke dalam tong sampah dan kembali masuk ke dalam rumah.

Perasaan kesal dan gelisah membuat Ben kehilangan rasa kantuk, ia pun berbaring di sofa ruang tamu sambil memikirkan berbagai kemungkinan tentang masa depan rumah tangganya.

***

Pagi-pagi buta saat belum seorang pun bangun dari tidurnya, Ana sudah sampai dan siap bekerja. Gadis itu sengaja datang sangat pagi agar ia bisa mengerjakan sesuatu, karena saat datang pukul tujuh, semua pekerjaan rumah ini hampir beres oleh pelayan lain.

Saat sampai di rumah, Ana mulai membawa sapu dan alat pel, ia akan memulai pekerjaannya dari ruang tamu.

Rumah besar dua tingkat ini sangat luas, perlu lebih dari dua orang untuk mengepel seluruh lantai. Namun Ana berpikir ia akan menyelesaikan lantai dasar untuk meringankan pekerjaan petugas kebersihan.

"Tuan," gumam Ana. Ia menatap Ben yang sedang tertidur di sofa ruang tamu.

Ana menatap ke sekeliling, ia baru sadar jika Ben sudah berada di sana sejak ia sampai beberapa saat lalu. Dan Rosalie tidak ada di sini, membuat Ana penasaran, mengapa majikannya tidur di luar kamar?

Merasa pikirannya terlalu lancang, Ana bergerak pelan-pelan dan berusaha bekerja tanpa mnimbulkan suara agar tidak membangunkan majikannya.

Saat mengepel lantai di bawah sofa, Ben yang awalnya melipat tangan di depan dada, tiba-tiba sebelah tangannya terjatuh dan hampir menyentuh lantai.

Mengetahui hal itu, Ana merasa bingung. Ia tidak punya nyali untuk menyentuh kulit majikannya, namun Ana merasa tidak tega jika hanya melihatnya.

Setelah berpikir berulang kali, Ana mendekati Ben dan berniat untuk membenarkan posisi tangan laki-laki itu, namun saat menyentuhnya, tiba-tiba Ben terbangun.

"Ah, kau mengejutkanku!" seru Ben. Ia tersentak kaget saat merasakan tangan dingin menyentuh kulitnya.

"Maaf, maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud buruk." Ana mengganggukkan kepala berulang kali sambil meminta maaf.

"Tidak apa-apa, aku hanya terkejut," jawab Ben. Ia melihat Ana berdiri kaku di hadapannya, gadis muda itu tampak sangat polos tanpa make up. Bahkan dalam pencahayaan yang kurang dan mata Ben yang belum sepenuhnya sadar, Ana terlihat sangat cantik.

Ben meraba tangannya yang baru saja tersentuh oleh Ana. Laki-laki itu termenung sesaat sebelum mendengar suara Rosalie memanggilnya.

"Maaf, aku tertidur di sini," ucap Ben.

"Aku mencarimu ke mana-mana, Sayang. Ayo kembali ke kamar, ini masih terlalu pagi untuk bangun," ajak Rosalie. Ia memeluk suaminya.

Saat mereka berjalan menaiki anak tangga, Rosalie menghentikan langkahnya dan menyapa Ana. Wanita itu terkejut melihat Ana berada di rumahnya sepagi ini.

"Ana, kenapa datang sepagi ini?" tanya Rosalie.

"Tidak apa-apa, Kak. Aku hanya sedang ingin bekerja lebih pagi," jawab Ana.

"Istirahatlah, biarkan orang lain yang melakukannya. Jangan bekerja terlalu keras, Ana," ujar Rosalie.

Ana diam sesaat karena heran. Baru kali ini ia dipekerjakan sebagai pelayan dan tidak diperbolehkan bekerja keras.

Gaji yang Ana dapatkan lebih besar dari gaji yang ia terima saat mengurus nenek Rosalie. Namun di rumah ini, ia merasa seperti pengangguran.

Sudah dua minggu Ana bekerja, dan Rosalie tidak pernah memberikan tugas apapun. Bahkan semua tugas di rumah ini sudah dikerjakan oleh pelayan lain, hal itu membuat Ana merasa tidak enak hati seakan memakan gaji buta.

Setelah Ben berangkat bekerja, Rosalie memanggil Ana dan mengajaknya duduk berdua di teras samping. Pelayan menghidangkan dua teh hangat untuk mereka.

"Aku sudah mendapatkan dokter terbaik di kota ini, dia akan menangani paman Sam dan mendampingi seluruh pengobatannya," ucap Rosalie.

"Berapa biaya yang harus aku keluarkan, Kak?" tanya Ana. Biaya rumah sakit di kota ini tentunya sangat berbeda dengan biaya di rumah sakit lama, dan Ana khawatir jika ia tidak mampu membayarnya.

Rosalie terdiam sejenak, ia sedang berpikir dan mengolah kata yang tepat untuk mengungkapkan niatnya yang sesungguhnya. Ia tidak bisa berlama-lama menunda waktu. Usia Ana yang muda dan produktif, pasti akan mempercepat kehamilan jika semuanya berjalan lancar.

"Bagaimana jika membawa Paman ke luar negeri? Itu pasti lebih baik," ucap Rosalie.

"Kak, aku tidak punya uang sebanyak itu."

"Ana, aku bisa membantumu, tapi aku juga ingin kau membantuku."

"Apa yang bisa aku lakukan?" tanya Ana.

"Aku memiliki segalanya, tapi aku tidak memiliki seorang anak. Segala usaha sudah aku lakukan, tapi Tuhan tidak berpihak padaku. Aku dan suamiku ingin memiliki seorang anak, dan aku ingin kau yang mengandung anak kami," jelas Rosalie.

Ana mengernyitkan dahi, seolah ia mulai menyadari apa yang mendasari keinginan kuat Rosalie membawanya ke rumah ini.

"A-apa maksudmu, Kak?" tanya Ana tidak mengerti.

"Menikahlah dengan suamiku, hanya pernikahan kontrak. Kau hanya perlu hamil sekali saja dan melahirkan seorang anak. Setelah itu, aku akan memberikan segalanya padamu, uang, rumah, mobil, bahkan apapun yang paling kau inginkan di dunia ini," ungkap Rosalie.

"Kak! Apa yang kau pikirkan? Ini gila."

"Benar! aku gila, Ana. Semua ini membuatku gila!" seru Rosalie. Wanita itu tersenyum namun kedua matanya berkaca-kaca.

Ana menggelengkan kepala pelan, ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran wanita di depannya.

"Aku tahu Paman Sam adalah segalanya bagimu, dia satu-satunya orang yang kau miliki. Leukimia akut itu pasti membuatnya sangat menderita, kau tidak bisa membuatnya hidup lama hanya dengan bekerja sebagai pelayan, Ana. Kau harus mendapatkan lebih banyak uang!" seru Rosalie.

"Bukan dengan cara ini, Kak!"

"Aku mohon, Ana. Hanya dalam waktu satu tahun, jika kau berhasil mengandung dan melahirkan, bahkan seluruh kekayaan yang aku miliki ini akan menjadi milikmu. Selama pernikahan kalian, aku yang bertanggung jawab atas pengobatan Paman sampai ia sembuh," bujuk Rosalie sekali lagi.

Ana tidak memberi jawaban, ia pun meninggalkan Rosalie begitu saja. Ana masih belum bisa mencerna apa yang baru saja Rosalie katakan padanya, gadis itu memesan ojek online dan pulang ke rumah meski jam kerjanya belum usai. Ia merasa sedang tidak baik-baik saja setelah mendengar permintaan majikannya.

🖤🖤🖤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!