Halo para pembacaku yang tercinta,
Selamat datang di novelku yang berjudul "Terpaksa Menikahi Sahabat (Kecil)Ku". Jangan lupa tap favorite ❤ agar tidak ketinggalan update episode terbaru.
"Terpaksa Menikahi Sahabat (Kecil)Ku" merupakan novel keduaku dan sequel dari novel pertamaku yang berjudul "Menikahi Ayah Dari Anak GENIUSKU". Bagi pembaca baru, bisa juga sambil membaca novel pertamaku ya. Bagi pembaca lama pasti sudah tahu kisah cinta Zayn dan Aline. Dan sekarang kisah anak genius mereka.
Happy reading my beloved readers❤
~Rozmine
...🌷🌹🌷...
Seorang wanita cantik turun dari sebuah taxi dengan tangannya menenteng sebuah koper. Dia adalah Helena Margaretha Hermawan, 24 tahun, putri dari Narendra Arsakha Hermawan, seorang yang mendapat julukan sebagai "Dewa Analyst". Helena bahagia sekali karena hari ini adalah hari ulang tahun suaminya, Marco Dariel Austin, pria berdarah campuran Indonesia, Turki dan Jerman.
Sebelumnya keduanya berpacaran cukup lama. Mereka melangsungkan pernikahan karena desakan dari keluarga Marco yang khawatir jika Marco dan Helena akan melakukan hal di luar batas di luar nikah. Orang tua Helena pun menyetujuinya. Pernikahan keduanya digelar secara sederhana. Helena yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa kedokteran di salah satu universitas terbaik di Austria. Sedangkan suaminya, Marco menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya, Royal Company.
Helena dan Marco terpaksa harus melakukan hubungan jarak jauh karena pendidikan Helena yang belum selesai. Setiap satu bulan sekali, Helena pulang ke Jerman dan terkadang Marco yang datang ke Austria.
Marco berjanji akan menggelar pesta pernikahan yang meriah dan membawa Helena berbulan madu, setelah Helena lulus dan menjadi sarjana kedokteran. Marco ingin setelah Helena mendapatkan gelar sarjananya, mereka melakukan program hamil. Itulah yang membuat Helena sangat bahagia, pendidikannya sudah selesai tinggal menunggu hari kelulusan dan wisudanya saja.
Helena pulang ke Jerman tanpa memberitahu Marco. Dia ingin memberikan kejutan untuk suaminya. Helena melangkahkan kakinya memasuki halaman mansion. Dia melihat mobil Marco masih terparkir, membuat Helena tersenyum senang.
"Ternyata kau di rumah suamiku. Aku akan memberikan kejutan untukmu," gumam Helena sambil tersenyum kecil.
Helena segera masuk ke dalam mansion, lalu naik ke lantai atas menuju ke kamarnya bersama suaminya. Saat sudah berada di dalam kamar, Helena menaruh koper di samping ranjang. Dia mencari keberadaan Marco, namun tidak menemukannya.
"Di mana Marco? Kenapa tidak ada di kamar. Mungkin dia ada di ruang kerjanya," ucap Helena sambil tersenyum.
Tanpa berpikir panjang, Helena segera melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Marco. Saat tiba di depan pintu, Helena menghentikan langkahnya begitu mendengar suara pria dan wanita yang saling bersahutan dan mendesah dengan keras yang tak layak untuk didengar.
"Ahh... sayang pelan-pelan," desah si wanita.
"Kamu nikmat sekali sayang, aku tak bisa menahannya," erang si pria.
Helena menutup mulutnya tak percaya. Dia tahu betul itu suara Marco, dan wanita itu adalah Sherly, sahabatnya sekaligus sekretaris suaminya. Pikiran Helena merayap kemana-mana.
"Apa yang sedang mereka lakukan di dalam? Mengapa mereka sama-sama memanggil sayang?" batin Helena.
Dengan tangan gemetar dia menarik knop pintu pelan. Saat pintu sedikit terbuka, Helena melihat dengan jelas Marco sedang menindih dan menghujam Sherly yang tidur telentang di atas meja dengan pakaian keduanya yang sedikit terbuka. Air mata Helena mengalir tak terbendung. Suami yang tidak pernah menjamahnya, sekarang menjamah wanita lain di depan matanya.
"Pelan sayang, kau terlalu menindih perutku," ucap Sherly.
Jderrr....!!!
Hati Helena bagaikan disambar petir bertubi-tubi saat mendengar kata-kata mesra itu.
"Sabar sayang sebentar lagi aku sampai," desah Marco sambil mempercepat laju hujamannya membuat Sherly semakin mendesah.
Helena menggelengkan kepalanya. Dia tak sanggup lagi. Helena membuka pintu dengan sangat keras, membuat Marco dan Sherly tersentak kaget. Keduanya sangat terkejut melihat Helena berada di pintu dan melihat aktivitas panas mereka.
"Helena?!" seru Marco dan Sherly bersamaan.
Marco segera mencabut rudalnya dari inti Sherly dan memperbaiki posisi celananya. Sedangkan Sherly langsung turun dari atas meja dan membetulkan pakaian dan roknya serta memakai blazernya. Marco segera berlari menghampiri Helena.
"Helena sayang, aku bisa jelaskan. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kami khilaf sayang," Marco meraih tangan Helena.
Helena langsung menepis tangan Marco dengan kasar lalu menampar wajah Marco.
Plak!!!
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Sudah sangat jelas. Aku menangkap basah suamiku sedang berselingkuh dengan sahabatku sendiri!" bentak Helena sambil menangis.
"Helena, maafkan kami. Kami khilaf," mohon Sherly sedikit menunduk karena takut.
Helena melangkahkan kakinya menghampiri Sherly, Marco segera mengikuti Helena. Marco takut Helena akan menyakiti Sherly. Helena menatap Sherly dengan penuh amarah bercampur jijik.
"Aku tidak menyangka ternyata aku memiliki musuh dalam selimut dalam hidupku!" sindir Helena.
"A-aku minta maaf Helena. Aku tidak bisa berbohong kalau aku jatuh cinta pada suamimu," jawab Sherly.
Marco menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia tidak menyangka Helena akan secepat ini mengetahui semuanya. Marco sudah berencana untuk membicarakan masalah ini baik-baik dengan Helena.
"Luar biasa. Benar-benar j****g. Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan terlarang di belakangku?" ucap Helena sambil tersenyum tipis.
Marco dan Sherly sama-sama diam.
"Jawab Marco!" bentak Helena.
"5 bulan," jawaban lolos dari mulut Marco.
"Kalian berdua memang br*ngs*k dan menjijikkan," bentak Helena emosi.
"Sekarang kau pilih aku atau j****g ini?" tanya Helena sambil mengusap air matanya.
Marco terdiam, dia tidak bisa menjawab.
"Maaf aku tidak bisa memilih diantara kalian. Sherly sedang mengandung anakku," ucap Marco dengan wajah menyesal.
Wajah Helena semakin memerah karena marah.
"Kalian benar-benar menjijikkan!" bentak Helena.
Helena segera melenggang pergi meninggalkan ruang kerja Marco dan berlari ke kamarnya. Helena membanting pintu dengan keras. Sherly berjalan mendekati Marco.
"Bagaimana ini Marco? Helena pasti akan memintamu untuk meninggalkanku. Bagaimana dengan nasib anak dalam kandunganku?" tanya Sherly khawatir.
"Kamu tenang saja. Aku akan bicara baik-baik dengan Helena. Dia pasti akan mengerti. Sebaiknya sekarang kau pulang, biar sopirku yang mengantarkanmu," ucap Marco menenangkan.
Marco segera melangkah ke kamarnya.
Sherly tersenyum puas sambil melihat punggung Marco yang semakin menjauh.
"Lihatlah Helena. Akan kurebut semua yang kau miliki. Aku pastikan kau akan dilempar keluar dari rumah ini dan aku yang akan menjadi Nyonya di rumah ini," ucap Sherly dengan senyum smirknya.
Marco membuka pintu kamar, namun pintu itu dikunci. Marco segera mengambil kunci cadangan di kotak tempat penyimpanan kunci. Setelah mendapatkannya, Marco segera membukanya. Dia langsung masuk dan mencari Helena. Dilihatnya Helena sedang berdiri di dekat jendela sambil menangis. Marco langsung memeluk tubuh Helena dari belakang.
"Lepaskan aku, Marco!" bentak Helena sambil berusaha melepas pelukan Marco. Namun tenaga Marco lebih besar darinya.
"Aku bilang lepaskan! Aku jijik bersentuhan denganmu!" bentak Helena lagi.
Akhirnya Marco mengalah dan melepaskan pelukannya. Marco tidak bisa beralasan lagi. Dia hanya bisa meminta maaf. Marco berlutut di hadapan Helena.
"Maafkan aku sayang," mohon Marco.
"Selama kita menikah kau bahkan tidak pernah menyentuhku, dengan alasan agar aku bisa fokus dengan pendidikanku. Dan setelah aku lulus, kau berjanji akan membawaku pergi berbulan madu dan melakukan program hamil. Apa kau masih ingat janjimu itu, Marco?" tanya Helena sambil tersenyum getir.
Marco hanya mengangguk.
"Lalu mengapa kau melakukan semua ini?" lirih Helena.
"Aku minta maaf sayang. Aku akui aku memang salah. Semua terjadi karena saat itu kami sama-sama mabuk dan tidak sadar saat melakukannya. Dan akibat dari kejadian itu Sherly hamil anakku sekarang. Maafkan aku sayang."
Helena semakin sakit mendengar pengakuan suaminya.
"Tapi kau harus tahu Helena, aku hanya mencintaimu. Aku tidak mencintai Sherly," ucap Marco meyakinkan.
Helena menggelengkan kepalanya.
"Kau bilang mencintaiku, tapi kau menyakitiku. Kalau kau butuh penghangat ranjang seharusnya kau bisa memintanya padaku. Kalau kau menginginkan anak, seharusnya kau meminta padaku. Kau tidak ingin menyentuhku, istri yang halal untukmu, dan lebih memilih membuat dosa dengan tidur dengan j****g itu," ucap Helena meluapkan emosi dari sakit hatinya.
Marco langsung berdiri.
"Aku mohon Helena jangan panggil Sherly dengan sebutan j****g, dia sedang mengandung anakku, darah dagingku," ucap Marco dengan nada sedikit meninggi.
Helena hanya tersenyum getir.
"Aku akan menikahi Sherly dan bertanggung jawab atas anak yang ada dalam kandungannya sampai anakku lahir. Itu kesepakatanku dengan Sherly. Aku mohon kau mau merestui kami," ucap Marco.
"Luar biasa. Dulu aku sampai harus kehilangan sahabat terbaikku, Axel, agar hubungan kita tidak hancur bahkan sampai akhirnya kita menikah. Tapi sekarang kau sendiri yang menghancurkan pernikahan kita," ucap Helena.
"Jangan sebut nama Axel lagi. Bukankah dia sendiri yang ingin memutuskan hubungan persahabatan kalian untuk menjaga perasaan kekasihnya," ucap Marco kesal.
"Ceraikan aku, Marco. Aku tidak mau dimadu," ucap Helena dengan wajah dinginnya.
"Tidak. Aku tidak akan pernah menceraikanmu. Sampai kapanpun kau akan tetap menjadi istriku, milikku!" ucap Marco marah.
"Kau benar-benar egois," ucap Helena penuh kebencian.
"Aku tidak peduli Helena, dengan atau tanpa persetujuanmu aku akan tetap menikahi Sherly. Dan jangan pernah kau berpikir untuk bercerai dariku. Itu tidak akan pernah terjadi Helena," tegas Marco.
Marco segera keluar dari kamar dan membanting pintu dengan keras. Hati Helena benar-benar hancur dengan air mata yang terus mengalir. Tak selang berapa lama, Helena menghapus air matanya.
"Baiklah jika itu keinginanmu, Marco. Kau bisa berbuat semaumu, maka aku pun juga bisa," guman Helena dengan wajah evilnya.
Marco berjalan menuju ruang kerjanya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Marco melihat ke layar ponselnya ada nama Sherly. Sebenarnya Marco enggan mengangkatnya, tapi dia takut terjadi sesuatu pada bayinya.
"Halo, ada apa Sherly?" tanya Marco datar.
"Kenapa nada bicaramu seperti itu? Apa karena sekarang ada Helena, sikapmu jadi berubah padaku? Apa kau sudah tidak menyayangi kami?" tanya Sherly sambil terisak.
Hati Marco pun luluh.
"Maaf aku tidak bermaksud seperti itu. Kau tahu sendiri rumah tanggaku sedang bermasalah. Helena marah besar padaku. Aku mohon kau mengerti kondisiku sekarang," terang Marco dengan nada melembut.
"Aku pikir kau sudah tidak mencintaiku dan bayiku lagi. Aku takut kau akan mencampakkan kami," ucap Sherly masih dengan suara isak tangis.
"Tidak sayang. Jangan seperti itu. Aku pasti akan menepati janjiku untuk bertanggung jawab atas bayi yang ada di kandunganmu. Tapi bersabarlah. Beri aku waktu untuk meluluhkan hati Helena, dan kita bisa segera menikah," jelas Marco.
"Apa kau serius sayang? Aku bahagia sekali mendengarnya Marco," ucap Sherly bahagia.
"Iya, aku usahakan secepatnya menyelesaikan masalahku dengan Helena. Sudah dulu ya. Kau istirahatlah, jangan terlalu lelah agar bayi kita selalu sehat," ucap Marco lembut.
"Baiklah sayang. I love you. Muach..." Sherly mematikan panggilan telponnya.
Di dalam sebuah apartemen, Sherly membanting ponselnya di atas ranjang. Terlihat wajahnya memerah karena marah.
"Sial! Kenapa Marco masih mempertahankan Helena? Kenapa mereka tidak bercerai saja?" Sherly berteriak sambil melempar barang yang ada di meja riasnya.
"Aku tidak terima menjadi istri kedua. Aku harus menyingkirkan Helena dan menjadi istri satu-satunya sekaligus menjadi Nyonya Muda keluarga Austin," gerutu Sherly.
Ceklek...!
Seorang pria muda tampan dengan tubuh seksinya yang hanya memakai celana boxer masuk ke dalam kamar Sherly.
"Ada apa sayang? Kenapa kau marah-marah?" tanya pria itu sambil memeluk Sherly dari belakang.
"Perasaanku sedang tidak baik, Rocky," jawab Sherly.
"Apa yang harus aku lakukan supaya moodmu kembali membaik sayang?" bisik Rocky sambil menggigit pelan telinga Sherly.
"Emmhh... puaskan aku sayang," rengek Sherly.
Rocky tersenyum puas lalu mengangkat tubuh Sherly ke atas ranjang. Dia lalu melucuti boxernya juga baju Sherly. Sherly yang sebelumnya gagal mencapai puncak saat bercinta dengan Marco karena kedatangan Helena, segera melampiaskannya pada Rocky, pacar gelapnya.
Sementara di mansion Marco, Helena keluar dari kamarnya dan menemui Marco di ruang kerjanya. Begitu melihat Helena masuk, wajah Marco langsung berdiri sambil tersenyum. Marco langsung berdiri dan menghampiri Helena.
"Berhenti di situ Marco! Ada yang ingin aku bicarakan," ucap Helena sambil duduk di sofa.
Marco pun juga ikut duduk tapi dengan menjaga jarak.
"Baiklah, aku akan mengijinkanmu menikah dengan Sherly. Tapi dengan syarat," ucap Helena.
"Benarkah? Apa sayang? Asal kau jangan minta cerai, aku akan memenuhi persyaratanmu," tanya Marco bahagia.
Helena tersenyum sinis.
"Pertama, aku tidak sudi hadir di pernikahan kalian."
"Kedua, aku tidak ingin tinggal satu rumah dengan seorang pelakor."
"Ketiga, aku tidak sudi kau menyentuhku selama kau masih menjadi suaminya."
Marco membulatkan matanya. Untuk permintaan pertama dan kedua tidak menjadi masalah baginya. Tapi untuk permintaan ketiga membuat Marco harus berpikir keras.
Bersambung...
Jangan lupa selalu dukung author dengan :
💫Tinggalkan comment
💫Tinggalkan like
💫Tinggalkan vote
💫Klik favorite
Terima kasih🙏🥰
Marco masih terdiam. Ini keputusan yang berat untuknya.
"Mana sanggup aku tidak menyentuh Helena sama sekali. Bahkan saat ini aku membutuhkannya untuk menuntaskan hasratku yang tertunda tadi. Baiklah Marco tahanlah dulu untuk sementara waktu. Setidaknya aku masih bisa melakukannya dengan Sherly nantinya setelah menikah," batin Marco dengan pikiran frustasi.
"Baiklah aku setuju. Aku berjanji akan memenuhi semua persyaratanmu. Aku juga berjanji akan bersikap adil pada kalian berdua," ucap Marco sambil tersenyum.
"Baguslah. Mulai saat ini aku tidak ingin berbagi kamar denganmu. Jika suatu saat nanti kau melanggar persyaratan yang aku ajukan tadi, maka kau harus dengan baik hati membebaskanku dari pernikahan ini," ucap Helena sinis.
"Emm... Sayang, apa kau tidak ingin mengucapkan selamat ulang tahun padaku? Kau tidak lupa kan kalau hari ini ulang tahunku?" tanya Marco berharap bisa mengalihkan pikirian Helena.
"Aku tidak pernah lupa, Marco. Sebenarnya kedatanganku secara tiba-tiba karena ingin memberikan kejutan padamu. Tapi kenyataannya malah aku yang mendapatkan kejutan yang luar biasa, menjijikkan!" ucap Helena tajam.
Helena segera melenggang pergi meninggalkan Marco yang masih duduk sambil memijat pelipisnya.
Keesokan paginya kedua orang Marco, Tuan Husein dan Nyonya Miranda datang untuk membicarakan rencana pernikahan Marco dan Sherly. Mereka tidak tahu jika Helena sudah kembali dari Austria.
"Bagaimana persiapan pernikahanmu dengan Sherly besok, Marco?" tanya Nonya Miranda sambil duduk di ruang keluarga.
"Oh... Jadi Papa dan Mama sudah tahu tentang perselingkuhan Marco dan Sherly, bahkan dengan rencana pernikahan mereka?" tanya Helena yang tiba-tiba muncul.
"Helena?!" seru Tuan Husein dan Nyonya Miranda.
"Iya. Ini aku, Helena," ucap Helena sambil tersenyum sinis, lalu duduk di sofa dan menghadap mertuanya.
"K-kapan kau datang, sayang? Mengapa kalian tidak memberitahu Papa dan Mama?" tanya Nyonya Miranda salah tingkah.
"Oh... Helena baru datang kemarin Ma, saat Marco sedang berkuda ria dengan Sherly di atas meja kerja Marco," jawab Helena sambil tersenyum mengejek.
Tuan Husein dan Nyonya Miranda membelalakkan mata mereka lalu menatap Marco tajam. Marco hanya memberikan senyuman kikuk kepada kedua orang tuanya.
"Helena, Papa minta maaf. Papa tidak becus dalam mendidik Marco. Papa minta maaf, Nak," mohon Tuan Husein.
"Mama juga sayang. Mama minta maaf atas kesalahan Marco. Tapi Mama mohon tolong restui pernikahan Marco dengan Sherly, karena Sherly sedang mengandung anaknya Marco dan cucu kami," ucap Nyonya Miranda melembut.
"Mama tenang saja, aku sudah bilang pada Marco kalau aku mengijinkan mereka menikah," ucap Helena.
"Terima kasih ya sayang. Hatimu memang benar-benar baik. Lagi pula ada baiknya juga ketika bayi Sherly lahir nantinya, kau bisa menjadi seorang ibu. Karena sampai sekarang kan kau juga belum hamil, Helen," ucap Nyonya Miranda tanpa dosa.
Wajah Helena berubah dingin.
"Ma! Jangan bicara seperti itu pada Helena," protes Marco.
"Tapi Mama benar kan Marco," ucap Nyonya Miranda ngotot.
"Mama cukup!" bentak Tuan Husein.
"Maafkan Mama ya Helena. Mama tidak bermaksud menyinggung perasaanmu," ucap Tuan Husein ramah.
Nyonya Miranda hendak memprotes tapi diurungkan saat mendapatkan tatapan tajam dari suaminya.
"Santai saja, Pa. Apa yang Mama katakan memang benar, jika sampai saat ini aku memang belum hamil," jawab Helena.
"Helena kembali ke dapur dulu ya semuanya," ucap Helena sambil melenggang pergi tanpa menunggu jawaban dari keluarga Marco.
Setelah memastikan tubuh Helena sudah tidak terlihat lagi, Nyonya Miranda langsung protes pada suaminya.
"Papa. Kenapa Papa membentak Mama? Apa yang Mama bilang kan benar, Helena saja mengakuinya kalau sampai sekarang dia belum bisa hamil," ucap Nyonya Miranda kesal.
"Cukup Ma. Mama jangan memojokkan Helena. Marco tidak suka," sahut Marco.
Marco semakin merasa bersalah kepada Helena karena ucapan Mamanya pasti menyinggung perasaan Helena. Bukan salah Helena jika dia belum bisa hamil sampai sekarang, karena memang Marco belum pernah menyentuhnya.
"Apa yang Marco katakan itu benar, Ma. Mama harus tetap menjaga perasaan Helena, bagaimana pun juga Helena adalah istri pertama Marco. Dan Papa tidak ingin sampai Helena nantinya meminta cerai dari Marco. Perusahaan kita masih membutuhkan dukungan dari HH Corps., perusahaan keluarga Helena," terang Tuan Husein dengan sedikit memelankan suaranya.
"Mama minta maaf Pa. Mama tidak berpikir sejauh itu," ucap Nyonya Miranda memelas.
Dari balik dinding pembatas antara dapur dan ruang keluarga, Helena berdiri mematung. Dia mendengarkan semua yang diucapkan oleh mertuanya itu. Hati Helena semakin hancur saat mengetahui kenyataan bahwa keluarga Marco dulu memaksa mereka untuk menikah, agar Royal Company mendapatkan dukungan dari HH Corps., perusahaan milik keluarganya.
Helena meminta maid untuk menyelesaikan kegiatan memasaknya, karena suasana hatinya sedang tidak baik. Helena pergi ke taman belakang dan duduk menyendiri di sana. Saat sarapan bersama suami dan mertuanya, Helena tetap diam dengan wajah dinginnya. Tidak ada satupun yang berani bertanya padanya. Hanya sesekali Marco dan Nyonya Miranda menawarkan mengambilkan lauk dan sayur untuknya.
Hari pernikahan Marco dan Sherly pun tiba. Sebelum berangkat ke tempat pernikahan, Marco menemui Helena di kamarnya. Dia berniat untuk pamit dan berharap Helena mau membuka hatinya dan hadir di acara pernikahan keduanya.
Marco mengetuk pintu kamar Helena, lalu membukanya secara perlahan. Marco masuk ke dalam kamar dan melihat Helena sedang berdiri di dekat jendela. Marco menghampirinya dan berdiri di belakang Helena dengan tetap menjaga jarak.
"Helena sayang. Aku mau berangkat sekarang. Apa kau yakin tidak ingin ikut sayang?" tanya Marco lembut.
Helena berbalik dan menghadap Marco. Helena melihat penampilan Marco yang mengenàkan jas dan tuxedo, terlihat sangat gagah dan mewah. Penampilan Marco saat ini sangat berbeda jauh dengan penampilan Marco saat menikahinya dulu.
"Apa kau sudah siap membebaskanku dari pernikahan ini, Marco?" tanya Helena balik sambil tersenyum sinis.
Wajah Marco memerah menahan marah.
"Tidak akan. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu dan jangan pernah berpikir untuk pergi dari hidupku, sayang. Aku mencintaimu, Helena," jawab Marco.
"Tapi rasa cintamu padaku kalah dengan n***u bejatmu pada wanita itu," sahut Helena.
"Sebaiknya kau segera berangkat sekarang. Calon pengantin bungtingmu pasti sudah tidak sabar menjadi Nyonya Marco Austin," sindir Helena.
Marco pun mengalah. Dia tidak ingin berdebat dengan Helena.
"Setidaknya berikan aku doamu Helena, meskipun apa yang aku lakukan ini sangat menyakitimu," ucap Marco sambil dengan wajah memelas.
Helena pun mendekat, lalu salim dan mencium punggung tangan suaminya.
"Semoga anak kalian sehat selalu. Itu doaku," ucap Helena sambil melepaskan tangan Marco.
"Terima kasih sayang," ucap Marco sambil tersenyum.
Ingin rasanya dia memeluk Helena, tapi Marco ingat dengan janjinya. Marco pun pamit dan segera keluar dari kamar Helena. Setelah Marco pergi, Helena segera mengunci pintu kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Tiba-tiba ponselnya berdering. Sherly mengirimkan beberapa foto tempat pernikahannya dengan Marco yang sangat mewah di sebuah hotel ternama dan memamerkan gaun mewahnya pada Helena. Helena hanya tersenyum kecut, lalu menaruh ponselnya ke atas nakas.
Helena segera bangkit dan mengambil tasnya dari dalam lemari. Helena mengambil ponsel lamanya. Dia duduk di atas ranjang dan mengaktifkan ponsel itu. Saat ponsel itu menyala, terlihat tampilan layar ponselnya foto kebersamaan Helena dan Axel dulu. Helena sengaja menggunakan foto itu sebagai wallpaper ponselnya. Helena tersenyum lembut menatap layar ponselnya.
"Hai sahabat baikku. Apa kabar?" sapa Helena.
"Apa kau tahu Xel, hatiku benar-benar hancur sekarang. Marco mengkhianatiku, dia berselingkuh. Dan yang lebih menyakitkan lagi, keluarga Marco tidak tulus menyayangiku," ungkap Helena dengan senyum getir.
Helena seolah-olah sedang berbicara dengan Axel. Helena membuka kotak pesannya dan membuka pesan terakhir yang dikirimkan oleh Axel satu minggu setelah Axel kembali ke Amerika.
..."Hai Helena. Ini adalah pesan terakhir yang aku kirimkan padamu dan terakhir kalinya aku berbicara denganmu. Aku sudah memikirkan dengan matang. Aku ingin kita mengakhiri hubungan persahabatan kita. Kita sama-sama telah memiliki kekasih. Ada hati yang harus kita jaga. Aku harap hubunganmu dengan Marco selalu baik-baik saja. Jangan hadirkan diriku lagi di antara kalian. Karena aku juga tidak ingin menghadirkan dirimu di antara aku dan Icha. Aku sangat mencintai Icha dan dia adalah bagian dari hidupku. Setelah kau membaca pesanku ini, aku harap kau tidak akan menghubungiku lagi. Aku akan memblokir nomormu dan semua akun sosial mediamu. Aku juga akan menghapus semua kenangan kita. Aku harap kau juga melakukan hal yang sama. Semoga kau selalu bahagia. Axel,"...
Helena menumpahkan air matanya setiap kali membaca pesan dari Axel itu. Helena masih belum percaya jika Axel tega memutuskan hubungan persahabatan yang telah mereka jalin sejak kecil.
"Bagaimana kabarmu sekarang, Xel? Terakhir kali aku mendengar kau telah bertunangan dengan kekasihmu, Icha. Aku selalu bedoa dan berharap kau akan hidup bahagia dengan wanita yang kau cintai itu," ucap Helena dengan air mata yang terus mengalir.
"Jika Tuhan mengijinkan aku ingin melihatmu lagi, meskipun hanya sekali, meskipun kau tidak akan lagi menganggapku sebagai sahabat dalam hidupmu. El-mu akan selalu menyayangimu, Xel," lirih Helena.
Setelah lama menangis, akhirnya Helena tertidur sambil memegang ponsel lamanya itu.
Sedangkan di tempat lain. Di sebuah markas milik keluarga Morris yang berada di Jerman, terlihat seorang pria tampan namun berwajah dingin sedang menghajar seseorang tak kenal ampun.
"Arrgghh! Ampun Tuan, jangan pukul lagi," teriak seorang pria yang sedang dihajar.
"Ampun katamu?! Aku akan mengampunimu jika kau mengatakan di mana Patrick berada sekarang!" bentak pria berwajah dingin itu yang tak lain adalah Axello Zyan Alvaro.
Anak buah Axel berhasil menangkap seorang pria yang dulu pernah bekerja untuk Patrick.
"Saya berkata jujur Tuan. Saya tidak tahu di mana Patrick berada. Kami sudah lama tidak berkomunikasi, Tuan," ucap pria itu dengan wajah memelas.
Axel tidak mempedulikannya, seolah hatinya sudah beku. Axel terus menghajarnya sampai pria itu pingsan. Aiden dan William yang melihatnya segera melerai dan menahan tubuh Axel agar berhenti menghajar pria yang sudah tak berdaya itu.
"Hentikan Axel! Kau bisa membuat pria itu terbunuh!" bentak Aiden.
"Aku tidak peduli. Aku akan membunuh siapa saja yang telah menyakiti Icha!" teriak Axel.
"William, suruh anak buahmu untuk membawa pria itu sebelum Axel semakin lepas kendali!" perintah Aiden.
William mengangguk. Lalu dia dan anak buahnya membawa pria yang pingsan itu keluar dari ruangan itu.
"Hei, Will. Mau kau bawa ke mana pria itu? Dia belum memberitahuku di mana Patrick berada. Kembalikan ke sini!" teriak Axel.
Namun William dan anak buahnya tidak mendengarkan teriakan Axel.
"Lepaskan aku Aiden!" bentak Axel.
Setelah memastikan William dan anak buahnya pergi jauh, baru Aiden melepaskan Axel.
"Tenangkan dirimu, Axel. Kendalikan emosimu," ucap Aiden.
Tak lama William masuk kembali ke dalam tempat Axel dan Aiden berada.
"Mana pria itu Will? Bawa dia kembali ke sini!" perintah Axel.
"Tidak akan. Sudah cukup kekejamanmu Axel. Aku tidak ingin kau berubah menjadi monster pembunuh. Kau melampiaskan kemarahanmu kepada orang lain yang belum tentu bersalah," tegas William.
Kepergian Icha sudah enam bulan lamanya. Tapi Axel dan anak buahnya masih belum menemukan keberadaan Patrick Dawson, pria yang diduga merencanakan pembunuhan terhadap Icha. Pihak kepolisian menutup kasus kematian Icha dikarenakan sedikitnya bukti yang kurang membuktikan jika kecelakaan yang menimpa Icha karena faktor kesengajaan. Dan semua itu merubah Axel menjadi sosok yang kejam dan berhati dingin. Axel juga bersikap dingin kepada keluarganya sendiri.
Bahkan Axel sempat bertengkar dengan adiknya, Jasmine. Axel tidak terima saat Jasmine menasihatinya agar mengikhlaskan kepergian Icha dan segera move on dari Icha. Axel bukan hanya membentak Jasmine, tapi dia sampai memberikan satu tamparan di wajah adiknya. Sampai sekarang hubungan Axel dan Jasmine masih dingin. Hal itu membuat sedih kedua orang tua mereka, Zayn dan Aline.
"Aiden. Berikan aku minumanmu yang paling keras!" seru Axel.
"Jangan gila Axel. Kau tidak diijinkan meminum minuman keras," larang William.
"Diam kau, Will! Aiden cepat berikan padaku sekarang!" bentak Axel.
"Apa kau yakin? Kau mau yang mana? Bir, Vodca, Wiski atau Tequila?" tawar Aiden.
"Terserah. Pilihkan yang paling keras," jawab Axel.
"Aiden aku mohon jangan," lirih William sambil melotot kepada Aiden.
Aiden hanya membalasnya dengan senyuman. Lalu dia menuangkan vodca ke dalam gelas wine dan menyerahkan kepada Axel.
"Ini cukup keras untukmu yang tidak pernah meminum minuman beralkohol," ucap Aiden.
Axel segera menerima segelas minuman itu dan hendak meminumnya. Aiden menepuk pundak Axel dan berbicara di dekat telinganya.
"Jangan lupa ucapkan bismillah dan ingatlah wajah Mama Aline yang sedang menangis," ucap Aiden.
Tanpa sadar Axel mengikuti ucapan Aiden. Dia membaca basmalah dan seketika muncul gambaran wajah ibunya, Aline yang sedang menangis. Wajah Axel mengeras. Dia memegang gelas itu kuat lalu melemparnya ke tembok sehingga gelas itu pecah dan isinya tumpah membasahi tembok dan lantai.
"Aaakkkhh!" teriak Axel frustasi.
Bersambung...
Jangan lupa selalu dukung author dengan :
💫Tinggalkan comment
💫Tinggalkan like
💫Tinggalkan vote
💫Klik favorite
Terima kasih🙏🥰
Tanpa sadar Axel mengikuti ucapan Aiden. Dia membaca basmalah dan seketika muncul gambaran wajah ibunya, Aline yang sedang menangis. Wajah Axel mengeras. Dia memegang gelas itu kuat lalu melemparnya ke tembok sehingga gelas itu pecah dan isinya tumpah membasahi tembok dan lantai.
"Aaakkkhh!" teriak Axel frustasi.
Axel memukul meja dengan keras dan menendang kursi yang ada di sana. Lalu dia meninggalkan ruangan itu dan melangkahkan kakinya menuju paviliun tamu di mansion Morris yang dia tempati saat ini.
William mengelus dadanya lega.
"Syukurlah. Aku pikir kau akan benar-benar menyuruh Axel meminumnya. Tuan Alex dan Tuan Zaidan bisa menggantungku hidup-hidup," ucap William sambil menggelengkan kepalanya.
Aiden terkekeh mendengar ucapan William.
"Aku akui aku memang pria b******k, tapi aku tidak akan pernah menjerumuskan saudaraku sendiri," ucap Aiden sambil menuangkan vodca ke dalam gelas lalu meneguknya.
"Apa kau mau minum, Will?" tawar Aiden.
William menggeleng.
"Terima kasih. Tapi maaf, aku bukan peminum Aiden," jawab William.
Aiden hanya mengangguk.
"Sebaiknya kau istirahat sekarang. Biarkan Axel menenangkan diri sekarang. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya. Axel berada dalam pengawasanku," ucap Aiden.
"Baiklah, aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku," kata William.
Aiden mengangkat jempol tangan kanannya.
William pergi meninggalkan mansion Morris dan pulang ke apartemennya. Hari ini dia merasa lelah sekali akibat perbuatan Axel. William sedikit tenang saat Axel berada di mansion Morris, karena dia berada dalam pengawasan Aiden dan anak buahnya. William ingin menikmati tidur nyenyaknya malam ini.
Di dalam kamarnya, Axel langsung menangis sambil memeluk foto Icha. Axel merasa semakin bersalah karena belum bisa menemukan dan menghukum orang yang sudah menyebabkan kematian Icha. Axel mengambil sebuah foto kecil yang terselip di dompetnya. Foto itu adalah foto dirinya bersama Helena, yang diambil saat perayaan ulang tahun Helena yang ke-5.
"Kau puas sekarang El. Dulu kau sudah mematahkan hatiku dengan memutuskan hubungan persahabatan kita tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Apa kau tahu El? Saat aku sedang terpuruk karenamu, Ichalah yang selalu berada di sampingku dan menyemangatiku. Dan sekarang Icha sudah pergi meninggalkanku. Hatiku benar-benar hancur. Seandainya kau tidak membuangku, aku pasti tidak akan terpuruk seperti ini. Aku sangat membencimu El. Aku berharap, aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi," ucap Axel penuh amarah.
Axel hendak menyobeknya, namun dia urungkan. Akhirnya Axel melipat foto itu dengan posisi wajah Helena berada di belakang. Lalu Axel meletakkan foto itu kembali ke dalam dompetnya.
Axel duduk di atas lantai sambil menyandarkan tubuhnya di tembok dengan pandangan kelam. Aiden masuk ke dalam kamar Axel. Aiden melangkahkan kakinya mendekati Axel lalu duduk di samping Axel.
Aiden menghela napas panjang sebelum mulai berbicara.
"Kau boleh merasa marah dan benci, tapi jangan sampai kau kehilangan jati dirimu. Jujur saja, Axel yang sekarang bukanlah Axel yang dulu lagi. Aku ingin melihat saudaraku yang dulu kembali lagi," ucap Aiden.
Axel masih terdiam.
"Kau tahu sendiri kan aku ini pria b******k. Aku hampir melakukan semua perbuatan yang mendatangkan dosa untukku. Tapi, sebanyak dan sebesar apapun perbuatan dosa yang aku lakukan, aku tidak pernah menjauh dari Tuhanku. Sudahkah kau mendekatkan dirimu dengan Tuhanmu, Axel? Karena aku lihat kau semakin jauh dari Tuhanmu," ceramah Aiden.
"Baiklah, aku akan kembali ke kamarku. Kau juga segeralah istirahat. Bukankah besok kau ada jadwal pertemuan dengan klien Alvaro Group? Ingatlah posisimu sekarang adalah CEO Alvaro Group. Jangan sampai kau mengecewakan keluargamu yang telah memberikan kepercayaan padamu," ucap Aiden.
Aiden segera berdiri dan meninggalkan kamar Axel. Ucapan Aiden tadi berhasil mengetuk pintu hati Axel. Axel langsung berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Axel membersihkan tubuhnya. Selesai mandi dia mengambil air wudhu. Setelah itu Axel segera mengambil baju koko, sarung dan sajadahnya. Axel bersujud kembali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Axel menumpahkan semua yang ada dibenaknya ke dalam setiap doanya.
Sedangkan di mansion Marco, Helena juga melakukan hal yang sama dengan Axel. Helena mengadu dan memohon agar diberikan petunjuk oleh Tuhan dalam menyelesaikan masalah dalam rumah tangganya.
"Yaa Allah, hamba mohon berikan petunjukmu. Jika memang Marco bukanlah jodoh yang terbaik untuk hamba, hamba mohon bantu hamba untuk terbebas dari pernikahan ini. Hamba tahu Engkau membenci sebuah perceraian. Tapi hamba mohon tunjukkanlah pria seperti apa suami hamba sekarang. Masih layakkah dia untuk hamba," doa Helena dalam sujudnya.
Terdengar suara deru mobil memasuki mansion Marco. Marco dan Sherly pulang dari acara resepsi pernikahan mewah mereka. Dan keduanya masuk ke dalam mansion.
"Mau apa kau bawa wanita ini kemari? Apa kau lupa dengan janjimu, Marco?" tanya Helena ketus saat melihat Marco masuk ke dalam mansion bersama Sherly.
"Sherly duduklah dulu," ucap Marco.
"Baik suamiku," jawab Sherly dengan sombongnya.
"Maaf Helen, aku tidak bermaksud untuk membawa Sherly menginap di mansion ini. Aku datang untuk mengambil beberapa bajuku," terang Marco.
"Kami mau pergi bulan madu ke Spanyol, Helen," pamer Sherly.
Marco memberikan tatapan tajam pada Sherly karena sudah berani mengatakan kepada Helena jika mereka akan pergi berbulan madu. Helena pasti akan semakin sedih.
"Oh!" seru Helena malas.
Marco membelalakkan matanya melihat ekspresi Helena. Marco pikir Helena akan cemburu dan marah. Tapi tanggapan Helena biasa saja, membuat Marco kecewa.
"Sebaiknya cepat ambil barang-barangmu, dan kalian segera pergi dari sini," ucap Helena santai.
Wajah Sherly memerah karena menahan marah. Dia benci melihat sikap sombong Helena.
"Baiklah, aku ke kamar dulu," ucap Marco.
Marco segera pergi ke kamarnya untuk mengambil beberapa bajunya. Sedangkan Sherly tetap duduk di ruang tamu bersama Helena.
"Apa kau iri Helen?" goda Sherly.
Helena tersenyum dan menahan tawanya.
"Di bagian mana yang layak aku irikan darimu? Apa di resepsi pernikahan yang menurutmu mewah? Apa gaun mahalmu dari hasil menguras rekening suamiku? Apa liburan bulan madu ke Spanyol? Aku sudah berpuluh kali berlibur dan menjelajahi negara Spanyol. Atau? Hamil dari hasil hubungan terlarang? Maaf semua itu tidak layak untuk membuatku iri. Kita beda level ya, berlian tidak bisa dibandingkan dengan ... sampah," jawab Helena sambil tersenyum mengejek.
"K****g a**r! Beraninya kau merendahkanku!" bentak Sherly.
"Ada apa ini?" tanya Marco yang sudah kembali sambil membawa koper bajunya.
"Sebaiknya kau ajari istri keduamu ini dalam hal sopan santun. Jangan sampai dia mempermalukanmu yang seorang CEO dari perusahaan sebesar Royal Company. Apalagi dia sedang hamil. Seharusnya dia memberikan contoh yang baik untuk calon bayinya sejak dini," ucap Helena.
Marco memberikan tatapan tajamnya pada Sherly. Sherly pun terpaksa mengalah dan diam.
"Kenapa kau belum tidur, sayang? Dan mengapa kau memakai baju seperti ini? Kau mau keluar?" tanya Marco penasaran.
"Aku akan keluar bersama, Emily," jawab Helena.
"Kau mau pergi ke mana malam-malam begini?" tanya Marco lagi.
"Aku mau berjalan-jalan saja bersama Emily. Ayolah Marco, kau saja bisa pergi bulan madu dan bersenang-senang bersama istri mudamu. Mengapa aku tidak bisa bersenang-senang dengan sahabat baikku, yang pasti bukan musuh dalam selimut," jawab Helena sambil melirik Sherly.
"Baiklah kau hati-hati ya. Kami pergi dulu," ucap Marco.
"Bye...," jawab Helena.
Marco segera menggandeng tangan Sherly lalu masuk ke dalam mobil dan meninggalkan mansion. Helena hanya memutar bola matanya malas melihat kemesraan mereka. Tak selang berapa lama, mobil Emily sudah tiba. Helena segera menghampirinya. Helena segera masuk dan duduk di samping Emily.
"Apa mobil yang baru saja keluar itu adalah mobil milik Marco?" tanya Emily.
Helena mengangguk.
"Iya. Marco dan Sherly akan pergi berbulan madu ke Spanyol," jawab Helena.
"Apa kau baik-baik saja, Helen?" tanya Emily.
"Aku baik-baik saja Em. Kau tenang saja," ucap Helena.
"Sungguh tidak bisa dipercaya. Dulu saat sahabat masa kecilmu memutuskan hubungan persahabatan kalian, kau langsung drop dan terpuruk. Bahkan kau sampai sakit dan harus dirawat di rumah sakit selama satu minggu. Dan sekarang suamimu berkhianat dan menikah lagi, kau santai saja," ucap Emily tak percaya.
Helena hanya mengangkat kedua bahunya.
"Sebaiknya kita pergi dari sini. Dan aku malas membahas tentang Marco dan pelakor itu," ucap Helena.
"Baiklah. Kau mau kita pergi ke mana?" tanya Emily sambil melajukan mobilnya.
"Terserah. Asal jangan bawa aku ke klub," jawab Helena.
Emily terkekeh.
"Tenang saja sayang. Aku tidak akan menjerumuskan sahabat baikku ini," kata Emily.
Helena dan Emily menghabiskan waktu mereka berkeliling kota Berlin. Dan Helena memutuskan untuk menginap di apartemen Emily. Helena malas berada di mansion Marco.
Keesokan harinya, Helena dan Emily berjalan-jalan lagi menikmati keindahan kota Berlin sambil berjalan kaki. Helena mengenakan celana jeans panjang, kaos dan jaket hoodie berwarna merah dan sneaker. Sedangkan Emily memakai celana jeans selutut dan atasan dengan model lengan sabrina berwarna pink soft dan sneaker dengan warna senada.
Saat ini keduanya sedang berada di sebuah cafe outdoor.
"Helen. Cafe ini milik temanku. Dan di sini mereka juga menjual es krim. Aku mau pesan, apa kau mau juga?" tanya Emily.
"Baiklah. Aku pesan rasa coklat dan stroberi," jawab Helena.
"Masih rasa kesukaan yang sama seperti dulu. Baiklah. Kau tunggu saja di sini. Aku akan masuk dan menyapa pemilik cafe ini dulu" ucap Emily.
Helena mengangguk sambil tersenyum. Sambil menunggu Emily, Helena melihat lalu lalang kendaraan dan pejalan kali yang lewat. Sampai kedua matanya melihat sebuah mobil berhenti di depan sebuah restoran yang berada di seberang jalan. Dari dalam mobil, turunlah sesosok pria yang selama ini Helena rindukan.
Helena membelalakkan matanya tak percaya. Dia melihat Axel turun dari dalam mobil.
Deg...
"Axel," lirih Helena.
Tak terasa air mata Helena tumpah. Helena merasa bahagia, setelah sekian lama akhirnya dia bisa melihat sahabat kecilnya itu. Helena terus memandangi Axel tanpa henti. Tak selang berapa lama, turunlah seorang wanita cantik dari dalam mobil yang sama.
"Apakah wanita itu yang bernama Icha? Dia cantik sekali. Aku senang, Xel, akhirnya kau bisa hidup bahagia bersama Icha," batin Helena sambil tersenyum.
Axel merasakan sebuah desiran di hatinya. Desiran yang menghangatkan hatinya dan telah lama tidak ia rasakan.
"Desiran ini," batin Axel.
Axel merasa ada yang sedang memperhatikannya. Dia langsung menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang sedang memperhatikannya itu. Saat tahu Axel menolehkan kepalanya ke arahnya, Helena segera memalingkan wajahnya. Beruntung dia memakai penutup kepala dari jaketnya, berharap Axel tidak mengenalinya.
Di sini lain, Axel menatap ke cafe di seberang jalan. Dia memperhatikan para pengunjung cafe, termasuk orang yang memakai jaket warna merah. Tapi dia tidak melihat ada orang yang memperhatikan dirinya.
"Ada apa Bos? Apa ada masalah?" tanya wanita yang turun dari mobil Axel.
Axel sedikit tersentak.
"Tidak ada apa-apa, Irene. Sebaiknya kita segera masuk, jangan sampai klien kita menunggu terlalu lama," jawab Axel.
"Baik Bos," ucap Irene.
Irene adalah sekretaris Axel. Dia adalah salah satu orang kepercayaan Axel, setelah William. Ke mana pun Axel dan William pergi bekerja, Irene selalu berada di antara mereka. Irene adalah satu-satunya wanita yang bekerja di dekat Axel. Axel sengaja memilihnya karena sikap profesional kerja yang luar biasa dan juga kecerdasan yang dimilikinya. Dan pastinya Irene bukan termasuk tipe wanita yang akan mencari perhatian dan mengejar cintanya. Irena juga yang telah membantu Axel menghempaskan para wanita ular yang mencoba mendekatinya.
Helena tersentak saat ada tangan yang menepuk bahunya. Dia langsung melihat siapa yang sudah mengagetkannya itu.
"Helen, ada apa dengamu? Mengapa kau menangis? Apa kau memikirkan si b******k Marco itu?" tanya Emily.
Helena menggeleng.
"Tentu saja tidak Em. Tadi ada debu yang masuk ke dalam mataku saat aku menikmati pemandangan kendaraan yang lalu lalang," jawab Helena.
"Syukurlah Aku pikir kau sedang memikirkan suami b***tmu itu. Apa masih sakit?" tanya Emily.
"Tidak. Ini sudah lebih baik," jawab Helena sambil tersenyum.
"Ini es krim favoritmu," ucap Emily sambil menyodorkan es krim pesanan Helena.
"Terima kasih, Em," ucap Helena.
"Jangan berterima kasih padaku. Berterima kasihlah pada temanku pemilik cafe ini karena dia yang memberi kita es krim gratis," ujar Emily.
Helena dan Emily tertawa sambil menikmati es krim mereka.
Dari seberang jalan, tepatnya di lantai atas sebuah restoran Axel memperhatikan Helena dan Emily yang sedang tertawa sambil memakan es krim dari balik kaca.
"Jadi benar itu dirimu, El. Kau sekarang sedang tertawa bahagia, sedangkan hatiku sedang hancur. Aku sangat membencimu, El," batin Axel dengan tatapan penuh kebencian.
Bersambung...
Baca juga baca novel pertama author :
"Menikahi Ayah Dari Anak GENIUSKU"
Jangan lupa selalu dukung author dengan :
💫Tinggalkan comment
💫Tinggalkan like
💫Tinggalkan vote
💫Klik favorite
Terima kasih🙏🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!