Bugh
Bugh
Bugh
Suara itu terdengar sangat keras, itu bukan suara pukulan, melainkan suara dari karung sayur yang dijatuhkan seorang pengantar sayur diwarung ibu Masnah.
"Sudah semua ya Pak?" tanya wanita berusia 49 tahun itu, namun masih terlihat cantik, walau bukan dari keluarga kaya, dan tak berkulit putih, sebuah bonus dalam hidupnya.
"Sudah Bu" jawab laki-laki yang memiliki usia sama dengannya, tapi laki-laki itu terlihat lebih tua, karena termakan beban pikiran dan lelah, serta kerja keras membanting tulang demi keluarga.
"Ini ongkosnya, terima kasih Pak"
"Sama-sama Bu" Ujar laki-laki itu seraya menunduk, melajukan kembali kendaraan roda tiga yang kini mulai banyak ditinggalkan masyarakat.
Waktu masih menunjukkan pukul 03.30, langit bahkan masih terlihat sangat gelap.
Ayam-ayam jantan tetangga yang berkokok pun kembali pada dunia mimpinya, walau masih ada yang berkokok membangunkan umat manusia, entah mimpi apa ayam itu, mungkin saja dia mimpi menjadi Rembo, seekor ayam lucknut, namun memiliki nasib yang sangat beruntung, selain memiliki seorang majikan yang sayang dan perhatian, ayam itu juga memiliki umur yang panjang, melebihi umur kecoak, cicak dan semut yang berada dirumah Indah, yang entah mengapa selalu ada dirumahnya?, bahkan semakin berkembang biak, padahal Indah tak pernah memberinya makan sama sekali. Sangat beruntung, walau tinggal ditengah kota, Indah masih bisa mendengar suara ayam dipagi hari.
Berbeda dengan nasib Indah, ia sibuk menyusun sayur-sayuran dan cabe beserta teman sebayanya dalam wadahnya, ia tak iri dengan ayam-ayam yang kembali terlelap setelah membuat keributan, ia justru sangat senang bahkan berdendang membantu sang Ibu, yang setelah melaksanakan kewajibannya Ibu akan membuka warung sayurnya.
"Woiiii kismin, bisa nggak sih nggak usah berisik, hobi banget ya Lo, ganggu tidur orang" teriak gadis seusia Indah, ia menyembulkan kepalanya melalui jendela kamarnya yang bersebelahan dengan warung Bu Masnah.
"Apa sih Kunti, makanya kalo emang kaya, pasang peredam dong biar nggak keganggu" balas Indah dengan berteriak, tanpa melihat arah suara itu berasal, sebab dia sudah begitu hapal dengan suara itu, suara dari Selly, sepupunya.
Tak menjawab Indah, jendela itu ditutup dengan sangat kuat, membuat Indah dan Ibunya sedikit terlonjak karena terkejut, jika siang hari mungkin suara itu tidak terlalu keras, ini masih sangat malam, bahkan jika orang kentut pun akan sangat terdengar.
"Wuss udah sih, kan ibu sudah bilang jangan diladeni, malu didengar tetangga" Ibu Masnah memperingati Indah dengan menyenggol lengan anaknya.
"Nggak bisa gitu Bu, biar dia saudara, tapi hobinya bikin kesel"
"Udah, ibu bilang udah" Ibu Masnah coba mengademkan hati Indah yang mudah terbakar.
"Indah heran deh sama Ibu, betah gitu tinggal disini, udah tau Uwak nggak ada baiknya sama kita" lanjut Indah dengan mulut yang sudah maju mengalahkan bibir angsa.
"Rumah ini tuh peninggalan almarhum ayah kamu, jadi ibu nggak bisa pindah dari sini" entah untuk yang keberapa kali Ibu mengatakan ini, jika Indah merasa sangat kesal dengan perilaku sepupunya.
"Uudah jangan ngedumel terus, sebentar lagi azan subuh, cepet selesain kerjaannya"
Itulah aktivitas Indah dan Ibunya setiap hari, bangun lebih dulu disaat semua orang masih berkelana pada dunia mimpinya, untuk menjemput rejeki.
Ibu Masnah adalah seorang janda, suaminya meninggal ketika Indah masih berusia 6 tahun, dia tidak ingin menikah lagi, karena rasa cintanya terhadap suami, dan sudah cukup hidup bahagia bersama Indah, salah satu harta berharga peninggalan suaminya. Serta tak ingin menambah beban hidup, belum tentu suaminya nanti bisa merubah hidupnya jadi lebih baik, walau tak dapat dipungkiri, ada saja yang datang ingin meminangnya, namun Masnah menolaknya secara halus.
Penolakan Masnah pada laki-laki membuatnya menjadi cercaan dan cibiran saudaranya, karena tak ingin kehilangan rumah dan pensiunan yang ditinggali suaminya. Astaghfirullah, Masnah hanya mengelus dada saat ucapan itu keluar dari mulut Kakak iparnya. Percuma dia membela diri, semua tak dapat menutup mulut mereka, yang Masnah lakukan cukup menutup telinga.
Keluarga Masnah berada di Sukabumi, padahal dia bisa tinggal bersama keluarganya, tapi dia tidak bisa meninggalkan amanah almarhum suaminya untuk tetap menempati rumah itu.
Ayah Indah merupakan seorang tentara, beliau meninggal karena sakit lambung yang dideritanya, sebenarnya sakitnya tidak lama, dan tidak terlalu parah, namun takdir tak dapat dihindari, setelah mengeluh sakit perut, dan dibawa kerumah sakit, ayah Indah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Kematian suaminya membuat Masnah disalah- salahkan oleh Kakak ipar dan mertuanya, katanya, dia menjadi istri tidak becus mengurus suami, padahal memang mereka tidak menyukainya sejak dulu, karena Masnah dari keluarga biasa.
Masnah yang hanya lulusan sekolah menengah atas, tak dapat mencari pekerjaan lain, selain berjualan sayur. Terlebih saat itu usianya yang sudah memasuki usia 30 tahun, dan ia tak bisa meninggalkan Indah yang baru memasuki sekolah pendidikan usia dini. Uang pensiunan sang suami hanya dapat memenuhi kebutuhan makan saja, hingga dia harus mencari pencarian lain, untuk tabungan sekolah Indah, agar Indah dapat menempuh pendidikan yang baik, tanpa harus mencari pinjaman kesana-kemari.
Rumah mereka berdekatan dengan Kakak perempuan dari ayah Indah, biasa, tanah warisan dari orang tua, dan dibuat rumah untuk anak-anak mereka. Mereka tidak rukun seperti saudara-saudara pada umumnya, sering kali Indah dan sepupunya itu berselisih paham, ada saja kata-kata sepupunya yang membuat Indah tak bisa hanya berdiam diri, apalagi Uwaknya itu suka mengeluarkan kata-kata yang tak enak didengar, status janda sang Ibu, membuat Ibunya menjadi bahan omongan tetangga.
Indah Lararenjana, seorang gadis berusia 25 tahun, kulitnya hitam manis, memiliki tingkat kepercayaan diri diatas rata-rata, tinggi badan ideal, 160 cm kurang segaris, berprofesi sebagai guru SD.
Padahal dulu Masnah ingin Indah menjadi dokter, namun Indah sangat menyadari kelebihan otaknya, selain biaya yang tak murah, Indah juga tidak lulus seleksi beasiswa, benar-benar otak standar. Masnah tak mempermasalahkan biaya, tapi Indah tak ingin membuat Ibunya kelelahan karena terus bekerja demi mencari biaya untuknya, dia mengambil kuliah biasa, yang tidak memakan biaya yang tinggi.
Lulus kuliah Indah tak berminat masuk kerja kantoran yang memiliki gaji tinggi, dia justru menjadi guru, yang harus menempuh pendidikan ulang, dan terkadang gajinya kaluar pada tanggal 35 atau 40, itu hanya ada pada kalender Indah, luar biasa.
"Hai orang-orang diatas, ingatlah, kalian bisa berada disana seperti sekarang karena jasa seorang guru, maka sejahterakanlah guru, kenapa kalian lupa?"
Teriak Indah pada poster besar jajaran orang-orang memakai dasi, dia hanya berani pada benda itu, yang matanya suka Indah colok pakai telunjuknya.
Diusia yang sudah terbilang matang untuk seorang wanita, Indah belum memiliki pendamping hidup, yang bisa diajaknya pergi ke kondangan atau kumpul bersama temanya, untuk sekedar sombong, kalau dia bukan seorang jomblowati.
Indah, yang kata orang sangat manis, memiliki standar untuk pasangan hidupnya kelak, selain memiliki paras yang tampan, putih, tinggi, kaya, tapi dia ingin memiliki pasangan hidup yang baik, mau menerima dia apa adanya. Itu doa Indah, yang untungnya didoakan juga oleh Ibunya.
Pukul 7.00 Indah sudah rapi dengan seragam dinasnya, ia memakai helm kuning bergambar kartun Spongebob, menyalakan starter, memanaskan motornya terlebih dahulu selama sepuluh menit, lalu siap bergegas menuju tempat dimana banyak anak menimba ilmu,
"Hei kismin, cepet kawin, biar nggak jadi beban hidup orang tua" teriak Selly yang juga akan berangkat kekantornya, dia sedang menunggu tunangannya yang seorang pengusaha, duduk dibangku diteras depan rumahnya.
Indah menghembuskan nafasnya "Kalo berani tanya sama Tuhan, jangan sama gue" jawab Indah, dia melajukan motornya yang tak berbunyi dit dit lagi, karena sudah lunas.
Indah menghentikan motornya sejenak dan menoleh kebelakang "Oh ya satu lagi, jangan lupa sekalian Lo tanya, kapan lo dipanggil Tuhan, biar insaf tu bibir, dineraka nggak dikaretin"
.
.
.
.
.
.
Assalamualaikum, ketemu lagi dikarya aku yang kedua, semoga kalian suka, jangan lupa dipaporit ya, like dan juga komen
Selamat tahun baru All 😘, semoga semuanya dalam keadaan sehat ya, Aamiin 🤲
Indah sama seperti wanita yang lainnya, pernah merasakan sakit hati karena diduakan,. saat semester awal kuliahnya, wanita yang menjadi selingkuhan kekasihnya itu adalah wanita cantik, dan pasti berkulit putih, bukan Indah insecure, tapi dia paling tidak mau diselingkuhi, membuatnya kini selektif memilih pasangan, apalagi yang mau menerima dia, yang sering dijuluki gadis hitam manis.
Hari berganti siang, waktu mengajar pun telah berakhir, Indah melajukan motornya dengan kecepatan sedang, sedari pagi senyumnya tak pernah pudar. Tak pernah ia memikirkan hal-hal yang telah berlalu, yang akan membuatnya semakin pusing dan tak fokus.
Saat sampai didepan rumahnya, Indah melihat ada mobil Fortuner berwarna hitam parkir diluar pagar, didepan warung Masnah.
"Pasti mobil pacar Selly ini ganti lagi" gumamnya
Indah menstandarkan motor disamping warung Ibunya, ditengah-tengah antara warung dan rumah sepupunya. Melepaskan helm Spongebob yang melindungi kepalanya dan meletakkannya pada kaca spion motor.
Haaah, mungkin jika cuaca tidak panas Indah pasti akan menuruti ajakan Anggun, temanya, untuk jalan-jalan ke mall sekedar cuci mata, minggu-minggu ini Anggun suka sekali curhat padanya, temannya itu sedang patah hati, karena gagal menikah.
Sayangnya jarak dari sekolah tempatnya mengajar dengan mall cukup lumayan jauh, sedangkan matahari sedang tepat berada diatasnya.
Indah melihat ada sepatu sneaker putih dengan merek terkenal, ada didepan rumahnya. "Ada tamu?" tanyanya pada diri sendiri
"Assalamualaikum Bu, Indah pu-lang" Indah menatap laki-laki yang sedang duduk disofa single rumahnya yang juga sedang menatapnya.
"Wa'alaikumsalam" jawab Masnah dan laki-laki itu secara bersamaan
"Ibu kedatangan tamu dari mana Bu?, ganteng bener" ucap Indah yang merasa baru ini kedatangan tamu tampan
"Ndah ini Abdi, nak Abdi ini tadi nolongin Ibu, tadi ibu kepasar mau beli sembako, tiba-tiba rematik ibu kambuh, untung ada nak Abdi, nak Abdi ini anak Ibu" ujar Masnah sembari mengelus kakinya yang diselonjorkan, disofa panjang
"Hai mas Abdi, namaku Indah, Indah Lararenjana, putri tunggal Ibu Masnah, makasih ya mas udah mau nolongin Ibu, kirain didunia ini udah nggak ada anak muda yang mau peduli, ternyata masih ada ya" Indah panjang lebar memperkenalkan diri, tanpa canggung mengulurkan tangannya untuk berkenalan, tak lupa Indah memberikan senyum termanisnya
"Saya Abdi" Abdi melihat tangan Indah, sebelum menyambutnya.
"Manis" pikir Abdi, tapi sayang cerewet
"Mas Abdi ini pasti artis ya, kok ganteng?" celetuk Indah
"Hah?" Abdi membeo, baru kali ini dia bertemu wanita yang blak-blakan
"Ndah, buatin air untuk nak Abdi" sela Masnah, yang tau jika anaknya sudah berulah
"Siap Bu" Indah mengacungkan jempol pada Ibunya, lalu menatap Abdi
"Mas Abdi mau dibuatin minum apa? ada teh, kopi, sirup, minuman sachet instan ada, eh mau jus juga ada, atau susu?" tawar Indah dengan menghitung menggunakan jari minuman yang ia sebut
"Nggak usah repot-repot, saya mau pulang kok, yang penting Ibu sekarang udah sehat, dan sudah ada temannya dirumah kan Bu?" tanyanya pada Masnah
"Eh nggak boleh begitu, mas Abdi nggak boleh menolak tawaran tuan rumah, itu namanya nolak rejeki, lagian jarang-jarang loh Indah tuh baik sama tamu, mas Abdi tamu istimewa hari ini" Indah memperhatikan Abdi dari atas hingga bawah "Apalagi mas Abdi ini tipe Indah banget" Indah cekikikan sendiri seraya menutup mulutnya, lalu ia kedapur untuk membuatkan minuman untuk Abdi.
"Maafkan anak saya ya nak Abdi, dia memang seperti itu, sedikit cerewet dan suka blak-blakan"
Abdi mengangguk "Nggak pa-pa Bu" Ia memaksakan senyumnya, bergidik sendiri, mengingat ucapan Indah, bahwa ia tipe wanita tersebut,
"Amit-amit, semoga gue dijauhi sama cewek agresif kayak gitu" doanya dalam hati.
Tak berselang lama, Indah kembali membawa nampan berisi seteko teh, dan beberapa cangkir, ada mangkuk berisi es batu, serta pempek, dan juga setoples kue nastar.
"Silahkan diminum mas Abdi, dan dicobain, ini pempek buatan Indah sendiri loh, dirumah ini tuh selalu ada pempek, ini makanan kesukaan almarhum Bapak, biar kalo seumpama Bapak datang Bapak nggak kelaparan, nastar ini juga buatan Indah, ini kesukaan Ibu, iyakan Bu?" Indah menjelaskan tanpa ditanya, gadis itu duduk bersebelahan dengan ibunya, Indah mendapat pelototan dari Masnah, karena terlalu cerewet pada orang baru.
"Anjriiit, gue dikasih makanan buat jurig, emang gue jurig apa? lagian sejak kapan coba orang yang udah end bisa hidup lagi" ucap Abdi dalam hati, dia menggelengkan kepalanya.
"Iya, terima kasih, jadi merepotkan" lagi-lagi Abdi memaksakan senyumnya, ingin rasanya dia cepat pergi dari sini, tadinya dia nggak masalah menemani Masnah, namun semenjak anak gadisnya pulang, Abdi menjadi risih
"Nggak repot kok nak Abdi, malah Ibu seharusnya berterima kasih, nak Abdi sudah mau mengantarkan Ibu sampai rumah" Masnah yang merasa tak enak hati, melihat Abdi yang merasa tak nyaman.
"Mas Abdi nggak usah malu-malu, sini Indah ambilkan" Indah beringsut dari duduknya, menuangkan teh dalam gelas "Mas Abdi mau pake es batu?" Indah yang sudah akan mengambil es batu ia urungkan
"Hah?" Abdi terkejut mendapat sedikit perhatian
Indah mengulum senyum "Mas Abdi lucu ya, nggak usah terpana sama Indah"
"Apa?"
"Indah" tegur Masnah
"Gimana mas Abdi mau pake es batu nggak? apa es cinta dari Indah?, tenang hati Indah nggak beku kok kayak es batu" Indah mengedip-ngedipkan matanya
"Astaghfirullah" ucap Abdi spontan, seumur hidupnya baru kali ini mendapat gombalan dan rayuan dari seorang wanita.
"Eh ada apa mas?" tanya Indah panik, melihat keterkejutan Abdi
"Eh nggak pa-pa" Abdi menggaruk tengkuknya yang tak gatal "Biar saya ambil sendiri minumnya" tolaknya
"Nggak pa-pa mas, jangan sungkan loh, anggap ini latihan"
"Latihan?" tanya Abdi yang merasa janggal dengan kata latihan
"Ahh nggak usah dibahas, doakan saja, kita ada pertemuan tak terduga lagi setelah ini" Indah memasukkan es batu pada teh yang telah dituangnya tadi, tanpa menunggu jawaban Abdi.
"Astaga, gue harap ini pertemuan terakhir dengan cewek purba kayak dia"
"Ohh tamu kamu Ndah, tumben ada tamu bawa mobil kerumah kamu" Disa, dia ibunya Selly, tiba-tiba saja sudah dipintu rumah Indah.
"Wak ... nggak sopan loh, ucap salam dulu kek, dia calon suami Indah" jawab Indah enteng
Uhuk uhuk
Abdi yang sedang minum es teh buatan Indah langsung tersedak, mendengar ucapan gadis yang dikenalnya baru hitungan menit itu.
Mata Disa menyipit mendengar ucapan Indah "Wak nggak yakin ada yang mau sama kamu, lagian kalo pun ada yang mau, mana mungkin yang bermobil, pasti juga mobil sewaan"
Mendengar ucapan wanita yang dipanggil Wak oleh indah, membuat telinga Abdi panas, ingin rasanya dia mencengkram mulut wanita itu, namun dia tetap diam, dia hanya tamu yang tak tahu permasalahan keluarga ini.
"Wak ada masalah apa sih sama Indah?, Wak kan udah punya calon mantu bermobil, pengusaha, masih aja sirik sama rejeki Indah" sungut Indah tak kalah pedas, ia sudah berdiri, ingin melawan Wak nya itu, namun tangannya ditahan oleh Masnah
Indah menoleh kearah Ibunya "Malu ada tamu" ucap Masnah tanpa mengeluarkan suara.
Indah menarik nafas, inhale, exhale, gumam Indah mencoba meredam emosinya, ia tak ada rasa malu biarpun ada Abdi disana.
"Mending Wak pulang gih, jangan ngurusin Indah, tar keriputnya makin keliatan, tuh liat, kantung mata Wak juga udah mulai bagus, jangan sampe nanti kayak mata panda lagi, gara-gara mikirin calon suami Indah lebih ganteng dari calon suami Selly" Indah sampai memperagakan tanganya, menunjuk pada kelopak mata
"Makin nggak sopan ya kamu sama Wak, didik tuh Masnah anak kamu, biar sopan sama orang yang lebih tua" Disa sampai menunjuk-nunjuk Indah, dan langsung pergi setelah mengucapkan itu.
Indah gemas sekali dengan Waknya itu, tak tahu ada tamu atau tidak, ditempat ramai atau tidak, selalu saja mengucapkan hal-hal yang tak pantas padanya, jika saja tidak mendengar nasihat Ibunya, Indah pasti sudah mengajak duel si nenek lampir itu, tak peduli usianya yang sudah rentan, tapi mulutnya tak mencerminkan usianya, yang seharusnya bisa mengayomi Indah dan Ibunya, yang merupakan ipar dan keponakannya sendiri, harta berharga yang ditinggalkan adiknya.
"Bu sepertinya saya harus pamit, masih banyak yang harus saya kerjakan" Abdi berdiri, kepalanya mendadak pusing mendengar keributan keluarga aneh ini.
"Terima kasih ya nak Abdi, maaf saya tidak bisa mengantar kedepan"
"Tidak apa-apa Bu"
"Kan ada Indah Bu, biar Indah antar mas Abdi sampai depan, sampai mobilnya nggak keliatan" Indah mengekori Abdi
"Nggak usah diantar, saya bisa sendiri nggak akan mungkin nyasar" tolak Abdi halus, dia enggan berduaan dengan Indah, itu membuatnya bergidik ngeri
"Iya saya tahu, mas Abdi nggak akan nyasar, tapi Indah takut, hati mas Abdi yang nyasar,. nyasar di hati Indah" gadis itu menggoyang-goyangkan badannya, dengan kedua tangannya diletakkan dibelakang.
"Astaga" Abdi seperti mati kutu dihadapan Indah.
"Mas Abdi aminkan ya, soal yang tadi"
Abdi mengernyit "Yang mana?"
"Mas Abdi calon suami Indah"
Sungguh ucapan itu benar-benar membuat Abdi merinding "Ogah"
Tanpa melihat Indah lagi, Abdi melajukan mobilnya.
.
.
.
.
.
Bersambung
Prastia Abdi Pratama, laki-laki tampan berusia 31 tahun, memiliki tinggi badan 180cm, anak tunggal dari Prasasti dan Widuri, menjadi anak broken home sejak umur 18 tahun, kedua orang tuanya bercerai, dan memilih hidup masing-masing.
Abdi ditinggalkan begitu saja oleh mereka, ia tinggal dirumah besar peninggalan kedua orang tuanya itu seorang diri, tak ada pembantu, tak ada saudara yang menemani, Abdi benar-benar hidup sendiri, ia begitu bebas, tak ada yang memperhatikan membuatnya terjerumus pada lembah kehidupan yang kelam, dan salah pergaulan.
Abdi pernah menjadi pecandu berat obat-obatan terlarang, sampai dia harus menjalani rehabilitasi, ia tertangkap saat tengah membeli obat tersebut pada salah seorang mahasiswa, disaat situasi yang terpuruk, orang tua Abdi tak ada satupun yang peduli padanya.
Orang tua Abdi tak pernah datang walau hanya sekedar menjenguknya, hanya sebuah pesan yang mereka kirim, bahwa mereka telah memiliki pasangan kembali. Hanya satu orang yang begitu peduli pada Abdi, yaitu Rasya sahabatnya, itulah yang membuat Abdi bertahan dengan Rasya, walau terkadang ucapan laki-laki itu membuat telinganya sakit, tapi hanya dialah teman yang paling perhatian dan selalu ada disampingnya.
Rasya dan keluarganya yang mengurus semua, Abdi bisa mendapat pengobatan yang terbaik, dan dibawa pada panti rehabilitasi, jika tidak, dia akan terus mendekam selamanya dijeruji besi. Abdi berjanji, jika diberi kesempatan, Ia akan mengabdi pada keluarga Rasya dengan sepenuh hati, sebagai balas budinya, dan iapun membuktikannya selama 8 tahun ini, ia bekerja pada keluarga Rasya, dan berpengaruh dalam kemajuan setiap usaha yang keluarga bangun.
Setelah keluar, Abdi tak pulang kerumahnya, dia tinggal bersama Rasya, orang tua Rasya sudah memberi tahu pada orang tuanya, namun, tetap saja mereka tak ada yang datang. Hingga keputusan diambil oleh orang tua Rasya, Abdi dan Rasya sama-sama kuliah diluar negeri.
Sampai Abdi kembali lagi ke negaranya, orang tua Abdi tetap tidak ada yang datang mengunjunginya.
Sakit??
Hati anak mana yang tak sakit, walau uang jajan Abdi tak berkurang yang dikirim ayahnya, tapi bukan hanya materi yang ia butuhkan, kasih sayang dan perhatian dari merekalah yang Abdi inginkan. Tapi apa yang dapat ia perbuat?, kecuali menerima kenyataan pahit ini dan menjalaninya.
Memiliki pengalaman dari orang tua yang gagal dalam berumah tangga, tak membuat Abdi takut untuk menjalani hubungan, dan untuk berumah tangga. Diusia Abdi yang masih terbilang muda yaitu usia 22 tahun, Abdi memutuskan untuk melamar wanita yang ia pacari sejak menempuh pendidikannya diluar negeri, Naima gadis yang cantik, lemah lembut, penurut, anggun, dan pintar, terlahir dari keluarga terpandang, telah menjungkir balikkan hati Abdi, dan membuatnya kembali menata hidup yang lebih baik.
Dengan didampingi keluarga Rasya, Abdi mendatangi keluarga Naima untuk melamar, sayangnya orang tua Naima menolak lamaran Abdi, dengan dalih masa lalu Abdi yang kurang baik dan kelam.
"Saya tahu, semua orang punya masa lalu, tapi jika dia bisa menjalani masa lalunya dengan baik, dia tidak akan memiliki masa lalu yang buruk" ucapan itu terdengar sangat lantang ditelinga Abdi, membuat hatinya begitu hancur.
"Dan satu lagi, jika seseorang dari keluarga broken home, biasanya dia akan memiliki nasib yang sama, saya tidak ingin itu terjadi pada Naima" lanjut Ayah Naima malam itu.
Sungguh ungkapan Ayah Naima membuat orang tua Rasya meradang, mereka sangat menentang ucapan laki-laki itu, hampir saja Reyhan memukul wajahnya jika tidak ditahan oleh Rika, akhirnya mereka pulang dengan perasaan kecewa. Dan hubungan Abdi dan Naima harus berakhir.
Sejak saat itu, Abdi mulai menjadi seorang player, dia memilih tinggal diapartemen sendiri, terkadang ia menghabiskan waktunya bersama wanita-wanita malam disebuah club. Menggoda wanita yang ada dikantor Rasya, mengajaknya berkencan tanpa adanya status.
Abdi mulai berhenti menjadi laki-laki brengsek, saat melihat istri Rasya, wanita cantik yang sempat Rasya sia-siakan, Abdi melihat sosok Naima pada Mawar. Jika saja Mawar bukan menjadi istri Rasya, sempat terpikirkan oleh Abdi ingin memiliki Mawar saat itu. Tapi tak mungkin, keluarga itu sudah terlalu banyak membantunya, menyelamatkannya dari pergaulan yang salah, memberikan kehidupan yang layak, saat ayahnya tak lagi memberi uang.
Ucapan ayah Naima kembali terngiang di telinga Abdi. Jika dia ingin memiliki wanita seperti Mawar, dia harus membenahi hidupnya, Abdi tak menampik, jika suatu saat nanti dia pasti akan mendapat jodoh, walau saat ini, dia tak ingin menjalin hubungan dengan wanita manapun, tapi dia tetap membutuhkan pasangan hidup untuk menemani hari tuanya nanti.
Abdi bertemu dengan Anggun, wanita sederhana yang memiliki kepribadian, sifat dan gaya yang sama dengan Naima dan Mawar, saat ia mencoba menghilangkan rasa kagumnya pada istri sahabatnya itu. Abdi mencoba mendekati Anggun, dan akhirnya iapun jatuh hati pada wanita yang berhati lemah lembut itu, begitu mudah baginya, untuk mencintai wanita seperti Anggun.
Bukan tanpa alasan, Abdi mudah menaruh hati pada wanita sederhana dan lembut, ia berkaca pada Mamanya, Mamanya sosok wanita pembangkang, tak mau diatur dan selalu sesuka hati, bergaya glamor.
Bak dayung bersambut, Anggun pun membalas perasaan Abdi. Sama-sama telah dewasa, Anggun dan Abdipun memutuskan untuk menjalin hubungan lebih serius lagi, dan akhirnya, saat dimana Abdi menemui orang tua Anggun, disanalah Abdi baru mengetahui sebuah kenyataan pahit, bahwa Ibu tiri Anggun adalah wanita yang telah melahirkannya. Wanita yang setahun belakangan ini sering datang menemuinya, bukan karena rindu, tapi wanita itu datang, karena mengetahui Abdi kini telah hidup mapan, dan satu lagi yang membuat Abdi tak habis pikir, ibunya meminta menjual rumah mereka dulu, sebab dia dulu pergi tanpa membawa apapun.
Abdi hanya mendengar Papa dan Mamanya memiliki keluarga baru lagi, sebab mereka mengundang Abdi, tapi Abdi tak mau hadir pada pernikahan orang tua yang telah menyia-nyiakannya.
Malam dimana Abdi berkunjung kerumah Anggun, disana pulalah drama keduanya dimulai, Abdi berpura-pura tidak mengenal Mamanya, dan entah yang Mama pikirkan, wanita tua itu juga, seakan-akan tak mengenali putranya.
Abdi tak menceritakan hal ini pada siapapun, kecuali sahabatnya Rasya. Anggun pun dibuat bertanya-tanya, Abdi yang semakin menjauhinya tanpa sebab, dan mengatakan, menunda pernikahan mereka dulu. Padahal awalnya Abdi begitu antusias ingin mereka segera menikah.
Anggun bukan wanita abege yang bisa dengan mudahnya jatuh cinta, kemudian sakit hati, dan kembali menjalin hubungan dengan laki-laki lainnya, gadis berusia 28 tahun itu ingin tahu apa yang terjadi pada Abdi, sampai laki-laki itu membatalkan pernikahan mereka, ia harus bersikap dewasa menyikapi hubungannya dengan Abdi, sampai Abdi mau mengatakan apa alasannya, sebab Anggun tahu, Abdi sedang tidak menjalin hubungan dengan wanita manapun.
Sedang Abdi, ia butuh waktu untuk mengatakan yang sebenarnya pada Anggun, dan akan dibawa kemana hubungan mereka, apa ia akan tetap menikahi Anggun, atau malah mundur perlahan?, sebab tak mungkin Ia menikahi anak tiri dari mamanya itu, walau itu sah-sah saja untuk mereka.
.
.
.
.
.
Jangan lupa komen dan likenya ya... 😍😘❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!