NovelToon NovelToon

Noda Pengantin

Tragedi Kamar Hotel

Layaknya senja di sore hari yang memberikan keindahan, senyum seorang gadis bernama Anggreya Mikaila pun selalu memancarkan keindahannya, membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan merindukannya lagi. Gadis periang yang sedikit polos itu adalah seorang yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya sejak usianya 12 tahun.

Senyum gadis itu semakin berkembang merekah, saat sebuah bunyi notif pesan masuk terdengar dari handphonenya.

Tring ....

Tangan indahnya itu, buru-buru merogoh sakunya celananya, mengambil benda pipih tersebut dengan semangat. Kini kedua bola matanya yang indah berwarna cokelat itu, memandangi layar ponsel yang menunjukkan sebuah pesan singkat dari tantenya. Beberapa kali kelopak mata yang ditumbuhi dengan bulu mata lepat itu, terlihat mengejap. Dan perlahan senyuman indah di wajahnya pun memudar.

From : Tante Sarah

(Grey, kamu siap-siap berangkat sekarang, nanti akan ada pak sopir dari keluarga Aronsky yang menjemputmu untuk pergi ke hotel, pastikan semua perlengkapan dan pakaianmu sudah ada di koper, jangan sampai ada yang ketinggalan.)

Kini kedua ibu jari milik Grey tampak begitu lincah bernari di atas layar ponselnya, membalas pesan dari tantenya.

To : Tante Sarah

(Baik, Tante, aku udah siap kok dari tadi, semua perlengkapanku udah aku cek semua. Tante tenang saja.")

Wanita cantik berumur 20 tahun itu, dia tampak menghela nafas cukup berat, seolah tengah memikul beban berat di pundaknya. Sambil tersenyum getir, mengingat bahwa lusa dia akan segera menikah.

Jujur saja, sebenarnya, Grey sedikit terpaksa akan perjodohannya ini, tapi ia tidak bisa menolak, apalagi ini adalah permintaan dari om dan tantenya. Tentunya, sebagai rasa balas budi dirinya kepada om dan tantenya, Grey harus setuju dan menuruti perintah mereka, termasuk dengan perjodohan ini.

"Huft ... selamat, Grey, sebentar lagi kau akan menemukan dunia barumu dengan lelaki asing itu," gumamnya membuang nafas, lalu bergegas keluar dari kamarnya sambil menarik koper kecil miliknya.

***

Sementara itu, di sebuah hotel ternama di Jakarta, terlihat seorang lelaki dan perempuan yang tengah mengobrol, menampilkan dengan gestur tubuh yang sedikit mencurigakan.

“Nanti jika ada seorang perempuan bernama Grey dan mengatakan dari keluarga Aronsky, tolong beri tahu dia, kalau kamarnya yang F121 ya,” ujar seorang lelaki berhoodie hitam, mewanti-wanti kepada petugas wanita itu untuk melakukan perintahnya dengan baik.

“Iya siap, Tuan,” jawab petugas wanita tersebut dengan sigap.

"Baiklah, kalau sudah selesai, temui aku di belakang."

Lelaki itu pun memberikan beberapa lembar pecahan uang seratus ribu kepada petugas tersebut, sebagai bayaran akan tugasnya nanti.

___

Grey baru saja turun dari mobil yang tadi menjemputnya, lebih tepatnya mobil milik keluarga Aronsky, ia sudah sampai tepat di depan hotel yang ia tuju.

"Terima kasih ya, Pak," ucap Grey sebelum ia melangkah pergi meninggalkan mobil tersebut.

"Iya, Non, sama-sama."

Kaki panjangnya, ia langkahkan memasuki gedung tinggi yang begitu besar dan luas, ini adalah hotel mewah bintang lima, di mana pernikahannya dengan putra sulung dari keluarga Aronsky akan digelar lusa.

“Hm, mentang-mentang orang kaya, sewa tempat pernikahan aja sampai di hotel semewah ini.” Kedua netra indahnya masih fokus mengitari area lobby hotel tersebut.

“Permisi, Mbak." Grey mengembangkan senyuman manis kepada pelayan yang berjaga di meja penerima tamu.

Petugas recepsionist tersebut, sejenak menilik penampilan Grey dari atas hingga bawah. Pakaian Grey yang terlihat biasa dan bahkan penampilannya sudah bisa memperlihatkan bahwa, wanita yang tengah berdiri tersebut adalah wanita dari kalangan bawah, hanya memaki rok plisket pasaran, kaos, blezer dan kerudung phasmina, penampilan grey benar-benar jauh dari kata elegant.

“Oh iya, selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?” tanya petugas tersebut memasang wajah ramahnya.

“Saya Anggreya, sa—” Belum sempat Grey melanjutkan perkataannya. Petugas itu langsung memotongnya.

“Oh, Nona Grey dari keluarga Aronsky?” tanyanya begitu semangat, langsung dibalas anggukkan bingung ole Grey.

“Ah, iya pasti mau check in kamar ya. Baiklah, kalau begitu, mari ... saya antarkan Nona ke kamar.”

Grey mengangguk, dengan pikirannya yang terasa terheran-heran. "Aneh, kenapa bisa recepsionist ini tahu kalau aku dari keluarga Aronsky. Apa mungkin keluarga Aronsky yang memberitahunya ya? Ah, tapi tidak mungkin keluarga itu memberitahukan pelayan di sini soal aku,” gumamnya dalam hati, sedikit merasa curiga. Akan tetapi, buru-buru ia tepis rasa curiganya tersebut dan lebih memeilik untuk mengikuti pelayan tadi.

Mereka berdua pun pergi menuju kamar F121, kamar yang sebelumnya sudah disiapkan oleh seseorang untuk Grey.

"Ini kamar dan kuncinya, Nona, kalau ada apa-apa bisa telepon saja pakai telepon yang ada di dalam." Anggreya mengagguk mengerti.

Setelah pelayan tadi pergi, Grey pun segera masuk ke dalam kamarnya . Ia mendudukkan tubuhnya di tepi kasur, lalu menjatuhkan tubuhnya, terlentang begitu saja, sambil menghirup udara dalam-dalam.

“Hm, kasur yang empuk,” gumamnya tersenyum, karena jujur saja, Grey ini termasuk orang yang jarang sekali pergi ke hotel, kalau pun diajak ke hotel oleh tante dan omnya, itu hanya  hotel-hotel biasa dibawah bintang empat.

Ia pun kembali bangun, kedua matanya masih sibuk berkeliling, menyapu seluruh isi ruangan, menatap berbagai hal yang baru dilihatnya.

Setelah beberapa menit beristirahat, sambil menikmati suasana kamar hotel yang teramat memanjakan mata. Diliriknya jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 18.00 sore, Grey pun memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.

___

Seorang pria berhoodie hitam, berdiri menunggu pelayann tadi yang sempat ia suruh, ia menunggu di ruang belakang menuju dapur. Lalu, tak lama kemudian, pelayan yang ditunggunya pun datang menghampirinya.

“Tuan, semuanya sudah beres, Tuan. Sekarang Nona Grey sudah berada di kamarnya,” ujar wanita tersebut kepada lelaki misterius yang berdiri di depannya.

Tampak sudut salah satu bibir lelaki itu naik, menyeringai. “Baiklah, mana kunci gandanya?” tanyanya.

"Ini, Tuan," jawabnya memberikan kunci kamar yang sama dengan kunci kamar milik Grey, kepada lelaki tersebut.

"Kerja yang bagus," pujinya.

Setelah mendapat apa yang diinginkannya, lelaki itu pun langsung bergegas pergi menuju kamar yang kini tengah ditempati oleh Grey.

“Kau tak akan lepas begitu saja dariku, Greya! Dan aku tidak akan pernah merelakan lelaki manapun memilikimu!” gumamnya, dengan urat-urat dikening dan tangannya yang kian mengencang, tampak begitu emosi.

Setelah sampai di depan kamar F121, ia kembali memantapkan niatnya. Ia memandangi kartu kamar yang ada di tangannya. Kedua alisnya tampak saling bertautan, dengan sorot mata yang semakin menajam. Tanpa berlama-lama, lelaki itu pun segera menempelkan kartu kunci tersebut ke sensor pintu, dan pintu pun dapat dapat dibuka.

Perlahan ia memasukkan sedikit kepalanya di celah pintu tersebut, lalu mengitari seisi kamar, memastikan bahwa Grey ada di dalam, tapi ternyata tidak ada siapa-siapa di sana, selain bunyi air yang mengalir dari dalam kamar mandi.

Ia kembali menyeringai. “Haha, moment yang bagus,” gumamnya, kemudian ia menengok ke belakang, melirik ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada orang lain yang melihatnya, dan saat situasi dirasa sudah aman, ia pun masuk perlahan ke dalam kamar tersebut, lalu kembali mengunci kamar tersebut rapat-rapat.

___

“Ah... benar-benar menyejukkan sekali,” ucap Grey selagi fokus membersihkan busa sabun yang berlumuran di tubuh moleknya.

Setelah menyelesaikan ritual mandinya, ia menarik kimono putih yang menggantung di hanger dekat westafel, lalu memakainya. Tidak lupa, ia juga mengeringkan terlebih dahulu rambutnya yang basah itu menggunakan hair dryer yang tersedia di dekat westafel.

Setelah selesai, kaki polos yang masih terdapat buliran air itu, ia langkahkan keluar dari kamar mandi. Grey masih sibuk, menunduk membenarkan tali kimononya, tanpa merasa ada hal aneh di sekitarnya.

Selagi fokus membenarkan tali kimononya, tiba-tiba ....

“Hai, Sayang,” ucap seorang lelaki yang kini tengah duduk bersantai di tepi tempat tidur. Sontak membuat Grey yang mendengarnya langsung terkejut tak menyangka.

"Kamu!" pekik Grey, ketakutan.

.

.

.

Bersambung....

Hai readers tercinta, ini karya baru author di Noveltoon, buku ke 6 yang insyaallah akan author tamatkan di sini. Mohon dukungan like, komen dan votenya ya, maaf kalau banyak typo yang bertebaran.

Happy reading and enjoy~~~~

Kesucian Yang Hilang

Grey terkejut bukan main, ia tercengang begitu melihat sesosok lelaki yang dikenalnya sudah ada di dalam kamarnya.

"Aryo!” pekik Grey membulatkan kedua matanya dengan sempurna.

“Aryo, apa yang kau lakukan disini? Ke-kenapa kau bisa masuk ke kamarku?” tanya Grey begitu takut.

Ia memelukkan kedua tangannya ke dadanya sendiri, ketika mendapati tatapan Aryo yang seolah bernafsu padanya. Lalu, kedua netranya, kini bergerak ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan sekitar.

Aryo adalah matan kekasih Grey, mereka baru saja memutuskan hubungan sekitar empat bulan yang lalu. Dan tentunya, yang memutuskan hubungan hanya sebelah pihak saja, yaitu dari Grey. Grey memutuskan Aryo karena hubungan mereka ditentang keras oleh paman dan bibinya. Selain itu, Grey memutuskan Aryo karena ia ingin hijrah, tidak ingin pacaran dan ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi, karena sebelumnya pergaulan Grey dan Aryo terbilang cukup toxic.

Dan ini, adalah moment pertemuan mereka untuk yang pertama kali, setelah mereka putus.

Perlahan Aryo menegakkan posisi duduknya, masih dengan tatapannya yang sulit dijelaskan. “Kenapa? Apa kau senang bisa melihatku kembali?” tanya Aryo menyeringai, dan mulai berjalan mendekati Grey.

Aryo menatap tubuh Grey dari atas sampai bawah dengan tatapan penuh damba. Rambut Grey yang hitam panjang, terurai sedikit basah, serta betis putih tak berbulu miliknya, membuat gairah Aryo semakin meningkat. Apalagi wajah Grey yang selalu terlihat cantik alami, membuat Aryo ingin menerkam gadis tersebut saat itu juga.

“Empat bulan kita tak bertemu, kau semakin terlihat cantik Grey." Aryo mulai mendekatinya, dan perlahan Grey memundurkan langkah kakinya, dengan rasa takut yang menyelimutinya.

Mata Grey masih mengawasi sekitar. “Berhenti Aryo! Jangan mendekat!” teriak Grey semakin memundurkan tubuhnya menjauhi Aryo.

Aryo mendengus kecil. “Kenapa? Apa sekarang kau takut padaku?” tanyanya masih dengan seringai senyuman yang menakutkan.

“Tidak! Jangan mendekat, atau aku akan berteriak!” ancamnya, semakin memundurkan tubuhnya ke sisi tembok.

Aryo terbahak, lalu berhenti dan menatap Grey dengan sinis. “Berteriaklah Grey! Berteriaklah. Sekencang apa pun kau berteriak, tidak akan ada orang yang mendengarnya kecuali aku!” tegasnya, langsung mendorong tubuh Grey dan mengungkungnya di sisi tembok.

Berhubung ruangan kamar hotel tersebut kedap suara. Jadi, sekencang apapun orang di dalam kamar berteriak, orang di luar kamar tidak akan mendengarnya.

"Katamu, kau ingin berhijrah agar menjadi lebih baik, Grey. Lantas, sekarang ... kemolekan tubuhmu pun masih bisa aku nikmati. Aku sangat senang melihatmu seperti ini, Grey," bisik Aryo menatapnya dari atas hingga bawah.

Tubuh Grey kini sudah terkunci, dikabedon oleh kedua tangan Aryo yang menempel ditembok. Perasaan Grey semakin tak menentu, bayangan menakutkan kini mulai berputar di benaknya.

“Aryo apa yang ingin kau lakukan? Menjauhlah Aryo,” lirih Grey dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca, menahan bendungan air mata yang kian menguap di pelupuk netranya.

Aryo memiringkan kepalanya, menatap dalam-dalam kedua bola mata Grey. Dan saat menatap kedua netra milik Grey, sekelibat terpintas di pikiran Aryo, untuk tidak melakukan niat jahat pada wanita yang ada di depannya itu, tapi ia kembali mengingat sakit hati yang dialaminya saat tahu kalau Grey akan menikah dengan orang yang dikenalnya.

"Tatap aku, Grey! Tatap aku!" Grey tidak membuka mata, ia menyembunyikan wajahnya ke sebelah bahunya sambil menunduk begitu dalam.

Karena kesal akan sikap Grey yang terus saja membuang pandangan darinya, tanpa segan Aryo pun langsung mengapit kedua pipi Grey dengan sebelah tangannya. Membuat bibir Grey yang berwarna merah cherry itu, sedikit membulat dan mengerucut, dan tentunya membuat Aryo yang melihatnya semakin tak bisa mengendalikan nafsunya.

“Kau milikku Grey! Tidak ada yang boleh memlikimu selain aku!” seru Aryo.

Grey menatapnya ketakutan. “Aryo ... sadarlah, jangan seperti ini. Kasihani aku Aryo, lusa adalah hari pernikahanku,” lirih Grey, dengan air matanya yang sudah meleleh membasahi pipinya.

“Tidak! Aku tidak terima jika ada orang lain yang merenggutmu dariku. Kau tetap milikku Grey! Tetap milikku!” tegasnya, langsung menarik pinggul Grey, dan tanpa segan ia menautkan bibirnya dengan bibir Grey. Membuat Grey semakin terkejut dan takut setakut-takutnya.

Grey mendorong tubuh Aryo, tapi itu sia-sia, dia terus memberontak, akan tetapi, tenaganya kalah jauh oleh tenaga Aryo yang sangat kuat. Aryo terus menarik tubuh Grey agar menempel dengan tubuhnya. Lalu, Aryo menggiring tubuh Grey ke atas tempat tidur, mendorongnya, hingga membuat Grey terjatuh tepat di tengah ranjang. Bahkan, kimono putih yang dipakai Grey pun sempat tersingkap, sehingga menampilkan betis putih, mulus nan indah milik Grey.

Grey langsung bangun begitu Aryo melepaskannnya. “Tidak Aryo, ini salah! Aku mohon jangan lakukan ini Aryo!” teriak Grey  memohon sambil menangis ketakutan, kedua tangannya ia silangkann di dadanya, untuk menghindari perbuatan Aryo yang dimungkinkan akan merusak kesuciannya.

"Aryo... tolong kasihani aku, aku lusa akan menikah," ucap Grey yang sudah banjir air mata karena ketakutan.

"Ahahaha, kau ingin aku mengasihanimu? Jangan harap, Grey! Dulu saja, kau berdalih ingin hijrah dan memutuskanku tanpa kau memberikan aku kesempatan agar diriku bisa menjadi lebih baik. Bahkan saat aku mengajakmu untuk menikah, kau menolakku, Grey! Kau menolakku! Kau tidak memedulikan perasaanku!" serunya mengingat kembali memori menyakitkan di hati dan pikirannya.

"Maafkan aku, Aryo, jika keputusanku waktu itu menyakitimu. Tapi tolong ... kasihani aku, jangan mengotori tubuhku, Aryo!" pinta Grey yang sudah terisak.

“Aku tidak bisa mengasihanimu Grey! Kau harus selalu terikat denganku, meski pun lusa kau akan menjadi milik orang lain, aku tidak peduli.” Aryo langsung membuka gesper yang melilit di pinggangnya, lalu menurunkan resleting celananya dengan buru-buru.

“Jangan Aryo, aku mohon, jangan lakukan ini," pinta Grey ketakutan, yang melihat Fiki sudah melucuti celananya.

Grey hendak bangkit dan ingin melarikan diri, akan tetapi lengan Aryo lagi-lagi lebih dulu menangkap kimono yang digunakannya. Aryo menarik paksa tubuh Grey dan kembali menjatuhkannya di atas tempat tidur. Grey terus mencoba bangkit, karena yang ia tahu, seorang muslimah bahkan diperbolehkan untuk mencelaki orang yang hendak memperkosanya.

Grey kembali bangkit dan hendak mengambil vas bunga yang ada di dekat nakas, namun, saat tangannya berhasil mengambil vas bunga itu, Aryo merebutnya lalu melemparkannya ke sembarang arah, hingga suara pecahan dari vas bunga itu terdengar di telinga mereka.

"Tidak! Jangan kotori aku, Aryo!"

Tidak ingin menghiraukan permintaan Grey, Aryo langsung menarik paksa kimono yang melekat di tubuh gadis yang dicintainya itu, ia melepaskannya dengan kasar, lalu melemparkannya begitu saja ke sembarang arah.

"Kau milikku, Anggreya, kau milikku!" teriaknya penuh nafsu.

Kedua mata Aryo, kini disuguhi dengan pemandangan indah memanjakan mata. Pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Nafsunya pun kian memuncak saat melihat seluruh tubuh mulus, putih, milik Grey. Bahkan dua puncak piramida yang begitu tampak naik turun mengikuti ritme nafas Grey, membuat Aryo semakin gila dibuatnya.

Kedua tangannya langsung meremas puncak piramida itu dengan kasar. Membuat Grey langsung menjerit kesakitan. Akan tetapi, karena suara Grey yang terus berteriak meminta tolong, dan meraung menangis, membuat Aryo beegitu kesal mendengarnya.

"Diam!" teriaknya begitu emosi.

"Tidak! Tolong ....." Anggreya masih berteriak semampunya, berharap akan ada orang yang mendengarnya di luar. Namun, hal tidak terduga pun terjadi. Tiba-tiba ....

Plak! Tidak segan, Aryo menampar sebelah pipi Grey, sehingga membuat Grey langsung terdiam dan semakin mengeluarkan air mata yang kian membanjiri wajahnya.

"Diam dan nikmati saja, Grey!" ucap Aryo penuh penekanan, lalu langsung membenamkan bibirnya dengan bibir Grey.

"Tidak, Aryo .... ampuni aku," lirih Grey yang sudah tidak bertenaga, membiarkan tubuhnya diterkam oleh Aryo.

Dan setelah beberapa lama ia menebarkan ciuman di seleuruh tubuh Grey, Aryo yang sudah tidak tahan, akhirnya langsung mengeksekusi mahkota berharga milik Grey dengan ganasnya. Membuat gadis yang sebentar lagi akan menikah itu, langsung pingsan karena kesakitan dan betapa malangnya Grey karena dua hari sebelum pernikahannya digelar, gadis itu harus kehilangan kesucian yang selama ini dijaganya.

.

.

.

Bersambung...

Mau lanjut lagi?

Maaf ya tadinya mau update jam 7 pagi, tapi ternyata ada kendala di real life. Jangan lupa bantu like, komen dan votenya yang mentemen. Selagi menunggu novel ini update, kalian bisa baca karyaku yang lainnya.

Pernikahan di Atas Kertas (Tamat)

Menikahi Pria Misterius (On Going tapi bentar lagi tamat)

Love's Mr. Arrognat (On going)

Kalian juga bisa follow ig aku untuk melihat visual dari para pemain di novelku, dan kalian juga bisa mendapatkan info update seputar novelku di ig @dela.delia25 terima kasih.

Tersadar Akan Kesakitan

Noda merah segar tampak berceceran di atas seprai putih yang kusut. Dengan seorang wanita yang tergeletak baru sadar dari pingsannya.

Anggreya merasakan sakit disekujur tubuhnya. Perlahan ia membuka kedua matanya yang terasa berat. Lalu bangun dan terduduk lemas di tengah tempat tidur.

“Aw ... kenapa seluruh tubuhku terasa sakit begini,” gumamnya, memegang kepalanya pelan.

Grey mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Sebelah tangannya mengusap pelan tengkuknya yang terasa pegal, seiring dengan kepalanya yang memutar perlahan. Namun, sesuatu yang dilihatnya membuat ia benar-benar terkejut. Ia baru tersadar kalau tubuhnya kini tengah bertelanjang bulat, tak tertutup oleh sehelai benang apa pun, kecuali selimut putih yang menggulung di ujung kakinya.

Mulutnya menganga, ditutup oleh sebelah tangannya. "Hah? Ap-apa yang sudah terjadi?" lirihnya panik.

Tiba-tiba, ia mengingat akan sebuah kejadian yang membuat dirinya kehilangan kesadaran. “Tidak, i-itu semua pasti mimpi! I-ini tidak nyata 'kan?” Grey melihat kimono putih yang tergeletak begitu saja di lantai. Dan ia pun semakin dikejutkan saat melihat beberapa bercak noda merah yang bertebaran di atas seprainya itu.

Kini Grey semakin ingat, akan kejadian beberapa jam lalu, yang membuat dirinya kesakitan sampai pingsan, tak sadarkan diri. Tiba-tiba, putaran adegan antara dirinya dengan Aryo kembali terbayang jelas di pikirannya. Ia benar-benar tak terima, bahwa apa yang dialaminya tadi benar-benar kejadian nyata.

“Tidak!” Ia langsung berteriak histeris, sambil menjambak kedua sisi rambutnya. Lalu menarik selimut tebal yang ada di ujung kakinya, untuk menutupi tubuhnya yang telanjang.

“Tidak, ini tidak nyata, ini tidak terjadi!” Grey berteriak semakin kencang merasa frustrasi, dengan kedua tangannya yang mengepal dan gergetar hebat, menahan emosi di dada. Rasa dosa pun kian menyelimuti hatinya, sungguh ia benar-benar tidak berdaya melawan kedzoliman  yang dilakukan oleh Aryo padanya.

Entah dosa sebesar apa yang sudah ia terima saat ini, Grey tidak bisa membayangkannya.

“Ya Allah, kenapa ini terjadi padaku?" lirihnya, mulai terisak. "Apa salahku ya Allah? Kenapa takdir yang Engkau berikan harus sekejam ini? Kenapa ya Allah? Kenapa?!” teriaknya frustrasi sambil terus menangis histeris.

Ia memeluk kedua lututnya menenggelamkan wajahnya di atas lututnya. Mengingat kejadian dirinya dengan Aryo, ia jadi teringat akan calon suaminya. Bagaimana jika hal ini diketahui oleh suaminya nanti, bagaimana kalau pernikahannya ini batal gara-gara masalah ini, dan bagaimana bisa dirinya hidup dengan merasakan diri yang sudah tidak suci lagi.

Grey benar-benar frustrasi, ia semakin tenggelam dalam rasa sedih dan kekecewaan serta amarah yang menggebu di dadanya. Kenapa bisa Aryo sampai mengotorinya? Kenapa bisa Aryo harus hadir dan merusaknya? Kenapa semua ini harus terjadi? Apa sebenarnya hikmah dari semua kejadian ini? Apakah dengan ini adalah pertanda bahwa Grey harus mundur dari perjodohannya.

Ribuan pertanyaan dan bayangan menakutkan berputar terus menerus, memenuhi isi kepala Grey.

“Ya Allah ... kalau sudah seperti ini, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku memeprtanggung jawabkan semuanya di hadapan suamiku nanti?” lirihnya merunduk begitu tak berdaya.

Bagaimana bisa ia akan menikah, sedangkan dirinya sudah tak suci lagi. Bagaimana bisa ia bungkam akan masalah ini dan mendzolimi kepercayaan suaminya nanti.  Dan kalau suaminya nanti tahu permasalahan ini, apakah dia akan membencinya?

Isak tangin itu pun semakin terdengar keras dan menjadi-jadi. Hatinya benar-benar terasa hancur, semangat hidup pun seolah hilang dari pikirannya. Dan harapan dirinya agar bisa mewujudkan sebuah pernikahan dan rumah tangga impian sepertinya, perlahan terkikis dan bisa saja akan menghilang dari pikirannya.

Selagi meringkih sesenggukkan, tiba-tiba, dering ponsel terdengar dari atas nakas. Membuat Grey harus menoleh ke arah sumber suara. Kedua matanya tampak begitu sembab, hidungnya sangat merah, dan pipinya yang lengket karena terkena air mata terus-terusan selama satu jam ini.

Dengan terpaksa ia menggeser tubuhnya yang lemah itu mendekati nakas, sebelah tangannya kini meraih benda pipih berwarna putih yang terus menggelepar-gelepar di atas nakas itu.

Setelah berhasil menggulir ikon berwarna hijau di layar ponselnya, terdengar suara dari tantenya. “Hallo Grey."

“Tante ....” Suara Yura terdengar bergetar, ia kembali teringat akan tragedi dirinya dengan Aryo, dan semakin membuatnya tak bisa menahan tangisannya.

“Grey, kamu kenapa? Kenapa kamu menangis, apa sesuatu terjadi kepadamu?” tanya tantenya di sebrang sana, suaranya terdengar begitu panik.

“Tante ....” Mulut Grey terkatup, seiring dengan rasa sesak yang kian menyeruak di dada. Ia tidak bisa berkata-kata, demi mengingat perlakuan gila Aryo kepadanya.

“Grey! Apa yang terjadi?! Kenapaa kamu menangis, cepat katakan ada apa sebenarnya ini?!” suara tantenya semakin terdengar khawatir. Namun, tak ada jawaban dari Grey, selain suara isak tangis yang terdengar semakin memberat.

“Grey!"

"Grey!"

Tidak ada tanggapan atau kata-kata dari Grey. Suara wanita itu masih terdengar sesenggukkan.

"Katakan, di mana kamu sekarang, Grey!"

Dengan sesak yang kian menyeruak di dada, dan tenggorokan yang seolah tercekat menahan suaranya. Dengan sekuat tenaga Grey harus berbicara pada tantenya. "Kamar ho-hotel ... F121,” jawabnya tersendat karena senggukkan tangisnya.

“Jangan pergi ke mana-mana, Tante akan ke sana sekarang juga.”

Tut ... tut ... tut

Sambungan telepon pun terputus.

.

.

.

Bersambung....

Maaf ya uploadnya telat dan cuma bisa sedikit, authornya lagi sakit, insyallah nanti upload lagi. Jangan lupa dukungan like, komen dan votenya ya mentemen. Selamat tahun baru 2022 juga buat kita semuanya, semoga di tahun 2022 kita semua menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dan semoga kebahagiian selalu menyertai kita semua. Aamiin

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!