Pagi itu seperti biasa. Bayu, beranjak dari ranjang bambu dan dilapisi oleh kasur kusamnya, Memang tak mewah tapi itu tempat ternyaman dimana dia memulai hari dengan semangat membara dan istirahat untuk memulai hari berikutnya.
Bayu kemudian duduk di ranjangnya dan sejenak termenung. Pikiranya sedikit gusar seakan ada hal yang menganggu.
Bayu hidup di rumah sederhana di sebuah desa bernama sehat mulia. Penduduk disana biasa bertani dan berladang termasuk Bayu dan kedua orang tuanya. Bayu mempunyai adik bernama Raka. Dia masih duduk di bangku kelas 6 SD.
Tok tok tok
"Mas Bayu. Bangun mas." suara Raka sambil mengetuk pintu kamar Bayu.
"Iya" Bayu menyautinya.
Krekkkkk
Terdengar suara pintu kayu ketika Bayu membuka pintu kamarnya.
"Ayo le mandi sarapan. Ibuk bikin nasi goreng" suara Ibu bayu terdengar dari dapur.
Bayu bergegas mengambil anduknya berjalan ke belakang rumah, di sana ada sebuah sumur tua sebagai sumber air keluarga Bayu.
Krekkkkk krekkkk
Suara roda kerekan ember diatas sumur ketika bayu mengerek air dalam sumur.
"Mas di isi yang penuh ya bak mandinya" suara Raka yang tiba tiba datang dan langsung masuk kamar mandi.
"Iya, sudah sana cepet mandinya." Bayu menjawab.
Di sebelah sumur itu ada kamar mandi. Dan lubang kecil untuk menyalurkan air ke bak di dalam kamar mandi.
Ibu datang membawa peralatan masak yang kotor yang hendak mencucinya.
"Bapak udah berangkat ya buk ?." Bayu bertanya kepada Ibunya.
"Iya le. mumpung masih pagi Bapak mau bajak sawah, sebenar lagi kan sudah mulai musim tanam padi." Ibu menjawab sambil mencuci peralatan.
"Bayu. Kamu bener ngak mau kuliah seperti Mbak Laras ?." Ibu tiba tiba bertanya.
Laras, Anak pak kepala desa. Gadis manis dengan bibir tipis rambut panjang dan body ideal khas gadis desa dan Laras juga teman sekolah bayu dari SD sampai SMA.
Mereka berhubungan erat, bahkan special.
Walau kedua insan ini tidak pernah saling mengungkapkan, semesta tau mereka mempunyai ikatan yang disebut dengan cinta.
"Ngak Buk. Bayu pengen bantu bapak aja di sawah, lagian Dek Raka juga masih sekolah sebentar lagi masuk SMP pasti butuh biaya banyak." Bayu menjawab sambil terus menimba sumur.
"Ya seumpama kamu berubah pikiran bilang saja sama Ibuk ya, soal biaya nanti Ibu dan Bapak masih bisa mengusahakan." Ibu bersiap membawa peralatan masak kembali ke dapur setelah mencucinya.
Bayu termenung. Di satu sisi dia juga ingin kuliah tapi di sisi lain Bayu tidak tega membebani orang tuanya lagi.
Walau keluarga bayu hidup berkecukupan di desa, biaya kuliah pasti akan sangat mahal.
Blubuk blubuk
Suara gelembung air dari dalam kamar mandi.
"Horeee.. laa laa laa.., " suara Raka sedang bermain air
"Raka cepet mandinya nak. Gantian sama Mas Bayu." Ibuk berteriak kepada raka di kamar mandi.
Gebyur gebyur
Bergegas Raka berhenti bermain dan segera mandi.
Kemudian.
Krekkkkk
Suara pintu seng kamar mandi di buka.
"Mandi apa mainan air kamu !!?." bayu bertanya pada raka dengan sedikit marah.
"Mandi sambil main wekk...," Raka menjawab sambil berlari dan menjulurkan lidahnya, Karena dia tau kak bayu siap menjitaknya.
"dasar bocah." bayu berkata dalam hati dan memasuki kamar mandi dengan kesal.
Seperti halnya kehidupan kaka adik lainya, Bayu dan Raka memang jarang akur.
Selesai mandi dan ganti baju Bayu bersiap sarapan dan menuju ke dapur.
Dapur keluarga bayu sangat sederhana.
Ibu bayu memasak dengan kayu bakar dan terkadang dengan kompor minyak tanah. Terdapat meja dan kursi panjang terbuat dari bambu di sebelah pintu masuk menuju ruang utama. Alas dapur keluarga bayu masih berbentuk tanah. Dan tembok bata merah.
"Le, sarapan buat Bapak sekailan di bawa. Bapakmu tadi buru2 katanya juga mau mampir ke rumah pak kades." kata Ibu sambil menyiapkan rantangan.
Bayu mengangut smbil mengunyah sarapanya.
"Mas bareng ya ?." Raka bertanya pada kakanya.
"Iya cepet sarapanya !." Bayu menjawab dan telah selesai menghabiskan sarapanya.
Kemudian Bayu mengambil rantangan Bapaknya dan mencium tangan Ibunya.
"Bayu berangkat Buk, assalamualaikum ." Bayu berkata.
"Iya le waalaikumsalam, ati ati." Ibu menjawab dengan senyum.
Bayu mengeluarkan sepeda kumbangnya.
"MASSS BAYU, TUNGUUU !!!!." suara raka berteriak dari dapur. Dia terburu buru memakai sepatunya dan berlari ke arah bayu.
Bayu menaiki sepedanya sedangkan Raka di gonceng di belakang kemudain mereka berangkat.
Bayu mengantar adiknya dulu untuk sekolah kemudian menuju ke sawah untuk membantu Bapaknya.
Suasana desa bayu sangat asri. Sejauh mata memandang terlihat lahan sawah di kiri jalan. Sungai irigasi di kanan dan sebelahnya ada hutan bambu dan gunung menjulang di kejauhan.
Hawa dingin dengan bentangan cahaya mentari pagi khas pedesaan. Tidak ada bunyi bising kendaraan hanya sesekali suara traktor lewat karena sekarang musim membajak sawah.
pagi itu Bayu sengaja lewat di rumah Pak Kades karena Ibu berkata sepertinya Bapak juga akan mampir ke rumah Pak Kades. tapi sebenarnya Bayu mempunyai niat lain.
sesampainya di depan rumah Pak Kades bayu tidak melihat motor Bapaknya. malahan Bayu melihat Laras yang sedang menyapu dengan sapu lidinya.
Bayu berhenti sejenak menghampiri gadis pujaanya.
"pagi Laras. rajinya anak Pak Kades..," Bayu menyapa gadis manis dengan rok panjang itu dengan sedikit bercanda.
"itu Raka di anter sekolah dulu. ntar telat lho." Laras menjawab ketus sambil terus menyapu.
"kamu kapan berangkat ke surabaya.?" Bayu bertanya kembali.
laras sejenak terdiam. "belum tau Yu. bisa nanti bisa besok, atau abis ini"
Laras berhenti menyapu. melihat ke arah Bayu "kamu ngak papakan ?." Laras bertanya ke pria di hadapannya itu.
"aku .? ya ngak papa lah. yang penting kejar cita cita kamu. andai aku seberuntung kamu aku pasti juga akan pergi buat kuliah di kota." Bayu berkata seolah semua akan baik baik saja.
belum sempat Bayu berkata kata lagi Raka mencubit pinggang kakaknya.
"UASEMMMMMM. sakit ndul" Bayu berteriak dan memandang kesal Raka.
"ayo Mas. telat sekolahku nanti !!." Raka berkata kesal pada Bayu.
"yowes itu di anter dulu Raka. malah ngrayu ngerayu aku" Laras berkata kePDan.
"iya wes. kamu ati ati di jalan, andai aku ada rejeki nanti aku coba main main ke sana. di surabaya ada pak dekku juga kok" Bayu berusaha menenangkan Laras.
mereka tau sebenarnya mereka gelisah. gelisah akan perpisahan sementara ini. gelisah akan apa yang akan terjadi nanti.
tapi mereka ber dua sudah sangat lama saling mengenal dan menambatkan rasa. hingga mereka akan yakin indah pada waktunya.
"duluan Larasku..." Bayu pamit sambil dan mengowes sepedanya kemudian.
"prettttt Yuuu Bayu..," Laras menjawab sinis sambil tersenyum.
setelah beberapa jauh.
"Mbak Laras mau kemana to Mas ?" tanya Raka penasaran.
"mau kuliah" jawab Bayu.
"kuliah itu apa Mas" Raka tambah penasaran.
"kuliah yo kayak sekolah gitu" Bayu menjawab lagi.
"oooo..," jawab Raka singkat.
Bayu sampai di depan sekolah Raka. dan Raka turun dari sepeda.
"hampir telat gara gara Mas ngobrol sama Mbak Laras !!!" Raka terlihat kesal
"iyo maaf" Bayu menjawab sambil senyum.
setelah mencium tangan Bayu, Raka berlari menuju ke dalam sekolahan. sekolahan Raka sama seperti sekolahan Bayu saat SD dulu. tidak banyak perubahan hanya gedung yang diperbarui beberapa tahun lalu. halamanya luas dan pagar dari tembok sederhana tinggi sekitar 1 meter.
Bayu lanjut mengowes sepeda kumbangnya menuju ke sawah Bapaknya. masih di temani dengan mentarai pagi yang berlahan menghangat.
Di pagi itu mentari mulai menghangat.
Tetes embun membasahi dedaunan.
Bayu dengan sepeda kumbangnya gowes dengan riang gembira. Burung burung berkicau mengiringi senyum lebarnya.
Tak berapa lama Bayu tiba di sawah Bapaknya. Di sandarkanya sepeda kumbang di bawah pohon mangga. Tak lupa rantangan dari ibu dia taruh di dekat akar pohon yang merambat.
"PAKKK.... SARAPAN DULU......." Bayu berteriak memanggil Bapaknya dari kejauhan.
Terlihat Bapak sedang mencangkul, sepertinya sepetak lahan itu hampir selesai dibajak.
Bapak memandang Bayu, menaruh cangkulnya dan beranjak menuju ke arah Bayu.
Setelah Bapak mulai mendekat.
"Tadi Bapak ngak jadi ke rumah Pak Kades ?" tanya Bayu sambil duduk.
"Jadi Le. Juma Pak Kades lagi ngak ada di rumah" Bapak bayu menjawab.
"ada urusan apa Pak ?" Bayu bertanya lagi.
"Katanya hari akan ada bibit padi dateng buat warga," Bapak menjawab sambil duduk membuka rantangan.
"Bayu, kamu ngak pengen kuliah kayak Laras, anaknya Pak Kades ?" Bapak spontan bertanya.
"tadi ibu juga bertanya seperti itu" Bayu berkata dalam hati.
"Ngak Pak, Pengen bantu bantu Bapak aja dulu. Lagian kuliah biayanya banyak e." imbuhnya.
Bapak sejenak terdiam. Secara Bapak tidak tau pasti berapa besar biaya untuk kuliah tapi mendengar cerita dari Pak Kades biayanya memang sangat besar.
Belum sempat Bapak bertanya lagi bayu terlihat beranjak dari duduknya.
Bayu berjalan menuju tanah yang belum selesai di cangkul.
Sesampainya di tempat, bayu melanjutkan pekerjaan bapaknya membajak sawah.
Mentari mulai meninggi. Panas mulai terasa, dan Bayu mulai berkeringat.
"panase gusti. tapi tinggal sedikit lagi selesai, tanggung lah" Bayu berkata dalam hati.
Di kejauhan terlihat Bapak sedang menyiapkan tempat untuk menyemai bibit padi.
Tak berapa lama, laras terlihat menghampiri Bapak dengan sepeda gayungnya.
Laras seperti berbicara kepada Bapak. Dan kemudian Bapak beranjak pergi dengan sepeda motornya.
Laras tak langsung pergi, dia terlihat duduk di atas akar yang merambat di bawah pohon mangga tempat Bayu menyandarkan sepedanya.
Tak berapa lama pekerjaan membajak sawah Bayu selesai juga, lahan kurang dari 1 hektar itu sudah 2 hari di bajak.
Sebenarnya bisa saja lebih cepat membajak sawah menggunakan kerbau atau traktor, hanya saja Bapak ingin mengurangi pengeluaran kalau hanya untuk menyewa kerbau atau traktor.
Lagian di desa ini hanya ada 2 keluarga saja yang memiliki traktor dan di sewakan.
Bayu berjalan menghampiri laras dengan pakaian yang kotor karena lumur.
"Cieee rajinya anak Pak Slamet" Laras berkata dengan nada bercanda.
Bapak bayu bernama Pak slamet, dan kawan akrab Pak kades. Karena mereka memang penduduk asli Desa Sehat Mulia.
"Mulai... mulai...," jawab Bayu sedikit ketus.
Bayu membersihkan sisa sisa kotoran lumpur di badannya, di selokan irigasi pinggir jalan dengan air yang terlihat jernih Bayu mengosok gosok kakinya.
"Tiba tiba kesini, pasti kamu kangen aku ya .?" Bayu berkata sambil membersihkan lumpur di kakinya.
"Yeeee GR, orang tadi disuruh Bapak manggil Pak Slamet, ada perlu katanya" jawab laras.
Kemudian Bayu duduk di akar yang merambat di samping Laras.
Sepertinya Laras ingin mengatakan suatu hal tapi dia tidak tau harus dari mana menyampaikanya.
Tak berapa lama
"sampai kapan kita diem dieman kayak gini.?" Bayu bertanya.
"Aku juma pengen liat pemandangan aja. Karena nanti agak sorean aku udah berangkat ke surabaya." laras menjawab dengan termenung.
"ooooo. Ya hati hati di jalan" Bayu menjawabnya singkat.
"Udah gitu aja. Kamu ngak merasa khawatir gitu, atau takut gimana aku ntar di kota orang sendirian" Laras memandang bayu, dia sedikit kesal dengan Bayu yang tidak peka.
"mulai wes." bayu berkata dalam hati.
"Aku, jelas sangat khawair aku jelas sangat takut aku takut kamu kenapa kenapa, tapi aku juma ngak bisa buat ngomongnya gimana" Bayu menjawab dengan pendangan ke persawahan.
"Lah itu barusan ngomong" Laras memotong pembicaraan Bayu.
Bayu kemudian menatap Laras dan berkata "Nah ini. Coba kamu pikir, kapan kita pernah ngomong serius, dengan romantis suasana syahdu, ngak pernah kan ?. Dari kecil hingga sebesar ini kita malah sering ejek ejekan dari pada ngomong dari hati ke hati"
"kok kamu nyolot Yu ?" laras ikut terbawa emosi
"Yawes lah aku balik dulu." laras akan berdiri, tapi bayu mencegahnya dengan memegang tangan laras.
"Duduk sebentar. " bayu berkata.
Laras kembali duduk.
"apa lagi...!!" ucap laras dengan emosi.
"iya tunggu dulu. selama ini memang kita ngak pernah berbicara serius ataupun romantis, tapi aku dan kamu tau kita punya perasaan yang sama, aku dan kamu tau kita takut kehilangan takut akan tuhan yang tak menjodohkan kita. Asal kamu tau aku selalu menyelipkan doa di setiap sujutku, menyebut namamu di gerbang mimpiku, dan mengingatmu dari awal aku membuka mata, aku yakin kamu juga begitu. Perasaan kita bagai angin yang berhembus tak terlihat tapi bisa dirasakan" Bayu berkata panjang lebar sembari menatap Laras.
"Iya Yu, aku hanya takut kehilangan perhatianmu aku takut perasaan kita terpendam percuma. Aku dan kamu sadar kita tak pernah sepakat untuk mulai hubungan ini tapi perasaan kita saling berhubungan" Laras berkata dengan sedikit emosi.
"Jadi aku mohon tunggu aku. Aku pasti akan kembai" Laras melanjutkan percakapanya sembari menatap Bayu dan memendam emosinya.
"Pasti laras. Aku pasti menunggu kamu. aku janji..," bayu menjawab singkat dan memegang kedua tanggan laras.
Tanpa sadar wajah mereka saling berdekatan, ada hasrat ntah apa yang membuat bibir mereka spontan untuk terus mendekat. mata mereka terpejam, angin bertiup lirih, dedaunan menari, suara gemercik air mengalir menambah suasana syahdu, terik matahari terhalang oleh awan mendung, hawa dingin menyejukan seakan menyelimuti mereka.
Dan kemudian.....
Gudukdukdukdukdukdukdukkkkdujdukduk
Belum sempat bibir itu saling bersalaman.
Suara gerobak traktor terdengar dari kejauhan.
"setan alas. ini pasti traktornya Darmanto..!!!!" bayu berkata dalam hati.
Darmanto adalah teman dekat bahkan bisa di katakan sahabat Bayu. Sama halnya dengan laras, Darmanto juga tumbuh besar bersama dengan bayu di desa ini.
"Yu bayu wah gak beres bayu. Masih siang weee malu sama matahari hahahahahahaa" suara Darman mengejek melihat Bayu ber duaan dengan Laras.
"Gak beres kenapa Dar?, orang juma duduk duduk abis macul kok" Bayu berkata sambil salah tingkah senyum maksa.
"Awas Yu kalau ber dua duaan nanti ada setan lewat" Darman masih menjaili Bayu sambil menaiki traktornya yang sedang berjalan.
"IYA KAMU SETANNYA DAR....." Bayu berteriak karena Darman telah berlalu menjauhi mereka ber dua.
Laras masih terdiam. Akan apa yang harusnya terjadi tapi terlewatkan. Wajahnya memerah tersipu.
"Maaf ya Ras.. tau sendiri Darman mulutnya kayak gak punya akhlak" Bayu berkata pada laras.
"Yawes ayo pulang Yu. Udah mulai panas" Laras berlalu sambil akan menaiki sepedanya. Dia tak berani memandang Bayu. Sudah jelas, suasana tadi terlalu sayang untuk terlewatkan. Dia sudah terlanjur tersipu hingga wajahnya memerah.
Laras mengowes sepedanya.
"Ras Laras tunggu......" Bayu menaiki sepeda kumbangnya dan segera mengejar Laras.
Ahirnya Bayu bisa menyusul Laras, dan mereka berdua bersepeda dengan beriringan.
Suasana hening memyelimuti mereka.
Bayu menengok ke arah laras "Ras Laras, diem aja dari tadi.?"
Laras tidak mampu berkata kata, dia masih fokus di jalanan dengan wajahnya yang merona diiringi senyum yang tertahan.
"Woe, Laras Permatasari binti Haryono dengan mas kawin rasa cintaku setulusnya dibayar tunai SAHHH." bayu menggoda Laras yang terlihat salting.
"Ngomong sekali lagi tak pecel kamu Yu." Laras tiba tiba cemberut dan berkata dengan jengkel.
"Lagian diem aja dari tadi" imbuh Bayu.
"Biar to orang mulut mulutku" Laras menjawab ketus.
Begitulah Bayu dan Laras. Terkadang seperti kucing dan tikus yang tak pernah akur, matahari dan embun yang tak pernah menyatu, tapi terkadang mereka seperti merah dan jingga di dalam pelangi yang tak mampu terpisah jauh.
Tak berapa lama Laras tiba di depan rumahnya.
"Aku duluan Yu, mau siap siap buat berangkat nanti agak sorean" Laras mengowes sepedanya menuju pekarangan rumahnya.
Bayu hanya tesenyum.
Laras sampai di rumahnya. Setelah menurunkan dongkrak dari kejauhan Laras memperhatikan Bayu. Bayu seakan mempunyai firasat ada sepasang mata indah memperhatikanya, dia menoleh dan tersenyum pada Laras. Kemudian semua berlalu.
Jelas itu bukan perpisahan yang pantas untuk dua sejoli yang bersiap melawan ruang dan waktu, bersiap melawan pedihnya rindu, dan sedang melawan takdir yang tak menentu.
Tak berapa lama Bayu sampai di rumahnya.
"Assalamualaikum. Buk ?" Bayu salam sembari memasuki rumah.
"Waalaikumsalam." Ibu menjawab, dari suaranya sepertinya Ibu ada di belakang rumah sedang memberi makan ayam.
Baru beberapa langkah Bayu masuk rumah, suara motor Bapak terdengar memasuki halaman.
Setelah memakirkan motornya, Bapak memberi salam "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Bayu menjawab.
"Dari mana Pak, bukanya tadi ke Pak Kades, tak liat motornya Bapak gak ada di sana" imbuh Bayu
"Dari rumah Darman, tapi Darman ngak ada e. Mau minta tolong besok bagi bagi bibit ke warga yang sudah pesen sama Pak Kades, Soalnya Pak Kades mau nganter Laras mungkin 2 atau 3 hari dia baru bisa pulang." Bapak menjelaskan sambil berjalan ke dapur menaruh rantangan kosong dan mengambil air minum.
"Owalah. Darman kayaknya mau ke Desa Mekar, tadi aku bertemu d jalan" Bayu menjelaskan sambil ikut berjalan ke dapur.
Suasana yang harmonis dari keluarga Bayu, kesederhanaan yang begitu tentram.
Kemudian.
Bayu membuka tudung saji. Terlihat nasi, telur goreng, ikan asin, tahu dan sambel pete. Jelas itu makanan terenak se jagat raya karena Ibu yang memasaknya.
Setelah mengambil berbagai jenis sumber tenaga itu di piring, Bayu beranjak, Ia menikmati makanan itu di teras depan rumah.
Walau itu makanan terenak se jagat raya. Rasanya tenggorokan Bayu engan menelanya. Dia masih kepikiran Laras, Bayu ingin melihat Laras paling tidak untuk sekali lagi saja sebelum gadis idamannya itu jauh dari Bayu untuk waktu yang lama.
Mendadak Bayu terburu buru menghabiskan makananya. Setelah menghabiskan makananya dan menaruh piring kotor ke tempat cuci piring dia terburu buru juga membasuh tanganya.
"Mau kemana Le. Kok buru buru.?" Ibu bertanya dengan heran.
"Keluar betar buk. Assalamualaikum." Bayu segera kehalaman rumah.
"Waalaikumsalam. Oiya le jemput adikmu sekalian ya" Ibu berkata sambil sedikit berteriak.
Sedangkan bapak haya terheran heran melihat tingkah Bayu.
"Iya Bu..." Bayu menjawab sambil siap mengowes sepeda kumbangnya.
Terdapat ide gila di pikiranya. Ia akan ke rumah Laras, entah nanti beralasan apa ke Pak Kades dia akan pikirkan sambil terus mengowes sepedanya.
Pedal terus dia injak bergantian tapi bertenaga. Pandanganya fokus di jalanan yang sedikit kasar dengan tanah yang kurang rata.
"semoga masih sempat, semoga masih sempat" bayu dalam hati terus bergumam.
Terlihat rumah Laras, tapi tak terlihat mobil yang akan mengantar Laras. Bahkan pintu rumah dan cendela sudah tertutup semua.
" aduh mati aku.." Bayu berkata sendiri
Dia terus mengowes sepedanya. Kali ini tujuanya gapura masuk desa.
Sebenarnya ada jalan pintas bila hanya untuk kendaraan roda 2 atau sepeda. Tapi harus melewati pekarangan belakang rumah warga dan sungai pinggiran desa. dan Bayu mengambil jalan itu.
krocak krocak krocak.
suara sepeda kumbang Bayu.
Dia terus mengowes sekuat tenaga. Kondisi sepeda tua itupun sudah tak di perdulikanya, dimana sudah mulai kocak di sana sini karena Bayu terlalu memaksa mengendarainya.
Bayu sampai di jalan raya dan 100 meter dari sana adalah gapura desa.
Tapi sial bagi Bayu, mobil Pak Kades sudah terlihat keluar dari gapura.
Ia mengowes dengan kencang pedal sepedanya. Tapi laju mobil Pak Kades semakin cepat setelah keluar dari gapura desa.
Terlambat.
Bayu tidak mampu menyusulnya.
Bayu berhenti, nafasnya terengah engah.
Disandarakan sepeda itu di tembok pos kamling sebelah gapura, dia duduk terlentang di kursi pos yang terbuat dari semen sambil mengatur nafasnya.
Matanya terpejam, kesedihan dan kekecewaan jelas terpancar dari raut mukanya, dan mau tak mau dia harus rela mengikhlaskan kepergian Laras tanpa sempat melihatnya sekali lagi.
setelah beberapa menit Bayu di sana.
Bayu beranjak dari tempat duduknya, mengambil sepedanya tapi kali ini Bayu menuntunya menuju ke sekolahan Raka.
setelah sampai di sekolah. ternyata murid murid belum bubar.
disandarkan sepedanya di pagar sekolah. dia melihat kondisi sepedanya. ada beberapa mur dan baut yang longgar, ia mengencangkan dengan seadanya saja.
Bayu masih merenung sambil jongkok, ia memegang ban sepedanya, ada sedikit rasa penyesalan dan kebimbangan, karena untuk beberapa bulan ke depan Bayu tak akan melihat senyumnya, bibir tipisnya, mata bulatnya, canda tawanya Laras lagi.
kringgggggggg...
suara bel sekolah berbunyi.
terlihat anak anak berseragam putih merah dengan dasi merah tut wuri handayani keluar dari kelas satu per satu.
Bayu berdiri menunggu Raka sambil menatap ke arah langit.
"ayo Mas" tiba tiba Raka menyapa di belakang Bayu.
Bayu segera menaiki sepedanya, kemudian Raka menyusul naik di goncengannya. tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut Bayu, biasanya ada saja yang di katakan Bayu pada adiknya hanya untuk menjaili adiknya dan membuat Raka kesal.
mungkin Raka tak mengerti apa yang sedang terjadi. tapi ia tau ada yang lain dari kakanya.
"Mas. Ibuk masak apa Mas ?" Raka bertanya.
"aku luaper e. capek mikir matematika di sekolah tadi" imbuhnya.
"tahu" Bayu menjawab singkat.
"gak ada nasinya. gak ada sayur ya gak ada sambelnya..?" Raka bertanya dengan polosnya.
"ya nanti liaten aja sendiri." Bayu menjawab dengan muka datar.
Bayu hanya berfokus mengowes dan melihat jalanan. tapi semesta tau jiwanya tidak di sana.
Bayu yang bisanya periang dan suka mengoda adiknya kini seperti orang yang berbeda. kesedihan yang mendalam sedang merasukinya. kini dia berharap agar waktu cepat berlalu, hari cepat berganti dan bulan segera menemui purnama demi purnama, agar dia dapat menemui Laras kembali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!