Penerimaan siswa baru di SMA Pelita Kasih telah ditutup karena sudah memenuhi kuota.yang dibutuhkan. SMA Pelita Kasih adalah SMA khusus yang dibuka oleh pemerintah bagi anak-anak yang memiliki bakat diatasi rata-rata. Bakat itu bisa berupa bakat akademis, olahraga, maupun bakat di bidang seni.
Alba Anindya merasa sangat bahagia dan bangga karena ia berhasil diterima di SMA swasta terfavorit di seluruh negeri, mengalahkan beribu-ribu siswa yang mendaftar di sana. Alba Anindya diterima di SMA Pelita Kasih karena berbakat di bidang seni tarik suara dan nilai akademisnya pun lumayan.
Ada satu siswa lagi yang tersenyum bangga dalam kesepiannya karena ia hanya tinggal bersama dengan Papanya dan Papanya selalu sibuk bekerja. Siswa itu bernama Adam Baron, putra dari pemilik Baron grup, konglomerat terpandang di negeri itu. Namun, Adam selalu merasa kesepian meskipun ia hidup bergelimang harta. Mamanya sudah meninggal ketika ia dilahirkan ke dunia ini.
Tidak pernah merasakan kehangatan kasih sayang dari seorang Ibu, membuat Adam tumbuh menjadi anak yang pendiam, selalu murung, dan suka menyendiri. Adam hanya suka berteman dengan buku dan memilih untuk tidak berteman dengan siapa pun di dunia ini kecuali dengan buku dan dengan Pak Samin, asisten rumah tangga Papanya yang sudah mengurus Adam sejak Adam masih bayi.
Memiliki teman berupa buku, membuat Adam tumbuh menjadi anak yang sangat cerdas dan ia berhasil diterima di SMA Pelita Kasih karena selalu memenangkan lomba olimpiade Matematika sejak ia masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak dan nilai akademisnya pun sangat fantastis.
Satu Minggu sebelum kegiatan belajar dan mengajar dimulai, semua siswa di seluruh negeri, sibuk membeli perlengkapan sekolah mereka seperti, seragam sekolah, tas, alat tulis, dan sepatu. Begitu juga dengan Alba. Di suatu pagi yang cerah, Alba mengajak Ayu sahabatnya sejak SMP yang selalu duduk sebangku dengannya, yang juga diterima di SMA Pelita Kasih karena jago menggambar itu, pergi ke sebuah toko buku untuk membeli beberapa buku tulis dan pensil.
Alba dan Ayu sampai di sebuah toko buku yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Alba dan Ayu yang berasal dari keluarga menengah ke bawah, pergi ke toko buku itu dengan naik sepeda. Mereka senang naik sepeda karena selain menyehatkan, naik sepeda juga sangat asyik untuk bisa menikmati pemandangan kota dan menghirup berbagai aroma yang ada di sepanjang jalan secara langsung.
Alba menoleh ke Ayu yang tengah mengayuh sepeda di sebelah sepeda yang ia kayuh, lalu berkata, "Aku mencium aroma kopi. Segar ya!"
Ayu terkekeh geli dan sambil mengayuh sepedanya ia menoleh ke Alba, "Kalau aku mencium aroma roti, bikin laper, hehehehehe"
Kedua sahabat itu lalu tertawa lepas secara bersamaan sambil terus mengayuh sepeda mereka.
Setengah jam berlalu dan akhirnya mereka sampai ke toko buku yang ingin mereka kunjungi di pagi yang cerah itu. Alba dan Ayu memarkirkan sepeda mereka di tempat khusus untuk parkir sepeda dan merak tidak lupa.menggembok sepeda mereka. Lalu kedua sahabat itu masuk ke dalam toko buku dengan bergandengan. tangan.
Sementara itu, Adam di kediaman Papanya yang super mewah dan sangat luas, tengah bertengkar dengan Papanya. Adam merasa muak Papanya selalu sibuk dengan pekerjaannya dan tidak pernah ada untuknya. Papa yang bahkan tidak pernah punya waktu untuk sekadar mengucapkan selamat malam saat ia tidur itu, tiba-tiba membawa seorang wanita muda dan mengatakan ingin menikahi wanita muda itu.
"Aku bahkan tidak mengenal wanita itu, Pa!" pekik Adam kesal sambil melotot ke wanita muda yang Adam perkirakan umurnya tidak jauh dari umurnya.
"Kamu bisa mengenalnya mulai dari sekarang. Papa dan Nindya sudah saling mencintai dan maaf jika Papa baru bisa mengenalkan Nindya ke kamu hari ini karena kesibukannya Papa"
"Papa tidak pernah punya waktu untuk aku tapi punya waktu untuk mendekati wanita itu dan berpacaran?" Adam menghunus tatapan tajam ke kedua sosok manusia yang ada di depannya yang sudah membuatnya merasa sangat muak dan geram.
"Bukan begitu. Papa dan Nindya jarang bertemu karena kesibukan Papa tapi kami.........."
"Cih! Alasan" Sembur Adam dengan sorot mata penuh dengan amarah.
"Ijinkan Papa menikahinya"
"Berapa umurnya?" Tanya Adam.
"Aku berumur dua puluh tahun" sahut Nindya. "Aku baru saja lulus kuliah dan bekerja sebagai guru di SMA............"
"Cih! Aku nggak peduli dengan pekerjaanmu. Dasar wanita murahan. Masih muda berani menggoda laki-laki yang sudah berumur tiga puluh lima tahun dan sudah punya seorang anak sebesar aku. Kau tidak tahu malu, ya?!"
Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipi kanannya Adam dan membuat Adam semakin membenci Papanya. Dia berlari keluar dari dalam rumah tanpa pamit pada Papa dan calon ibu tirinya.
Pak Samin yang melihat kejadian itu merasa prihatin. Dia hanya bisa diam di pojokan dapur. Dia merasa kasihan pada Adam yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri.
Adam langsung melompat naik ke sepeda motor sport yang dia beli sendiri dari uang hadiah lomba olimpiade Matematika yang ia kumpulkan. Adam lalu menutup kaca helm SNI yang juga ia beli sendiri dan melesat ke jalan raya dengan hati yang bergemuruh penuh dengan amarah dan kekecewaan.
Adam mengendarai motor sportnya dengan kecepatan tinggi dan ugal-ugalan karena dia memang tidak pernah kena tilang. Kalau toh kena tilang, ia bisa langsung bebas setelah polisi tahu, ia putra dari Alex Baron.
Dengan kekacauan pikiran dan hati panas oleh amarah, Adam membelokkan motornya dengan asa di sebuah tikungan dan tanpa ia duga, ada dua buah sepeda menuju ke arahnya dari arah berlawanan. Adam kaget dan rem mendadaknya tidak mampu menghindarkan motornya dari tabrakan dengan kedua sepeda yang tengah dikendarai oleh dua orang gadis.
Ketiganya lalu terhempas di atas panasnya aspal....................
"Aduh duh, duh!" Alba mengaduh dan bangun lalu berlari menghampiri Ayu yang masih terkapar di atas aspal. "Ayu, kamu baik-baik saja? bisa bangun? apa yang sakit?"
Ayu bangun mengibaskan debu di jaketnya lalu tersenyum, "Aku baik-baik saja. Untung kita pakai helm dan pelindung lutut jadi, kepala dan lutut kita aman. Kamu apa yang sakit?" Ayu mengamati wajah dan badannya Alba.
Alba meringis, "Siku aku lecet nih tapi, yang lainnya aman"
"Syukurlah" Ayu dan Alba lalu saling memeluk bahu mereka dan bangkit bersamaan. Mereka lalu menatap pemuda yang masih memakai helm yang tertutup rapat kacanya dan pemuda itu tengah menegakkan sepeda motor sportnya lalu mengkondisikan sepeda motor itu ke standar tegak.
"Buka helm kamu!" pekik Alba dengan wajah garang.
Pemuda dengan jaket kulit mahal itu, menoleh ke Alba dan mulai melepas helm mahalnya yang ber-SNI.
Alba dan Ayu terpana melihat wajah pemuda itu, perpaduan wajah Inggris dan Asia yang sangat sempurna. Pemuda itu berambut cokelat dan memiliki bola mata biru tua, berhidung mancung, berkulit putih, berwajah oval tirus, "Sangat tampan" gumam Alba dan Ayu secara bersamaan.
Pemuda itu berkata, "Emm, aku lihat motorku baik-baik saja jadi, aku nggak akan minta ganti rugi sama kalian"
Alba dan Ayu langsung berpandangan lalu dengan cepat mengalihkan perhatian mereka kembali ke pemuda yang masih berdiri tegak di depan mereka. Alba langsung menghampiri pemuda itu dan mencengkeram kerah jaket kulit mahal yang pemuda itu pakai. Alba menggeram kesal, "Kau yang menabrak kami. Harusnya kami yang minta ganti rugi, dasar brengsek!"
Pemuda yang lebih tinggi postur tubuhnya dari Alba itu menunduk untuk menatap Alba dan pemuda itu langsung bergumam dalam hatinya, Manis juga tapi, sayangnya bar-bar. Cih! bukan tipeku sama sekali.
"Apa melotot? kau mau merasakan panasnya aspal lagi? katakan maaf kalau nggak aku akan membantingmu!" Alba memekik kesal dengan kilatan amarah di kedua bola matanya
Adam tersenyum tipis lalu dengan cepat ia menarik tangan Alba dan menggenggam pergelangan tangan Alba dengan kuat, "Aku memegangmu. Bagaimana caranya kau membantingku? dasar cewek barbar"
Ayu yang memiliki karakter lemah lembut melangkah mendekat dan berkata, "Lepaskan sahabatku! Kita bicarakan masalah ini baik-baik"
Pemuda itu melepaskan pergelangan tangannya Alba dan menoleh ke Ayu. Kedua bola mata biru tuanya langsung mengirimkan penilaian atas profil Ayu, ke otaknya, Dia lemah lembut tapi, nggak cantik dan nggak ada manis-manisnya sama sekali wajahnya. Cih! nggak ada yang benar di kedua cewek ini.
"Kau harus obati luka kami dan ganti rugi. Lihatlah! sepeda kami rusak tuh" Alba kembali memekik kesal dengan bersedekap.
"Iya itu benar" sahut Ayu.
Pemuda yang memiliki kecerdasan di atas rata-tata dan terbiasa tidak pernah mau kalau disalahkan, mulai mengedarkan pandangannya dan mencari alasan yang tepat supaya ia bisa bebas dari kedua gadis menyebalkan di depannya.
Dan Pemuda itu akhirnya menemukan rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa jalan sempit itu hanya boleh dilalui dari satu arah saja. Pemuda itu langsung menunjuk rambu lalu lintas itu, "Kalian melawan arah. Aku dari arah yang benar jadi, kalian yang salah kan? Aku permisi" Pemuda itu memakai kembali helm mahal ber-SNI-nya
Alba langsung menarik lengan pemuda itu saat pemuda itu hendak melompat naik kembali ke motornya, "Kau tetap salah karena kau menabrak kami, dasar brengsek! Kau harus bertanggung jawab!"
Pemuda itu menepis tangan Alba sampai Alba terhuyung ke belakang dan hampir jatuh lalu pemuda itu langsung melesat pergi meninggalkan Alba dan Ayu begitu saja.
Alba berteriak kencang, "Kembali kau! dasar brengsek!"
"Sudahlah Al, dia benar kita memang salah. Kita tidak melihat rambu-rambu saat kita berbelok ke jalan ini. Kita melawan arah" sahut Ayu sambil menepuk pundaknya Alba.
Alba menoleh ke Ayu dengan sorot mata kesal, "Kau membelanya karena ia tampan ya?"
"Aku bukannya membela dia tapi, dia memang benar Al, kita melawan arah"
Alba akhirnya menghela napas panjang untuk meredakan amarahnya lalu ia melihat sepeda dia dan sepedanya Ayu, "Lalu kita pulangnya gimana? sepeda kita udah nggak berbentuk sepeda lagi tuh"
"Kita tuntun sepeda kita pelan-pelan sambil jalan-jalan. Di depan tidak jauh dari sini, aku lihat tadi ada bengkel sepeda, kita taruh sepeda kita di sana nanti" sahut Ayu.
Alba kembali menghela napas sambil menegakkan sepedanya yang sudah tidak berbentuk layaknya sepeda. Mereka berdua menuntun sepeda itu sampai ke bengkel sepeda. Mereka menaruh sepeda mereka di sana lalu mereka ke halte bus. Mereka akhirnya pulang naik bus.
Adam mengendarai sepeda motor sportnya dengan lebih pelan dan hati-hati setelah ia menabrak dua gadis aneh menurut penilaiannya. Adam bergumam di atas motornya yang tengah melaju di atas aspal, dua gadis tadi benar-benar nggak ada yang sempurna. cih! Yang satu tadi manis sih tapi, barbar dan yang satu lagi, lemah lembut tapi tidak manis.
Adam memutuskan menenggelamkan dirinya di perpustakaan kota. Dia meminjam setumpuk buku yakni buku robotika kesukaannya, buku Matematika, Elektronika dan satu buku bertajuk "Cara Menyingkirkan Perebut Laki Orang"
Bruk! Adam meletakkan tumpukan buku yang ia pilih di atas meja di dekat jendela yang berada di ruang VVIP perpustakaan kota itu. Adam memilih untuk membaca buku bertajuk "Cara Menyingkirkan Perebut Laki Orang"
Adam membuka-buka halaman buku itu dengan malas-malasan dan akhirnya ia menemukan point yang ia anggap penting dari buku itu. Adam membacanya lirih, "Jika dia merebut Papa kamu dari Mama kamu maka, buat wanita itu mencintaimu dan hempaskan dia setelah ia mencintaimu maka, wanita itu akan lenyap dari kehidupan kalian" Adam membaca point yang ia anggap penting itu dengan senyum lebar dan menjentikkan jarinya, "Oke! Lihat saja, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan aku akan menghempaskan mu, Nindya!"
Adam akhirnya berubah pikiran, dia tidak jadi menenggelamkan diri di perpustakaan kota, ia memutuskan pulang ke rumah dan benar dugaannya, wanita tidak tahu malu yang sudah merebut Papanya darinya, masih berada di rumah.
Papanya Adam bangkit lalu memeluk Adam dan berkata, "Maafkan Papa! Papa tidak bermaksud menamparmu tadi"
Adam tidak membalas pelukan Papanya dan pandangannya menatap dingin sedingin es ke wajah ayu kekasih Papanya. Nindya membeku saat ia bersitatap dengan kedua manik biru tuanya Adam.
Adam lalu mendorong pelan tubuh Papanya dan berkata dengan wajah dingin, "Aku akan ijinkan kalian menikah saat aku udah kuliah nanti. Aku akan kuliah di luar negeri dan menikahlah kalian!"
Papanya Adam tersenyum semringah. CEO Baron grup itu kemudian menoleh sebentar ke kekasihnya yang bernama Nindya, Nindya pun tersenyum semringah. Papanya Adam lalu mengalihkan perhatiannya ke Adam, "Terima kasih, Nak. Kau akhirnya mau memahami Papa. Papa akan menuruti apa mau kamu. Aku dan Nindya akan menikah setelah kamu kuliah"
Adam menatap Nindya lalu menatap Papanya dan tanpa kata ataupun senyum, ia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamarnya, Adam melompat ke kasurnya dan bergumam, "Aku sengaja mengulur waktu Pa. Karena aku akan membuat kekasihmu pergi dari kehidupan kita selama-lamanya setelah ia jatuh cinta padaku. Aku akan membuat wanitamu itu menderita dan pergi menghilang dari kehidupan kita"
Adam rebahan di dalam kamar mewahnya dan terus menatap langit-langit kamarnya yang ada lukisan robotnya. Adam sendiri yang menggambar robot itu karena bosan selalu kesepian di rumah mewah milik papanya itu. Adam lalu meraup kasar wajahnya, "Sial! kenapa lukisan robot itu berganti dengan wajah gadis manis menyebalkan tadi? Wah! udah kacau nih otakku. Aku harus tidur sepertinya" Adam lalu memejamkan kedua matanya dan berhasil tertidur dengan lelap
Bangun tidur, Adam sudah tidak mendapati papanya lagi. Papa dan calon ibu tirinya itu telah lenyap dari pandangannya. Pak Samin mengatakan kalau papanya Adam harus ke luar negeri dan telah berangkat ke bandara tanpa pamit pada Adam dan Adam sudah terbiasa.
Hari yang ditunggu-tunggu oleh para siswa dan para pendidik di seluruh pelosok negeri pun tiba. Hari dimulainya tatap muka antara para guru dan siswa. Hari dimulainya belajar dan mengajar antara para guru dan siswa, dibuka dengan Upacara Bendera dan ditutup dengan pembagian kelas untuk para siswa baru.
Ayu dan Alba berpelukkan saat nama.mereka dipanggil dan masuk di kelas.yang sama, kelas X MIPA-1 yang merupakan kelas unggulan bagi para siswa baru di SMA Pelita Kasih.
Ayu dan Aba lalu duduk sebangku di meja paling depan. Sejak mereka duduk di bangku SMP, mereka memang paling suka duduk di bangku paling depan. Alba menoleh ke Ayu, "Kenapa aku masuk ke kelas unggulan? Nilai aku kan nggak begitu tinggi. Nilai NEM aku rata-rata cuma delapan. Kalau kamu sih pantas, nilai NEM kamu kan rata-rata 8,5.
"Mungkin nilai kamu dapat point plus karena kamu selalu juara di bidang tarik suara" sahut Ayu dengan senyum semringah di wajahnya karena ia bahagia bisa masuk di kelas unggulan di SMA favorit bergengsi dan bisa satu kelas dengan sahabatnya.
Alba pun tersenyum semringah, "Yeeaaahhh! Walaupun sepertinya aku harus belajar lebih keras lagi, aku senang bisa sekelas.denganmu"
Kemudian guru wali kelas masuk dan semu siswa terdiam membisu. Guru wali kelas yang juga mengampu mata pelajaran Matematika itu salah seorang perempuan yang masih sangat muda dan cantik. Semua tersenyum senang menatap guru wali kelas itu kecuali satu siswa yang duduk di bangku pojok paling belakang.
"Selamat pagi Anak-anak" Guru wali kelas itu menyapa kelasnya.
"Pagi Bu Guru" Sahut para murid dengan serempak.
"Perkenalkan nama Ibu, Anindya Darma. Ibu baru saja lulus kuliah dan dipercaya kepala yayasan SMA Pelita Kasih untuk menjadi wali kelas di sini dan Ibu juga dipercaya mengajar kalian semua, mata pelajaran Matematika. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik"
Ucap Guru wali kelas yang cantik itu dengan senyum semringah di wajahnya.
Sial! Kenapa ia bisa mengajar di sini dan menjadi wali kelasku. Gumam Adam.
"Baiklah untuk mempersingkat waktu, ibu akan mulai mengatur tempat duduk kalian. Kalian tidak boleh sebangku dengan sesama jenis. Harus sebangku dengan lawan jenis karena bisanya, jika kalian sebangku dengan sesama jenis, kalian akan lupa memerhatikan guru dan malah asyik bergosip" perkataan guru wali kelas itu, membuat semua siswa terkekeh geli.
Lalu guru wali kelas yang bisa disebut Ibu Nindya itu, mulai mengambil buku absensi dan mengatur letak duduk para siswanya. Dan hal itu membuat Ayu dan Alba tercengang saat mereka mendapati, Alba harus duduk sebangku dengan pemuda yang menabrak mereka beberapa hari yang lalu.
Adam yang ingat betul dengan wajah Alba karena, wajah manis dan sikap beraninya Alba melawan dia waktu tabrakan yang mereka alami, membuat Adam bergumam lirih, "Petaka bagiku duduk sebangku dengan gadis barbar"
Gumaman itu dapat didengar oleh Alba, "Ini juga petaka bagiku. Dasar cowok egois"
Adam dan Alba lalu bersitatap dengan sorot mata penuh kekesalan.
Ayu yang duduk di bangku di depan mereka hanya bisa menghela napas panjang dan tidak berani menoleh ke belakang karena pelajaran telah dimulai.
Alba mulai mengeluarkan buku paket Matematika yang sudah diberikan saat ia membayar daftar ulang karena telah diterima di SMA Pelita kasih sambil menoleh ke Adam. Dia melihat Adam justru merebahkan kepalanya di atas bangku dan tidur.
Alba menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Adam lalu ia mengalihkan perhatiannya ke guru Matematika yang juga wali kelasnya yang masih sangat muda dan sangat cantik.
Bu Nindya, selesai menulis soal sepuluh soal latihan di papan tulis dan kembali meraih buku absensi kelas, ia memanggil nama Alba Anindya karena nama Alba mirip dengan namanya.
Bu Nindya tersenyum ke Alba saat Alba telah maju ke depan dan berdiri di depan papan tulis, "Nama kita sama. Anindya"
Alba tersenyum ke Ibu guru cantiknya dan mulai mencoba untuk mengerjakan satu soal dari kesepuluh soal yang tertulis di papan tulis. Namun, hasil kerjaannya Alba salah. Bu Nindya menyuruh Alba untuk kembali ke tempat duduknya.
Alba kembali ke tempat duduk dan bersitatap dengan Adam yang sudah bangun dari tidurnya dan telah duduk tegak sambil bersedekap.
Alba duduk dan menoleh ke Adam, "Kenapa kau ambil buku catatanku?" Alba menarik buku catatannya dari depan Adam.
Adam tersenyum mengejek, "Catatan kamu tuh banyak banget coretan nggak pentingnya. Kamu pusing sendiri, kan? Dan nggak bisa mengerjakan soal di papan tulis itu, dasar bodoh!'
"Kamu yang bodoh! Belum tentu juga kamu bisa mengerjakan soal di papan tulis itu dan........"
Ucapan Alba terpotong dengan gema suara Bu Nindya memanggil nama Adam Baron untuk maju ke depan dan mengerjakan soal di papan tulis.
Adam maju dan Bu Nindya berkata, "Coba kerjakan satu aja lalu betulkan kesalahannya Alba tadi"
Adam tidak menggubris Bu Nindya. Dia mengerjakan semua soal di papan tulis dengan sangat cepat dan benar semuanya. Bu Nindya tercengang, seluruh siswa di kelas X MIPA-1 pun berdecak kagum. Adam kembali ke tempat duduknya tanpa pamit dan tanpa menoleh ke Bu Nindya.
"Berikan tepuk tangan untuk Adam Baron, anak-anak!" Ucap Bu Nindya.
Adam menatap Bu Nindya dengan kata di dalam hatinya, Aku membuatmu terkesan, kan? Tidak lama lagi, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku lalu aku akan mencampakanmu, cih! Dasar wanita munafik. Sok lembut dan santun menjadi seorang guru, padahal.kau hanyalah seorang wanita penggoda, cih!
Seluruh siswa memberikan tepuk tangan untuk Adam termasuk Alba. Alba sungguh tidak menyangka, kalau pemuda yang egois, kasar dan terkesan malas belajar adalah seorang pemuda yang sangat pandai di bidang Matematika.
Teman sebangkunya Ayu yang dulunya satu SMP dengan Adam menoleh ke belakang dan berkata untuk Ayu dan Alba, "Adam bukan saja jago di bidang Matematika tapi juga jago dalam semua mata pelajaran"
Adam hanya menoleh sekilas ke Theo lalu ia diam saja tidak menimpali ucapannya Theo karena dia memang tidak suka berteman dengan siapa pun dari sejak ia duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.
"Nama kamu, Theo Kusuma, kan?" tanya Alba.
"Iya Nona manis, namaku Theo. Senang berkenalan dengan Nona semanis kamu, hehehehe"
"Dan aku? Kamu nggak senang berkenalan denganku?" tanya Ayu.
"Senang dong. Kamu kan juga manis, hehehehe" sahut Theo. Ayu dan Alba terkekeh geli.
Theo kembali menghadap ke depan saat Bu Nindya menegurnya dan di akhir sesi mengajarnya, Bu Nindya memilih tiga orang kandidat untuk menjadi ketua kelas. Setelah voting dilakukan, pemenangnya adalah Adam Baron. Maka mulai hari itu, Adam Baron adalah ketua kelas di kelas X MiPA-1.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!