Aku Chu Xiaoli, Ratu di abad Kaisar ketiga belas. Aku terkenal licik dan bermuka dua di zamanku. Karena sebuah kecelakaan membawa jiwaku ke dimensi lain.
"bukankah, aku sudah mati?" membuka matanya setelah memasuki tubuh baru. Mulutnya berbusa akibat ada yang sengaja meracuni makanannya. "ah, ingatan siapa ini!" memegang kepalanya dengan keduanya tangannya.
Tubuh ini milik seorang gadis di zaman modern, Lin Xia.
"aku… melintas waktu?" menatap dirinya didepan cermin.
Pemilik tubuh asli sejak kecil selalu dimusuhi oleh para kerabatnya, yang tak lain adalah saudara-saudari dari ayahnya. Setiap hari menerima cacian dan hinaan kemanapun ia berada. Bahkan pemilik tubuh asli tidak pernah mendapat kasih sayang dari neneknya, akibat ayahnya pernah pergi dari rumah tanpa seizinnya.
Saat dihari kematian nenek pemilik tubuh asli, mereka tidak bersedih melainkan saling memperebutkan harta warisannya. Kakak dari ayah pemilik tubuh asli bahkan dimusuhi oleh mereka akibat menghentikan aksi mereka.
Saat mereka tahu, seluruh aset perusahaan diberikan kepada pemilik tubuh asli, mereka berencana membunuhnya setelah hari ketujuh kematian neneknya.
Semenjak tahu Xia masih hidup, mereka semakin menjadi-jadi. Melihat kehidupan pemilik tubuh asli yang sederhana, memberi mereka alasan menindas keluarganya habis-habisan. Mereka memperlakukan keluarga pemilik tubuh asli, seperti seorang pelayan. Setiap hari mencari-cari kesalahan dari ibu pemilik tubuh asli. Bahkan para sepupunya sering mengerjai pemilik tubuh asli.
Tapi mereka tidak tahu bahwa, Lin Xia yang mudah ditindas dan tidak berguna, sudah tidak ada. Sekarang yang berdiri disini adalah Chu Xiaoli. Sang Ratu iblis bermuka dua. Membereskan sekelompok sampah dan berpura-pura lemah? itu kebiasaanku.
Tap…tap…tap seseorang berjalan melangkah mendekatinya dan memeluknya dari belakang, "sayang, apa kau lapar?" tersenyum manis. Setelah melihat senyumnya aku merasa semua rasa sakitku hilang untuk sesaat, karena untuk pertama kalinya aku merasakan kehangatan sebuah keluarga, "iya, ibu masak apa hari ini?" mendongak kearahnya sambil memegang kedua tangannya. Keduanya berjalan bersama menuju meja makan.
Walau sudah ditindas berkali-kali mereka tetap memendamnya dalam hati. Karena bagi mereka, "harta bisa dicari, tapi keutuhan keluarga tidak bisa dibeli."
Ayah pemilik tubuh asli selalu mengajarinya untuk tidak berseteru dengan orang lain. Tapi, itu untuk Lin Xia bukan untukku. Aku Chu Xiaoli akan membalas setiap dendamnya.
.......
.......
.......
Beberapa bulan kemudian, Xia keluar dari rumah tepat jam delapan pagi. Ia berpamitan ke rumah Reina, tapi saat ditengah jalan ia dihadang oleh mobil hitam mewah.
Pintu mobil tiba-tiba terbuka sendiri, seorang pria keluar dari mobil dan berkata, "bos, ada kekacauan di hotel" ucapnya memberikan rekaman cctv.
Xia melihat sekelilingnya dan langsung masuk kedalam mobil. "tak kusangka pertemuan pertama kita akan seperti ini." batinnya tersenyum picik. Pria itu merinding saat melihatnya tersenyum. Sebab, terakhir kali ia tersenyum seperti itu saat akan menghancurkan para musuhnya.
Setelah melihat rekaman cctv, ia mengenakan jubah merahnya beserta topeng diwajahnya, "cepat jalan." ucapnya bersandar di kursi mobil.
Demi pemilik tubuh asli, aku akan membalaskan dendam yang ia simpan selama ini. Agar tidak melibatkan orangtuanya, aku menggunakan identitas baru. Sebagai Bos Mafia yang paling ditakuti, Lin Xiaoli. "Akan ku hancurkan kalian semua satu per satu!"
Sepuluh menit kemudian, mereka sampai di sebuah gedung hotel yang mewah. Seseorang membukakan pintunya sambil mengulurkan tangannya, "selamat datang, Bos!" semuanya membungkukkan badannya. Ia hanya melirik sekitarnya tanpa melontarkan sepatah katapun.
tap…tap…tap… berjalan menuju kamar itu. "bagaimana?" melirik kearah anak buah disebelahnya. Karena takut semua berlutut dihadapannya, "kita gagal membukanya." menundukkan kepalanya.
Xiaoli berjalan mendekati pintu dan menyentuhnya,
"aish, aku melupakan sesuatu" ucap Xiaoli mengetuk pintunya dua kali. Tanpa bicara lagi, dia langsung memukul bagian tengah pintu.
Brakk… nampak pintu yang berlubang setelah dipukulnya, membuat orang didalam ketakutan. "siapa itu!" teriak seorang pria dari dalam kamar.
Xiaoli memberi isyarat melalui jarinya yang diarahkan kedalam kamar itu, "bereskan." ucapnya berjalan kembali ke mobilnya.
Beberapa menit kemudian, seseorang datang melapor padanya, "tugas selesai, Bos!" berlutut di hadapannya. Karena lepas kontrol ia tertawa disertai kebencian dimatanya. Mendengarnya tertawa, orang itu tidak berani mengangkat pandangannya dan gemetaran mencengkeram bajunya.
Untuk meredakan suasana tegang, Xiaoli menepuk pundaknya, "bagus! kuberi kalian bonus." sembari menutup pintu mobil.
Semua orang terbengong kebingungan, "apa… apa yang terjadi!" ujar seorang wanita melirik kanan kirinya. Pria yang berlutut tadi berjalan mendekatinya, "ini akibat mengganggu Sang Ratu, kedepannya jangan coba-coba mengganggunya!" ucapnya menepuk pundak wanita itu. Mendengar kalimat itu, semuanya gemetar dan serempak menganggukkan kepalanya.
Didalam mobil, suasana semakin hening dan mencekam. Xia menoleh kearahnya, "bagaimana persiapannya?" melepas jubah dan topengnya. Pria itu langsung membuka laptopnya, "semua sudah siap, tiga hari kemudian acara akan dilaksanakan." menunjukkan laporannya.
Xia turun dari mobil, "jangan buat kesalahan apapun." melirik ke belakang. Ia menelan ludah dan menganggukkan kepalanya.
tok…tok…tok mengetuk pintu beberapa kali menunggu jawaban, tak lama kemudian seseorang membukakan pintu dan langsung melompat kearahnya. "Kak Xia, kenapa kau lama sekali?". Seorang wanita muncul dari dalam, "Rere, jangan mengganggu, Kak Xia." menggendongnya dan menurunkan kebawah.
Gadis kecil terlihat kesal menatap wajah kakaknya, "hmph, kakak selalu begitu." menggembungkan pipinya sambil cemberut. Xia membungkukkan badannya sambil menjewer kedua telinganya, "maaf ya, aku terlambat." ucapnya dengan tersenyum manis.
Gadis kecil memalingkan wajahnya sambil berkata, "sebagai hukuman, kakak harus masak untukku." memasang muka kesal. "Rere jangan seperti itu!" ucap Reina mengerutkan dahinya.
tap…tap…tap… Xia berjalan masuk kedalam mendekati Rere, "ayam goreng pedas?" mengelus rambutnya dengan lembut. Rere mendongak keatas dan tersenyum, "yeah, Kak Xia yang terbaik." mengangkat kedua tangannya keatas.
Reina berjalan mendekatinya dan berkata, "kau ini jangan selalu memanjakannya." sambil menepuk pundaknya. Xia menoleh kearahnya sambil memiringkan kepalanya, "jika bukan dia, lalu siapa lagi." ucapnya dengan polosnya. Reina yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas panjang, "kalian ini sama saja." mencubit pipi Xia.
Bagiku Reina dan adiknya bukan sekedar tetangga saja, melainkan seperti saudara sendiri. Melihat pertengkaran mereka, membuatku merasakan bagaimana mendapatkan kehangatan dari sebuah persaudaraan.
Mengingat di kehidupanku dulu, tidak seorangpun yang memperdulikan kebahagiaanku. Setelah melintas kemari, aku baru tahu bagaimana kehangatan sebuah keluarga dan rasa persaudaraan.
Tapi, setelah mendapat itu semua bukan berarti aku melupakan tujuan awal ku setelah datang kemari. Bibi dan paman gila harta, sepupu bermuka dua, pria brengsek dan sekelompok teman palsu… tunggu dan lihat saja bagaimana Sang Ratu akan mendidik kalian ke jalan yang benar!.
Siang hari dirumah Reina, suasana menjadi sangat ramai dengan tingkah laku adiknya yang makan dengan lahap.
Reina mengambil tisu dan mengusapkannya pada mulut adiknya itu, "sudah, jangan makan lagi. Nanti kau akan seperti bola." menutup mulutnya menahan tawa. Tapi Rere tidak memperdulikannya dan terus makan dengan lahap, "biarkan saja, kapan lagi aku akan makan masakan, kak Xia." ucapnya dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Xia berjalan mendekat sambil membawa masakannya yang lain, "Rei, karena kau tidak bisa makan pedas. Jadi, ku buatkan ini untukmu." meletakkannya di meja sambil menarik kursi disebelah Reina.
Reina menatap masakan itu, “aku jadi merepotkanmu.” menoleh kearahnya. Xia tersenyum, “kau ini. Oh iya, lusa kalian sibuk tidak?” menoleh kearah Rere. Ia langsung menjawab, “tidak, kami selalu di rumah.” membersihkan mulutnya.
“memangnya ada apa?” tanya Reina seraya mengambil nasi. Xia duduk disebelahnya, “kami akan ke puncak. Kalau kalian ada waktu, ikutlah bersama kami.” memasang muka berharap. Keduanya menganggukkan kepalanya dengan serempak.
Setelah puas bermain, Xia berpamitan pulang, “hati-hati di jalan, Kak Xia.” ucap Rere melambaikan tangannya.
Disepanjang jalan Xia terus melamun, “mereka sudah setuju. Dengan begini, aku tidak akan kerepotan melindungi mereka.” batinnya berjalan selangkah demi selangkah.
Tiga hari kemudian, suasana amat ramai di sebuah hotel berbintang. Tempat acara dibagi menjadi dua, satu khusus membahas bisnis dan yang satu untuk sosialita. Semua yang hadir saling bersosialisasi untuk mempererat hubungan bisnis mereka. Akan tetapi anggota keluarga Ling belum ada yang terlihat disana.
Tap…tap…tap… Sang Ratu bersiap memasuki aula gedung seorang diri. Xia menghela nafas panjang, “Ling Xia, pembalasan dendam mu akan dimulai. Lihat, bagaimana caraku mendidik mereka semua!?” batinnya menatap keramaian dari pintu masuk.
Saat melangkah masuk, semua sorot mata mengarah padanya. Terdengar bisikan dari kerumunan orang-orang, "dia cantik sekali, siapa dia?" gumam orang sekitar sambil menatapnya.
Xia melangkah kedalam tanpa menoleh kearah sekitarnya, "memangnya aku secantik itu?" batinnya memasang muka datar.
Tiba-tiba seorang anak kecil melintas dan menumpahkan minuman di gaunnya, "maafkan aku." ucapnya menundukkan kepalanya. Xia membungkukkan badannya, "apa kau terluka?" sambil memegang pundak anak kecil itu. Anak itu menggelengkan kepalanya.
Xia: author kau sengaja?
Author: aku tidak melihat apapun.
Selang beberapa saat, Xia sudah mengganti gaunnya dengan yang baru. "semoga tidak ke tumpahan lagi." ucapnya menatap cermin didepannya. Seseorang datang melapor padanya, "Bos, orang keluarga Ling sudah datang." ucapnya menghadap Xia.
Xia membalikkan badannya, "akhirnya yang ditunggu datang juga." berjalan menuju aula gedung.
Sebelum memulai, mereka sudah membuat kerusuhan terlebih dahulu, "apa kau tidak tahu? bajuku ini sangat mahal!" bentak seorang wanita kearah anak kecil didepannya.
Xia mendekatinya perlahan, "bukankah itu, anak yang tadi? hemm… kelihatannya memang sengaja." batinnya menyentuh keningnya. Melihat Xia, anak itu langsung berlari kearahnya, "mami, mereka menindasku." ucapnya memeluknya dengan erat.
Xia menundukkan kepalanya, "tunggu! kenapa jadi begini?"
"Oh, ternyata kau ibunya." ucap seorang wanita berjalan mendekatinya. Xia melirik kearahnya, "Ling Jing? kebetulan sekali." sambil tersenyum picik.
Anak itu menarik lengan baju Xia, "bekerjalah untukku!" bisiknya dengan angkuh. Xia menoleh kearahnya dan menjawab, "mainkan peranmu dengan baik." memberinya tatapan dingin.
"hei, aku bicara padamu." teriak Ling Jing kearahnya.
Xia berdiri tanpa menatapnya, "apa yang diperbuat olehnya, Nona?" ucapnya sambil mengelus rambut anak itu. Mendengar perkataan Xia, semua orang saling berbisik mengenai Ling Jing, "siapa dia? dia tidak punya etika sedikitpun?!" gumam orang-orang sekitarnya. "dia itu Ling Jing. Dengar-dengar dia sangat sombong, ternyata memang benar." saling menggunjing sambil menatapnya
Ling Jing yang mengamuk berjalan mendekatinya, "dasar wanita ******!" ucapnya dengan mengangkat tangannya. Dengan spontan Xia menangkapnya, "kau mau apa?" meremas tangannya sambil tersenyum pahit.
Ia berteriak kesakitan, "ibu!" menangis histeris. Ibunya langsung datang menghampirinya, "siapa yang melakukannya?" bentak ibu Ling Jing.
Ditengah kegaduhan seperti itu, Xia dengan santainya berdiri di antara kerumunan orang-orang sambil memegang jus jeruk. "jus?" ucapnya menyodorkan gelas berisi jus kearah anak itu.
Anak itu menjawab, "kakak, kau sedang apa? ini belum selesai." sahutnya yang kebingungan. Xia menarik anak itu ke sisinya, "kita tunggu sebentar lagi." ujarnya menghabiskan jusnya.
Tak lama kemudian, datanglah Kakak Ling Jing dengan Ji Li mantan tunangannya. Ia berjalan mendekat, "apa yang terjadi?" memegang tangan sang adik.
Xia langsung meletakkan gelasnya, "akhirnya datang juga." menatapnya seraya duduk menyilangkan kakinya.
Ling Jing mengaduh pada kakaknya, "kakak, wanita itu yang melakukannya." ucapnya menuding Xia. Ling Jia mendekatinya, "apa benar kau yang melakukannya?" ucapnya dengan sopan. Xia memalingkan wajahnya, "habiskan jus mu." ujarnya mengacuhkannya.
Karena merasa diacuhkan, ia menekan pundak Xia dengan keras, "aku bicara denganmu." ucapnya sambil menatap wajahnya. Xia menoleh kearah tangannya yang berada di pundaknya, "singkirkan tanganmu." ujarnya dengan dingin. Ia malah menekannya lebih keras, "jawab dulu pertanyaan ku." sahut Ling Jia dengan tersenyum dingin.
Xia menghela nafas panjang, "apa kau tuli?!" menepis tangannya sampai terpental.
Ji Li menangkapnya dari belakang, "kasar sekali kau!" menatapnya dengan tajam.
Xia menguap, "jam berapa sekarang?" menoleh kearah anak kecil itu. Dia menjawab, "sembilan belas tiga puluh menit." sahutnya menatap jam tangannya.
"sudah waktunya." batin Xia berjalan mendekati mereka.
Kedua kakak beradik tiba-tiba gemetaran, "kau mau apa?" ucapnya bersamaan.
"katanya menyele…"
Plak… Ibu mereka menampar wajah Xia dengan geram, "cukup! sudah cukup!" ucapnya menggetakkan giginya.
Anak itu terkejut, "gawat! aku membuat masalah besar." gumamnya menghubungi seseorang dengan ponselnya.
Xia menundukkan kepalanya sambil menyentuh pipinya, "aduh! wajahku lengket." batinnya yang setengah jengkel dan setengah menahan tawa.
"ada apa ini!" ujar ayah Ling Jing berjalan mendekati kerumunan bersama para investor lainnya.
Xia melirik kearahnya, "pas sekali." gumamnya tersenyum picik.
Ia menatap putrinya, "apa kau bisa menjelaskan?" bertanya untuk kedua kalinya. Ling Jing menjawab, "ayah, wanita ini menyakitiku dan kakak." ucapnya sambil terisak-isak.
Anak itu panik, "sialan, si tua Ling sudah terlanjur datang. Sekarang, bagaimana caraku menyelamatkan wanita itu?" ucapnya mencari akal. "oh iya, aku suruh ayah kemari saja." mengirimkan pesan singkat kepada ayahnya dengan spontan.
"Nona, apa itu benar?" Tanyanya menoleh kearah Xia. Namun, dia tidak menghiraukannya, melainkan sibuk memperbaiki riasan wajahnya.
"apa wanita ini tuli setelah ditampar oleh nyonya Ling? Presdir Ling sedang bicara padanya, tapi dia malah mengacuhkannya." gumam orang-orang di sekitarnya.
Ia yang penasaran, berjalan mendekati Xia, "nona aku bicara padamu?" ujarnya menekan pundak Xia.
Xia mengangkat pandangannya kearahnya, "turunkan wajahmu!" ucapnya memberikan tatapan dingin kearahnya.
Ia ketakutan melihat sorot matanya tapi masih berusaha tegap agar reputasinya tidak jatuh dihadapan orang-orang.
Ji Li melangkah maju, "berani sekali kau membentak ayah mertuaku!" mencoba menggertaknya.
"oh, anjing mana yang sedang menggonggong?" sahut Xia berjalan menghampirinya.
"yang benar saja, kau pikir bisa menggertak ku dengan mudah? Memang bocah ingusan yang baru lahir." batin Xia
Ji Li mengangkat tangannya karena kesal, "kau ini!"
"jangan gegabah." ujar Presdir Ling menangkap tangannya.
Ia menghadap Xia, "Nona, kami tidak ingin mencari masalah denganmu…"
"lalu, apa arti intimidasi dari kedua putrimu? bercanda? atau mencari sensasi?" ujar Xia menyela dengan nada angkuh.
"dasar tidak tahu malu!" teriak istri Presdir Ling berjalan cepat menghampirinya hendak memukulnya.
Xia dengan spontan menangkap tangan wanita itu, "yang pertama ku anggap kau memukul nyamuk di wajahku…" sambil menggenggam tangannya dengan erat.
Perlahan mendekatkan wajahnya ke telinga wanita itu, "yang kedua ku anggap… kau butuh psikolog!" mendorongnya hingga jatuh tersungkur.
"ibu!" "istriku!" "ibu mertua!" ucap bersamaan.
"dasar ******!" teriak Ling Jia mengangkat tangannya.
Xia tersenyum pahit, "apa disini tidak ada cermin?" batinnya sembari menangkis tangan Ling Jia seraya menamparnya balik.
PLAK…
Bunyi tamparan itu bergeming ke seluruh ruangan. Terlihat wajah Ling Jia memar setelah dipukulnya, "semuanya hajar wanita itu." ucap Ji Li yang geram.
Xia menatapnya dengan datar, "cih, mengandalkan mereka untuk apa?" seraya mengambil ancang-ancang.
"tunggu!" bocah kecil itu menghadang dari depan.
PLAK…
Demi melindungi Xia bocah kecil ini malah terkena imbasnya.
Xia menurunkan pandangannya, "kenapa kau memukul anak kecil?" ucapnya memegang wajah bocah itu yang memar. "apakah sakit?" tanyanya menatap bocah itu dengan khawatir. Anak itu pun tersenyum, "tidak, sama sekali tidak sakit." sambil memegang erat tangannya.
"ternyata kelemahannya ada di anak itu." gumam Ling Jia memperhatikan.
"semuanya, hajar anak itu." teriaknya Ling Jia memerintah anak buah Ji Li dengan tersenyum picik.
Xia berdiri sembari menatap para pria kekar yang ada didepannya, "ku peringatkan, jangan membuatku kesal!" ucapnya melepas genggaman bocah kecil itu.
"tunggu apa lagi! beri pelajaran wanita itu!" teriak Ling Jing dengan penuh kebencian.
Xia terpaksa menarik mereka ketengah aula gedung. Sampai disana dia langsung menaiki meja makan. Dengan menghentakkan kakinya, ia menendang semua piring dan gelas kearah mereka.
"aghhhhhh" teriak orang-orang itu terkena pecahan kacanya.
Xia turun dari meja makan dengan memutarkan tubuhnya seperti ****** beliung, ia mendarat layaknya seorang pendekar yang tidak takut mati.
TAP…TAP…TAP…
"kenapa ribut sekali disini?" ujar Ken melangkah mendekat.
Tiba-tiba semuanya diam membisu, tak seorangpun berani menjawabnya. Seseorang membisikkan sesuatu kepadanya, "tuan, ibu dari anak itu bertengkar dengan anggota keluarga Ling." ucapnya sambil menunjuk kearah bocah itu.
"Nino?" gumam Ken menoleh kearah bocah itu.
"habis sudah mereka, asisten Ken sangat benci ada yang mengacau di pestanya." gumam orang-orang.
Presdir Ling berdiri menghadap Xia, "Nona, aku tidak tahu apa yang membuatmu melakukan ini semua. Tapi, kuharap kita bisa menyelesaikan masalah ini sekarang juga." ucapnya dengan sopan.
"oh, bagaimana cara menyelesaikannya?" Jawab Xia tanpa menatap wajahnya.
Ling Jing berjalan maju, "minta maaflah sambil berlutut." ucapnya dengan lantang.
"tidak! semua ini salahku. Wanita ini tidak ada hubungannya denganku, jika ingin meminta maaf, biar aku yang melakukannya." ujar bocah itu berlari kearahnya sambil meraih tangan Xia.
Ken tertegun dengan jawaban Nino. Tuan muda yang terkenal berdarah dingin, bisa memohon untuk menyelamatkan seorang wanita dihadapannya.
Ling Jia mengangkat pandangannya, "artinya, dia sengaja mencari masalah." batinnya menatap Xia.
Xia menurunkan pandangannya, "ternyata bocah kecil ini bisa diandalkan." batinnya sambil tersenyum.
"tidak perlu memohon untukku." ucap Xia mengelus rambut bocah itu.
"ck, sombong sekali dia?" gumam Ling Jia menatapnya.
Xia membalikkan badannya kearah Ken, "masih diam saja?" ucapnya.
Ken terkejut, "bos!" ucapnya yang mematung.
Tidak hanya Ken yang syok, semua orang yang berada disana juga ikut mematung, "apa?! bos? jangan-jangan dia adalah… LX, bos mafia yang paling misterius?" bisik orang-orang sekitarnya.
"wanita ini adalah… LX?" gumam bocah kecil itu mendongak kearahnya.
Empat orang pria membawakan kursi singgasananya, "silahkan, bos." ucapnya menundukkan kepalanya.
Dia melangkah dengan angkuhnya dengan mengibaskan jubahnya saat hendak duduk disana, "jadi, bagaimana menyelesaikannya?" menyilangkan kakinya sambil memutar belati ditangannya.
BRUK…
Presdir Ling berlutut dihadapannya, "aku yang akan meminta maaf padamu." ucapnya memohon padanya.
"ayah." Ling Jing yang berjalan menghampirinya. "diam! semua ini karena mu." membentaknya dengan dingin.
"apa aku menyuruhmu berlutut?" menatapnya dengan tajam.
Xia membungkukkan badannya, "seharusnya, kau mengerti maksudku, kan." mendongakkan wajah Presdir Ling dengan belatinya.
Dia berjalan mendekati istrinya dan menamparnya dengan keras, PLAK… "suamiku, kau…" ucapnya yang terkejut.
"diam! atau kau akan kehilangan segalanya." gumamnya memberi isyarat.
Keduanya sama-sama berlutut dihadapannya, "mohon maafkan kami." ucapnya bersamaan.
Xia melangkah mendekatinya, "aku akan mengingat penghinaan ini." menghentikan langkahnya disamping mereka berlutut.
"Ken! urus sisanya." ucapnya melambaikan tangannya sambil menggandeng tangan anak itu berjalan keluar dari sana.
"tak kusangka, LX adalah seorang wanita." batin Ji Li yang terus menatapnya.
Rumah Sakit Kota
"bagaimana dokter?"
"Nona, kau tenang saja. Putramu baik-baik saja, memarnya akan hilang dalam seminggu." menjelaskan secara rinci.
"dia bukan putraku." ucapnya dengan tegas.
Nino terdiam, "semua wanita di dunia ingin menjadi ibuku, tapi tidak dengannya. Dan…kenapa saat wanita ini bilang begitu… hatiku terasa sakit." batinnya sambil menyentuh dadanya.
"karena sudah tidak ada urusan lagi, aku akan pergi dulu." berdiri hendak meninggalkannya. Nino meraih tangannya, "bisakah kau tetap disini sampai ayahku datang?" memasang muka berharap.
Xia menghela nafas, "baiklah" duduk kembali.
"apa kau bisa mendongeng?" bersandar di pangkuannya.
"kau mau dengar?" mengelus rambutnya.
"iya"
"dahulu kala, ada…"
Beberapa saat kemudian, Nino sudah tertidur di dalam pangkuannya, "terimakasih sudah membantuku." mencium keningnya seraya memapahnya ke tempat tidur.
Xia menutup wajahnya dengan masker, "sudah waktunya aku kembali." batinnya meninggalkan Nino.
Tepat di lobi rumah sakit, Xia berpapasan dengan seorang pria memakai jas putih saat ia mengibaskan rambutnya ke belakang.
"parfum ini." batin pria itu menoleh kearahnya.
"ah, siapapun bisa memiliki parfum ini." melanjutkan langkahnya.
"kakak! sapu tanganmu ketinggalan!" teriak Nino yang berlari berusaha mengejarnya. Tapi Xia sudah menginjak gas mobilnya dan melaju dengan cepat.
"Nino!" terdengar suara bentakan keluar dari nada berat seorang pria di belakangnya.
Nino membalikkan badannya ke belakang, "aa…ayah." ucapnya tergagap.
Penginapan di Puncak Gunung
"dimana kau Xia?" ibu Xia yang mondar-mandir gelisah.
Semua orang nampak cemas mendengar Xia yang tak kunjung kembali setelah pergi ke pasar.
TOK…TOK…TOK…
"aku pulang." ucap Xia yang mengetuk pintu dari luar.
Mereka berjalan tergesa-gesa menuju pintu, "Xia" semuanya terkejut melihat dirinya dengan baju yang kotor serta luka di tangan dan wajahnya.
"ada apa ini, kenapa tangan dan wajahmu memar?" ibunya langsung memeriksa keadaannya. Salah seorang warga menjawab, "aku tadi menemukannya telungkup di tumpukan dedaunan di pinggir jalan."
"apa?!" teriak Reina dan Rere bersamaan.
"kalian masuklah dulu." ucap Xia mendorong perlahan yang lain kedalam.
Xia memutar badannya, "terimakasih sudah mengantarku kemari." memberikan senyuman manis.
"iya, sama-sama. Lain kali hati-hati." sahutnya berjalan kembali.
"paman, bibi, hati-hati dijalan" ucap Xia sambil melambaikan tangannya.
Setelah kedua orang yang mengantarkannya kembali pergi, Xia baru merasakan sesuatu di belakangnya.
"tunggu! kenapa hawa di belakangku sangat dingin?" gumamnya membalikkan badannya perlahan.
Semua sorot mata mengarah padanya, "katakan, apa yang terjadi?" ucap ayahnya dengan tegas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!