Menjadi seorang sugar baby, bukanlah keinginan gadis cantik nan seksi yang bernama Giara Divania. Gadis berusia 20 tahun ini terpaksa menjadi seorang sugar baby, karena dia harus membiayai Ibunya yang tengah sakit keras.
Ayahnya telah meninggal sejak sepuluh tahun lalu. Semenjak itu, Giara mencoba bekerja keras berjualan demi membantu sang Ibu. Dua tahun terakhir, Ibunya mengidap penyakit diabetes dan jantung, yang menyebabkan Giara harus bekerja ekstra untuk menggantikan posisi Ibunya berjualan kue.
Berjualan kue nyatanya tak mampu mencukupi kebutuhan Giara dan sang Ibu. Terlebih biaya berobat jalan tentu saja membutuhkan uang yang tak sedikit. Giara saat ini juga tengah kuliah di sebuah universitas.
Hingga akhirnya, Giara diajak oleh salah satu teman masa SMA-nya yang bernama Belva Natasya. Belva bekerja di sebuah diskotek, dan Belva menyarankan agar Giara menjadi sugar baby Om-Om yang ber-uang. Demi menyambung hidup, hal itu tentu saja akan memudahkan Giara untuk mendapatkan uang.
Awalnya Giara menolak, karena baginya, menjadi seorang sugar baby tak jauh berbeda dengan menjadi seorang pelac*r. Giara tak ingin melakukan hal tersebut. Namun, karena melihat kecantikan dan kemolekan tubuh Giara, Belva yakin, pasti akan banyak pria-pria tua kaya yang menginginkannya.
Konteks sugar baby yang Belva jelaskan tentu saja bukanlah seperti wanita malam yang menyerahkan tubuhnya pada pria hidung belang. Namun, menjadi sugar baby di sini adalah, menemani para sugar daddy yang kesepian dan selalu ada bersama mereka di kala sugar dady membutuhkannya.
Hanya sekadar menjadi kekasih gelap dan berjalan-jalan bersama menuntaskan rasa kesepiannya. Itulah yang sering Belva katakan. Tawaran yang tak cukup buruk, hingga akhirnya Giara menyetujuinya. Kini, telah satu tahun lamanya ia berprofesi menjadi seorang sugar baby.
Siang ini, Belva tengah beristirahat di kantin kampusnya bersama dengan Belva. Belva adalah satu-satunya sahabat Giara, yang tahu seluk-beluk kehidupan Giara. Karena Belva juga lah yang menjadi jalan awal menjadikan Giara sebagai sugar baby.
"Malam ini lo kencan sama siapa?" tanya Belva.
"Sama Om Roy. Dia ngajak gue makan malam di kapal pesiar. Romantis banget, 'kan?"
"Hati-Hati lho, bukannya Om Roy itu istrinya galak?"
"Gue gak ngapa-ngapain sama Om Roy. Gue cuma nemenin dia doang. Sebatas saling merangkul itu wajar, 'kan?"
"Pokoknya lu harus ekstra waspada. Denger-Denger, Om Roy cari sugar baby kayak kita tuh karena istrinya galak. Dia mumet sama istrinya, jadi dia cari kesenangan di luar." jelas Belva.
"Walaupun begitu, Om Roy tipe yang setia dan penurut sih kalau kata gue. Dia tuh cinta sama istrinya, tapi sayang sikap posesif istrinya bikin Om Roy merasa terkekang. Selama jalan sama gue, dia baik banget. Dia gak pernah sedikitpun megang bagian sensitif milik gue. Dia cuma ngerangkul dan megang tangan doang. Hanya sebatas itu, sih. Intinya, Om Roy cuma mau menenangkan dirinya, dari sifat posesif istrinya yang galak itu! Makanya dia cari pelampiasan ke gue." Giara nampaknya tahu seluk-belu pria tua yang bernama Om Roy.
"Lo emang hebat sih cari sugar daddy yang bener-bener just want to fun aja. Jangan sampe lo ninju sugar daddy yang mau nidurin lo lagi. Khawatir gue sama lo." Balas Belva.
Giara terkekeh, "Lo tenang aja. Gak sia-sia kan gue belajar silat selama sekolah. Ini nih hasilnya,"
"Ya tetep aja gue khawatir sama lo, Ra. Lo itu cewek, gimana kalau mereka macem-macem, dan ngelakuin hal gila sama lo? Pokoknya lo harus hati-hati deh. Daripada nyawa lu melayang, mending lu kasih aja sekalian sama plus-plusnya! Entar juga lo ngerasain enak, kok." Saran Belva.
"Gak mau gue. Ogah banget. Gila lu ya? Jangan menjerumuskan gue! Dalam hidup ini, gue punya tujuan. Gue jadi sugar baby cuma niat cari tambahan uang buat berobat nyokap. Jangan ngajak yang gak bener deh. Kalo lo udah terjerumus ke arah sana, ya lo aja sendiri! Jangan ajak-ajak gue." Sentak Giara.
"Ya ampun, sorry deh sorry. Iya, iya gue ngerti tujuan lo jadi gula. Gue gak akan ajak-ajakin lo buat ngelakuin hal kayak gitu!"
"Emangnya gue kayak elu apa? Yang sering banget beli testpack saking takutnya!"
"Ssshhtt, jangan berisik! Nanti anak-anak denger!" Belva meminta agar Giara jangan terlalu keras berbicara.
"Abisnya lo mancing-mancing terus sih!"
"Sori deh sori,"
Selang beberapa waktu berlalu, akhirnya jam istirahat mereka berakhir. Giara dan Belva akhirnya masuk kelas lagi, karena ada satu mata kuliah lagi yang harus mereka selesaikan.
Giara sudah jengah berada di kampus. Ia ingin segera bertemu dengan Om Roy, dan makan malam bersama pria tua nan kaya raya itu. Giara menikmati profesinya saat kni, karena ia tak perlu bingung memikirkan uang saku untuk kuliah dan berobat Ibunya.
Tiba-Tiba, dosen senior yang bernama Pak Sugandi, masuk kelas dan memberi tahu para mahasiswa, bahwa dirinya akan dipindahkan menjadi dosen pembimbing untuk mahasiswa tingkat akhir.
Sebagai gantinya, Pak Gandi telah membawa dosen baru yang lebih fresh dan muda, untuk mendampingi mata kuliah kali ini. Dosen baru itu tentu saja yang akan menggantikan Pak Gandi untuk mengajari mereka semua.
"Karena saya harus mendampingi mahasiswa tingkat akhir, jadi kalian semua untuk mata kuliah hukum pidana, akan dibimbing oleh dosen baru yang akan menggantikan saya secara permanen. Mau tidak mau, kalian harus menerimanya. Kalian pasti berat kan kehilangan saya?" Pak Gandi sedikit terkekeh.
Banyak sekali respon kecewa yang mereka perlihatkan. Bukan tanpa alasan, mereka memang menyukai sosok Dosen seperti Pak Gandi, karena Pak Gandi jika mengajar selalu cepat dan tak banyak bicara.
Giara termasuk orang yang menentang Pak Gandi pindah mengajar, karena jika dengan Pak Gandi, Giara akan mudah sekali pulang kampus dan tak pernah menyulitkan. Dengan dosen baru? Bagaimana nanti orangnya? Akankah se-asyik Pak Gandi? Atau bahkan lebih kejam?
"Silakan masuk, Pak Nicko Alandani, sebagai dosen pengganti, yang akan membimbing mata kuliah kalian untuk kedepannya. Beri tepuk tangah yang meriah untuk kedatangan Pak Nicko, sebagai bagian dari kampus kita " Seru Pak Gandi.
Seorang pria gagah berusia 34 tahun itu pun memasuki ruangan kampus. Wajahnya yang tampan, dan tubuhnya yang atletis, membuat semua mahasiswi bersorak sorai karena melihat ketampanannya.
Dialah dosen muda yang akan menggantikan sosok Pak Sugandi. Wajahnya yang tampan tak bisa dibohongi. Banyak sekali mahasiswi yang tertarik melihat dosen muda itu berdiri di depan kelas.
"Kalian bisa berkenalan lebih intens dengan Pak Nicko ini ya. Terlihat sekali jika dia masih muda bukan? Pasti asyik dan tidak kolot seperti saya. Baiklah, kita berjumpa lagi di lain waktu. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih pada kalian semua, yang telah belajar dan bekerja sama dengan saya. Mata kuliah ini akan dilanjutkan oleh Pak Nicko. Selamat dan tetap semangat ya," Pak Sugandi melambaikan tangannya.
"Selamat siang menjelang sore. Perkenalkan, nama saya Nicko Alandani. Saya berusia 34 tahun, dan saya akan menggantikan posisi Pak Sugandi untuk mengajar mata kuliah hukum perdata dan pidana di fakultas ini. Semoga kita selalu diberikan kesehatan. Mohon kerjasamanya, daei rekan-rekan mahasiswa sekalian." Ucao Nicko begitu sopan dan ramah.
Mereka bertepuk tangan dengan meriah. Selain tampan, siara Nicko juga begitu nyaring di telinga mereka. Nicko benar-benar merupakan sosok dosen baru idola mahasiswi di fakultas ilmu hukum ini.
Sebenarnya, ada beberapa mahasiswa yang keberatan jika Pak Gandi pindah. Belva dan Giara saling menatap. Mereka sedikit kebingungan, dengan kehadiran dosen baru ini. Namun, karena ketampanan dan kharisma Nicko, mengalahkan keraguan mereka. Semua mahasiswi begitu memuji dan mengelu-elukan dosen baru mereka.
"Ya Tuhan, cakep banget dosennya. Pasti betah deh kita ada di kelasnya." Bisik salah satu teman Giara.
"Bener banget. Selama suntuk ngerjain tugas dan materi, kita bisa penyegaran dengan menatap wajah tampannya. Bener gak?" timpal Anya.
Tak kalah dengan rekan yang lain, sebagai wanita normal pun, Belva merasa jika Nicko benar-benar tampan. Tanpa disadari, Belva refleks memuji ketampanan Nicko yang tengah berdiri didepan kelas.
"Bener banget ucapan anak-anak yang lain. Dosen baru ini cakepnya bukan main! Dia tampan dan berkharisma banget. Gue kayaknya bakalan lebih fokus sama wajahnya daripada sama pelajarannya." Ujar Belva menatap Nicko, sembari memegang dagunya.
"Alah, cakep doang buat apa? Modal cakep gak cukup bikin cewek bahagia. Kenapa harus pada tergila-gila sama ketampanannya sih? Bagi gue, biarpun tua dan udah keriput, yang penting banyak duitnya! Itu lebih greget dan bikin kita bahagia!" Sambar Giara, membalas perkataan Belva tentang Nicko, sang dosen baru.
"Ya Tuhan, lu emang udah gelap mata. Yang dipikirin cuma duit-duit mulu, sih! Jangan jelek-jelekin Pak Dosen baru ini, nanti lu kualat, baru rasa lu. Gimana kalo nanti lu malah jatuh cinta sama dia?" serang Belva.
"Astaga, amit-amit tujuh turunan deh. Gue gak minat sama cowok tampan. Gue cuma minat sama cowok berduit. Cowok tampan itu bisanya cuma nyakitin, tahu gak!" Balas Giara.
"Gue sumpahin lu jatuh cinta beneran ama nih dosen baru!"
"Cih, sumpah lu gak akan mempan buat gue." Ucap Giara seraya menatap Nicko, yang dikata mereka begitu tampan.
Tanpa sadar, ternyata pandangan mata mereka beradu. Nicko dan Giara saling menatap. Karena salah tingkah, Giara langsung memalingkan pandangannya kearah lain. Ini sangat tak diduga, kenapa saat Giara menatap Nicko, Nicko juga tengah menatapnya?
Ck, sial. Ngapain gue harus liatin dia? Ucap Giara dalam hati.
*Bersambung*
Berbeda dengan Giara, di saat mahasiswa lain memuja dan mengagumi sosok dosen baru mereka, Giara malah terkesan malas menatap wajahnya. Bagaimana tidak, selama mata kuliahnya dengan Pak Sugandi, Giara bisa dengan bebasnya izin sesuka hati, karena Pak Gandi tak pernah mempermasalahkan hal tersebut.
Dengan dosen baru seperti sekarang ini, tentu saja Giara tak tahu kebijakan-kebijakan apa yang dia miliki. Giara sangat malas, jika dosen muda dihadapannya ini akan begitu menjengkelkan dan menyebalkan.
Sesuai janji, Giara akan bertemu dengan Om Roy pada pukul empat sore. Seperti biasa, ia pasti akan izin jika mata kuliah belum selesai. Jika dengan Pak Gandi, Giara biasa melakukannya. Pak Gandi tak pernah mempersulit izin atau apapun.
Namun kali ini, dengan dosen baru ini? Mungkinkah Giara bisa alasan izin seperti biasanya? Ada sedikit kekhawatiran dalam diri Giara saat ini. Ia tak tahu bagaimana karakter dosen barunya ini.
Perkenalan demi perkenalan, telah Nicko langsungkan. Sebagai dosen baru, ia terlihat begitu friendly dan asyik diajak berbicara. Beberapa mahasiswa begitu kagum dengan sifat Nicko saat ini.
“Kalian bisa panggil saya Pak Nick ya. Rekan sejawat saya pun memanggil saya Nick, bahkan senior-senior saya juga memanggil Nick,” seru Nicko mengawali perkenalannya dengan mahasiswa-mahasiswi barunya.
“Pak, kalau pake tambahan boleh gak?” Tanya Dera begitu semangat.
Nicko mengernyitkan dahinya, “Tambahan? Tambahan apa?”
“Pak Nick Handsome ...” Dera tertawa begitu antusias.
Semua mahasiswa menyoraki Dera yang begitu blak-blakkan mengatakan bahwa Nicko tampan. Mereka sepertinya mengakui jika Nicko memang tampan, karena itulah mereka terlihat antusias berinteraksi dengan Nicko.
“Nick saja, itu terlalu hiperbola menurut saya.” Nicko terlalu datar.
“Yaelah si Bapak, gak bisa apa ya diajak bercanda,” Genk Dera dan kawan-kawannya mulai terkekeh.
“Sudah, sudah ... saya minta perwakilan di kelas ini untuk maju kedepan ya. Saya ingin berkenalan juga dengan kalian.” Ucap Nicko.
Hanya Giara yang tak suka menatap dosen baru mereka yang tampan itu. Giara bukan tak suka pada Nicko, hanya saja, Giara takut jika kebijakan Nicko tak sama dengan Pak Sugandi.
Aarrrgghh, nyebelin banget deh. Harusnya kan Pak Gandi yang di sini. Eh, ini malah dia. Mana nanti gue janjian ketemu sama Om Roy lagi. Ah, moga aja dia gak akan ribet dan mempersulit gue seperti Miss Niar dulu. Batin Giara dalam hati.
Selepas perkenalan itu, akhirnya Nicko mulai mengajar materi kuliah sesuai dengan materi terakhir yang diberikan Pak Sugandi. Saat mengajar, Nicko begitu serius. Berbeda saat ia masih berkenalan dan berbicara santai diawal pertemuan tadi.
Selama kuliah berlangsung, Giara terus menatap jam tangannya. Sudah pukul empat, dan kuliah masih juga belum berakhir. Ini memusingkan, bagaimana jika Giara terlambat menemui Om Roy?
Giara melihat ponselnya. Sudah tiga kali Om Roy menghubunginya. Pria tua itu pasti tengah menjemputnya saat ini. Giara tak mau ambil pusing. Ia mencoba untuk mendekati meja Nicko, dan meminta izin untuk pulang lebih dulu, dengan alasan kepentingan keluarga.
“Pak Nicko, mohon maaf sebelumnya. Apa kelas masih akan tetap berlangsung? Jika masih lama, apa boleh saya izin meninggalkan mata kuliah saat ini? Saya ada acara keluarga, dan orang tua meminta agar saya segera pulang sekarang.” Ucap Giara begitu hati-hati.
Nicko menatap Giara yang terlihat begitu terpaksa meminta izin, “Siapa namamu?”
“Giara Divania, Pak.”
Nicko mengangguk. Ia membuka absensi mahasiswa di kelas ini, dan mencari nama Giara Divania. Betapa tercengangnya Nicko, mendapati absensi Giara yang buruk, dan banyak sekali izin dalam beberapa waktu yang berdekatan.
“Buruk sekali absensimu. Banyak sekali alfa dan izin dalam waktu-waktu dekat ini. Apa kamu yakin keluargamu memintamu untuk segera pulang?” tanya Nicko.
Giara tersentak kaget, karena dosen baru ini rupanya begitu jeli dan teliti.
“Benar, Pak. A-ada acara keluarga yang mendadak saat ini. Dan saya, harus menghadirinya.” Giara beralasan.
“Tunggu sebentar.”
Nicko kembali membuka dokumen transkip nilai dan tugas mahasiswa di kelas ini. Dokumen itu diberikan Pak Gandi padanya. Tentu saja Nicko bisa menilai tugas para mahasiswa selama ini, walaupun Nicko baru pertama kali mengajar di kelas ini.
“Giara Divania, itu namamu?” tanya Nicko meyakinkan.
“Ya, Pak.” Jawab Giara begitu malas.
“Nilai-nilaimu ini banyak sekali yang D, bahkan E. Kamu sering terlambat mengerjakan tugas. Bahkan, ada beberapa tugas kuliah yang belum kamu selesaikan sama sekali. Kurasa, Pak Gandi tak begitu memerhatikanmu. Kamu ini sepertinya salah satu mahasiswi yang harus saya perhatikan! Nilai-nilaimu, bahkan tugas-tugasmu. Kau yakin ingin menjadi seorang ahli hukum?” Tanya Nicko dengan begitu sinis.
Deg. Jantung Giara berdebar hebat. Tak pernah Giara sangka, jika dosen muda ini ternyata sangat-sangat menyebalkan. Sungguh, saat ini Giara sangat ingin sekali izin dari kampusnya, karena Om Roy tengah menunggunya di depan kampus.
Sialan. Kenapa sih dosen baru ini nyebelin banget? Sumpah ya, gue bener-bener muak sama dia. Bener kan feeling gue, kalau dosen ini gak sama kayak Pak Gandi. Aarrghh, kenapa juga Pak Gandi harus pindah! Ini gak bisa di biarin! Gue pasti terkekang selama dosennya dia! Ucap Giara dalam hati.
Nicko menatap Giara tanpa berkedip. Melihat absensi dan nilai Giara, membuat Nicko heran. Sepertinya Giara berbohong jika ia ada urusan keluarga. Sudah sering sekali Giara bolos dan izin pulang lebih dulu.
Pak Gandi mungkin tak melarang kepergian Giara. Namun, data dan absensi mata kuliah ini tetap ada. Pak Gandi selalu mengisinya dengan baik. Sehingga, Nicko bisa tahu, bagaimana keseharian Giara di kampus selama ini.
“Kenapa Bapak tak mempercayai saya? Apa hak Bapak ikut campur urusan keluarga saya? Jika saya ada kepentingan, kenapa Bapak harus melarang, Pak? Pak Gandi tak pernah serumit ini jika saya meminta izin.” Giara mulai memberanikan diri.
Beberapa anak lain memperhatikan perdebatan mereka. Termasuk Belva, yang sama sekali tak menyangka, jika Giara akan seberani itu terhadap dosen baru mereka. Mungkin Giara kesal, karena Nicko tak mengizinkannya pulang. Nicko malah terus-menerus mencecar Giara yang akan meminta izin pulang lebih dulu.
“Karena kamu terlalu sering meminta izin pulang lebih dulu! Absensimu juga buruk sekali. Wajar saja jika sebagai dosenmu saya bertanya dan mencari tahu.” Nicko tak mau kalah.
“Bapak mengizinkan saya pulang sekarang atau tidak?” Giara tak mau basa-basi lagi.
“Tidak! Nilai-nilaimu benar-benar buruk. Kamu adalah mahasiswi yang akan saya perhatikan mulai sekarang. Jika keadaan itu tak terlalu urgent, batalkan saja! Sekarang kamu duduk, dan fokus pada pembelajaran kali ini!” Nicko tak ingin mendengar alasan apapun lagi.
“T-tapi, Pak! Anda tak bisa seperti itu. Saya sudah janji pada orang tua saya, jika saya harus pulang sekarang. Ini privasi saya, Pak. Seharusnya Bapak tak ikut campur dan mengizinkan saja!” Giara melawan Nicko lagi.
“Ini kelas saya dan kamu harus mematuhi aturan yang saya terapkan! Mohon duduk kembali dan jangan buat keributan!” tegas Nicko.
“T-tapi, Pak,” Giara sangat kecewa.
Nicko tak menjawab ucapan Giara, ia hanya mengangkat tangannya dan menyuruh Giara untuk kembali ke tempat duduknya. Giara pun kembali duduk ke kursinya dengan kesal dan sangat kecewa.
Sial!!! Sialan!!! Dosen menyebalkan. Aarrrghhhh. Gerutu Giara dalam hati.
*Bersambung*
“Lo berdebat apa sama Pak Nicko? Gak diizinin pulang duluan ya?” tanya Belva saat Giara kembali duduk ke mejanya.
“Iya, gue gak nyangka dia galak banget! Padahal kan, dia itu baru pertama kali ngajar di sini, tapi gayanya udah kayak dosen senior aja yang maen larang-larang! Gimana gak gedek coba gue! Udah nyaman dan enak sama Pak Gandi, eh malah diganti sama dosen rese kayak dia. Gimana coba sekarang? Om Roy udah ada di depan kampus kita, Bel ... gue emang udah kirim pesan ke dia, kalau gue gak bisa keluar sekarang. Tapi, belum ada balasan juga dari Om Roy. Bahaya, nih, cuan gue bisa ilang kalo sampe gagal makan malam sama Om Roy!” bisik Giara di telinga Belva.
Belva menepuk-nepuk pundak Giara. Seakan tahu perasaan sahabatnya saat ini. Belva tak pernah serumit Giara, karena Belva bekerja di malam hari, saat mereka telah pulang kampus. Berbeda dengan Giara, yang selalu mengiyakan permintaan para sugar daddy, kapanpun mereka ingin bertemu dan jalan-jalan.
Tak lama kemudian, Giara meminta izin pada Nicko untuk ke toilet. Nicko mengizinkan, karena Giara tak terlihat membawa tas. Ada satu hal yang Nicko khawatirkan, yaitu kaburnya Giara. Nicko khawatir Giara akan kabur. Jika hal itu terjadi, maka Nicko akan benar-benar tak mengampuni Giara.
Sebenarnya, Nicko diberi mandat oleh Pak Sugandi untuk lebih memperhatikan Giara. Pak Gandi sebenarnya sudah memberi nilai merah pada Giara, namun karena Pak Gandi kurang tegas, ia membiarkan Giara begitu saja.
Kini, Nicko yang diberi tanggung jawab untuk mendidik Giara agar lebih baik lagi. Hal inilah yang menyebabkan Nicko tak memberi izin pada Giara. Nicko merasa, Giara hanya bermain-main dalam kuliahnya.
Alih-Alih ke toilet, ternyata Giara malah pergi ke luar kampus. Giara akan mencari keberadaan Om Roy, dan meminta maaf karena ia tak bisa pulang lebih awal. Tak lama, Giara melihat sebuah mobil sedan mewah, yang terparkir di pinggir kampus. Giara yakin, itu adalah mobil pribadi Om Roy.
Tanpa basa-basi, Giara segera mendekati mobil itu, berharap jika Om Roy dapat memahami keadaannya saat ini. Setelah Giara yakin jika itu adalah On Roy, ia lalu masuk kedalam dan tersenyum ramah pada sosok Sugar Daddy-nya itu.
“Hai, Om ...” Giara memegang tangan Om Roy, lalu ia mencium pipi pria tua itu.
Menjijikkan memang, namun itulah bagian dari pekerjaan Giara. Semua ini jelas karena uang. Walau begitu, Giara mampu menjaga dirinya agar tidak ada yang berani menyentuh tubuh indahnya. Giara mempunyai batasan-batasan tertentu dalam pekerjaannya menjadi sugar baby ini.
“Kenapa tidak angkat panggilan Om, hunny?” Om Roy memegang pipi lembut Giara.
“Om, maaf banget ya. Aku gak bisa izin pulang lebih dulu. Om tahu gak? Dosenku ganti sekarang. Dan ini, sangat-sangat menyebalkan Om. Dia rese, dia gak izinin aku pulang, padahal aku udah kasih alesan yang bener-bener penting. Tapi dosen baru itu keras kepala banget. Dia bilang aku harus selesaikan kelas sampai akhir. Maaf banget ya, Om. Gimana dong?” Giara bergelayut di tangan Om Roy, ia sengaja melakukannya, agar Om Roy tak membatalkan jadwal makan malam dengannya.
“Kamu enggak bohongin Om kan?” tanya Om Roy.
“Ya enggak lah, Om. Mana berani aku bohongin Om. Aku selesai pukul setengah enam. Dan setelah itu, kita bisa makan malam romantis, Om. Gak apa-apa kan agak sorean dikit?”
“Baiklah. Karena kamu, Om rela menunggu. Setelah selesai kuliah, ke salon dulu ya. Kamu harus dandan yang cantik dan memesona untuk Om.” Om Roy memegang dagu milik Giara.
Giara mengangguk cepat, “Iya, Om. Baiklah. Tentu saja aku setuju. Om mau pulang dulu apa gimana?”
“Om ke restauran teman Om dulu. Dekat sini, kok. Selagi menunggu kamu, lebih baik Om ke sana.”
“Baiklah Om. Aku ke kampus lagi ya. Nanti dosen killers itu curiga lagi aku terlalu lama di luar.” Ucap Giara.
“Baik, sayang.” Tak lupa, Om Roy memeluk Giara sembari mencium tangannya.
Pria tua berusia 50 tahunan itu menatap tubuh Giara yang molek dan seksi. Om Roy begitu nyaman bersama Giara, karena dengan gadis itu, dirinya bisa melupakan beban masalah yang hinggap di kepalanya. Baik itu di rumah, maupun masalah di perusahaannya.
Sekembalinya Giara kedalam kelas, tak membuat Nicko curiga. Ia hanya menatap kedatangan Giara, lalu fokus pada tugas mahasiswa lainnya. Tak ada yang anrh setelah hal itu terjadi, hingga waktu terus berlanjut, dan akhirnya kelas pun berakhir.
Giara amat lega, karena ia bisa segera bertemu Om Roy dan mendapatkan uang banyak. Giara terus mengumpati Nicko karena baginya, dosen barunya itu sangat menyebalkan dan tak punya hati. Giara segera memanfaatkan sisa waktunya untuk menjadi kekasih Om Roy hari ini.
Begitupun juga Nicko, selepas mengajar di fakultas hukum ini, ia segera bergegas untuk menemui seseorang. Nicko tak pulang ke rumahnya, karena ia sudah memiliki janji dengan sahabatnya yang bernama Fadli.
Ada sesuatu yang akan Fadli katakan pada Nicko, karena itu Fadli mengajak Nicko bertemu di sebuah cafe tempat mereka biasa nongkrong bersama. Nicko mengendarai motor sportnya, dan segera melaju ke tempat yang sudah dijanjikan.
Sesampainya di cafe, Nicko sudah melihat Fadly tengah melambaikan tangan ke arahnya. Nicko pun membalas lambaian tangan Fadly. Ia berjalan cepat menuju meja Fadly sembari melayangkan senyumannya.
“Duh, nunggu lama ya Fad? Sori banget nih, aku udah mulai ngajar di kampus sekarang, jadi agak terlambat.”
“Gak apa-apa kali, Nick. Kayak ke siapa aja, kamu. Aku pun habis bawa si sulung ke supermarket dulu barusan. Dia rengek terus minta beliin kinder joy. Ampun emang anak sekarang, kalau ada maunya selalu aja ngerengek.” Fadli terkekeh.
“Memang anak yang pengertian, tahu aja kalau Papanya baru aja gajian.” Nicko terkekeh.
“Bisa aja kamu, Nick. Oh ya, ngomong-ngomong, udah tahu belum acara reuni angkatan kita minggu depan itu? Si Raisa udah berkabar tuh di grup. Apa kamu keluar dari grup SMA kita, ya?” tanya Fadli.
“Aku sudah dengar kabar reuni itu, Fad. Sudah lama sekali aku keluar dari grup SMA kita. Malu lah aku, kamu pasti tahu sendiri alasannya. Jika ada reuni atau apapun, mungkin aku tak akan ikut. Tapi, beberapa hari kemarin, anak-anak menghubungiku dan memaksa aku untuk ikut acara reuni itu. Mereka beralasan, kalau aku adalah ketua kelas dan sebagainya. Tak akan seru jika aku tak ikut. Aku sudah bilang, aku sibuk ...” jelas Nicko.
“Tapi mereka memang serius mengatakan hal itu di grup, Nick. Kalau kamu tak percaya, kamu bisa lihat pesan-pesan ini di ponselku. Lihatlah ini, dan kamu baca dari awal sampai akhir! Mereka memang sangat mengharapkan kedatanganmu,” Fadli memberikan ponselnya pada Nicko.
Nicko meraih ponsel milik Fadli. Ia membaca pesan demi pesan dari teman sekolahnya. Nicko merasa terenyuh, karena memang rekan-rekannya menginginkan kehadirannya. Tak biasanya seperti ini, karena dahulu pun, jika ada acara reuni, Nicko selalu menghindar dan tak pernah ikut.
“Datang saja, Nick,” saran Fadli.
“Kamu pasti tahu alasanku menolak untuk hadir.”
Fadli menepuk pundak Nicko, “Lupakan masa lalu. Jangan pernah mengingatnya. Toh, mereka juga pasti sudah melupakannya. Tak ada yang salah dengan hal itu.”
Fadli tahu, kisah kelam kehidupan percintaan Nicko, sehingga Nicko akhirnya lebih memilih mengurung diri, karena malu akan statusnya saat ini.
“Aku malu karena istriku meninggalkanku. Kalian pasti tengah bahagia bersama anak dan istri kalian masing-masing. Sedangkan aku? Aku masih sendiri, aku merasa tak nyaman jika berkumpul dengan kalian. Bahkan, tak ada sedikitpun niatku untuk mencari cinta lagi. Aku sudah terlanjur trauma karena ditinggalkan Diana." ucap Nicko sedih.
“Ya, aku paham perasaanmu. Kamu pasti trauma akan hal ini. Tapi, jangan berkecil hati, Nick. Aku tahu, tak akan mudah menjadi dirimu. Hanya saja, kuharap kamu bisa menghargai anak-anak yang ingin berjumpa denganmu. Mereka sangat merindukanmu, apakah kaku tak ingin bertemu dengan teman-teman kita?” Fadli merayu Nicko terus-menerus.
“Mereka pasti datang bersama anak dan istri mereka, ataupun sebaliknya. Iya kan? Itulah yang tak aku inginkan. aku tak siap, aku malu, Fad ...” Nicko jujur pada Fadli.
“Hanya itukah yang kau takutkan, Nick? Itu hal mudah. Zaman sudah canggih, Nick. Kamu tak perlu memusingkan mereka yang membawa pasangannya masing-masing. Kamu juga bisa melakukannya.” Fadli tersenyum.
“Mana mungkin? Aku tak pernah dekat lagi dengan wanita manapun. Bahkan, jika aku hanya membawa anakku saja, aku tak akan sanggup. Kasihan putriku, jika melihat sosok Ibu lain dihadapannya. Ia pasti akan sangat-sangat terpukul.” Jelas Nicko.
“Jangan ..., jangan membawa anakmu. Kamu hanya perlu menyewa kekasih saja untuk reuni. Zaman sekarang, banyak sekali wanita muda yang mau dijadikan kekasih sementara tanpa berhubungan. Mereka dinamakan “Sugar Baby” Identitasmu akan tertutup rapi setelah melakukan perjanjian. Bagaimana? Jika kau ingin menyewanya, aku sudah siapkan kontak sugar baby yang ahli dalam bidang penyamaran. Bagaimana, Nick?” Saran Fadli.
Nicko tak bisa berkata-kata. Ternyata, Fadli mengajaknya bertemu memang untuk merayunya agar mau ikut reuni. Bahkan, Fadli juga telah menyiapkan wanita bayaran untuk menemani Nicko berlibur. Benar-Benar tak Nicko sangka sebelumnya, Fadli memang gigih dalam merayunya.
“Ah, itu menanggung resiko berat. Tidak, tidak. Aku tidak mau.” Nicko menolak.
“Nick, ayolah ... aku begitu susah payah menemukan kontak gadis ini. Dialah yang terbaik menurut teman kerja di kantorku. Atasanku sering memakai jasanya untuk berjalan-jalan dan sekadar memuaskan keinginan.” Fadli terus merayu.
Fadli mengeluarkan kertas putih berisikan nama dan nomor ponsel seseorang. Nama yang tertera ialah Diva. Nicko melihat kontak itu, ia jadi teringat gadis menyebalkan di kampusnya, yang bernama Giara Divania.
“Ah, kamu memang menyebalkan, Fad.” Nicko mau tak mau mengiyakan permintaan Fadli, sahabatnya itu.
“Hubungi gadis itu, dan berikan penawaran yang sepadan, agar dia mau menemanimu berlibur. Dia begitu pandai memainkan perannya. Tenang saja, rahasiamu aman di tangan sugar baby seperti mereka," ujar Fadli.
“Ah, baiklah-baiklah ... aku akan menghubunginya nanti.” Nicko tak mau panjang lebar.
“Nah, gitu dong. Ini baru sahabatku,” Fadli menepuk-nepuk pundak Nicko.
Haruskah aku benar-benar ikut reuni dan menyewa seorang sugar baby untuk menemaniku? Aarrghhh, Fadli keterlaluan. Rupanya Fadli berupaya begitu keras agar aku ikut reuni. Ucap Nicko dalam hati.
*Bersambung*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!