NovelToon NovelToon

Sungai Rindu

Menemukanmu

Rani memperhatikan apa yang di beli Leka. Pasti tempe, atau tahu atau sayur macam kangkung atau bayam, gak jauh-jauh dari itu. Tambahannya paling bahan pembuat sambal seperti tomat, cabe dan bawang plus minyak goreng. Ngak ada perubahan, yang di beli itu-itu saja. Bosen. Dasar gadis miskin.

Leka mengambil satu papan tempe, bahan untuk membuat sambal dan sedikit minyak goreng. "Ini Pak," ia memberikan uang pada tukang sayur.

"Eh, Neng harga cabe lagi naik jadi uangnya pas ya?"

"Oh, iya. Gak apa-apa Pak."

Tukang sayur itu memasukkan plastik, belanjaan Leka.

"Eh, Pak. Dari tadi aku sudah di sini kok gak si layani sih? Aku kan pesan daging buat di semur. Mana?" Rani mengipas-ngipas wajahnya dengan kipas yang di bawanya. Padahal udara tidak begitu panas, tapi ia ingin memamerkannya pada ibu-ibu yang lain yang sedang mendatangi tukang sayur keliling itu bahwa ia punya gelang emas.

"Oh, mbak bukannya mau beli yang lain juga?" Tukang sayur itu bingung di buatnya.

"Eh, Rani gelangnya baru ya? Aku kok baru lihat sih." Seorang ibu-ibu muda menyapanya.

"Aduh, aku tuh suka bosan, jadi cincin yang kemarin aku jual biar bisa beli gelang yang mahalan."

Merasa di diamkan, tukang sayur itu akhirnya menyelesaikan belanjaan Leka dan menyerahkan plastik belanjaan itu pada gadis itu.

"Oh, itu bukan cincin tunangan? Aku pikir cincin tunangan."

Rani kesal merasa salah bicara. Ia melirik Leka untuk pelampiasan. "Memangnya aku seperti Leka, perawan tua tapi sok jual mahal. Merasa cantik, tapi siapa yang mau sama orang miskin macam dia? Ngak bersyukur. Dilamar sama Pak Nirwan jadi istri keempatnya harusnya mau, eh malah ditolak," ucapnya sewot. Gadis bertubuh kurus langsing dan berkulit putih mulus itu sebenarnya sangat tidak suka pada Leka karena Leka adalah gadis tercantik di desa ini. Kalau tidak ada Leka, dialah gadis tercantik di tempat ini. Karenanya Rani selalu mendapat yang kedua. Kalau ada pria yang menyukai Leka dan ditolaknya, pria itu akan mendatangi Rani. Selalu. Rani tidak suka menjadi yang kedua. Ia membencinya.

Leka hanya menoleh sekilas, ia lalu melanjutkan langkahnya meninggal tukang sayur keliling itu. Leka tahu Rani tak suka padanya, hanya tidak tahu kenapa. Padahal, menurut Leka, walaupun sama usianya, Rani itu gadis yang cantik dan dari keluarga yang cukup terpandang di desa itu. Berbanding terbalik dengan dirinya yang berasal dari keluarga miskin. Baju gamis yang dimilikinya saja bisa dihitung dengan jari, sama dengan jilbab yang dipakainya. Ia kebanyakan hanya punya jilbab instant saja dan satu jilbab segi empat.

"Huh! Kalau sudah salah, kabur ...." Ledek Rani.

Leka hanya diam, tak ingin memperpanjang masalah. Masuk ke dalam rumahnya yang terbuat dari kayu itu, Leka meletakkan belanjaannya di atas meja makan, kemudian ia kembali ke luar. Ia pergi mendatangi sungai yang tak jauh dari rumahnya.

Airnya tak begitu deras saat itu, tapi bukan itu yang dituju. Ia mencari jaring ikannya yang sengaja ia tempatkan di situ berharap mendapat tangkapan ikan untuk tambahan makan siang. Ditariknya jaring itu, tapi ternyata kosong. Leka menghela napas. Akhirnya ia memasukkan kembali jaring itu dan beranjak berdiri.

"Eh, Leka."

"Astaghfirullah alazim." Leka menyentuh dadanya. Ia benar-benar terkejut.

"Kok kaget?" Tanya pria di depannya.

"Ya kamu muncul tiba-tiba, gimana gak kaget," protes Leka.

"Gak ada lagi ikannya ya?"

Kali ini Leka tidak meladeni. Ia meninggalkan Bara sendiri di pinggir sungai.

"Kita ke pasar saja. Abang belikan kamu ikan yang kamu mau."

"Tidak, terima kasih Bang." Leka terus saja meninggalkan Bara.

"Tunggu Leka, Abang bisa beli yang lain buat kamu." Bara masih mengejarnya.

Leka tak perduli. Ia malah mempercepat langkahnya. Bara hampir saja menyusul Leka kalau tidak ada tangan seorang gadis yang menahannya.

"Aduh, apa sih ini?" Bara melihat siapa yang menahannya. "Kau mau apa? Mengganggu saja."

Leka melihat sekilas, Ranilah yang telah menahan Bara. Kesempatan itu digunakannya untuk segera pergi dari tempat itu.

Rani sedikit kesal dengan mulut kasar Bara, tapi di tahannya karena dia suka pada Bara. "Mau sampai kapan kamu kejar perempuan itu, dia takkan perduli padamu."

"Terus apa perdulimu?" Bara, pria dengan maskulinitas tubuhnya yang berotot dan kulit sedikit gelap membuat ia menarik karena daya tarik tubuhnya dan juga tampan. Ia merasa bisa membujuk Leka menjadi kekasihnya.

"Kenapa tidak sama aku saja. Aku kan tidak kalah cantik dengan Leka." Rani mengusap lengan Bara yang kekar.

Bara menepisnya. "Kamu lagi. Mimpi! Aku gak suka wanita murahan seperti kamu. Pakai rok pendek, rambut panjang, ke mana-mana. Baju juga ketat, badan kurus. Apa yang aku bisa lihat dari tubuhmu, hah? Tidak ada yang menarik."

Rani melihat tubuhnya. Tidak ada yang aneh. Roknya masih di bawah lutut, rambutnya ke mana-mana tapi tidak kusut. Ia tidak memakai jilbab seperti kebanyakan perempuan di kampungnya karena ia sempat mengenyam pendidikan di kota sehingga gayanya seperti orang kota, dan ia memakai baju pas badan, bukan baju ketat.

Pria di hadapannya ini memang bodoh, karena menyamaratakan seluruh wanita di desanya itu yang paling benar sedang pakaiannya jadi terlihat aneh. Apa aku harus berpakaian seperti gadis kampung di sini yang kebanyakan berpakaian kuno? Ih, ngak banget.

"Di kota, banyak kok yang tergila-gila padaku."

"Ya, karena mereka gila. Sudah! Ke mana lagi Leka pergi?" Bara mengalihkan pandangan. Ia kehilangan jejak Leka tapi masih mencari. Ia meninggalkan Rani.

Tinggal Rani yang merajuk sendiri. "Huh, kenapa semua laki-laki membelanya sih? Tapi Bara tak boleh mendapatkan Leka karena Bara hanya untukku." Gumamnya.

Leka sudah sampai ke rumah. Ia segera memasak. Setelah selesai, ia menyisihkannya ke rantang. Ia kemudian keluar dengan membawa rantang dan cerek. Melewati pematang sawah ia melihat banyak sawah yang mulai tumbuh subur dan menguning. Sebentar lagi panen ya, pikir Leka.

Ia kemudian masuk ke sebuah kebun yang sedang dirapikan. Ada beberapa orang yang sedang bekerja di sana dan salah satunya melihat Leka. "Leka, Bapakmu di sana," ucap seorang bapak tua yang sedang mencangkul, dengan jarinya.

Leka memperhatikan arah yang di tunjuk. "Oh, makasih Pak." Ia mendatangi ayahnya dari belakang.

Seorang pria yang mencangkul dekat ayah Leka melihatnya. Ia menyentuh bahu pria tua itu hingga menoleh. "Pak, anaknya datang," ucapnya sedikit keras.

Pria tua itu menoleh. "O, Ea. Amu awa awa a'anan? Umu iu aja, ayi iai ma'an.(Oh, Leka. Kamu kenapa bawa makanan? Cukup minum saja, nanti di kasih makan.)"

"Tidak apa-apa Pak, takut Bapak kurang makan. Terakhir kan Bapak tidak suka lauknya, sukanya sama masakan Leka, jadi Leka bawakan," Leka menerangkan. "Yang lain, kalau mau tambah nasinya saya bawa banyak ya?" Teriak Leka yang di aminkan oleh pekerja yang lain. Ia kemudian pamit pada ayahnya yang tunarungu dan tunawicara itu.

Melewati pematang itu membuat hati Leka senang. Tanaman padi yang menghijau sejauh mata memandang sungguh membuat hatinya teduh. Panas mentari di siang itupun sungguh menggembirakan karena sempat semalam turun hujan yang sangat deras. Leka khawatir tanaman padi yang di tanam ayahnya rusak, padahal sebentar lagi panen tapi ternyata hujannya segera reda.

Ia menatap langit dengan melindungi wajahnya dengan tangkupan jemarinya. Sepertinya matahari akan cukup lama bertahan siang itu. Ia kembali ingat jemuran pakaian di rumahnya, bergegas ia kembali.

Ia melewati sungai dari jarak yang cukup jauh. Sungai sepertinya airnya penuh tapi tak begitu deras alirannya. Ia melihat seperti sebuah pakaian berwarna putih yang sedang hanyut di sungai bergerak mengikuti arah air mengalir. Sempat bingung ada yang mencuci pakaian di sungai saat air sedang meluap ke atas, Leka akhirnya sampai ke rumahnya. Dilihatnya jemuran sudah mulai kering, ia mengangkatnya.

Setelah sholat Zuhur dan makan siang, ia kembali ke tempat ayahnya. Biasanya pekerjaan ayahnya sudah selesai dan ia biasanya membantu membawakan kembali rantang dan cerek yang di bawanya tadi.

Melewati sungai tadi ia kembali melihat pakaian putih itu tersangkut dekat jaring ikannya. Buru-buru ia ke sungai. Ia tak ingin pakaian itu merusak jaring ikannya karena dari situlah ia mendapatkan makanan mewahnya. Namun saat ia mendekat, ia mendapati sesosok pria berpakaian putih yang terdampar dekat dengan jaringnya. Sepertinya pria itu berusaha naik ke darat saat arus deras dan ia berhasil naik dengan susah payah.

Leka menghentikan kakinya dekat dengan tubuh pria yang tertelungkup itu. Sepertinya pria ini masih muda. Apa dia masih hidup? Gadis itu ragu-ragu menolongnya. Ah, nekat saja. Saat ia menyentuhnya ia tahu pria itu masih hidup. Gadis itu menarik tubuh pria itu hingga ke sebuah cerukan mirip gua dekat situ. Ada sebuah batu besar mirip altar dan Leka membaringkan pria itu di sana. Tubuhnya sendiri basah karena membantu menarik tubuh pria itu ke sana.

Tak jauh dari situ ternyata ada Rani yang baru datang ke sungai. Ia melihat Leka menyeret tubuh seseorang ke sebuah cerukan gua. Ia diam-diam mendekat dan mengintip. Tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepalanya. Dengan senyum lebar ia meninggalkan tempat itu.

sementara itu Leka terkejut mengetahui pria yang di tolongnya sangat tampan. Pasti pria itu datang dari jauh karena ia tidak mengenal sama sekali pria itu. Ia mengenal wajah-wajah pria di desanya dan desa tetangga dan pria ini, sama sekali ia belum pernah melihatnya.

"Mmh ... ah ...." Pria itu bangun dengan lemah dan mendesah. Ia melihat Leka. Gadis itu langsung bingung. Apa yang harus di lakukannya? Ia segera berlari keluar dari gua. Pikirannya hanya satu, bertemu ayahnya.

Leka berlari hingga masuk ke dalam kebun tempat ayahnya bekerja. Sepertinya ayahnya di tinggal sendiri di kebun itu karena yang lain sudah pindah kerja di tempat lain, Pria tua itu sedang menunggu anaknya datang menjemputnya.

_______________________________________________

Halo reader. Ketemu lagi dengan saya dengan novel baru saya, Sungai Rindu. Jangan lupa komen, like, hadiah dan votenya ya? Oh, iya ini ada foto Leka yang bersahaja. Salam, Ingflora 💋

Jaleka Rasmin

Takdirku

"Bapak ...." Leka datang berlari-lari ke arah ayahnya. Ia berhenti di depan pria tua itu yang menatap langsung wajahnya. Ayah gadis itu sulit mendengar karena itu ia harus membaca gerakan bibir lawan bicaranya dan untuk itu wajah mereka harus saling berhadapan.

"Aku baru saja menyelamatkan orang hanyut Pak!" Leka bicara sambil mengatur napasnya yang terengah-engah. "Dia baru saja bangun, tapi aku tidak tahu harus bagaimana."

Ayah Leka mengangguk-angguk mengerti. Mereka kemudian bergegas berangkat ke tempat yang ditunjuk Leka.

Di sana, di dalam gua, pria itu masih terbaring lemah. Mungkin dengan perjalanan jauh melewati arus air yang terus mengalir dan derasnya air sungai, ia benar-benar lelah fisik melawan alam yang telah menggila. Entah berapa lama ia terombang ambing di sungai itu, tapi akhirnya ia menemukan cara untuk kembali ke darat.

Ayah Leka mendatangi pria itu yang terbaring lemah di atas sebuah batu besar yang pipih. "Ea, owong awa aung an aian awak.(Leka, tolong bawa sarung dan pakaian Bapak.)"

Leka segera mengerti. Ia berlari pulang dan mengambil apa yang di minta Ayahnya. Untung saja rumah mereka tidak jauh dari sungai sehingga Leka cepat kembali.

Pria itu kedinginan terlihat dari gigil tubuhnya. Ayah Leka membantunya memakaikan sarung agar bisa berganti pakaian tapi sulit. Tubuh pria itu terlalu lemah untuk berdiri. Terpaksa Leka membantu memegangi sarung agar Ayahnya bisa membantu pria itu menanggalkan pakaiannya.

Ini membuat Leka canggung. Ia berusaha menaikkan sarungnya setinggi mungkin agar ia tidak melihat apapun yang terjadi di dalam, tapi tetap saja mata pria itu sempat bertemu dengan mata Leka tanpa sengaja dan ini membuat Leka malu. Gadis itu berusaha melihat ke arah lain.

Tiba-tiba ada suara ribut-ribut dan segerombolan orang datang menghampiri gua. Tentu saja Leka, Ayahnya dan pria itu terkejut. Segerombolan orang itu adalah warga desanya dan datang dengan wajah kesal.

Ayah Leka segera keluar dari sarung itu dan segera mengikatkan sarung itu pada tubuh pria itu karena pria itu belum mengenakan pakaian selembarpun. Ia kemudian mendudukkan pria itu sesudahnya.

"Hei, ini bagaimana sih! Belum apa-apa sudah mesum di sini. Ini masih terang lho!" Teriak salah seorang pria dari belakang rombongan.

"Kalian mesum di sini, ini berbahaya untuk kampung kita!" Seru yang lain.

"Iya, kita nikahkan saja mereka!" Sahut yang lain. Mereka riuh mengiyakan.

"Maaf, aku hanya menolong orang hanyut." Terang Leka dengan sedikit takut.

"Kamu itu orang baik, tapi kami tidak mau terjadi lagi kasus seperti Marni kemarin, anak baik-baik tapi ternyata di hamili pacarnya," seru seorang Bapak di depan.

"Iya, benar."

"Iya, iya."

Orang-orang yang berkerumun pun mulai ribut.

"Iya, iya, nikahkan saja mereka!"

"Dari pada nama desa kita tercemar, nikahkan saja mereka."

Leka yang ketakutan berlindungi di balik punggung Ayahnya. "Bapak ... kita bagaimana?"

Tentu saja Ayah Leka tidak mendengar. Bahkan ia pusing menterjemahkan begitu banyak orang yang bicara sementara kemampuannya terbatas untuk mendengar. "Awa awa?(Ada apa?)"

Seorang pria datang mendekati Ayah Leka. Ia bicara pelan-pelan pada pria tua itu. "Pak, keadaan seperti ini tidak boleh terjadi di kampung kita."

"Eawa'an awa?(Keadaan apa?)" Tanya Ayah Leka.

"Ck," Pria itu malas menerangkan. "Sudah, nikahkan saja anak Bapak dengan pria itu!"

Ayah Leka menoleh pada anaknya di samping dan Leka hanya menggeleng ketakutan.

"Ia iak eauan awa-awa.(Dia tidak melakukan apa-apa.)" Terang Ayah Leka.

"Tapi Pak, Bapak mungkin percaya pada anak Bapak, tapi kan kita tidak tahu apa yang akan terjadi kemudian? Kalau dia kejadian seperti si Marni lagi bagaimana? Bapak mau minta tanggung jawab sama siapa? Sebelum kejadian lebih baik Bapak menikahkan mereka, bukankah lebih baik begitu?" Bujuk pria itu pada Bapak tua di depannya. Sebenarnya pria itu juga kasihan pada Bapak tua itu, tapi ia tidak tahu kejadian yang sebenarnya dan apakah ia bisa mempercayai Leka karena ia mendapat laporan Leka tengah berduaan dengan seorang pria di gua pinggir sungai. Dulu juga pernah ada kejadian pasangan yang tertangkap sedang melakukan hal yang tidak sepantasnya di lakukan sepasang kekasih di dalam gua itu sehingga saat mendengar kejadian ini, langsung menyulut kemarahan warga. Ia harus membujuk pria ini menikahkan anaknya karena ia tahu leka adalah anak yang baik. Tidak pernah ada gosip miring tentang dirinya, karena itu ia berusaha agar Bapak dan anak ini selamat.

Bapak tua itu terlihat bingung. Ia tidak kenal pria yang di selamatkan anaknya tapi ia juga bingung bagaimana agar selamat dari kemarahan warga. Pada akhirnya ia terpaksa membuat keputusan sulit. "Ya uah.(Ya sudah)"

"Nah, gitu dong."

"Ayo kita nikahkan mereka!"

"Pak ...." Leka menarik baju Ayahnya di belakang. Pria tua itu hanya menoleh pada anaknya dan mengusap pucuk kepalanya. Ia tahu anaknya gusar, tapi ia tidak punya kekuasaan untuk melakukan apapun. Ia berharap pria yang di nikahi Leka adalah pria baik-baik yang mau menikah dan menerima anaknya apa adanya.

Seorang pria dengan kopiah sholatnya di bawa ke depan. "Ini benar mau nikah ya? Masalahnya bagaimana?" Katanya ragu.

"Sudah Pak, nikahkan saja. Tadi Pak RT sudah tanya sama Bapaknya katanya 'iya'," sahut yang lain.

Pria yang di selamatkan Leka di bawa ke depan dan di tanyai oleh Pak RT. "Namamu siapa?"

"A-apa?"

Pak RT melihat pemuda itu menggigil kedinginan. "Eh, tolong, siapa. Pakaikan dia baju dulu. Dia kedinginan."

Seorang pria datang dan membantu memakaikan pakaian yang ada di sana sementara Leka dan Ayahnya menjauh ke salah satu sudut gua.

"Bapak, bagaimana ini?" Tanya Leka saat berhadapan dengan Ayahnya. Ia hampir menangis.

Ayah Leka menggenggam tangan anaknya. "inja awah.(insha allah. Bila Allah berkehendak)"

"Bapak ...." Leka hanya bisa menggenggam erat tangan Ayahnya.

Hanya di temukan sebuah dompet dari pria yang di selamatkan Leka, dan Pak RT memeriksanya. Ada sejumlah uang, KTP dan kartu kredit. "Namamu Aska Gilang Irfan, umur 23 tahun, dan alamat di Jakarta."

"I-iya Pak." Jawab pria itu yang masih menggigil kedinginan.

"Berarti kamu lebih muda dari Leka, karena Leka mungkin sekitar 25. Ya Leka?" Pak RT bertanya pada Leka yang berdiri di sudut gua.

Leka mengangguk.

"Jadi sekarang Bapak nikahkan kamu dan Leka di tempat ini. Siap ya?"

"Ta-tapi, saya belum sehat Pak, sa-saya hanya mampir ke desa ini. Sa-saya ...."

"Maaf Dek, keberatan kamu di tolak karena kamu telah memasuki area desa kami dan kamu sebagai pendatang harus mengikuti peraturan di sini."

Sial! Brengsek itu cewek. Harusnya biarkan saja aku di sana tadi, tidak usah di bantu pun aku juga pasti bisa hidup tanpa bantuannya. Dasar sial! Aska melirik gadis yang berdiri di pojok gua yang terlihat malu ditatap olehnya. Cih, kamu pikir aku suka padamu, hah? Gadis bodoh! Walaupun kamu cantik seperti itu juga aku ....

Kalimat di benak Aska terhenti karena ... ia sendiri tak tahu sebabnya. Ada sesuatu dari gadis itu yang membuatnya bingung, tapi ia tidak tahu apa. Sesuatu yang ... sulit untuk di deskripsikan dengan kata-kata karena ia sendiri sedang berusaha menterjemahkan sesuatu itu menjadi kata-kata, namun ia masih belum menemukan bentuknya.

Pernikahan itupun di langsungkan. Mereka semua duduk di lantai. Ayah Leka duduk berhadapan dengan Aska dan tangan mereka dipersatukan. Leka duduk di belakang Ayahnya serta seorang pria duduk dekat Ayah Leka menterjemahkan kalimat yang keluar dari mulut Ayah Leka. Penghulung langsung menuntun mereka mengucapkan janji nikah yang kemudian diamini oleh orang banyak. Mereka kemudian resmi menikah.

Satu-satu rombongan massa itupun pergi membubarkan diri. Dari kejauhan Rani tersenyum senang. Setidaknya saingannya untuk mendapatkan hati Bara, pujaan hatinya, telah gugur. Tidak ada alasan bagi Bara untuk menolaknya kini, karena Leka sudah menikah. Tak lama Rani pun meninggalkan tempat itu.

Ayah Leka kemudian membawa Aska dan juga Leka pulang ke rumah. Pria tua itu memapah Aska sedang Leka mengikuti dari belakang.

Di rumah, Ayah Leka memasukkan pria itu ke kamar Leka, kemudian ia keluar. Tinggal Leka yang bingung harus berbuat apa pada pria itu. Berbicara saja ia belum pernah.

Aska pun juga begitu. Di kamar itu hanya ada kasur gulung dan lemari. Apa aku harus tidur di kasur gulung itu? Betapa miskinnya gadis yang ku nikahi ini. Ia terpaksa duduk di atas kasur gulung itu di lantai karena kursi pun mereka tak punya. Hanya ada di ruang tamu.

Leka masih memegang pakaian basah Aska dalam sarung yang diikat. "Apa mau makan sesuatu atau minum?" Tanyanya ramah.

Tiba-tiba saja Aska merasa lapar. Ia sebenarnya meragukan masakan Leka yang mungkin tidak bersih menurutnya tapi ia paling tidak bisa menahan lapar. Apalagi ia masih kedinginan.

"I-iya."

"Mungkin aku buatkan minuman jahe ya?" Leka segera keluar.

"Eh," Aska terlambat mencegahnya. Ia tak suka minuman jahe. Apalagi buatan kampung, pasti tidak enak, tapi ia terpaksa menunggu. Tak lama Leka datang membawakan segelas minuman jahe pada Aska.

"Ini." Leka bersimpuh dan memberikannya ke tangan aska.

Aska hanya menerimanya, tapi mendiamkannya di tangan.

"Ayo, minum." Leka menatap Aska heran.

Aska bingung mengatakannya pada gadis di depannya. Ia hanya butuh air hangat bukan minuman jahe.

"Panas ya? Sini aku tiup." Leka menarik tangan Aska yang masih memegang cangkir dan piring kecil di bawahnya.

"Eh."

Leka meniup permukaan cangkir di hadapan Aska pelan-pelan. Pria itu hanya menatap gadis cantik di depannya tanpa berkedip.

"Sudah."

"Mmh?" Tiba-tiba Aska tersadar.

"Minum," perintah Leka.

"Oh," Aska tanpa sadar mencobanya dan ... suka. Kok rasanya enak ya? Ia mencoba sekali lagi. Benar. Rasanya enak. Sepertinya ada banyak rempah yang di masukkan ke dalamnya dan rasa jahenya tersamarkan dengan rasa rempah-rempah yang dimasukkan sehingga rasanya menjadi enak.

"Aku masak sebentar."

Mengenalmu

Aska mencoba berbaring di atas kasur tipis itu. Tidak enak tapi sudahlah. Semua sudah terlanjur, tidak ada pilihan untuk saat ini.

Kejadian demi kejadian kembali membayang di pelupuk matanya. Semalam itu hujan deras di Jakarta dan dia sedang dalam perjalanan pulang dari luar kota. Tentu saja itu tugas kantor dan ia menyetir mobil sendirian. Sialnya mobilnya mogok di jalan di saat hujan sedang deras-derasnya sehingga ia terpaksa mendorong mobilnya menepi. Ia menepi dekat sungai. Tiba-tiba ada pohon pisang dekat tempatnya berdiri tumbang, membuat ia terpeleset dan jatuh ke sungai. Entah berapa lama ia terombang ambing di dalam sungai, ia tidak ingat. Ia bahkan sempat pingsan karena kepalanya terantuk sesuatu dan saat ia sadar hari sudah pagi. Namun ia masih di dalam air dan belum mati. Arus masih membawanya bergerak mengikuti aliran sungai hingga ia sampai ke sebuah tempat yang aliran airnya tidak deras. Dengan kekuatan terakhir ia berusaha berenang ke daratan. Di situlah akhirnya ia bisa beristirahat. Sempat ia pingsan kembali saat kemudian ia merasakan seseorang telah menyeretnya ke sebuah gua. Ketika ia membuka mata, gadis itulah yang pertama kali dilihatnya. Gadis itu kabur saat mengetahui ia membuka matanya. Ia sempat memanggil gadis itu tapi sepertinya gadis itu tidak mendengar karena sudah terlanjur pergi jauh.

Ia menyadari dirinya berada di sebuah gua yang tidak dalam, tergeletak di atas sebuah batu pipih besar sebesar dirinya. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya ia kehilangan tenaga. Sepertinya semua kekuatan tubuhnya telah hilang di bawa air sungai. Sulit untuknya sekedar mengangkat kepala. Tubuhnya pun kedinginan dan bajunya basah.

Sekembalinya, gadis itu juga membawa Ayahnya. Pria tua yang tidak bisa bicara dan tidak pula bisa mendengar. Seperti belum cukup ia di permainkan, datang segerombol orang tak tahu diri menyuruhnya menikah dengan gadis yang baru saja menyelamatkannya nyawa itu. Kesialannya lengkap sudah.

Andai saat itu ia sehat, ia sudah memukuli mereka satu-satu karena permintaan konyol mereka dengan asal tuduh orang tanpa bukti. Jurus wushunya mampu menaklukkan mereka dalam hitungan detik karena ia adalah salah satu guru wushu di tempat Om Arya. Ayahnya juga bukan orang sembarangan. Walaupun ayah angkat, siapa yang tak kenal Christian Jhonson, salah satu bule terkaya mungkin di dunia karena selain punya beberapa perusahaan, punya masjid dan punya stasiun tv di Amerika, dia juga baru punya pesantren penghafal al qur'an di pinggir kota Jakarta. Ia punya ayah bule karena ibu sambungnya menikah dengan pria itu.

Aska menatap pakaiannya yang lusuh. Ia benar-benar merasa terhina hari ini. Seperti ungkapan, sudah jatuh tertimpa tangga, ia yang lemah karena musibah terhanyut di sungai, di paksa menikah dengan gadis kampung yang tidak di kenalnya. Belum pakaian lusuh dan rumah gubuk ini. Mereka memaksakan padanya di saat ia sedang tidak berdaya. Apa yang akan orang tuanya katakan nanti kalau ia pulang dalam keadaan sudah menikah dan punya istri? Ini tak boleh terjadi, tapi bagaimana caranya?

"Bang, ini makanannya." Leka datang membawa sepiring nasi dengan lauk tempe goreng dan sambal. Ia menyerahkan pada Aska yang langsung duduk di atas kasur gulung itu. Pria itu terkejut. Hanya tempe? Sial banget hidupku hanya di kasih tempe, padahal aku begitu lapar, ia menatap Leka. Namun akhirnya ia makan juga. Apa ini, rasanya kok enak? Aska menghabiskan sepiring nasi yang di berikan Leka. "Mmh."

"Ya?" Leka yang menunggui Aska makan menoleh.

"Boleh nambah?"

"Oh, iya. Masih ada." Leka tersenyum manis. Ia senang pria itu menyukai masakannya.

Haduh, gampang banget bikin orang kampung ini senang, batin Aska melihat senyum manis Leka. Ia menatap ke arah lain. "Oh, ya. Minumnya." Aska memberikan cangkir berisi minuman jahe yang tinggal sedikit.

Leka kembali tersenyum. Ia melihat wajah pria itu mulai berwarna cerah tidak seperti tadi saat ia menemukannya. Wajahnya tampak pucat saat itu.

Ia juga mengambil cangkir itu dan membawanya keluar. Tinggal Aska yang menggaruk-garuk kepalanya. Kenapa satu pun ilmu keangkuhannya tidak mempan padanya? Namun masakannya memang enak padahal gadis itu hanya menggoreng tempe. Itu mengingatkannya pada seseorang. Seorang gadis yang masakannya juga tak kalah enak padahal hanya masak makanan sederhana. Persis seperti masakan Leka. Namanya Nena.

Mengingat nama gadis itu membuat hatinya sedih tak terkira. Bagaimana tidak, setelah putus dari gadis itu Aska tetap tidak bisa berpaling. Padahal sudah 10 tahun berlalu tapi ia tetap mengharapkan Nena, mantan pembantunya yang karena pintarnya sekolah, di sekolahkan oleh ayah angkatnya. Saat Nena kehilangan orang tua satu-satunya yaitu ayahnya karena kecelakaan, ia di bawa oleh kakek angkat Aska ke Amerika dan di sekolahkan di sana. Setelah itu ia menjadi pengacara tapi tak lama. Kakek angkat Aska yang telah menikah lagi dengan mantan istrinya, kecelakaan setahun yang lalu yang menyebabkan istrinya meninggal dunia. Karena itu Nena mulai membantu usaha kakek angkat Aska yang mulai sakit-sakitan.

Nena setahun sekali datang ke Jakarta menengok makam keluarganya. Mereka kadang bertemu tapi tak lama. Aska masih mengharapkan Nena padahal Nena mengejar Kenzo. Kenzo yang merupakan anak dari istrinya Om Arya, sering keluar negri karena usahanya.

Dia sendiri sekarang bekerja di perusahaan ayah angkatnya menjadi Manajer di bagian HRD, sedang saudara kembarnya Salwa malah kerja di perusahaan lain demi bekerja secara profesional di bidangnya.

Leka kembali. Ia membawakan makanan dan minuman yang di minta suaminya tadi. Aska sebenarnya merasa malu makan lagi makanan gadis itu, tapi ia benar-benar lapar.

Cerita tentang menikahnya Leka secara mendadak menggemparkan warga di desa itu, apalagi semua orang tahu leka gadis baik-baik yang tiba-tiba menikah karena insiden itu. Ada yang membela tapi tak sedikit yang mencelanya karena beberapa kejadian yang mirip dengan itu pernah terjadi sebelumnya dan itu adalah kejadian buruk. Tragedi yang terjadi pada Leka sangat abu-abu jadi setiap orang bisa memberi pendapat yang berbeda-beda.

Berita inipun sampai ke telinga Bara. Pria itu geram karena baru tadi pagi ia masih bertemu Leka yang melenggang sendirian, sorenya tiba-tiba dikabarkan sudah menikah karena insiden menyelamatkan orang hanyut. Ia merasa pintu untuk mendekati Leka sudah tertutup.

Hari mulai malam, Leka yang baru menjemur pakaian Aska, masuk ke dalam rumah dan merapikan dapur. Ia bingung harus bagaimana pada pria itu hingga tanpa terasa ia membersihkan dapur dengan cukup lama. Azan Magrib pun berbunyi. Leka berwudhu di kamar mandi yang berada dekat dapur, kemudian ia masuk ke kamar. Ia melihat Aska tertidur. "Bang, bangun. Sudah Magrib."

Aska membuka matanya. "Mmh." Ia mendudukkan diri di atas tempat tidur. Tubuhnya mulai ringan, ia tak menggigil seperti tadi. "Apa?"

"Magrib."

"Oh." Aska beranjak berdiri. Ia melangkah keluar. "Kamar mandi di mana," katanya saat berdiri di pintu.

"Dekat dapur Bang." Leka memakai mukenanya.

Sekembalinya Aska dari kamar mandi, sepertinya Leka menunggu pria itu di kamar.

"Apa?"

"Abang memimpin sholat."

Begitu ya, aku lupa. Aska berdiri di atas sajadah yang telah disediakan. Ia memakai sarung yang di berikan istrinya, kemudian ia memimpin sholat. Setelah sholat Leka mencium tangan Aska. Pria itu kemudian keluar sementara Leka melipat sajadah.

Aska pergi ke luar rumah. Dilihatnya suasana desa itu di malam hari. Desa yang mulai padat penduduk tapi minim lampu jalan. Rumah itu sedikit agak jauh dari jalan beraspal tapi cukup terang karena dari beberapa rumah yang mengelilingi rumah itu menghidupkan lampu.

Aska duduk di kursi rotan di beranda. Kursi itu sedikit rusak karena sudah tua. Ia berderit saat di duduki.

Dari jauh ada beberapa pasang mata mengamati rumah itu. Beberapa orang tetangga bahkan ada yang sudah menunggu kemunculan suami Leka keluar rumah dari tadi sore.

"Eh, itu suami Leka?" Tanya seorang gadis pada Rani.

"Sepertinya ...." Rani juga ikut mengintip.

"Walaupun tidak jelas, sepertinya ganteng sih." Gadis itu memastikan wajahnya.

"Kalau ganteng aja, cari tau ...." Rani tertawa.

"Lah, memang kata bapak-bapak begitu. Kalau gak, juga gak bakal banyak yang coba cari tau. Tuh kayak rumah sebelah kita." Gadis itu menunjuk rumah di samping yang berisi ibu-ibu yang sedang bergosip. Dengan kemunculan Aska, rumah itu malah semakin berisik dengan ibu-ibu yang memandang ke arah beranda rumah Leka yang sedikit temaram.

Aska bukan tidak merasakan adanya gelagat aneh di luar seperti ada beberapa orang mondar mandir di depan rumah itu dan kebanyakan perempuan. Ia tak nyaman. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.

Aska masuk ke kamar saat Leka sedang menyisir rambutnya.

"Eh." Leka terlihat panik.

"Kenapa? Kamu lihat hantu? Aku kan suamimu sekarang."

"Eh, iya."

Sensitif sekali orang ini! Memangnya aku mau apakan dia? Mentang-mentang cantik ... tapi dia lebih cantik sih, saat tidak berjilbab.

Aska menatap rambut panjang Leka yang panjang dan tebal. Rambut itu membingkai wajah istrinya jadi semakin cantik. Aska kemudian menyadari Leka memperhatikan dirinya yang sedang mengagumi wajah gadis itu. Ia buru-buru berdehem. "Eh, aku ingat adikku."

"Abang punya adik perempuan?"

"Iya." Aska beranjak naik ke atas kasur.

"Berapa?"

"Cuma satu. Kami kembar."

"Kembar? Ada saudara lain?"

"Ada, sepasang juga."

Leka menyudahi menyisir rambutnya. Ia penasaran dengan keluarga Aska dan mendekati pria itu. "Berarti kalian berempat ya? Apa kembaranmu wajahnya mirip denganmu?"

"Mmh, tidak. Sama sekali beda, karena itu banyak yang tidak percaya."

"Kau tinggal di mana, pekerjaanmu apa?"

Aska mulai terusik. Ia tidak lagi ingin bercerita. Ia menatap wajah gadis di depannya dengan serius. "siapa namamu, Leka ya?"

"Iya."

"Apa kau mencintaiku?"

Wajah leka memerah.

"Tidak kan?"

"A-apa ...." Leka terkejut dengan perkataan pria di depannya. Seorang pria yang baru saja menjadi suaminya, mempertanyakan kesakralan sebuah pernikahan.

"Apa kau mau tidur denganku?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!