NovelToon NovelToon

ARYA MAHESA

PERANG DUA DUNIA

Sudah lebih dari lima tahun sejak pintu langit dibuka. Dewa Anhur, Pemimpin para Dewa di Istana Langit, mengirim sembilan ratus ribu tentara untuk memerangi umat manusia.

Pasukan Tentara Langit tersebut dipimpin oleh sembilan Dewa Perang. Tujuan mereka hanya satu, mengambil kembali Kitab Dunia yang hilang dan memusnahkan siapa saja yang mengetahui isi dan keberadaannya.

Anhur menyadari bahwa itu tidaklah mudah. Jika saja dia tidak terlambat mengetahuinya, mungkin hanya dengan mengirim satu saja tentara langit maka semua masalah akan selesai.

Kini, manusia sudah bisa mengendalikan tenaga dalam layaknya para Dewa. Hanya saja mereka masih merupakan makhluk yang fana. Akan tetapi, seperti makhluk fana lainnya, Manusia berkembang dengan cepat, dan itu tentu saja menjadi masalah besar yang lainnya.

Diperkirakan sepuluh ribu tahun sejak Kitab Dunia menghilang dan akhirnya diketahui sudah jatuh ke tangan manusia, kini hampir semua manusia di Bumi sudah bisa mengaktifkan Tenaga Dalam mereka.

Tidak butuh waktu lama lagi sebelum manusia-manusia itu merusak keseimbangan dunia. Lebih buruk lagi, manusia bisa menjadi ancaman yang berpotensi menghancurkan Dunia itu sendiri.

Saat ini, Dewa Anhur tidak memiliki pilihan lagi selain memusnahkan seluruh umat manusia. Dan itulah kenapa Perang Dua Dunia ini dimulai.

Disisi lain, manusia berusaha mempertahankan keberadaan mereka. Selama lima tahun tersebut, manusia mencoba bertahan melawan gempuran dari Tentara Langit dengan segala upaya mereka. Manusia memang kalah dalam banyak hal, Namun manusia menang jumlah.

Selama masa perang, pejuang-pejuang hebat terus bermunculan dari kalangan manusia. Walaupun tentara langit memiliki kekuatan yang luar biasa, mereka masih setengah dewa dan belum menjadi makhluk abadi, hanya sembilan Dewa Perang yang memimpin mereka saja menyandang status Dewa sepenuhnya. Selain kekuatan sembilan Dewa tersebut, meski banyak menelan korban jiwa, selama lima tahun ini manusia bisa mengimbangi kekuatan Tentara Langit tersebut.

Perang ini hampir saja dimenangkan oleh pasukan langit. Namun, mereka tidak menyangka akan muncul satu manusia yang mampu mencapai kekuatan setara Dewa. Orang itu adalah satu-satunya manusia yang berhadapan dengan tidak satu tapi sembilan Dewa Perang yang abadi tanpa terlihat gentar sedikitpun.

Arangga berhasil memisahkan pertempurannya melawan sembilan Dewa Perang ke ujung daratan SwarnaDwipa. Arangga tidak ingin dampak pertempuran antara dirinya dan sembilan Dewa ini mengenai umat manusia lebih banyak lagi. Bagaimana tidak, belum lama mereka beradu kekuatan disini, Area pertempuran yang luas itu sudah luluh lantah.

Sembilan Dewa Perang itu benar-benar kewalahan menghadapi satu manusia ini sejak kemunculannya. Bagaimanapun mereka mencoba menyerangnya, saat itu juga Arangga membalas dan mampu memberikan mereka luka.

"Arangga, Dewa Anhur menawarkanmu satu tempat di Istana Langit jika kau mau menyerahkan Kitab Dunia pada kami."

"Jika aku menerimanya, kalian tetap akan memusnahkan umat manusia, bukan?."

"Kau pasti sudah tau betapa berbahayanya jika Kitab itu tetap berada di antara kalian, bukan?."

Tentu saja Arangga menyadari itu. Saat dia berhasil mencapai kekuatan ini, dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika umat manusia kedepan benar-benar bisa menggunakan kekuatan Dewa untuk saling menyerang. Bumi akan hancur oleh kekuatan beberapa orang saja. Namun, Arangga juga tidak ingin umat manusia dimusnahkan begitu saja.

"Maaf, aku tidak bisa memenuhi permintaan kalian. Jadi, bagaimana jika kalian kembali saja ke langit, dan katakan pada Anhur untuk tidak mencampuri urusan manusia lagi."

Mendengar perkataan Arangga itu, sembilan Dewa Perang menjadi murka. Mereka kembali menyerang Arangga bersamaan. Dengan kecepatan tinggi Arangga terbang ke angkasa, mereka juga langsung menyusul dengan kecepatan yang tak kalah tingginya.

Di langit, mereka bertukar serangan dengan Arangga. Saat setiap senjata mereka beradu, terjadi kilatan seperti petir dan suara yang menggelegar di angkasa. Sebenarnya, ini sungguh pemandangan yang tak biasa.

Baik penghuni bumi maupun langit tidak pernah menyangka, akan datang masanya tidak hanya satu tapi sembilan Dewa Perang dari langit, kewalahan hanya untuk memusnahkan satu manusia saja.

Arangga tentu saja tau perkataannya akan menyulut amarah sembilan Dewa ini. Tapi, memang itu yang diinginkannya. Saat mereka murka, mereka menyerang Arangga secara membabi buta.

Serangan seperti itu membuat mereka sedikit lengah. Arangga hanya menunggu satu momen saja. Saat itu tiba Arangga akan punya celah untuk menakhlukkan mereka semua.

Selang tak berapa lama, mereka berhasil mengepung Arangga. Merasa ini adalah kesempatan mereka, semua Dewa Perang itu menyerang Arangga dari segala Arah. Namun, tanpa mereka sadari mereka sudah berada dalam posisi yang ditunggu oleh Arangga. Mereka semua akhirnya berada dalam jangkauan tebasan pedang Arangga.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu. Arangga melepaskan Aura Penguasa yang telah dipelajarinya dari Kitab Dunia. Saat itu juga, waktu terasa berhenti. Itu membuat sembilan Dewa itu tidak bisa bergerak seakan tubuh mereka tiba-tiba membeku di udara.

Dengan jeda yang beri oleh Aura Penguasa itu, Arangga memiliki waktu untuk mengalirkan tenaga dalam dengan jumlah yang sangat besar pada pedangnya. Arangga berniat menjadikan ini sebagai serangan pamungkas dan mengakhiri perang yang telah berlangsung lama, saat ini juga.

"Jurus Kedua Belas... Gerbang Kematian!"

Saat Arangga mengaktifkan jurus itu, selama sepersekian detik dunia terlihat terang lalu tiba-tiba menjadi sangat gelap. Seketika sebuah lobang besar terbuka di udara dan menarik mereka semua masuk kedalamnya.

Arangga menjebak mereka. Jurus ini hanya bisa aktif jika musuh berada pada jangkauan tebasannya. Jurus ini juga membawa sembilan Dewa dari Langit ini ke dimensi lain. Di sana, mereka melayang dalam ruang gelap tak bertepi dan tetap tidak bisa bergerak sedikitpun.

Di dimensi ini aura kehidupan mereka melemah. Dalam beberapa saat saja mereka merasakan ada yang salah. Mereka merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan oleh tubuh mereka sebelumnya.

Ini adalah jurus terkuat yang bisa dicapai Arangga di Kitab Dunia. Dimana saat gerbang kematian terbuka, di dalamnya tidak ada lagi keabadian. Jurus ini memang diciptakan untuk membunuh makhluk abadi. Lebih tepatnya, jurus ini diciptakan memang sebagai pembunuh para para Dewa.

Sembilan Dewa Perang itu untuk pertama kali dalam hidup mereka merasakan ketakutan atas kematian. Mereka sadar dalam dimensi ini mereka tidak lagi abadi. Yang paling mengerikan lagi bagi mereka adalah, Sosok Arangga sendiri di dalam dimensi ini berubah menjadi Dewa kematian bagi mereka semua.

Arangga melayang diatas mereka. Dengan memusatkan pikirannya, Arangga kembali mengangkat pedang dengan kedua tangannya tinggi. kali ini sedikit menyamping. Memasang Kuda-kuda tanda Arangga akan segera mengayunkannya.

" Tebasan Keabadian! "

Satu tebasan itu seperti mendistorsi ruang dan waktu. Dengan satu tebasan di dalam dimensi kematian, Arangga langsung menghabisi semuanya secara bersamaan.

Kesembilan Dewa itu tidak sempat bereaksi apapun saat tebasan dari pedang Arangga langsung membinasakan tubuh dan nyawa mereka tanpa sisa. Sembilan Dewa Perang terkuat dari langit saat itu, raib begitu saja.

Dewa Anhur menyaksikan semua dari Istana Langit. Kehilangan sembilan Dewa Perang dengan cara seperti itu benar-benar membuatnya murka. Anhur tidak perduli lagi dampak kedepannya. Dengan amarah yang sedang membakarnya, Dewa Anhur menarik paksa semua tentara kembali ke Langit.

Saat semua Tentara Langit tiba-tiba menghilang, jutaan manusia yang sedang bertempur dengan mereka, terkejut. Tak lama setelahnya, mereka menyadari bahwa Arangga pasti sudah berhasil mengalahkan sembilan Dewa yang memimpin pasukan langit itu. Kemenangan yang selama ini sudah ditunggu-tunggu akhirnya dalam genggaman.

Arangga yang baru saja kembali dari dimensi kematian, merasa sudah menyelesaikan peperangan. Namun, Saat dia baru saja menginjakkan kakinya ditanah, sebuah suara yang yang sangat memekakkan telinga menggema di Angkasa.

Arangga menengadah menatap langit. Suara itu terdengar lagi dan kali ini semakin kuat. Arangga membesarkan matanya saat melihat Langit retak dan Akhirnya terkoyak. Di balik itu muncul sebuah kepala dari makhkuk yang memiliki ukuran yang sangat luar biasa besarnya. Matanya langsung menatap tajam kearah Arangga.

Arangga tidak percaya Anhur akan sampai sejauh ini. Dengan melepaskan makhluk ini, tentu saja ini tidak hanya akan mengancam keberadaan umat manusia. Ini juga akan memusnahkan seluruh kehidupan yang ada di Bumi.

Seluruh umat manusia yang sebelumnya bersorak meneriakkan kemenangannya, terbungkam mendengar suara yang sangat menakutkan itu. Saat melihat ke Langit, mereka menyaksikan kemunculan makhluk legenda yang menjadi momok menakutkan bagi setiap makhluk yang bernyawa.

Kulkan, makhluk terkuat yang pernah ada. Baru saja merobek pintu langit dan langsung menukik ke arahnya. Arangga tidak yakin bahkan Dewa Anhur yang digadang-gadang sebagai Dewa Terkuat itu sendiri pun bisa menakhlukkannya.

"Dewa Sialan!"

LEDAKAN TERAKHIR

Tidak ada pilihan lain. Sekarang mungkin memang hanya dirinya yang bisa menghadapi Kulkan. Tapi, Arangga juga tau kemungkinan untuk mengalahkan Kulkan itu sangat kecil atau bisa dikatakan mustahil.

Arangga menancapkan pedangnya ketanah, kemudian duduk bersila di depannya. Arangga memejamkan mata mencoba mendapatkan ketenangan.

"Jurus Kesebelas, Gerbang Harapan!"

Arangga memakai jurus ini untuk mengumpulkan tenaga dalam semua makhkuk hidup yang ada di Bumi. Tenaga dalam itu di alirkan pada pedangnya. Karna waktunya sangat sedikit, jumlah tenaga dalam yang terkumpul jauh dari harapan Arangga.

Saat dilepaskan, Kulkan langsung terbang ke Bumi. Tempat terakhir kali dia berkeliaran di Dunia yang dulu dikuasainya ini. Dengan amarah dan dendam, Kulkan langsung mencari sumber yang memancarkan tenaga dalam yang paling kuat di bawah sana.

Kulkan sendiri memiliki penglihatan yang sangat tajam, sehingga bisa melihat apa yang terjadi di Bumi.

Kulkan tidak menyangka bahwa sosok yang sedang di tujunya itu adalah manusia. Terakhir kali Kulkan hanya melihat manusia bagaikan semut yang tak berarti. Tapi sekarang energi dari manusia di bawah sana sangat tidak biasa.

Karna tidak banyak waktu lagi, Arangga segera bangkit dan mencabut pedang nya. Dia menatap tepat kearah kedatangan Kulkan. Arangga menghela nafas panjang dan memantapkan tekadnya. Arangga melesat dengan kecepatan penuh menuju Kulkan.

Arangga terbang melesat ke atas dengan kecepatan yang melebihi kecepatan suara. Sehingga, dia meninggalkan beberapa kali dentuman di belakang jalur terbangnya.

Kulkan merasa ada yang tidak beres dengan manusia yang dia hadapi ini, sejak kapan manusia memiliki keberanian dan kekuatan seperti ini.

Meski tidak begitu tau apa yang terjadi, Kulkan yakin tidak ada satu pun makhluk yang bisa menghentikannya kali ini. Kulkan membuka mulut nya, kemudian menembakkan bola api raksasa tepat pada Arangga.

Kulkan yakin bola api besar itu pasti akan mengenai Arangga dan menghancurkannya. Tapi, tidak seperti yang diharapkan olehnya. Bola api yang dia tembakkan itu, baru saja dibelah. Yang membuat Kulkan lebih heran lagi Arangga semakin memacu kecepatannya.

Kulkan yakin manusia ini memiliki kekuatan Dewa bahkan mungkin manusia ini sudah menjadi dewa itu sendiri. karna dia sama sekali tidak takut dengan kematian di depan matanya. Tidak di ragukan lagi, manusia yang melesat tanpa ragu padanya ini juga pasti sudah sampai pada level abadi.

Kulkan sadar, Ini akan menjadi pertarungan yang sedikit panjang sebelum dia menyerap energi kehidupan Arangga dan membinasakannya.

Setelah membelah bola api yang baru saja dilepaskan oleh Kulkan, Arangga tau ini tidak akan berakhir baik. Arangga menarik pedang nya. Mendekatkan bilah pedang itu pada wajahnya.

"Kau dibuat untuk melindungi umat manusia. Sekarang, kuberikan semua yang kami punya padamu. Hentikan makhluk ini!" bisik Arangga pada pedangnya.

Dan seketika pedangnya mulai menyala memancarkan cahaya biru yang sangat terang. Cahaya itu, semakin lama semakin terang dan sedikit menyilaukan.

Arangga menjulurkan pedangnya yang menyala itu pada Kulkan. Arangga hanya punya satu kesempatan untuk melakukan serangan. Jika gagal, semua akan berakhir. Semua makhluk di Bumi akan segera punah.

"Jurus Kedua Belas, Gerbang kematian!"

Semua manusia yang berjarak puluhan ribu kilometer dari bentrokan antara Arangga dan Kulkan di angkasa, menyaksikan Arangga dari bawah terbang dengan kecepatan tinggi ke arah datangnya Kulkan.

Arangga yang melesat keatas terlihat seperti meteor kecil berekor yang sangat panjang berwarna biru dan merah yang akan segera menabrak tubuh Kulkan yang besarnya nyaris separuh luas daratan SwarnaDwipa.

Tepat saat mereka menyangka akan ada benturan yang maha dahsyat akan terjadi, seketika sebuah lubang Dimensi super besar terbuka.

Belum sempat mereka mengekspresikan keterkejutan, kejadian berikutnya lebih membuat mereka terpana. Lubang yang barusaja muncul itu dengan sekejap mata menelan Kulkan kedalamnya.

Dunia langsung hening saat tubuh Kulkan yang sebelumnya terlihat hampir menutupi langit itu menghilang di Angkasa.

Semua mata yang melihat dari bawah merasa seolah-olah kejadian ini seperti mimpi. Hal yang baru saja terjadi membuat pikiran mereka menjadi kosong. Dunia tetap hening selama beberapa menit, sebelum akhirnya tanah mulai bergetar.

Getaran itu tidak lama menjadi goncangan, dan goncangan itu mulai terasa seperti gempa dan terus membesar. Umat manusia yang sebelumnya terdiam kini mulai dilanda kepanikan. Mereka sama sekali tidak tau apa yang terjadi. Dan mulai mencari cara untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing.

Tidak lama setelah itu, cahaya berwarna warni mulai menyelimuti bumi dengan kecepatan tinggi. Jauh di ujung daratan SwarnaDwipa terdengar suara dentuman yang sangat keras.

Meski jarak ledakan itu sangat jauh, Namun suara dari hasil dentumannya itu seolah mampu meledakkan jantung makhluk hidup yang berada dalam jarak ribuan kilometer dari lokasi ledakan itu terjadi.

Ledakan tersebut menyebabkan Gempa bumi terbesar dalam sejarah umat manusia. Gelombang kejut dari ledakan itu juga meratakan permukaan tanah dalam radius belasan ribu kilo meter jauhnya. Membuat laut bergejolak menghasilkan tsunami yang juga sangat besar.

Anhur yang melihat kejadian itu dari Istana Langit, tertegun. Dia tidak bisa membayangkan jika saja Kulkan menghantam bumi secara langsung. Bukan tidak mungkin itu langsung membuat Bumi terbelah jika tidak hancur menjadi serpihan.

Berbeda dari apa yang dilihat oleh Dewa Anhur, umat manusia tidak tau apa yang  terjadi setelah Kulkan menghilang selain suara dentuman yang dahsyat dan Cahaya biru yang kini memenuhi seluruh lapisan udara.

Seminggu setelah kejadian itu, tidak ada yang terjadi lagi. Cahaya yang memenuhi udara sudah mulai memudar.

Dengan hilangnya tentara langit dan Kulkan, Semua beranggapan Perang antara Dua Dunia ini akhirnya benar-benar berakhir. Dengan dampak perang yang sedahsyat ini, tidak ada yang perduli lagi siapa yang menang ataupun kalah.

Akan tetapi, tidak ada yang benar-benar tau apa yang terjadi antara Arangga dan Kulkan. Karena selama seminggu itu juga, Arangga tidak pernah muncul kembali.

Dampak peperangan yang terjadi lebih dari lima tahun ini, memakan korban lebih dari Seratus Juta Jiwa dari pihak manusia dan hampir Tiga Ratus Ribu tentara langit dan sembilan Dewa Perang juga dipastikan menjadi korban perang terbesar dalam sejarah ini.

Perang ini juga berdampak besar pada struktur tanah. Ledakan terakhir menyebabkan daratan terbesar di Bumi itu, terpisah menjadi tiga bagian. Pecahan dari ledakan itu membuat munculnya pulau-pulau kecil disekitar nya.

Hasil dari pertempuran ini, membuat Dewa Anhur menyadari bahwa langit tidak lagi aman. Dengan dibantu oleh semua Dewa yang ada di Istana Langit, Dewa Anhur menyegel Pintu Langit. Ini membuat dua Dunia ini benar-benar sudah terpisah.

Akhir Perang ini menjadi titik awal dimulainya sejarah dan peradaban baru umat manusia.

ARYA

3343 tahun setelah perang besar.

Teluk Barula. Nama desa yang berada di Daratan Timur kerajaan Swarna. Desa ini tidak terlalu mendapat perhatian dari kerajaan, karena jarak wilayahnya yang jauh dari pusat pemerintahan. Penduduk di sini hidup hanya dengan mengandalkan hasil bumi dan ternak mereka saja.

Pada siang menjelang sore hari, balai desa selalu ramai. Di sana merupakan tempat berkumpulnya anak-anak dari semua penduduk Desa. Jika tidak sedang membantu orang tua, mereka akan menghabiskan waktu untuk belajar. Baik belajar ilmu beladiri ataupun ilmu pengetahuan dasar lainnya.

Seorang anak laki-laki tampak sedang serius membaca sebuah buku yang telah usang di saung di pinggir lapangan yang sedang digunakan untuk latihan beladiri oleh anak-anak lainnya. Anak laki-laki lain yang baru saja tiba langsung menghampiri dan ikut duduk di sana.

"Arya. kau laki-laki, seharusnya kau ikut belajar beladiri bukan malah terus membaca buku-buku yang tidak berguna itu!"

Arya yang sedang larut dalam bacaannya sedikit terkejut dengan suara yang tiba-tiba itu, dengan senyum masam dia menjawab dengan nada sedikit ketus. "Kak, kau tau aku tidak memiliki tubuh yang kuat seperti kalian. Aku akan mati saat aku di suruh berdiri di lapangan saat terik seperti ini"

Keduanya menatap sekumpulan anak-anak yang berusia antara delapan sampai sepuluh tahun yang sedang berlatih ketahanan tubuh di tengah lapangan.

"Kau hanya tidak mau melatih tubuhmu. Setidaknya, jika kau mau memulai sekarang, kau masih akan bisa diterima sebagai prajurit penjaga."

Arya kembali menatap kakaknya. "Aku tidak ingin bekerja sebagai prajurit, aku hanya ingin belajar ilmu bercocok tanam. Aku akan membuka ladang yang besar, agar keluarga kita kelak tidak akan kesulitan seperti sekarang ini."

Sebenarnya, Arsa hanya mencoba menghibur hati adiknya. Karna sejak lahir, Arya memang memiliki tubuh yang lemah. Disaat semua anak laki-laki seumurannya sudah berhasil membuka setidaknya sepuluh titik cakra, Arya sampai sekarang tidak bisa membuka satupun titik cakranya. Sehingga, untuk mengangkat satu ember air saja, Arya sangat kesulitan.

"Baiklah, aku akan melanjutkan latihanku. Teruslah membaca" Setelah mengatakan itu, Arsa kembali bergabung dengan teman-teman sebayanya.

Arya menatap kumpulan anak laki-laki yang  berumur tidak jauh di atasnya itu. Di antara mereka, Arya tau bahwa Arsa lah yang terkuat. Arsa memiliki bakat beladiri yang luar biasa. Saat berumur 12 tahun, Arsa sudah berhasil membuka 60 titik cakra. Itu sudah sebanding dengan kekuatan pendekar dasar tingkat 1. Sekarang saat dia berumur 14 tahun Arsa sudah membuka 90 titik cakra. Jika Arsa berhasil mendapatkan kekuatan tulang perunggu, Arsya sekarang sebanding dengan pendekar dasar tingkat 3. Itu adalah hal luar biasa bagi penduduk desa terpencil yang terlupakan di ujung kerajaan Swarna ini.

Arya yakin, suatu saat Arsa akan menjadi pendekar tingkat mahir bahkan mungkin sampai ke tingkat ahli. Apapun itu, Arya sangat bangga bahwa Arsa adalah kakaknya.

Jauh di dalam lubuk hati Arya, dia sedikit kecewa dengan keadaan tubuhnya yang tidak mampu membuka satupun titik cakra. Bahkan sekarang dia lebih lemah dari anak perempuan yang seumuran dengannya.

Jika Arya bukan adik Arsa, sudah pasti dia akan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Mereka tau bagaimana Arsa sangat menyayangi adiknya tersebut.

Pernah ada salah satu temannya mengejek Arya cacat karna tidak bisa membuka titik cakra, Anak itu berakhir dengan keadaan pingsan saat satu pukulan Arsa mendarat tepat di mulutnya. Beberapa gigi anak itu rontok.

Sebagai karma, sampai sekarang gelar ompong melekat pada dirinya. Tentu saja anak-anak lain tidak mau bernasib serupa.

Tapi rasa kecewa itu tidak terlalu mengganggunya. Setidaknya, di keluarganya ada Arsa yang bisa dibanggakan. Selain itu, Arya berniat mempelajari ilmu pengetahuan untuk mendapatkan kehidupan yang sedikit lebih baik di masa depan.

Dimasa sekarang ini, ilmu beladiri memang dianggap sebagai tolak ukur hampir segala hal. Semakin kuat seseorang, maka akan semakin disegani pula dirinya dan akan sangat mudah mendapatkan pekerjaan saat dewasa nanti.

Semua itu hanya bisa di ukur oleh jumlah titik Cakra yang terbuka untuk menampung tenaga dalam mereka. Hal yang tidak dimiliki oleh Arya. Arya mengetahui bahwa masa depannya akan suram jika mengikuti jalur kependekaran.

Akan tetapi,  jika Arya bisa ikut ujian di Kota Basaka, ada kemungkinan dia akan bisa mendapat pekerjaan lain di kerajaan sebagai pejabat atau bisa melamar kerja di tempat-tempat yang membutuhkan keahlian surat-menyurat dan keahlian lainnya.

Tidak jauh dari Arya, ada seseorang yang sejak tadi mendengar pembicaraan mereka. Orang ini adalah orang yang mengetahui alasan kenapa Arya tidak bisa membuka satupun titik cakra ditubuhnya.

"Aku berharap kau tidak pernah berusaha membuka titik cakramu lagi!."

Arya menoleh pada orang itu. Meski kata-kata seperti ini sering dia dengar keluar dari laki-laki tua itu, tetap saja Arya tidak mengerti kenapa ada orang yang sama sekali tidak ingin dia memiliki sedikit saja kekuatan.

"Ki Cokro, aku tidak mengerti kenapa Aki tidak suka jika aku memiliki cakra?" Tanya Arya sedikit ketus.

"Arya, ketahuilah! Mungkin kau membenciku karna selalu mengatakan ini pada mu. Tapi, demi kebaikanmu, jangan lagi berusaha membuka titik cakra di tubuhmu"

Mendengar peringatan ki Cokro, Arya tertunduk. Setiap kali dia berusaha membuka titik cakra di tubuhnya, maka dia akan langsung jatuh sakit selama berhari-hari karenanya. Ki Cokro ini lah yang selalu mengobatinya.

Sejak kedatangannya ke desa Teluk Barula, penduduk di sana mendaulat dirinya menjadi tabib sekaligus pelatih beladiri bagi anak-anak desa. Karna sebelumnya ki Cokro mengaku bekerja menjadi pengawal seorang tabib di kota Basaka. Jadi, perkataan ki Cokro tadi bukan bermaksud untuk meremehkannya.

"Aku mengerti" jawab Arya.

Ki Cokro, menatap anak laki-laki ini dengan rasa iba. Bagaimanapun dia mencoba menjelaskan pada Arya, saat ini Arya tidak akan mengerti. Kadang dia berpikir kata-katanya akan membuat anak ini kehilangan kepercayaan dirinya. Tapi, ini memang untuk kebaikannya.

"Sukurlah kau mengerti" kata Ki Cokro sambil tersenyum. Tapi tak lama tiba-tiba senyumnya menghilang.

Pandangan ki Cokro terpaku pada buku tua yang sedang dibaca oleh Arya. Dia yakin buku itu bukan salah satu buku yang dibawanya ke desa ini. Secara tak sadar dia langsung menarik buku itu dari hadapan Arya untuk memastikan.

Seketika tangan ki Cokro gemetar saat memegang buku itu. Tidak ada satupun kata yang ada di dalam buku itu yang bisa dimengerti olehnya.

Ki Cokro yakin, meski buku itu sangat tipis dan kecil, apa yang terkandung di dalamnya pasti merupakan salinan bagian dari salah satu pecahan Kitab Dunia.

"Arya, sejak kapan kau membaca ini?!"

Arya yang terkejut saat tiba-tiba ki Cokro merampas buku yang sedang dibacanya, kini merasa heran melihat ki Cokro yang gemetar melihat buku itu.

Arya menjadi gugup melihat ki Cokro yang berubah menjadi ketakutan seperti itu. "Seseorang memberikannya padaku beberapa hari yang lalu, aku sudah membacanya beberapa kali. Aku rasa bahkan aku sudah menghapal isi nya" jawab Arya jujur.

Arya tidak tau apa yang membuat ki Cokro menjadi seperti itu. Tapi, entah mengapa dia menjadi merasa bersalah karenanya. Ki Cokro adalah orang yang mengajarkannya membaca dan menulis. Ki Cokro juga yang memberikan banyak buku agar Arya membacanya. 

Jawaban Arya membuat ki Cokro panik. Seketika tangan yang memegang buku itu mengeluarkan hawa panas, dan tak lama hawa itu mengalir pada buku tersebut hingga membuat buku itu terbakar sampai menjadi debu.

Arya yang tidak pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya langsung terkejut. Dengan jelas Arya melihat bahwa api yang membakar buku itu berasal dari hawa panas tangan ki Cokro. Karna keterpanaannya, Arya kehilangan kata-kata. Sampai tiba-tiba ki Cokro menatapnya dengan tajam.

"Arya, di mana Ayahmu sekarang?!"

Arya tidak menjawab. Dia masih terkejut dengan  yang baru saja dia saksikan.

Melihat Arya yang diam tak menjawabnya, Ki Cokro langsung mendatangi Arsa. Dia meminta Arsa untuk memanggil seluruh keluarganya agar segera pulang kerumah dan menunggunya disana.

Arsa langsung berlari menuju arah perbukitan tempat dimana ladang ayahnya berada.

Beberapa waktu yang lalu, ki Cokro memang merasakan ada sesuatu yang aneh sedang terjadi di teluk Barula. Hanya saja, dia merasa itu hanya fenomena alam biasa.

Gempa kecil seharusnya bukan apa-apa. Tapi Ki Cokro baru menyadarinya. Di teluk ini tidak pernah terjadi gempa sebelumnya.

Ki Cokro kembali ke saung tempat Arya yang masih terlihat bingung. "Arya, katakan padaku apa yang tertulis di dalam buku itu?" tanya ki Cokro sambil memegang kedua bahu kecil anak laki-laki itu.

Arya tersentak dengan pertanyaan ki Cokro "A-Aku ... Ti-tidak terlalu mengerti ... Ta-Tapi ... di sana tertulis bagaimana cara mengendalikan ... sesuatu!, ... Prana" jawab arya terbata karna gugup.

"Apa?! ... Prana?!"

Arya menggangukan kepalanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!