Namaku Lingga, istri dari Mas Rayhan. Sudah delapan tahun usia pernikahan kami, namun sampai saat ini kami belum dikaruniai keturunan. Walau begitu, aku tetap bahagia bersamanya, karena hanya dia yang menerimaku apa adanya.
Kehidupan rumah tangga kami lebih berwana dengan kehadiran Syafiq, anak kakakku yang aku angkat lima tahun yang lalu menjadi anakku. Aku sangat menyayanginya, karena ia lucu, menggemaskan, aktif dan cerdas.
Mungkin dengan mengangkat anak, bisa jadi pancinganku untuk bisa hamil, karena sudah delapan tahun aku belum juga dikaruniai momongan. Ikhtiar sudah, dari berobat kedokter dan urut sudah kujalani, namun sepertinya memang Allah belum berkehendak memberiku momongan, jadi aku hanya bisa bersabar.
Harapku semoga sebentar lagi aku dan Mas Rayhan segera memiliki keturunan dari rahimku sendiri.
***
Mobil Mas Rayhan terdengar memasuki gerbang garasi rumah, aku bersiap menyambutkan dari dalam rumah. Dimeja makan sudah kuhidangkan sayur asam bumbu kuning, tempe orek dan sambal goreng kentang yang siap disantap.
Senyumku melebar, bersamaan dengan Syafiq yang langsung memeluk Abinya setelah membukakan pintu.
"Abi...." teriak Syafiq menyambut Abinya pulang.
tapi kulihat wajah Mas Rayhan terlihat lesu dan tak bersemangat.
"Ada apa, Mas?" tanyaku penasaran.
Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Malam pun tiba. Saat Syafiq sudah tertidur lelap dikamarnya, mas Rayhan memulai pembicaraan kepadaku. Ia mulai bercerita dan aku pun dibuat terkejut.
"Apa mas, kamu mau pinjam tabungan aku?" Tanyaku kaget.
"Iya, maafkan aku sayang, aku terlilit hutang bank." jawab mas Rayhan.
"Kamu pinjam uang kebank untuk apa? Toh perekonomian kita kan selama ini tercukupi, alhamdulillah kita tidak kekurangan."
Lalu mas Rayhan menuntunku kekamar, sambil berbisik." aku akan jelaskan kepadamu."
Ditutupnya pintu rapat-rapat, lalu kami duduk diatas tempat tidur, mas Rayhan pun memulai pembicaraannya.
"Sayang, maafkan aku, maafkan aku ya sayang." ucapnya.
Aku yang tidak tahu apa-apa, bingung dan tidak mengerti, "sebenarnya ini ada apa, Mas?"
Mas Rayhan mencoba menatap mataku, lalu memandang wajahku begitu dalam. Selama delapan tahun kami menikah, Mas Rayhan selalu terbuka, berbicara kepadaku tentang apapun masalah yang sedang ia hadapi, tapi sekarang ini sepertinya ada yang ia sembunyikan dariku.
"Selama ini aku selingkuh dibelakangmu, aku berpacaran dengan wanita lain."
Detak jantungku seakan berhenti seketika saat mendengar apa yang ia katakan, duniaku seakan runtuh luluh lantah.
Aku pun tidak bisa menghalangi air mata yang jatuh menetes dipipiku, "Siapa wanita itu, Mas?"
Sambil menundukkan wajah, ia pun menjawab, "Dia adalah Zidny, mantan muridku."
"Tapi kenapa Mas, kenapa kamu berselingkuh dengan wanita itu? Karena aku tidak secantik dulu atau karena selama delapan tahun kita tidak memiliki keturunan? Itu kah penyebabnya? Jawab Mas?"
"Tidak sayang, aku hanya khilaf. Entah setan apa yang merasuki hatiku hingga aku berbuat seperti ini."
Sambil terus menyeka air mataku dengan sehelai tisu, aku kembali bertanya, "Lalu kamu meminjam uang ke bank untuk wanita itu?"
"Iya, wanita itu memerasku. Ia selalu meminta uang kepadaku untuk bayar sekolahnya yang nunggak selama tiga bulan, untuk membiayai orang tuanya yang sedang dirawat dirumah sakit dan untuk biaya adik-adiknya sekolah".
Aku pun diam, sangat sakit hatiku ini. Rumah tangga yang sudah dirajut selama delapan tahun harus melewati ujian seperti ini. Entah apa penyebabnya sehingga mas Rayhan tega berselingkuh dengan wanita yang tak lain mantan muridnya sendiri.
Kurebut ponsel Mas Rayhan dari tangannya, kulihat ada chattingan dihpnya dengan wanita itu, kubaca semua chattingan mesranya dengan Zidny. Aku tak sanggup lagi rasanya, sesak dada ini. Ya Allah kenapa ini terjadi padaku.
Terlebih lagi saat kubaca pesannya diwhatsapp itu. Selain memberikan uang, Mas Rayhan juga sering memberikan bunga dan pernah juga membelikan ponsel yang harganya lebih mahal dari ponselku.
Tak bisa berkata-kata, aku menangis sejadi-jadinya. Emosiku mulai memuncak. Kulempar benda-benda yang ada disekitarku ke arahnya. Aku benci Mas Rayhan.
Lalu ia berusaha menenangkanku. Tapi aku belum bisa tenang. Aku tidak bisa terima, mas Rayhan setega ini padaku.
Suami yang sangat aku cintai telah menodai janji suci pernikahan kami. Janji suci yang telah terikrar delapan tahun yang lalu, kini hancur seketika karena perbuatannya.
Sambil nangis terisak, kutelpon ibu mertuaku yang memang saat itu sedang melaksanakan ibadah umroh. Kaget, tak menyangka anak sulungnya tega berbuat ini. Aku minta didoakan agar Mas Rayhan sadar dan tidak mengulangi perbuatannya itu.
Aku membereskan baju-bajuku, memasukkannya kedalam koper besar. Aku akan pulang kampung bersama Syafiq. Aku tidak mau lagi tinggal disini bersama Mas Rayhan.
"Kamu mau kemana? Jangan pergi!"
Ia menghadangku, mengeluarkan pakaian-pakaianku dari koper dan memasukkannya lagi ke dalam lemari.
"Maafin aku ya, Sayang..." Ucapnya, sambil menghapus air mata dipipiku.
"Aku janji ga akan berbuat seperti itu lagi."
"Aku benar-benar menyesal..."
Tak mungkin aku bisa langsung percaya dengan kata-katanya. Kepercayaan aku sudah hilang untuknya.
"Aku bingung harus pinjam uang sama siapa lagi, selain sama kamu."
"Uang ditabunganku habis, untuk bayar hutang sana sini."
"Mungkin ini teguran dari Allah agar aku sadar, aku telah membohongimu selama ini."
"Maaf, aku telah menyakitimu..."
Aku hanya memalingkan muka sambil terus menangis. Tak ingin kumenatap wajahnya. Disaat ia membutuhkan pertolonganku, ia baru berterus terang kepadaku.
Selama ini ia terlihat baik, ternyata semuanya palsu. Hanya drama yang ia mainkan agar perselingkuhannya tak kuketahui.
Pantas saja selama ini ia sering pulang larut malam dengan alasan lembur, membuat soal-soal untuk muridnya. Padahal harusnya sore ia sudah berada dirumah.
Pernah juga waktu itu ia izin menginap disekolah. Entah benar atau tidak ia menginap disekolah, aku juga sebenarnya tidak yakin. Tapi karena pada waktu itu temannya meneleponku dan meminta izin kepadaku agar aku mengizinkan Mas Rayhan untuk menginap disekolah bersamanya untuk menyelesaikan tugas. Jadilah aku izinkan.
"Sudah berapa lama Mas, kamu berhubungan dengan wanita itu?"
"Sudah 2 tahun."
"Lalu, teman-temanmu disekolah tahu, kalau kamu berselingkuh dengan wanita itu?"
"Bu Santi sudah curiga, karena sebelumnya ia pernah melihat Zidny datang ke sekolah dan bertemu denganku." Jelas Mas Rayhan.
Tak kusangka seberani itu mereka bertemu disekolah tempat suamiku mengajar.
"Bahkan, Pak Burhan mengancamku akan memberitahumu kalau aku tidak menghentikan hubungan terlarang ini."
Pantas saja akhir-akhir ini ketika pulang mengajar, wajah Mas Rayhan tidak pernah ceria. Terlihat murung dan tertutup. Seperti ada yang disembunyikan. Tapi Setiap kutanya, ia selalu menjawab, "aku tidak apa-apa."
"Memaafkan itu mudah, Mas. Yang sulit itu melupakan." Jelasku sambil terus mengusap air mataku.
Ia berusaha memelukku namun kutepis.
"Sana, Mas!"
"Maaf, aku ingin sendiri dulu, Mas."
Kudorong ia menuju keluar kamar, lalu kukunci pintu kamarku.
Kurebahkan tubuhku kekasur. Aku berusaha menenangkan diriku sendiri dengan caraku.
Terdengar Mas Rayhan mengetuk-ngetuk pintu dari luar kamar.
"Kamu tidur diluar malam ini!" Perintahku, karena kumasih kesal.
****
Aku terbangun dengan mata yang masih sembab akibat menangis semalam. Berat rasanya menjalani hari ini, jika mengingat pengakuan Mas Rayhan semalam, rasanya seperti mimpi.
Aku membangunkan Mas Rayhan yang tertidur disofa ruang tamu.
"Bangun, Mas!"
Sebenarnya aku tak tega menyuruh ia tidur diluar semalam. Selain diluar banyak nyamuk, ia juga tidak terbiasa tidur di sofa. Mana mungkin ia bisa tertidur pulas.
"Aku jadi pinjam uang tabunganmu dulu ya." Pintanya.
"aku janji nanti akan aku ganti."
"Baiklah." Jawabku lirih.
Walau uang tabunganku sudah kupinjamkan ke Mas Rayhan, tapi bukan berati aku sudah baikan dengannya.
Sejak pengakuan beberapa hari yang lalu itu, aku selalu cek cok dengannya. Tak henti-hentinya kami bertengkar, selalu ada saja yang membuat kami ribut setiap harinya, seakan aku sudah tak sanggup menjalani biduk rumah tangga ini.
Sampai pada ujung lelahku, aku memberanikan diri berbicara kepadanya, "Mas, aku mau kita cerai saja."
"Aku tidak mau menceraikanmu, aku masih mencintaimu, aku masih membutuhkanmu." Jelasnya sambil berusaha memelukku.
"Tapi aku sudah tak sanggup hidup denganmu, Mas."
"Maafkan aku, aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Tapi kepercayaanku sudah hilang, cermin itu sudah pecah menjadi serpihan beling yang berserakan, tak mungkin aku rangkai kembali menjadi cermin yang utuh."
"Kumohon, maafkan aku, aku tidak akan mengulangi hal itu lagi."
Mas Rayhan masih memelas memohon maaf kepadaku, tapi rasanya sulit bagiku untuk menerima dan mengikhlaskan apa yang telah ia perbuat.
****
Hari terus berganti, namun suasana hatiku masih juga redup, tak tahu harus bagaimana aku menjalani hari. Tetiba Terlintas dibenakku untuk menelepon ibuku dikampung, ya ibuku tinggal dikampung halamanku di Jawa Timur.
Kuambil ponselku, aku berniat akan menceritakan masalahku ini pada ibuku. Kucari kontak namanya, begitu nada panggil sudah terdengar, langsung aku matikan, karena air mata tak tahan sudah membasahi pipiku dan dadaku pun terasa sesak, rasanya tak sanggup kuceritakan ini semua pada ibu.
"Ma, mama kenapa kok nangis?"
Syafiq tiba-tiba saja masuk kamar mengagetkanku.
"Nggak apa-apa, nak."
Sambil mengusap air mataku dan berusaha untuk tersenyum didepannya.
"Sini sayang mama peluk, cuma kamu penyemangat mama." Kataku sambil berusaha merangkulnya.
Anak usia lima tahun ini tentunya belum mengerti apa yang aku rasakan, didepannya aku harus terlihat bahagia.
Kubuka album foto pernikahanku dengan Mas Rayhan, kulihat binar kebahagiaan kala itu, delapan tahun kami bersama membangun rumah tangga ini, sungguh masih tak menyangka semua ini terjadi.
Dari beberapa wanita, aku termasuk wanita beruntung yang dipilih Mas Rayhan untuk jadi istrinya, karena begitu banyak wanita yang hadir dalam hidupnya, yang meminta ingin dinikahinya. Karena selain tampan, ia juga cerdas. Ia dapat beasiswa kuliah di Universitas Ternama di Kairo, Mesir. Setelah lulus dari Pondok Pesantren di Jawa Timur.
Awal aku bertemu dengannya karena dikenalkan oleh kakakku yang juga pimpinan Pondok Pesantren itu. Dikalangan Ustadz, Mas Rayhan sudah banyak dikenal karena prestasinya.
Perkenalan kami berlangsung singkat, hanya tiga bulan, setelah itu Mas Rayhan melamarku. Walau pada saat itu aku masih kuliah, tapi orang tuaku sangat merestuiku untuk menikah.
Resepsi pernikahanku digelar dua kali, yang pertama di kampungku, Jawa Timur bersamaan dengan akad nikahnya. Yang kedua di Jakarta, di tempat orang tua Mas Rayhan.
Ah bahagianya aku ketika mengingat moment bahagia ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!