Gadis itu berlari kencang melewati jalanan yang semakin ramai. Ia mengabaikan teriakan protes dari orang-orang yang ditabraknya tanpa sengaja. Gadis itu terus berlari dan berbelok di sebuah rumah mewah salah satu temannya.
"Rachel!" teriaknya saat melihat gadis itu menarik napas satu-satu dan bertumpu pada lututnya. Ia tersenyum melihat temannya.
"Aku... akan..."
"Sudah! Tenangkan dulu dirimu. Ayo duduk!" ajak temannya menarik lengan Rachel ke arah bangku terasnya.
"Aku... akan... Boleh kuminta minum dulu?" pinta Rachel.
"Astagaaa... sebentar!" temannya masuk dan mengambil seteko minuman dan dua gelas. Rachel menyambar minumannya dan menenggaknya dalam beberapa teguk.
"Ada yang mau kubicarakan," kata Rachel setelah mengelap bibirnya.
"Apa itu?" tanya temannya.
"Kamu mau kencan denganku?" tanya Rachel dengan mata membesar, pipi memerah, rambut awut-awutan setelah berlari dan keringat yang membasahi sebagian anak rambutnya.
"Kau bercanda!" balas temannya.
"Kenapa aku harus bercanda? Aku serius, berkencanlah denganku, sekali saja," pinta Rachel.
"Astagaaa... Kamu gila! Kamu mabuk?" tanya temannya geleng-geleng kepala.
"Tidak! Kumohon sekali ini saja. Sebelum aku..."
"Ya ya ya... sebelum kamu pindah dan kita tak bisa saling bertemu. Ayolah Rachel, kamu pindah tidak begitu jauh dari sini. Tiga puluh menit perjalanan juga sampai," kata temannya.
"Kau menolakku?" lagi-lagi mata Rachel membulat.
"Bukan begitu, aku..."
"Bagus! Artinya kamu setuju dengan ajakanku, oke aku pamit. Aku tunggu lusa, malam. Jemput aku," Rachel tersenyum senang lalu ia berlari keluar.
"Rachel! Tunggu!"
"Apalagi Bram?"
"Tidak jadi, pulanglah," kata pemuda itu yang bernama Bram. Ia melambaikan tangan mengusir Rachel.
Rachel tersenyum dan berbalik lalu berjalan keluar pagar rumah megah milik Bram. Dia sedih sekaligus bahagia. Sedih karena harus berpisah dari Bram yang merupakan temannya sejak sekolah. Tapi juga bahagia bisa mengerjai pria itu untuk berkencan dengannya. Sebenarnya bukan kencan melainkan ia harus membawa pasangan saat reuni. Jika ia mengatakan akan pergi reuni Bram tentu menolaknya.
Bram adalah teman Rachel. Mereka dekat karena mengambil ekstakurikuler yang sama saat sekolah. Kelas musik dan paduan suara. Meski Rachel tak terlalu aktif tapi Bram lah yang membuatnya semangat sekolah. Bram adalah tipe laki-laki yang tak pilih teman. Berbeda dengan teman-teman lainnya. Bahkan kini setelah mereka lulus dan bekerja Bram lah teman dekatnya meski Rachel memiliki beberapa teman lainnya.
Rachel adalah murid biasa saja dulunya. Prestasinya biasa saja tapi bakatnya terlihat pada musik dan sketsa gambar. Soal paras, ia memang cantik tapi ceroboh dan mengabaikan penampilan, itulah sebabnya dulu ia sering di bully dan dikucilkan teman-temannya. Andai ia peduli sedikit saja ia akan terlihat cantik dengan tubuh kurus dan rambut panjang yang kini terlihat kecoklatan.
Berbanding terbalik dengan Rachel, Bram adalah sosok laki-laki idaman teman-teman sekolahnya itulah sebabnya Rachel selalu dimusuhi karena dekat dengan Bram. Kini mereka sudah bekerja dan masih berteman dengan baik karena rumah mereka tidak begitu jauh.
Bram bingung kenapa hari ini tiba-tiba Rachel mengajaknya kencan. Padahal bila dilihat Bram bukanlah lelaki tipe Rachel. Membuatnya bingung tapi juga penasaran. Ia akan menanyai Rachel nanti.
Rachel berjalan sambil bersenandung pelan. Wajahnya tersenyum senang. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dimainkan angin. Akhirnya ia bisa mendapatkan pasangan untuk diajak reuni sekaligus acara ulangtahun salah satu teman sekelasnya dulu.
Sebenarnya Rachel malas mau ikut acara reuni yang berujung acara pamer. Tapi kali ini entah kenapa ia sedikit tertarik untuk hadir maka ia sedikit memaksa Bram. Rachel tertawa mengingat ekspresi Bram tadi tapi untunglah ia mau dan tak banyak bicara.
Dia mengajak Bram juga sebagai acara perpisahan mereka. Rachel akan pindah rumah yang lebih dekat dengan tempat kerjanya. Ia diterima bekerja pada salah satu penerbit sebagai karyawan yang membuat sketsa juga karikatur. Disana gajinya lumayan karena pekerjaannya juga merangkap sebagai editor.
Rachel bergegas pulang dan mulai membungkus barang-barang yang akan dibawa untuk pindah. Ia memerlukan kardus tambahan untuk barang-barang koleksinya.
"Ini pesananmu," seorang wanita gemuk penjual toko menyerahkan dua buah kardus kecil pesanan Rachel.
"Terimakasih," Rachel tersenyum dan menyerahkan sejumlah uang untuk membayar.
"Tidak usah! Aku gak menjual kardus itu. Bawa saja!" perintahnya.
"Terimakasih banyak, semoga semakin laris dagangannya," Aluna tersenyum pada ibu penjual. Ibu itu mengangguk dan melayani pembeli lain. Rachel berjalan menuju rumahnya
Ia membuka pintu dan dan langsung menuju ruang tengah dengan berbagai barang yang sudah dipilihnya untuk dibawa. Ia memasukkan barang-barang ke dalam kardus yang baru saja ia bawa. Ia menyelesaikan tugasnya sampai sore hari. Besok pagi semua barang akan diangkut ke rumah barunya.
Tubuhnya terasa sakit setelah mengemas barang. Ia memijit bahunya dan duduk di sofa sambil menonton televisi. Tubuhnya lelah untuk memasak ia akan memesan makanan saja.
Tok... Tok...
Rachel beranjak membuka pintu, ada Bram di sana membawa berbagai kantong berisi makanan.
"Tau aja aku butuh perbaikan gizi," komentar Rachel. Bram angkat bahu dan masuk.
"Banyak juga barangmu," katanya melihat tumpukan kardus ditengah ruangan.
"Ya, lumayan. Kamu bawa apa?" tanya Rachel membongkar kantong bawaan Bram.
"Makanan rakyat," jawab Bram cuek. Rachel tertawa mendengar komentar Bram.
"Ayo makan!" ajak Rachel setelah membuka aneka makanan.
"Kamu yakin mau pindah rumah?" tanya Bram.
"Yakinlah, aku sudah memikirkan ini. Lumayan menghemat waktu dan uang untuk ke tempat kerja," kata Rachel.
"Oke, by the way kenapa tiba-tiba ngajak aku kencan?" tanya Bram.
"Huahahaha... apa kamu kepikiran?" tanya Rachel. Bram mengangkat bahu seolah tak peduli.
"Aneh aja, aku takut dijebak," kata Bram.
"Aku nggak sejahat itu," kata Rachel
"Tapi lebih dari itu. Ayolah, kenapa? Dan ada apa?" tanya Bram.
"Oke, sebenarnya aku mau ngajak kamu reuni,"
"Aaarrrgggh... sudah kuduga!" erang Bram.
"Pleaseeeeee..." pinta Rachel
"Aku males datang acara kayak gitu, kamu tau sendiri,"
"Ya sekali-sekali nolongin temen kenapa. Aku nggak pernah ikut acara begitu tapi penasaran juga," kata Rachel.
"Yakin mau pergi?" tanya Bram meyakinkan.
"Yakin, makanya ajak kamu biar aku aman," kata Rachel.
"Aku kok malah lebih was-was," kata Bram.
"Amaaaaan, tenang aja," kata Rachel.
"Ya sudah, habiskan makananmu. Tadi ibumu nelpon," kata Bram.
"Oh iya, aku lupa tadi sedang mengisi batrai ponsel. Apa katanya?" tanya Rachel.
"Hanya bertanya kabar, kamu nggak ada nelpon dia sedikit khawatir,"
"Oke, thanks. Nanti ku telpon ibu," kata Rachel.
Mereka melanjutkan makan dalam diam. Kehabisan pembicaraan tapi Bram masih ingin disana menemani Rachel. Setelah makan ia memutuskan menonton tayangan bola di televisi sementara itu Rachel menelpon ibunya di kamar.
Persahabatan yang manis bukan?😊
Hai hai hai... ketemu lagi dengan novel selanjutnya dengan kisah yang lainnya. Semoga suka yah😊 salam manis dariku
Bram memutuskan untuk menonton siaran televisi sambil menunggu Rachel selesai menelpon hingga tanpa sadar ia mulai tertidur di sofa. Rachel keluar kamar dan mendapati Bram tertidur. Ia duduk di samping Bram dan mengalihkan siaran televisi.
"Hel...!"
"Hmmm..."
"Serius kamu mau pindah?" tanya Bram dengan mata masih terpejam.
"Serius lah. Kamu nggak liat barang-barang sudah ku kemas,"
"Kamu di sana sendiri. Hidup sendiri. Siapa yang nolongin kalau ada apa-apa?" tanya Bram membuka matanya.
"Semoga nggak ada apa-apa. Tapi aku selama ini hidup sendiri. Bukan hitungan bulan tapi bertahun. Remember?" Rachel meyakinkannya.
"Iya sih tapi tetap aja..."
"Nggak usah terlalu khawatir. Kalau ada apa-apa aku nelpon kamu," kata Rachel.
"Oke! Dan soal reuni, kenapa kamu mau hadir?"
"Hanya iseng. Aku pengen tahu acaranya," kata Rachel.
"Nggak mungkin cuma itu alasanmu,"
"Ya udah kalo nggak percaya. Jadi mau nemenin nggak? kalau nggak ya aku sendiri aja,"
"Iya, bawel" kata Bram kesal.
"Ini udah dikemas semua? Ada lagi yang belum?" tanya Bram.
"Udah semua kok. Besok tinggal diangkut,"
"Okeh, aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa telpon aku," kata Bram.
"Oke!" balas Rachel. Bram pamit pulang dan Rachel segera mengunci pintu lalu tidur di kasurnya yang nyaman.
***
Pagi-pagi truk angkutan sudah bergerak menuju rumah Rachel yang baru. Rachel menumpang di mobil Bram. Bram memaksa ikut mengantar Rachel ke rumahnya.
"Nanti malam jangan lupa jemput aku," kata Rachel
"Iya, kamu udah ngomong hal itu udah seratus kali sejak aku datang," kata Bram.
"Biar nggak lupa,"
Mobil mereka berbelok ke sebuah rumah mungil bertingkat dengan halaman luas yang ditanami aneka bunga. Beberapa pekerja langsung bekerja menurunkan barang-barang Rachel.
"Nice!" komentar Bram saat melihat dari jendela ruangan di lantai atas. Jendelanya menghadap jalan. Di seberang jalan ada sebuah taman bermain yang dilengkapi aneka permainan anak-anak seperti ayunan dan lainnya.
"Ruang atas ini mau kujadikan tempat kerja. Bagus kan?" kata Rachel.
"Bagus, tapi rumah ini untuk sendiri terlalu besar buatmu," kata Bram.
"Kamu mau tinggal sama aku?" tanya Rachel.
"Nggak! makin jauh aku pergi kerja," kata Bram. Mereka kembali turun dan melihat barang-barang yang sudah diturunkan. Truk pengangkut barang juga sudah pergi. Rachel segera membereskan barang-barang untuk di ruang kerjanya.
Setelah itu ia turun dan melihat Bram sudah merapikan ruangan di bawah tinggal membuka kardus berisi barang-barang lainnya dan diletakkan pada tempatnya.
"Aku panggil Noey ya, bantu-bantu," kata Bram. Rachel mengangguk. Noey adalah adik perempuan Bram yang baru menamatkan Sekolah Menengah Atas. Belum bekerja dan sering main bersama Rachel. Anaknya cantik, modis, berkulit putih, berambut panjang. Bahkan ia mewarnai rambutnya sama persis dengan Rachel. Bila berjalan bersama mereka seperti seumuran.
Tak lama Noey datang dan membantu berkemas. Bram membersihkan halaman belakang yang tidak terlalu luas. Ia juga menyapu halaman depan. Ia juga memesan makanan untuk makan siang mereka.
"Lumayan lah ini, sisanya ntar aja. Istirahat dulu yuk!" ajak Rachel yang puas sebagian rumahnya sudah terisi barang dan lemari pakaiannya sudah penuh. Tinggal membereskan bagian dapur dan ruang keluarga.
"Kak, aku nginep sini," kata Noey.
"Boleh, daripada di rumah. Pusing liatnya," kata Bram.
"Boleh, yuk makan dulu!" ajak Rachel. Siang itu mereka makan dalam diam. Mungkin karena lelah beberes hingga mereka tak ada tenaga lagi untuk berdebat.
Setelah makan mereka duduk di teras rumah. Angin siang itu lumayan kencang membuat mereka terkantuk karena kenyang dan lelah.
"Noey, kamu tinggal di sini aja gimana?" tanya Rachel.
"Mau sih kak tapi..."
"Bram boleh ya? sekalian nemenin aku, ntar aku liat deh kerjaan buat dia. Takut dia suntuk juga kalau aku lagi kerja,"
"Boleh aja sih tapi jangan kebanyakan jalan. Kalian kalau udah bareng suka lupa waktu," kata Bram.
Mereka berdua bertepuk tangan bahagia mendapat izin dari Bram. Rumah baru bagi Rachel memang nyaman tapi ia juga butuh teman. Apalagi di hari pertama tentu ia belum terbiasa. Kalau ada teman tentu lebih baik.
"Malam ini aku temenin kalian deh," kata Bram.
"Yeay, makan malam kita terselamatkan!" kata Rachel.
"Enak aja! Kalian masak dong. Percuma ada dapur tapi ngarepin aku," kata Bram. Rachel dan Noey tertawa bersama.
Siang itu mereka tiduran di ruang keluarga sambil menonton sesekali ditimpali obrolan seru. Menjelang sore mereka memutuskan berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari. Rachel lebih suka ia menyetok banyak bahan makanan untuknya. Mulai makanan utama hingga makanan instan. Karena ia memang suka lapar kala malam saat ia menyelesaikan pekerjaannya di rumah jadi bila ada stok makanan itu memudahkannya.
Setelah belanja Rachel dan Noey memasak untuk makan malam yang terdiri dari ayam krispi, capcay sambal bawang juga minuman segar manis yang terbuat dari serutan mentimun.
Malam itu setelah makan malam, Rachel dan Noey asyik menonton drama korea yang sedang tayang. Sedangkan Bram membawa laptop dan melanjutkan pekerjaannya.
Hingga tak terasa malam semakin larut, mereka memutuskan untuk tidur. Bram menolak tidur di kamar lain saat di tawari Rachel. Ia memilih tidur diatas karpet bulu tebal di depan televisi sedang Rachel dan Noey tidur di kamar depan.
Dalam sekejap Noey sudah tertidur. Rachel tak bisa tidur, ia hanya berguling kesana kemari. Sulit sekali memejamkan mata. Akhirnya ia memutuskan pergi ke lantai atas melihat bintang dan menyapa malam.
Ia melihat Bram tertidur dengan laptop masih menyala. Ia menyimpan draft pekerjaan Bram lalu mematikan laptopnya. Ia juga menyelimuti Bram. Lalu segera ke lantai atas. Ia membuka pintu kamar kerjanya dan menghidupkan lampunya. Seketika ruangan itu terang. Ia menuju balkon dan melihat di suasana sekitarnya yang terasa sepi.
Ia mendongak menatap langit. Tidak ada bulan tapi bintang banyak muncul. Ia mematikan lampu teras dan kembali ke balkon. Cahaya bintang terlihat lebih banyak dibanding tadi. Rachel menikmati hembusan angin malam yang memainkan rambutnya yang tergerai.
Ia menatap ke bawah. Siluet permainan anak-anak diam tak bergerak. Diantara kegelapan Rachel melibat seseorang. Ia tak salah lihat, matanya sudah terbiasa di malam gelap. Ia melihat seseorang memainkan ponselnya. Cahaya putih kebiruan muncul dari tangannya. Sayang ia tak melihat wajah pemiliknya karena ia membelakangi dimana Rachel berdiri. Jika dilihat dari rambut dan postur tubuhnya sepertinya ia seorang laki-laki.
Ternyata ada orang lain yang seperti dirinya. Tak bisa tidur malam ini. Meski tak ada beban pikiran, Rachel sering mengalami hal ini. Ia sanggup bergadang sampai pagi karena memang tak bisa tidur.
Mungkin laki-laki itu juga tak bisa tidur. Mungkin ada yang dipikirkannya atau ia hanya mampir sebentar mencari udara segar. Sayang lampu taman sudah mati sejak sejam yang lalu. Hingga ia tak bisa melihat lebih jelas siapa pemuda itu. Rachel masuk ke ruang kerjanya dan mengemas beberapa barang yang masih terlihat berantakan.
Pagi sekali Bram sudah bangun ia harus berangkat kerja. Ia melihat kertas-kertas kerjanya sudah tersusun rapi. Aroma masakan memenuhi indera penciumannya membuat perutnya berbunyi nyaring.
"Pagi!" sapa Rachel pada Bram yang berjalan ke kamar mandi.
"Hmmm," Bram menggumam lalu masuk ke kamar mandi. Setelah mencuci muka ia keluar dan duduk di meja makan.
"Kamu nggak kerja?" tanya Bram.
"Hari ini aku minta libur, beberapa kerjaan nanti dikirim via email aja. Badanku sakit semua," kata Rachel.
"Hmm...aku pulang ya, titip adikku," kata Bram.
"Nggak sarapan dulu?" tanya Rachel.
"Nggak, aku buru-buru ada yang harus dipersiapkan," kata Bram. Ia bergegas merapikan semua pekerjaannya. Tak lama mobilnya sudah meluncur meninggalkan pekarangan rumah Rachel.
"Kak...?" panggil Noey di depan pintu ruang kerja Rachel di lantai atas. Rachel memutar kursinya dan melihat Noey yang baru bangun dengan rambut acak-acakan.
"Ada apa?" tanya Rachel.
"Kak Bram udah pulang?" tanyanya.
"Udah tadi pagi,"
"Pagi? sekarang? astagaaaaa!" ia berteriak setelah melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 10.00 pagi. Rachel tertawa melihatnya panik.
"Panik banget, kenapa kamu? ada janji?" tanya Rachel.
"Ada sih, untung aja jamnya diundur jadi sore," kata Noey sambil melihat ponselnya.
"Acara apa? kakak juga mau pergi reuni dengan Bram nanti malam,"
"Temen-temen sekolah kak, ngajakin ngumpul sebelum pada pergi kuliah keluar," kata Noey.
"Ooh gitu, jadi kamu pulang jam berapa?" tanya Rachel.
"Nggak tau kak, kayaknya aku pulang ke rumah aja gak apa kan?" tanya Noey.
"Nggak apa kok," kata Rachel. Noey mengangguk dan segera mandi. Rachel mengirim pesan untuk Bram mengingatkan acara mereka nanti malam. Bram hanya membalas dengan emoticon jempol.
***
Sore itu Rachel sudah bersiap untuk acara reuni, beberapa temannya memastikan dirinya untuk hadir. Rachel membalas pesan mereka dengan jawaban yang sama.
Tepat pukul 19.00 Bram datang menjemputnya. Pria itu memakai kemeja dan tuksedo. Wangi parfum menyebar saat ia duduk di sofa menunggu Rachel. Rambutnya tersisir rapi ke samping. Sedangkan Rachel memakai dress selutut berwarna hijau tosca dan hairpin bunga.
"Yuk!" ajak Rachel.
"Oke..." Bram terlihat agak salah tingkah.
"Kenapa? Apa aku terlihat aneh?" tanya Rachel.
"Cantik!" gumam Bram.
"Apa?" tanya Rachel.
"Ayo cepat! Nanti kita telat," kata Bram dan ia memberikan lengannya untuk digandeng Rachel.
"Iya," Rachel tersenyum manis melihat Bram. Membuat wajah Bram kembali kaku.
Mereka masuk ke mobil dengan supir keluarga Bram. Selama perjalanan Bram tak pernah melepas gandengan tangan mereka. Rachel merasa agak risih juga tapi ia biarkan saja.
"Apa semua orang membawa pasangan?" tanya Bram. Rachel tersenyum gugup.
"Ya.. sebagian eh hampir semua kayaknya," kata Rachel.
"Pantesan," kata Bram.
Mereka sampai di sebuah gedung dengan hiasan lampu dan papan ucapan selamat datang. Rachel dan Bram berjalan masuk dan tersenyum.
"Ow lihat siapa yang datang!" teriak seorang gadis cantik tinggi semampai dengan dress ketat berwarna putih. Rambutnya panjang ikal. Dia adalah Irene, gadis yang populernya sama dengan Bram. Namun Bram satu sekolah saat mereka di Sekolah Menengah Atas sedang reuni mereka dengan teman-teman Sekolah Menengah Pertama.
"Itu Rachel, bukan?" tanya yang lain. Mereka bertiga menghampiri Rachel, menyalaminya dan memeluknya. Rachel mendecih pelan.
"Wuah siapa gandengannya ini?" tanya Irene.
"Hai aku Bram," Bram mengenalkan dirinya sendiri. Rachel memandang Bram dengan kesal.
"Hai Bram, aku Irene. Ini teman-temanku Sera dan Vio. Mereka berdua melambai ke arah Bram. Bram memberikan senyum manisnya membuat ketiga orang itu tersenyum senang.
Mereka masuk ke dalam gedung yang sudah ramai. Suara musik juga memenuhi telinga. Aneka makanan dan minuman tak henti keluar. Sungguh hal yang membuat Rachel bosan dan tak nyaman. Bram menggenggam tangannya dan mengajaknya duduk yang agak jauh dari panggung.
Acara sudah dimulai beberapa orang memberikan kata sambutan termasuk Irene. Membuat Rachel memutar bola matanya saat ia melihat Irene mengedipkan matanya pada Bram dan dibalas lambaian tangan Bram.
"Lebay!" desis Rachel.
"Kamu cemburu?" tanya Bram di sampingnya.
"Nggak! Aku emang nggak suka dia,"
"Kenapa? Dia baik kok terlihat ramah," kata Bram.
"Yaaaa... terserah," kata Rachel angkat bahu dan pura-pura menikmati acaranya dan mengabaikan Bram.
Tak lama Irene bergabung bersama mereka dan mengajak Bram menari tanpa izin ke Rachel. Memang Rachel bukanlah pacarnya Bram tapi di sini mereka berpura-pura menjadi pasangan. Dan Bram dengan mudahnya mengangguk dan ikut Irene menari bergabung dengan banyak orang dibawah hentakan musik. Rachel berpikir ini bukanlah acara reuni tapi memindahkan diskotik ke gedung.
"Apa acaranya membosankan?" tanya seseorang di sampingnya. Rachel mengernyitkan keningnya dan berusaha memgingat siapa pemuda itu.
"Aku Ray, yang dulu nggak sengaja main basket kena kamu sampai kamu pingsan," katanya.
"Ooh... iya, aku ingat," kata Rachel. Ia bukan cuma pingsan karena bola tapi juga digendong oleh pemain basket ganteng andalan sekolahnya. Bahkan ia sampai mimisan berada di dekat Ray. Yang salah diartikan Ray. Ia mengira mimisan itu ulahnya padahal itu karena Rachel kelewat senang. Tapi ia melanjutkan sandiwaranya.
"Kamu cantik sekali," kata Ray.
"Terimakasih,"
"Kamu ke sini dengan siapa?" tanyanya. Rachel menunjuk Bram yang masih asyik berjoget dengan Irene menempelkan badannya ke Bram. Membuat Rachel serasa ingin muntah.
"Pacarmu?" tanya Ray. Entah mengapa Rachel tergoda untuk menggeleng, padahal dengan teman yang lainnya ia mengaku berpacaran.
"Ayo menari!" ajaknya.
"Tidak! Aku tidak bisa!" kata Rachel.
"Aku akan mengajarimu, ayolah. Kau cantik sekali, jangan hanya duduk," pinta Ray menarik tangan Rachel.
Mereka berjalan menuju bawah panggung yang dipenuhi banyak orang. Mereka mulai menari. Rachel tertawa senang melihat Ray yang terkadang bertingkah sok cool di hadapannya.
"Akhirnya kamu menikmati pestanya," teriak Ray di telinga Rachel. Rachel mengangguk sambil tertawa.
"Aku lelah," kata Rachel.
"Sebentar lagi sayang," kata Ray. Rachel merasa melayang dan memberikan waktu sebentar lagi menemani Ray yang semakin asyik menari.
Saat musik berakhir mereka kembali duduk. Sedangkan Irene dan Bram melanjutkan dansa. Musik berubah menjadi santai dan romantis. Irene mengalungkan tangannya ke leher Bram dan tangan Bram melilit pinggang Irene.
"Mereka menikmati sekali," kata Ray.
"Biarkan aja!" kata Rachel.
Ray menyerahkan segelas minuman untuk Rachel. Berwarna merah dan rasanya sedikit pahit dan perih saat melewati tenggorokannya. Tapi semakin lama rasanya semakin enak. Bahkan berkali-kali Rachel meminta tambah minumannya pada Ray yang dengan senang hati.
"Pelan-pelan aja!" kata Ray saat Rachel meneguk segelas minuman dan langsung dihabiskan. Membuat air itu mengalir keluar dari mulutnya dan terus melewati lehernya.
Ray dengan cepat mengambil tisu dan mengelap minuman merah itu dari lehernya menuju mulut Rachel. Rachel tersenyum senang dan menopangkan kepalanya ke bahu Ray.
Rachel mabuk karena ulah Ray. Ray dengan senang melihat Bram dan Irene sedang asyik bercerita. Ray segera memapah Rachel menjauhi hiruk pikuk suasana reuni.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!