NovelToon NovelToon

Cinta Tak Pernah Salah

Ginara Safiera Mahendra (Revisi)

Gadis berambut hitam tebal sebahu itu hanya mendengus ringan mendengar rengekan sang adik yang tidak pernah menyerah untuk membujuknya pulang. Kalau bukan karena alasan yang mendesak tidak mungkin dia mau pulang ke rumah. Berbagai alasan sudah disampaikan oleh Davin untuk bisa membawa kakaknya pulang ke rumah. Mulai dari papa sakit, bunda sakit menahan rindu sampai menangis, bahkan sampai hari selamatan meninggalnya mamapun ia tetap tidak mau pulang. Segala usaha itu sia-sia belaka, gadis itu tetep kekeh tidak mau pulang. Sehingga adiknyalah yang selalu kebagian tugas merayu sang kakak dari bunda. Entah sampai kapan benteng kokoh itu akan hancur di hadapan keluarganya sendiri.

Ginara Safiera Mahendra, putri semata wayang Reza Putra Mahendra dan Maira Safiera Wijaya adalah sesosok gadis yang cuek, dingin, irit bicara, cenderung angkuh --bagi yang tidak mengenalnya -- ia juga sulit menjadi akrab dengan siapapun, bahkan dengan satu-satunya sahabatnya ia masih terkesan dingin.”Pelit Wicara” itulah labelnya

semasa di sekolah dan di kampus, namun gelar tersebut tidak pernah masuk dalam list otaknya.

Ginara memang bukan putri kandung dari Bunda Tiara, ia adalah anak sambung bunda ketika menikah dengan papa Ginara, dan bunda juga membawa putra yang waktu itu sudah berusia 10 tahun, waktu itu Ginara berusia 5 tahun. Tapi kasih sayang dan perhatian bunda sama besarnya dengan anaknya sendiri Prima Gentara Mahendra.

Setelah menikah selama 2 tahun barulah bunda melahirkan Davin Febrian Mahendra. Dan Ginara benar-benar menjadi putri raja di keluarga Mahendra, hanya sayang bayang-bayang masa lalu kelam itu belum mampu keluar sepenuhnya dari ingatan gadis itu. Sehingga bagaimana pun keluarganya meluapkan kasih sayang yang sangat besar padanya, Ginara masih asyik dengan dunia kesendiriannya.

Sudah hampir 12 tahun sejak peristiwa memilukan itu kembali menimpanya, dan itu selalu menjadi alasan bagi gadis itu selalu menolak pulang ke rumah, hanya Ginara saja yang paham mengapa ia selalu menolak pulang. Ya benar gaes, sejak usia 15 tahun Ginara memutuskan untuk tinggal di asrama karena ia takut membuat orang-orang yang terdekat dengannya celaka. Dia tidak mau memberi penjelasan ribet yang malah akan membuat hatinya kembali sakit dan rasa bersalah itu pasti akan kembali menderanya. Kalau sudah seperti itu, ia akan betah berhari-hari mengurung diri di dalam kamar dan tidak ada yang berani mengusiknya.

“Ayolah kak….kakak nggak kasian apa sama bunda yang kangen berat…sampai nangis-nangis lho kak…” Bohong Davin. Ia sengaja berbohong berharap kakaknya itu akan luluh. Tapi kekecewaanlah yang menimpanya, karena raut muka datar kakaknya tidak berubah. Gadis itu tetap fokus dengan buku bacaan di hadapannya.

“Papa juga berharap banget kakak mau pulang tapi segan untuk telepon kakak, takut ganggu kata papa, kemaren papa masuk rumah sakit …” Davin menjeda kalimatnya. Ia sengaja melebih-lebihkan beritanya, padahal papanya tidak akan pernah mau ke rumah sakit, papa hanya kecapean dan telat makan sehingga sedikit mengalami kontraksi pada lambungnya namun tidak separah yang dia sampaikan.

Mendengar papa sakit Ginara langsung mendongak memandang sang adik dengan memicingkan kedua matanya, untuk mencari kebohongan di raut muka adiknya. Merasa mendapat angin segar, Davin memasang wajah melo, yang cenderung lebay sih tapi ternyata mampu merubah ekspresi datar kakaknya.

“Kenapa?

“Papa habis kunjungan bisnis ke beberapa anak perusahaan, trus kata bunda papa telat makan, jadinya papa harus rawat inap di rumah sakit…” Davin semakin gencar memberikan provokasi pada kakaknya, karena ia tahu pasti kakaknya mengerti betul siapa sosok Reza Pahlevi Mahendra. “Maafin Davin pa, bukan maksud Davin berdoa

papa masuk rumah sakit…hanya ini satu-satunya cara agar kakak mau pulang.” Batin Davin. Ginara mendesah pelan, ia memang paham papa paling anti ke rumah sakit sejak peristiwa memilukan 23 tahun silam, dan kondisi sakit bagaimana pun papa tidak pernah mau dirujuk ke rumah sakit. Ginara pun juga enggan untuk kembali

menyapa masa-masa kelam itu. Hal itulah yang membuat Ginara merubah keputusannya, karena baginya papa adalah segalanya, dia tidak bisa membayangkan bagaimana mental ayahnya ketika harus berada di rumah sakit, karena dia sendiri mengalami bagaimana pedih dan hancur hatinya saat itu.

“Baiklah”  Jawabnya pelan.

Davin langsung memeluk kakaknya erat….

Assalamu’alaikum…hallow….good morning, good afternoon, good evening, good night…no good bye yaaaa….aku revisi ulang nih yah gaes... permintaanku gak muluk-muluk kok, cuma koment aja ya, buat semangat lanjutinnya, kali aja yang ngelike juga ada dsb…hehehe.

PULANG

Davin langsung memeluk kakaknya erat, ia begitu bahagia mendengar ucapan kakaknya, walaupun hanya satu kata. Tapi itu sudah cukup mewakili perasaan bahagianya.

“Ish!” Dengus Ginara, tapi ia membalas juga pelukan Davin.

“Kita berangkat sekarang aja kak.” Ajak Davin semangat seraya melepas pelukannya. Ginara hanya memutar bola matanya kesal.

“Sift siang.”

“Ya udah kalau gitu nanti malam langsung aku jemput ke apotek ya.” Ginara mengangguk pasrah dan pemuda tampan itu langsung mengembangkan senyumnya, sudah terlintas suasana keluarga bahagia di rumah nanti malam, walaupun ia tidak yakin akan terpenuhi, yang terpenting ia sudah patut berbangga hati karena berhasil

membujuk kakaknya untuk pulang ke rumah.

“Wah aku harus segera kasih tahu papa dan bunda nih, agar usahaku gak sia-sia” Batinnya dan ia pun pamit untuk ke kampus dulu. Davin meninggalkan apartemen Ginara dengan perasaan bahagia, ia segera menelpon bundanya. Ia memasang earphone ketika sudah berada di dalam mobil.

Tut…tut…tut….nada tersambung.

“Bunda….”

“Assalamu’alaikum….” Potong suara lembut di seberang, Davin mengusap belakang lehernya dengan salah

tingkah dan senyum-senyum merasa bersalah, padahal bunda gak lihat loh.

“Hehe…waalaikumussalam bunda, maaf lupa…”

“Kebiasaan buruk itu jangan dipelihara sayang….ada apa?

“Aku dah berhasil membujuk kakak untuk pulang bund…” Terang Davin dengan semangat.

“Oya…alhamdulillah” Suara bersyukur bunda terdengar sangat senang sekali.

“Nanti malam Davin akan jemput kakak di apotek.”

“Kenapa nanti malam sayang….kelamaan, bunda udah kangen berat ini.”

“Iya bund, kakak ada shif siang hari ini, jadi Davin akan jemput kakak nanti pas pulang dari apotek.”

“Ya sudah…hati-hati ya…”

“Iya bund pasti…oya bund nanti kalau kakak tanya kenapa papa masuk rumah sakit bilang aja karena terpaksa ya bund…” Davin bicara dengan pelan, takut salah. Bunda langsung bereaksi keras.

“Apa maksudmu Davin?” Davin sudah kalang kabut, kalau bunda udah nyebut nama itu berarti bunda nggak suka dan marah anaknya berbohong.

 “Anu bund…kakak kan luluhnya kalau dengar papa masuk rumah sakit, ya udah Davin bilang aja kalau papa….” Davin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa bersalah telah membawa nama papa, masuk rumah sakit lagi. Ih, dasar Davin.

“Sayang….tapi nggak baik lho itu…”

 “Iya bund Davin minta maaf, pokoknya nanti bunda sama papa harus kerja sama ya…”

“Ya sudah…”

“Davin tutup ya bund, assalamu’alaikum….”

“Waalaikumussalam…”

Calya putih mulai membelah arus lalu lintas meninggalkan apotek Medical Farma. malam ini suasana jalanan cukup lengang, efek pandemic masih terasa di beberapa ruas kota. Pemberlakuan jam malam yang terbatas terhadap kegiatan malam hari menyebabkan suasana Kota Malang yang selalu ramai menjadi cukup sepi. Lampu-lampu kota pun hanya dihidupkan sebagian untuk meminimalisir pelanggaran, sehingga orang-orang akan merasa lebih senang di rumah dari pada harus gelap-gelapan di jalan. Hal itu memang diupayakan diberlakukan untuk bisa memutus mata rantai penyebaran covid-19 yang merebak parah di Malang Raya.

Ginara memposisikan tempat duduk di mobil agar ia bisa rebahan sebentar, sementara Davin dengan semangatnya tetap fokus pada jalanan.

“Kak…”

“Hmmm” Davin sudah hafal sifat dan perilaku Ginara, jadi dia sudah tidak terlalu mempermasalahkannya. Bahkan Davin paham maksud deheman kakaknya tanpa harus dijelasin panjang lebar.

“Kakak gak mau gitu beralih mengurus perusahaan papa? Kasihan papa kak kalau terus ke luar kota ngurusin anak cabang…”

“Tugasmu.”

Jangan lupa koment

and like ya kakak….

CHEROPHOBIA (1)

Calya putih mulai

membelah arus lalu lintas meninggalkan apotek Medical Farma. malam ini suasana

jalanan cukup lengang, efek pandemic masih terasa di beberapa ruas kota. Pemberlakuan

jam malam yang terbatas terhadap kegiatan malam hari menyebabkan suasana Kota

Malang yang selalu ramai menjadi cukup sepi. Lampu-lampu kota pun hanya

dihidupkan sebagian untuk meminimalisir pelanggaran, sehingga orang-orang akan

merasa lebih senang di rumah dari pada harus gelap-gelapan di jalan. Hal itu

memang diupayakan diberlakukan untuk bisa memutus mata rantai penyebaran

covid-19 yang merebak parah di Malang Raya.

Ginara

memposisikan tempat duduk di mobil agar ia bisa rebahan sebentar, sementara

Davin dengan semangatnya tetap fokus pada jalanan.

“Kak…”

“Hmmm” Davin sudah

hafal sifat dan perilaku Ginara, jadi dia sudah tidak terlalu

mempermasalahkannya. Bahkan Davin paham maksud deheman kakaknya tanpa harus

dijelasin panjang lebar.

“Kakak gak mau

gitu beralih mengurus perusahaan papa? Kasihan papa kak kalau terus ke luar kota

ngurusin anak cabang…”

“Tugasmu.”

“Ih… kakak ah, aku

kan masih kuliah, kakak udah lama banget lho berkecimpung di apotek, gak bosen

apa…mending ngurus yang lebih gede”

“Gak pingin.”

“Kakak gak kasian

apa sama papa…udah tua lho kak, sakit-sakitan pula” Davin kembali mencoba

membujuk Ginara agar mau menggantikan posisi CEO sang papa.

“Abang”

“Abang gak bisa

ninggalin pasien, tanggung jawab katanya.”

“Sama” Davin

memutar bola matanya malas. Ia menghela nafas, senjata makan tuan nih.

“Tapi kak…”

“Ngantuk” Ginara

memejamkan mata pura-pura tidur, ia terlalu malas meladeni omongan Davin yang

unfaedah. Tidak ada lagi pembicaraan dalam mobil sampai mereka tiba di tempat tujuan.

Sebuah rumah bergaya spanis dipadu dengan aneka ragam bunga yang membuat rumah

itu kelihatan klasik namun asri. Bunda memang pecinta bunga, semenjak papa

meminta bunda resign dari sekretaris, bunda hanya mengabdikan hidupnya untuk

melayani suami dan anak-anaknya serta mengubah hunian manjadi taman bunga.

Mereka berdua

turun dari mobil dan melangkah beriringan menuju pintu utama. Ginara berhenti

sejenak untuk mengatur suasana hatinya. Ia menghela nafas pelan kemudian

melangkah perlahan di samping Davin. Pemuda tampan itu membuka pintu dengan

semangat…

“Assalamu’alaikum,

bunda, papa…” Davin melangkah tergesa mencari papa dan bunda kemudian tersenyum

menyambut kedua orang tuanya yang muncul dari ruang keluarga. Bunda tampak

berkaca-kaca, segunung kerinduan terhadap putrinya tampak jelas di matanya.

Sementara papa memandang lembut dan tenang. Bunda bergegas menghampiri Ginara

dan memeluknya erat.

“Waalaikumussalam…alhamdulillah

Gi bisa datang. Bunda bahagia banget lho…” Bunda terisak pelan di pelukan

Ginara. Gadis itu terpaku sejenak belum bereaksi balas memeluk. Ia mencoba

menata hati dan perasaannya agar tidak membuat bunda dan papa kecewa.

Inilah yang

ditakutkan Ginara, ia takut belum mampu menghilangkan trauma masa lalunya yang

menyebabkan dia hampir kehilangan sosok ibu untuk kedua kalinya. Cukup mama

saja yang harus berkorban untuk Ginara, ia berharap siapapun yang ada di

dekatnya akan aman selamanya tanpa harus mengalami keadaan yang menyedihkan dan

kesialan ketika berada di dekatnya.

Ingatan masa lalu

itu kembali hinggap di otak tengahnya, dimana bunda berusaha menyelamatkan

Ginara yang tenggelam akibat tercebur kolam, padahal waktu itu bunda sedang

mengandung 6 bulan -- adiknya yang seharusnya menjadi adik Davin—usia kandungan

yang seharusnya sudah kuat dan tidak akan mengalami kontraksi apapun, tetapi

akibat bunda reflek menceburkan dirinya ke kolam untuk menyelamatkan Ginara

menyebabkan bunda mengalami kontraksi hebat, janin di dalam rahim bunda

tergoncang dan masuk ke jalan lahir sehingga bunda harus kehilangan putri ke

empatnya karena keguguran. Bukan Ginara tidak bisa berenang, tapi waktu itu

tiba-tiba Ginara mengingat mamanya tiba-tiba nafasnya sesak dan ia tenggelam

begitu saja. Untuk kedua kalinya Ginara berada diambang traumatis karena

mengalami kejadian yang sama. Yaitu mama dan bunda yang rela berkorban demi

menyelamatkan Ginara, hanya bunda berhasil diselamatkan, tetapi harus

kehilangan bayi dalam kandungannya.

Koment lagi

yuks…biar semangat aku nulisnya….

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!